Rabu, 04 Januari 2017

AKHLAK PARA NABI DALAM SEJARAH



KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillah, segala puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah Swt yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan tugas makalah “Akhalak para nabi dalam sejarah”. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
            Tugas makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas pengetahuan tentang berbagai akhlak para nabi dalam sejarah. Dan dapat menjadikannya sebagai suri tauladan untuk dijadikan pedoman hidup.
Tugas makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan, baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya tugas ini dapat terselesaikan.
Penyusun juga mengucapkan terimakasih kepada dosen mata kuliah Akidah Akhlak yang telah membimbing penyusun agar dapat menyelesaikan tugas ini.
            Semoga tugas ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun tugas ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terimakasih.

Bandung,         November 2015


Penyusun


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... 2
DAFTAR ISI................................................................................................... 3
BAB 1 PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG.............................................................................. 4
B.       IDENTIFIKASI MASALAH................................................................... 4
BAB 2 PEMBAHASAN
A.      AKHLAK PARA NABI DALAM SEJARAH
A.1. NABI ISA AS................................................................................... 5
A.2. NABI AYYUB AS........................................................................... 6
A.3. NABI NUH AS................................................................................. 8
A.4. NABI LUTH AS............................................................................... 13
A.5. NABI IBRAHIM AS........................................................................ 18
A.6. NABI MUSA AS.............................................................................. 20
A.7 NABI MUHAMMAD AS................................................................. 22
B.       MANFAAT MEMPELAJARI AKHLAK PARA NABI......................... 25
BAB 3 PENUTUP     
A.      KESIMPULAN........................................................................................ 27
B.       SARAN   .................................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 28







BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Allah SWT. adalah Dzat Yang Maha Agung, Dia Maha Hikmah dan Bijaksana dalam segala ketetapannya. Diantara ketetapan Allah yang penuh hikmah dan bijaksana adalah Dia menjadikan para nabi dan rasul dari kalangan manusia agar sesuai dengan tabiat manusia dan mampu diteladani manusia. Allah SWT. berfirman dalam surat Al-Isra ayat 95 yang artinya, “Katakanlah: Kalau seandainya ada malaikat-malaikat yang berjalan-jalan sebagai penghuni di bumi, niscaya Kami turunkan dari langit kepada mereka seorang Malaikat menjadi Rasul”. Allah SWT. juga berfirman dalam surat Al-Kahfi ayat 110 yang artinya,“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku.”
Namun para nabi dan rasul memiliki keistimewaan yang lebih dibanding manusia biasa. Mereka lebih sempurna dari manusia biasa. Allah SWT. berfirman dalam surat Al-An’am ayat 124 yang artinya, “Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan”. Kesempurnaan mereka meliputi akhlak (sifat al-khuluqi) mereka, yang tercantum dalam surat Al-Qalam ayat 4 yang artinya, “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” Kemudian fisik (sifat al-khalqi) mereka, sebagaimana perkataan seorang perempuan, putri dari laki-laki yang shaleh, kepada Nabi Musa, yang tercantum dalam surat Al-Qashash ayat 26 yang artinya, “Wahai ayah, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” Dan mereka pun sempurna dalam akal dan kecerdasan, argumentasi mereka jelas tak terbantah, di dalam surat lain yaitu surat Al-An’am ayat 83 dijelaskan, “Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya.”

B.     IDENTIFIKASI MASALAH
Dalam penulisan makalah ini kami akan memaparkan masalah mengenai:
1.      Bagaimana akhlak para nabi dalam sejarah?
2.      Tujuan apa yang bisa di ambil dengan mempelajari akhlak para nabi ?
3.      Manfaat apa yang bisa di ambil dengan mempelajari akhlak para nabi ?







BAB II
PEMBAHASAN

A.    AKHLAK PARA NABI DALAM SEJARAH

1.             NABI ISA AS
Nabi Isa adalah nabi ke-24 dari urutan para nabi. Beliau dilahirkan tahun 622 sebelum hijriah sehingga tahun kelahirannya disebut tahun masehi. Nabi Isa As merupakan nabi dan rasul Allah yang lahir dari Maryam binti Imran yang tidak memiliki ayah. Melalui kekuasaan Allah, Nabi Isa As dilahirkan hanya dengan perantaraan ibu saja, tidak seperti kelahiran manusia biasa yang melalui ibu dan bapaknya dengan cara ruhnya ditiupkan oleh malaikat jibril. Ruh yang suci tersebut kemudian masuk ke dalam kandungan Maryam binti Imran sehingga lahirlah bayi laki-laki yang kelak akan diangkat oleh Allah menjadi seorang nabi dan rasul.
Nabi Isa As diutus oleh Allah Swt ditengah-tengah bangsa Yahudi, untuk menuntun mereka kembali ke jalan yang benar. Ajaran-ajaran beliau tersebut terasa sangat pahit oleh bangsa Yahudi, sehingga mereka menganggap Nabi Isa sebagai pembual danpembohong. Namun ada juga sebagian kecil bangsa Yahudi yang menaati dan mengikuti ajaran beliau. Sahabat-sahabat penolong Nabi Isa As disebut Hawariyyin. Dalam berbagai keadaan ajaran Nabi Isa As yang terkumpul dalam Kitab Injil tetap disampaikan dengan sabar dan penuh kelembutan.
Keteguhan iman Nabi Isa menyampaikan tugas dari Allah Swt ternyata membuat orang-orang Yahudi berupaya untuk menghentikan kegiatan dakwah beliau. Berbagai upaya mereka lakukan, siksaan fisik sering Nabi Isa As dapatkan. Tetapi beliau tetap tabah dalam menjalaninya.
Diantara murid dan sekaligus sahabat dekat Nabi Isa As, ternyata ada yang berkhianat. Orang tersebut bernama Yudas Iskariot. Ia bekerja sama dengan tentara Yunani untuk menangkap dan membunuh Nabi Isa As.
Ketika rumah tempat Nabi Isa As dan para sahabatnya dikepung tentara Yunani, atas izin Allah, wajah Yudas Iskariot diserupakan dengan wajah Nabi Isa As. Sehingga membuat tentara Yunani menangkap Yudas Iskariot, sementara Nabi Isa As sendiri selamat.
Menurut para ulama tafsir, Nabi Isa As diselamatkan oleh Allah dengan jalan mengangkat ruh dan jasadnya sekaligus. Tidak ada yang mustshil bagi Allah Swt. Allah maha kuasa atas segala sesuatu. Akhirnya Nabi Isa tidak mati terbunuh di kayu salib. Yang disalib sesungguhnya adalah Yudas Iskariot.

AKHLAK NABI ISA AS
a.         Tawakal kepada Allah serta sabar menghadapi cobaan.
Jika Allah telah menghendaki sesuatu maka hal yang sebenarnya tidak mungkin pun akan menjadi mungkin. Sebagaimana kisah Nabi Isa, meskipun Maryam belum pernah tersentuh oleh seorang laki-laki pun namun dia bisa hamil dan kemudian melahirkan Nabi Isa. Semua itu terjadi tidak lain adalah karena kekuasaan Allah semata. Atas kejadian yang menimpanya, Maryam tetap  tawakkal (berserah diri) kepada Allah.
b.        Iman yang kuat
Nabi Isa mendapatkan tantangan yang berat dari kaumnya dalam berdakwah. Meskipun demikian dia tetap menyampaikan wahyu yang diterimanya. Nabi Isa telah berdakwah bertahun-tahun namun pengikutnya hanya sedikit, walau begitu dia tetap bersabar dan selalu mengajak orang-orang ke jalan yang benar. Keadaan yang demikian ini tidak menyurutkan iman Nabi Isa, bahkan dia semakin bertambah imannya ketika cobaan-cobaan itu menimpanya.
c.         Sifat penolong.
Di antara mukjizat Nabi Isa adalah dapat menurunkan makanan dari langit dan menyembuhkan penyakit kusta. Semua itu terjadi atas ijin Allah agar Nabi Isa dapat menolong orang-orang yang membutuhkannya. Sewaktu Nabi Isa menolong orang-orang yang membutuhkan, yang ada di hatinya hanyalah rasa ikhlas, sekalipun yang ditolong itu adalah orang yang membangkang terhadap ajarannya.

2.             NABI AYYUB AS
Nabi Ayub adalah anak Ishaq bin Ibrahim. Beliau adalah nabi yang kaya raya. Selain harta, beliau pun dikaruniai putera purteri yang banyak. Hidupnya sangat bahagia. Kebahagian harta tidak membuat Nabi Ayub As. Menjadi angkuh dan sombong. Beliau malah sering menafkahkan hartanya untuk membantu fakir miskin, berbuat baik kepada anak yatim piatu, memuliakan tamu, dan lain sebagainya. Dari kisah Nabi Ayyub yang telah kita pelajari, banyak keteladanan yang dapat kita temukan di sana, antara lain adalah:
a.         Pemaaf
Nabi Ayyub ditinggal istrinya pergi di saat sakit, kemudian istrinyaa kembali lagi sewaktu Nabi Ayyub telah sembuh. Meski demikian Nabi Ayyub tidak tega jika harus melaksanakan janjinya, yaitu memukul istrinya 100 kali. Akhirnya untukmelaksanakan janjinya itu Nabi Ayyub hanya memukul istrinya sekali menggunakan seratus lidi. Dari kisah ini dapat kita teladani bahwa memaafkan harus diutamakan dan kita tidak diperbolehkan untuk balas dendam.
b.        Dermawan
Allah telah menganjurkan kepada kita agar selalu beramal. Dalam Al Quran Allah telah berjanji akan melipatgandakan amal kita sebanyak 700 kali. Dalam beramal harus disertai rasa ikhlas dan niat kita hanya mengharapkan rida Allah. Amal akan sia-sia jika disertai dengan mengungkit-ngungkit pemberian kita, berniat agar dipuji dan dikagumi orang, serta niat agar diberi imbalan.
c.         Rajin beribadah.
Allah menciptakan jin dan manusia tidak lain adalah untuk beribadah kepada-Nya. Ibadah tidak hanya berupa salat, puasa, zakat maupun haji. Berbuat baik kepada sesama manusia, hewan dan menjaga lingkunga kita juga termasuk ibadah. Namun demikian, sebagai seorang muslim kita tidak boleh sekali-kali meninggalkan ibadah wajib, yaitu salat, zakat, puasa dan haji bagi yang mampu. Kita beribadah dengan tujuan untuk mendekatkan diri pada Allah. Selain itu ibadah juga merupakan ungkapan rasa syukur kepada Allah atas segala nikmat yang telah diberikan kepada kita.
d.        Sabar
Mula-mula Allah Swt. Memberikan ujian kepada Nabi Ayub As. Mengurangkan rezekinya. Sedikit demi sedikit hartanya semakin berkurangsehingga menjadi sangat miskin. Ternyata, menjadi orang yang sangat miskin, tidak menggonyahkan keimanan Nabi Ayub As.
Nabi Ayub tidak tergoda oleh rayuan setan yang mencoba merayu untuk melakukan perbuatan yang dibenci Allah. Allah Swt. Menguji kembali Nabi Ayub As. Dengan mewafatkan seluruh anak-anaknya. Betapa sedihnya bila seorang ayah ditinggal oleh anak-anaknya yang dicintai dan disayangi. Ternyata, ujian kedua ini pun dapat dilewatinya dengan baik. Kemudian Allah mengujinya kembali kesabaran Nabi Ayub As. Allah mengujinya dengan mendatangkan penykit kulit selama 7 tahun. Penyakit tersebut akan kelihatan sangat menjijikan bagi orang lain yang melihatnya. Seluruh sanak saudara, sahabat, handai taulan,dan tetanggnya menjauhi beliau. Orang yang masih setia dan menunggu dan merawat beliau adalah istrinya.
Semakin berat cobaan, maka akan semakin terlihat mutu hamba tersebut dan semakin tinggi derajatnya disisi Allah Swt. Isteri Nabi Ayub As. Bernama Rahmah. Beliau adalah seorang isteri yang sangat setia, taat, dan beriman kepada Allah Swt. Kesabaran isteri Nabi Ayub As. Dengan merawat suaminya, membuat setan tidak senang. Setan berupaya mencari jalan agar istri Nabi Ayub As tidak lagi mau merawat serta melayani suaminya yang sedang sakit. Istri Nabi Ayub As lama kelamaan tergoda juga dengan ajakan dan rayuan setan. Ia akhirnya menjadi enggan menunggui dan merawat istrinya lama-lama. Nabi Ayub As rupanya mengetahui bahwa isterinya berbuat hal tersebut. Nabi Ayub menjadi marah dan seraya berkata kepada istrinya bahwa apabila ia sembuh ia akan memukul istrinya seratus kali.
Selama Nabi Ayub menderita penykit kulit kurang lebih 7 tahun, beliau dengan tabah dan sabar menjalani ujian tersebut. Beliau dengan sabar dan penuh ketekunan selalu berdoa kepada kepada Allah untuk kesembuhan penyakitnya.
Allah Swt memperkenankan doa beliau. Allah memerintahkan Nabi Ayub As untuk menghentangkan kakinya di bumi. Beliau menaati perintah itu. Maka keluarlah air dari bekas kakinya. Atas petunjuk Allah Swt., Nabi Ayub kemudian mandi dan minum dengan air itu. Akhirnya beliau sembuh dari penyakitnya dan ia dapat berkumpul dengan keluarganya.
Nabi Ayub telah berjanji, apabila sembuh, ia akan memukul istrinya seratus kali pukul. Tapi Nabi Ayub As tidak jadi memukul istrinya dengan seratus kali pukulan. Sebagai gantinya, Nabi Ayub As mengambil seikat rumput. Kemudian Nabi Ayub memukul istrinya dengan seikat rumput tersebut dengan sekali pukulan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :”Ketika Ayyub sedang mandi dalam keadaan telanjang, tiba-tiba sekumpulan belalang emas bersujud, kemudian Ayyub meraupnya dan memasukkan ke bajunya, lalu Rabbnya berseru kepadanya : ’Hai Ayyub, bukankah Aku telah menjadikan kamu kaya seperti yang kamu saksikan?’Ia menjawab:’Benar, ya Rabbku, tetapi tiada pernah aku merasa cukup dari berkah-Mu.’” Dan fiman Allah Ta'ala:
“Hantamkanlah kakimu”(QS.Shaad:42)
Artinya, hentakkanlah kakimu ketanah. Maka Ayyub ‘alaihissalam pun mentaati perintah-Nya, Sehingga Allah Ta’ala membuatkan sumber air yang jernih, lalu menyuruhnya mandi dan minum dari air tersebut. Setelah mandi dan meminum air itu, maka lenyaplah semua penyakit yang dideritanya selama ini, baik yang lahir maupun yang bathin. Dan setelah itu Allah Ta’ala menggantinya dengan kesehatan lahir dan bathin, ketampanan yang sempurna dan harta kekayaan yang melimpah, Bahkan Allah Ta’ala juga menurunkan hujan belalang emas kepadanya, serta mengembalikan keluarganya, sebagaimana yang difirmankan-Nya:
Dan setelah itu, Nabi Ayyub ‘alaihssalam sempat menjalani hidup selama tujuh puluh tahun di negeri Romawi dengan memeluk agama yang hanif, adapun orang-orang yang setelahnya mereka merubah agama Ibrahim ‘alaihissalam.

3.             NABI NUH AS
Nuh (Arab: نوح) (sekitar 3993-3043 SM) adalah seorang rasul yang diceritakan dalam Taurat, Alkitab, dan Al-Quran. Nuh diangkat menjadi nabi sekitar tahun 3650 SM. Diperkirakan ia tinggal di wilayah Selatan Irak modern. Namanya disebutkan sebanyak 58 kali dalam 48 ayat dalam 9 buku Alkitab Terjemahan Baru dan 43 kali dalam Al-Quran. Nuh mendapat gelar dari Allah dengan sebutan Nabi Allah dan Abdussyakur yang artinya “hamba (Allah) yang banyak bersyukur”.
Nabi Nuh adalah nabi ketiga sesudah Adam, dan Idris. Ia merupakan keturunan kesembilan dari Adam. Ayahnya adalah Lamik (Lamaka) bin Metusyalih Mutawasylah (Matu Salij) bin Idris bin Yarid bin Mahlail bin Qainan bin Anusyi bin Syits bin Adam. Antara Adam dan Nuh ada rentang 10 generasi dan selama periode kurang lebih 1642 tahun.
Nuh hidup selama 950 tahun. Ia mempunyai istri bernama Wafilah, sedangkan beberapa sumber mengatakan istri Nuh adalah Namaha binti Tzila atau Amzurah binti Barakil dan memiliki empat orang putra, yaitu Kanʻān, Yafith, Syam dan Ham.
Dari Ibnu Katsir bahwa Nuh diutus untuk kaum Bani Rasib. Ibnu Abbas menceritakan Bahwa nabi Nuh diutus pada kaumnya ketika berumur 480 tahun. Masa kenabiannya adalah 120 tahun dan berdakwah selama 5 abad. Dia mengarungi banjir ketika ia berumur 600 tahun, dan kemudian setelah banjir ia hidup selama 350 tahun.
1.    Dakwah Nabi Nuh As kepada Kaumnya
Nabi Nuh datang ketika kaumnya sedang menyembah berhala ialah patung-patung yang dibuat oleh tangan-tangan mereka sendiri disembahnya sebagai tuhan-tuhan yang dapat membawa kebaikan dan manfaat serta menolak segala kesengsaraan dan kemalangan. Nabi Nuh yang dikurniakan Allah dengan sifat-sifat yang patut dimiliki oleh seorang nabi, fasih dan tegas dalam kata-katanya, bijaksana dan sabar dalam melaksanakan tugas risalahnya kepada kaumnya dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan dengan cara yang lemah lembut mengetuk hati nurani mereka dan kadang kala dengan kata-kata yang tajam dan nada yang kasar bila menghadapi pembesar-pembesar kaumnya yang keras kepala yang enggan menerima hujjah dan dalil-dalil yang dikemukakan kepada mereka yang tidak dapat mereka membantahnya atau mematahkannya.
Kaum Nuh mengemukakan syarat dengan berkata: “Wahai Nuh! Jika engkau menghendaki kami mengikutimu dan memberi sokongan dan semangat kepada kamu dan kepada agama yang engkau bawa, maka jauhkanlah para pengikutmu yang terdiri dari orang-orang petani, buruh dan hamba-hamba sahaya itu. Usirlah mereka dari pengaulanmu karena kami tidak dapat bergaul dengan mereka duduk berdampingan dengan mereka mengikut cara hidup mereka dan bergabung dengan mereka dalam suatu agama dan kepercayaan. Dan bagaimana kami dapat menerima satu agama yang menyamaratakan para bangsawan dengan orang awam, penguasa dan pembesar dengan buruh-buruhnya dan orang kaya yang berkedudukan dengan orang yang miskin.”
Nabi Nuh menolak persyaratan kaumnya dan berkata: “Risalah dan agama yang aku bawa adalah untuk semua orang tiada pengecualian, yang pandai maupun yang bodoh, yang kaya maupun miskin, majikan ataupun buruh ,diantara peguasa dan rakyat biasa semuanya mempunyai kedudukan dan tempat yang sama terhadap agama dan hukum Allah. Bagaimanakah aku dapat mempertanggungjawabkan tindakan pengusiranku kepada mereka terhadap Allah bila mereka mengadu bahwa aku telah membalas kesetiaan dan ketaatan mereka dengan sebaliknya semata-mata untuk memenuhi permintaanmu dan tunduk kepada pensyaratanmu yang tidak wajar dan tidak dapat diterima oleh akal dan fikiran yang sehat. Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang bodoh dan tidak berfikiran sehat”.
Pada akhirnya, karena merasa tidak berdaya lagi mengingkari kebenaran kata-kata Nabi Nuh dan merasa kehabisan alasan dan hujjah untuk melanjutkan dialog dengan beliau, maka berkatalah mereka: “Wahai Nabi Nuh! Kami tetap tidak akan mengikutimu dan tidak akan sesekali melepaskan kepercayaan dan adat-istiadat kami sehingga tidak ada gunanya lagi engkau mengulang-ulangi dakwah dan ajakanmu dan bertegang lidah dengan kami. Kami ingin melihat kebenaran kata-katamu dan ancamanmu dalam kenyataan. Karena kami masih belum mempercayaimu dan tetap meragukan dakwahmu.”
2.    Nabi Nuh tidak Berputus Asa Dari Kaumnya
Nabi Nuh berada di tengah-tengah kaumnya selama 950 tahun berdakwah menyampaikan risalah Tuhan, mengajak mereka meninggalkan penyembahan berhala dan kembali menyembah dan beribadah kepada Allah Yang maha Kuasa memimpin mereka keluar dari jalan yang sesat dan gelap ke jalan yang benar dan terang. Akan tetapi dalam waktu yang cukup lama itu, Nabi Nuh tidak berhasil menyedarkan dan menarik kaumnya untuk mengikuti dan menerima dakwahnya beriman, bertauhid dan beribadat kepada Allah kecuali sekelompok kecil kaumnya yang tidak mencapai seratus orang, walaupun ia telah melakukan tugasnya dengan segala daya-usahanya dan sekuat tenaganya dengan penuh kesabaran dan kesulitan menghadapi penghinaan, ejekan dan cercaan makian kaumnya, karena ia mengharapkan akan datang masanya di mana kaumnya akan sadar diri dan datang mengakui kebenarannya dan kebenaran dakwahnya.
Dan lenyaplah sisa harapan Nabi Nuh dari kaumnya dan habislah kesabarannya. Ia memohon kepada Allah agar menurunkan Azab-Nya di atas kaumnya yang berkepala batu seraya berseru: “Ya Allah! Janganlah Engkau biarkan seorang pun daripada orang-orang kafir itu hidup dan tinggal di atas bumi ini. Mareka akan berusaha menyesatkan hamba-hamba-Mu, jika Engkau biarkan mereka tinggal dan mereka tidak akan melahirkan dan menurunkan selain anak-anak yang berbuat maksiat dan anak-anak yang kafir seperti mereka.
Doa Nabi Nuh dikalbulkan oleh Allah dan permohonannya diluluskan dan tidak perlu lagi menghiraukan dan mempersoalkan kaumnya, karena mereka itu akan menerima hukuman Allah dengan mati tenggelam.
3.    Nabi Nuh Membuat Kapal
Setelah menerima perintah Allah untuk membuat sebuah kapal, segeralah Nabi Nuh mengumpulkan para pengikutnya dan mulai mereka mengumpulkan bahan yang diperlukan, kemudian dengan mengambil tempat di luar dan agak jauh dari kota dan keramaiannya mereka dengan rajin dan tekun bekerja siang dan malam menyelesaikan pembinaan kapal yang diperintahkan itu.
Setelah selesai pekerjaan pembuatan kapal yang merupakan alat pengangkutan laut pertama di dunia, Nabi Nuh menerima wahyu dari Allah: “Siap-siaplah engkau dengan kapalmu, bila tiba perintah-Ku dan terlihat tanda-tanda daripada-Ku maka segeralah angkut bersamamu di dalam kapalmu dan kerabatmu dan bawalah dua pasang dari setiap jenis makhluk yang ada di atas bumi dan belayarlah dengan izin-Ku."
Kemudian tercurahlah dari langit dan memancur dari bumi air yang deras dan dahsyat yang dalam sekelip mata telah menjadi banjir besar melanda seluruh kota dan desa menggenangi daratan yang rendah maupun yang tinggi sampai mencapai puncak bukit-bukit sehingga tiada tempat berlindung dari air bah yang dahsyat itu kecuali kapal Nabi Nuh yang telah terisi penuh dengan para orang mukmin dan pasangan makhluk yang diselamatkan oleh Nabi Nuh atas perintah Allah.
Dengan iringan “Bismillah majraha wa mursaha” belayarlah kapal Nabi Nuh dengan lajunya menyusuri lautan air, menentang angin yang kadang kala lemah lembut dan kadang kala ganas dan ribut. Di kanan kiri kapal terlihatlah orang-orang kafir bergelut melawan gelombang air yang menggunung berusaha menyelamat diri dari cengkaman maut yang sudah sedia menerkam mereka di dalam lipatan gelombang-gelombang itu.
Tatkala Nabi Nuh berada di atas geladak kapal memperhatikan cuaca dan melihat-lihat orang-orang kafir dari kaumnya sedang bergelimpangan di atas permukaan air, tiba-tiba terlihatlah olehnya tubuh putra sulungnya yang bernama “Kan'an” timbul tenggelam dipermainkan oleh gelombang yang tidak menaruh belas kasihan kepada orang-orang yang sedang menerima hukuman Allah itu. Nabi Nuh secara spontan, terdorong oleh suara hati kecilnya berteriak dengan sekuat suaranya memanggil putranya: “Wahai anakku! Datanglah kemari dan gabungkan dirimu bersama keluargamu. Bertaubatlah engkau dan berimanlah kepada Allah agar engkau selamat dan terhindar dari bahaya maut yang engkau menjalani hukuman Allah.”
Kan'aan, putera Nabi Nuh, yang tersesat dan telah terkena racun rayuan syaitan dan hasutan kaumnya yang sombong dan keras kepala itu menolak dengan keras ajakan dan panggilan ayahnya yang menyayanginya dengan kata-kata yang menentang: “Biarkanlah aku dan pergilah, jauhilah aku, aku tidak sudi berlindung di atas geladak kapalmu aku akan dapat menyelamatkan diriku sendiri dengan berlindung di atas bukit yang tidak akan dijangkau oleh air bah ini.”
Nuh menjawab: “Percayalah bahwa tempat satu-satunya yang dapat menyelamatkan engkau ialah bergabung dengan kami di atas kapal ini. Masa tidak akan ada yang dapat melepaskan diri dari hukuman Allah yang telah ditimpakan ini kecuali orang-orang yang memperolehi rahmat dan keampunan-Nya.” Setelah Nabi Nuh mengucapkan kata-katanya tenggelamlah Kan'aan disambar gelombang yang ganas dan lenyaplah ia dari pandangan mata ayahnya, tergelincirlah ke bawah lautan air mengikut kawan-kawannya dan pembesar-pembesar kaumnya yang durhaka itu.
Setelah air bah itu mencapai puncak keganasannya dan habis binasalah kaum Nuh yang kafir dan zalim sesuai dengan kehendak dan hukum Allah, surutlah lautan air diserap bumi kemudian bertambatlah kapal Nuh di atas bukit “Judie”  dengan iringan perintah Allah kepada Nabi Nuh: “Turunlah wahai Nuh ke darat engkau dan para mukmin yang menyertaimu dengan selamat dilimpahi barakah dan inayah dari sisi-Ku bagimu dan bagi umat yang menyertaimu.”

Ø  Pendidikan Akhlak yang Bisa diambil dari Kehidupan Nabi Nuh as.
1.      Nabi Nuh memiliki sifat-sifat yang patut kita miliki, yaitu fasih dan tegas dalam kata-katanya, bijaksana dan sabar dalam melaksanakan tugas risalahnya kepada kaumnya dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan.
2.      Nabi Nuh tetap sabar disaat kaumnya yang kufur mengejek serta menghina beliau saat membuat kapal di atas bukit.
3.      Kita harus menjauhkan diri dari sifat yang sombong, angkuh dan tidak mau menerima kebenaran seperti pemuka-pemuka masyarakat pada masa nabi Nuh As.
4.      Kita tidak boleh memiliki sikap seperti kaum Nabi Nuh yang kufur, yang tidak mau mengikuti ajaran yang dibawa oleh Nabi Nuh As dan yang tidak mau mentauhidkan Allah.
5.      Nabi Nuh memiliki pendirian yang teguh pada ajaran yang dibawanya, seperti saat Nabi Nuh menolak dengan tegas syarat dari pemuka-pemuka bahwa mereka akan beriman asalkan Nabi Nuh mengusir umatnya yang telah beriman yaitu, orang-orang miskin dan hamba sahaya, karena mereka tidak mau disamaratakan.
6.      Nabi Nuh tetap berdakwah, walaupun pengikutnya sedikit, tidak sampai seratus orang.
7.      Anak Nabi Nuh “ka’an” tetap bersikeras hati tidak mau mengikuti ajaran yang di bawa ayahnya walaupun nyawanya telah terancam sekalipun.
8.      Nabi Nuh pernah mendapat teguran dari Allah SWT yaitu cinta kasih sayangnya kepada anaknya disaat ia memanggil anaknya pada saat mau tenggelam, hal itu telah menjadikan ia lupa akan janji dan ancaman Allah terhadap orang-orang kafir termasuk putranya sendiri.
9.      Hubungan antara manusia yang terjalin karena ikatan persamaan kepercayaan atau penamaan aqidah dan pendirian adalah lebih erat dan lebih berkesan daripada hubungan yang terjalin karena ikatan darah atau kelahiran.

4.             NABI LUTH AS
Nabi Luth as merupakan anak saudara laki-laki dari Nabi ibrahim as. Ayah Nabi Luth as bernama hasa bin tareh merupakan saudara sekandung dari Nabi Ibrahim. Beliau pindah bersama Nabi ibrahim as dari negeri babil ke negeri syam. Tetapi tidak lama kemudian penghidupan memaksa kedua Nabi ini berpisah. Nabi Luth as menetap di sebuah dusun yang bernama sadum, masih dalam wilayah palestina. Allah mengutus Nabi Luth berdakwah di Kota Sadum
Nabi Luth as berhijrah bersama pamannya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam menuju Mesir. Keduanya tinggal di sana beberapa lama, lalu kembali ke Palestina. Di tengah perjalanan menuju Palestina, Nabi Luth meminta izin kepada pamannya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam untuk pergi menuju negeri Sadum (di dekat laut mati di Yordan) karena Allah telah memilihnya sebagai Nabi-Nya dan Rasul-Nya yang diutus kepada negeri tersebut, maka   Nabi Ibrahim mengizinkannya dan Nabi Luth pun pergi ke Sadum serta menikah di sana. Ketika itu, akhlak penduduknya sangat buruk sekali, mereka tidak menjaga dirinya dari perbuatan maksiat dan tidak malu berbuat kemungkaran, berkhianat kepada kawan, dan melakukan penyamunan. Di samping itu, mereka mengerjakan perbuatan keji yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelumnya di alam semesta. Mereka mendatangi laki-laki untuk melepaskan syahwatnya dan meninggalkan wanita.
Nabi Luth as  diutus oleh Allah yang maha bijaksana pegi ke negeri sadum yang penduduknya sangat durhaka kepada Allah. Sadum adalah bangsa yang tidak tahu malu, mereka selalu melakukan kejahatan, merampok, membunuh sesama, menganiaya, sehingga tidak ada yang bearni ke negeri tersebut
Masyarakat Sadum adalah masyarakat yang rendah tingkat moralnya, rusak mentalnya, tidak mempunyai pegangan agama atau nilai kemanusiaan yang beradab. Kemaksiaatan dan kemungkaran merajalela dalam peragulan hidup mereka. pencurian dan perampasan harta milik merupakan kejadian hari-hari di mana yang kuat menjadi kuasa sedang yang lemah menjadi korban penidasan dan perlakuan sewenang-wenang. Maksiat yang paling menonjol adalah perbuatan homo sek di kalangan lelakinya dan lesbian di kalangan wanitanya. Kedua-dua jenis kemungkaran ini begitu merajalela di dalam masyarakat sehingga merupakan suatu kebudayaan kaum sadum.
Seorang pendatang yang masuk ke Sadum tidak akan selamat dari gangguan mereka. Jika ia membawa barang yang berharga maka dirampaslah barang-barangnya, jia ia melawan atau menolak menyerahkannya maka nyawanya tidak akan selamat. Akan tetapi jika pendatang itu seorang laki-laki yang bermuka tampan dan berparas elok maka ia kan menjadi rebutan antara mereka dan akan menjadi korban perbuatan keji lelakinya dan sebaliknya jika si pendatang itu seorang perempuan muda maka akan menjadi mangsa dari pihak wanitanya pula. Mereka juga mengancam akan mengusir Nabi Luth ‘alaihissalam dari kampung mereka karena memang ia adalah orang asing, maka Luth pun marah terhadap sikap kaumnya; ia dan keluarganya yang beriman pun menjauhi mereka.
Saat itu, Nabi Luth ‘alaihissalam mengajak penduduk Sadum untuk beriman dan meninggalkan perbuatan keji itu. Beliau berkata kepada mereka,
Mengapa kamu tidak bertakwa?”– Sesungguhnya aku adalah seorang Rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu,–Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.–Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semeta alam.–Mengapa kamu mendatangi jenis laki-laki di antara manusia,– Dan kamu tinggalkan istri-istri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Asy Syu’ara: 160-161)
Istrinya lebih memilih kafir dan ikut bersama kaumnya serta membantu kaumnya mengucilkannya dan mengolok-oloknya. Terhadap istrinya ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala membuatkan perumpamaan,
Allah membuat istri Nuh dan istri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), maka suaminya itu tidak dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya), “Masuklah ke dalam Jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam).” (QS. At Tahrim: 10)
Pengkhianatan istri Nabi Luth kepada suaminya adalah dengan kekafirannya dan tidak beriman kepada Allah Subhnahu wa Ta’ala.
Nabi Luth as berseru kepada mereka agar meninggalkan adat kebiasaan yaitu melakukan perbuatan ho*mo*sek dan les*bian karena perbuatan itu bertentangan dengan fitrah dan hati nurani manusia serta menyalahi hikmah yang terkandung di dalam menciptakan manusia menjadi dua jenis yaitu pria dan wanita. Juga kepada mereka diberi nasihat dan dianjurkan supaya menghormati hak dan milik masing-masing dengan meninggalkan perbuatan perampasan, perampokan serta pencurian yang selalu mereka lakukan diantara sesama mereka dan terutama kepada pengunjung yang datang ke Sandum. Diterangkan bahwa perbuatan-perbuatan itu akan merugikan mereka sendiri, karena akan menimbulkan kekacauan dan ketidak amanan di dalam negeri masing-masing dari mereka tidak merasa aman dan tenteram dalam hidupnya.
Demikianlah Nabi Luth as melaksanakan dakwahnya sesuai dengan tugas risalahnya. Ia tidak hent-henti menggunakan setiap kesempatan dan dalam pertemuan dengan kaumnya secara berkelompok atau secara perseorangan mengajak agar mereka beriman dan percaya kepada Allah serta menyembah-Nya, melakukan amal soleh dan meninggalkan perbuatan maksiat dan mungkar. Akan tetapi keruntuhan moral dan kerusakan akhlak sudah sangat berakar di dalam pergaulan hidup mereka dan pengaruh hawa nafsu dan penyesatan sayitan sudah begitu kuat menguasai tindak-tanduk mereka, maka dakwah dan ajkkan Nabi Luth as yang dilaksanakan dengan kesabaran dan ketekunan tidak mendapat tanah yang subur di dalam hati dan fikiran mereka.
Tiga orang malaikat tersebut menyamar sebagai manusia biasa. Mereka adalah malaikat yang bertamu kepada Nabi Ibrahim as dengan membawa berita gembira atas kelahiran Nabi Ishaq as, dan memeberi tahu kepada mereka bahwa dia adalah utusan Allah dengan menurunkan azab kepada kaum Nabi Lutuh as penduduk kota Sadum. Dalam kesempatan pertemuan dimana Nabi Ibrahim as telah memohon agar penurunan azab atas kaum sadum ditunda, kalau kalau mereka sadar mendengarkan dan mengikuti ajakan Nabi Luth as serta bertaubat dari segala maksiat dan perbuatan mungkar. Juga dalam pertemuan itu Nabi Ibrahim as mohon agar anak saudaranya, Nabi Luth as diselamatkan dari azab yang akan diturunkan kepada kaum Sadum permintaan itu diterima oleh malaikat dan dijiamin bahwa Nabi Luth as dan keluarganya tidak akan terkenal azab, kecuali istrinya.
            Para malaikat itu sampai di Sadum dengan menyamar sebagai lelaki remaja yan berparas tampan dan bertubuh yang elok dan bagus. Dalam perjalan mereka hendak memasuki kota, mereka berselisih dengan orang gadis yang cantik dan ayu sedang mengambil air dari sebuah sungai. Para malaikat atau lelaki remaja itu bertanya kepada si gadis kalau-kalau mereka diterima ke rumah sebagai tamu. SI gadis tidak berani memberi keputusan sebelum ia berunding terlebih dahulu dengan keluarganya. Maka ditinggalkanlah para lelaki remaja itu oleh si gadis seraya ia pulang ke rumah cepat-cepat untuk memberi tahu ayahnya
Si ayah yaitu Nabi Luth as sendiri mendengar laporan puterinya menjadi bingung jawaban apa yang harus ia berikan kepada para pendatang yang ingin bertamu ke rumahnya untuk beberapa waktu, namun menerima tamu-tamu remaja yang berparas tampan akan mengundang resiko gangguan kepadanya dan kepada tamu-tamunya dari kaumnya yang tergila-gila oleh remaja yang mempunyai tubuh bagus dan wajan yang tampan. Sedang kalau hal yang demikian itu terjadi ia sebagai tuan rumah harus bertanggung jawab terhadap keselamatan tamunya, padahal ia merasa bahwa ia tidak akan berdaya menghadapi kaumnya yang bengis-bengis dan haus maksiat itu.
Setelah difikirkan akhirnya diputuskan oleh Nabi Luth as kalau ia akan menerima mereka sebagai tamu di rumahnya apapun yang akan terjadi sebagai akibat keputusanya ia pasarahkan kepada Allah yang akan melindunginya. Lemudian pergilah Nabi Luth sendiri menemui tamu-tamu yang sedang menanti di pinggir kota lalu diajaklah mereka bersama-sama ke rumah ketika koda Sadum sudah dalam keadaan gelap, dan juga para warganya sedang di rumah masing-masing dalam keadaan tidur nyenyak.
Kepada istri dan kedua anaknya, Nabi Luth as berpesan dan berusaha agar mereka merahasiakan kedatangan para tamunya, agar tidak diketahui oleh kaumnya yang bengis dan haus maksiat. Namun karena istri Nabi lutuh yang berpihak dengan masyarakat Sadum yang sesat, sehingga istrinya membocorkan rahasia atas para tamu tampan yang tinggal di rumahnya.
Selanjutnya, apa yang dicemaskan oleh Nabi Luth benar benar terjadi. Ketika masyarakat Sadum mengetahui bahwa di rumahnya ada pemuda, maka datanglah mereka ke rumahnya untuk melihat tamunya yang tampan itu untuk memuaskan nafsunya.  Tentu saja Nabi Luth as tidak membukakan pintu untuk mereka, dan berseru meminta agar mereka pulang lagi ke rumah masing-masing dan meminta tidan mengganggu para tamu Nabi Luth, yang semestinya dihormati dan dimuliakan, bukan diganggu. Mareka dinasehati agar meninggalkan kebiasaan yang keji yan bertentangan dengan fitrai manusia serta kodrat alam, yaitu Tuhan telah menciptakan manusia untuk berpasangan antara pria dan wanita untuk menjaga kelangsungan perkembangan umat manusia sebagai makluk ciptaannya yang termulia di atas bumi. Nabi Luth as berseru meminta supaya mereka pulang pada istri-istri mereka dan meninggalkan perbuatan mungkar dan maksiat yang tidak sepantasnya itu, sebelum Allah memberikan mereka zab dan siksaan.
Namun Mereka yang telah sesat  tidak dihiraukan dan dipedulikan juga seruan dan nasihat dari Nabi Luth as. Bahkan mendesak akan mendobrak pintu rumah Nabi Luth  dengan paksa dan kekerasan jika pintu rumahnya tidak segera dibuka. Karena Nabi Luth merasa dirinya sudah tidak berdaya untuk menahan orang orang yang kaumnya yang sesat itu, maka Nabi Luth as pun berkata secara terus terang kepada para tamunya.
            “Sesungughnya saya tidak berdaya lagi menahan orang-orang itu menyerbu ke dalam. Au tidak memiliki senjata dan kekuatan fisik yang dapat menolak kekerasan mereka, tidak punya mempunyai keluarga atau sanak saudara yang disegani mereka yang dapat aku mintai pertolongannya, maka aku merasa sangat kecewa, bahwa sebagai tuan rumah aku tidak dapat menghalau gangguan terhadap tamu-tamuku di rumahku sendiri”
Maka kaumnya pun datang dengan bergegas menuju rumah Nabi Luth dengan maksud untuk melakukan perbuatan keji dengan para tamunya itu. Mereka berkumpul sambil berdesakan di dekat pintu rumahnya sambil memanggil Nabi Luth dengan suara keras meminta Nabi Luth mengeluarkan tamu-tamunya itu kepada mereka.
Masing-masing dari mereka berharap dapat bersenang-senang dan menyalurkan syahwatnya kepada tamu-tamunya itu, lalu Nabi Luth menghalangi mereka masuk ke rumahnya dan menghalangi mereka dari mengganggu para tamunya, ia berkata kepada mereka, “Sesungguhnya mereka adalah tamuku; maka janganlah kamu membuatku malu,–Dan bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu membuat aku terhina.” (QS. Al Hijr: 68-69)
Nabi Luth juga mengingatkan mereka, bahwa Allah Subhnahu wa Ta’ala telah menciptakan wanita untuk mereka agar mereka dapat menyalurkan syahwatnya, akan tetapi kaum Luth tetap ingin masuk ke rumahnya. Ketika itu, Nabi Luth ‘alaihissalam tidak mendapati seorang yang berakal dari kalangan mereka yang dapat menerangkan kesalahan mereka dan akhirnya Nabi Luth merasakan kelemahan menghadapi mereka sambil berkata, ““Seandainya aku mempunyai kekuatan (untuk menolakmu) atau kalau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat (tentu aku lakukan).” (QS. Huud: 80)
Saat itulah, para tamu Nabi Luth memberitahukan siapa mereka kepada Nabi Luth, dan bahwa mereka bukan manusia tetapi malaikat yang datang untuk menimpakan azab kepada kaumnya yang fasik itu.
Tidak berapa lama, kaum Luth mendobrak pintu rumahnya dan menemui para malaikat itu, lalu salah seorang malaikat membuat buta mata mereka dan mereka kembali dalam keadaan sempoyongan di antara dinding-dinding rumah. Kemudian para malaikat meminta Nabi Luth untuk pergi bersama keluarganya pada malam hari, karena azab akan menimpa mereka di pagi hari. Mereka juga menasihatinya agar ia dan keluarganya tidak menoleh ke belakang saat azab itu turun, agar tidak menimpa mereka.
Di malam hari, Nabi Luth ‘alaihissalam dan keluarganya pergi meninggalkan negeri Sadum. Setelah mereka pergi meninggalkannya dan tiba waktu Subuh, maka Allah mengirimkan kepada mereka azab yang pedih yang menimpa negeri itu.
Saat itu, negeri tersebut bergoncang dengan goncangan yang keras, seorang malaikat mencabut negeri itu dengan ujung sayapnya dan mengangkat ke atas langit, lalu dibalikkan negeri itu; bagian atas menjadi bawah dan bagian bawah menjadi atas, kemudian mereka dihujani dengan batu yang panas secara bertubi-tubi. Allah Ta’ala berfirman, “Maka ketika datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi,–Yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tidaklah jauh dari orang-orang yang zalim.” (QS. Huud: 82-83)
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan Nabi Luth dan keluarganya selain istrinya dengan rahmat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena mereka menjaga pesan itu, bersyukur atas nikmat Allah dan beribadah kepada-Nya.
Maka Nabi Luth dan keluarganya menjadi teladan baik dalam hal kesucian dan kebersihan diri, sedangkan kaumnya menjadi teladan buruk dan pelajaran bagi generasi yang datang setelahnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
Dan Kami tinggalkan pada negeri itu suatu tanda bagi orang-orang yang takut kepada siksa yang pedih.” (Terj. Adz Dzaariyat: 37)
Ø  Allah mengutus malaikat menimpakan azab untuk kaum Nabi Luth as
Pada akhirnya kaum Nabi Luth merasa kesal hati mendengar dakwah dan nasehat-nasehat Nabi Luth as yang tidak putus-putus itu dan minta agar ia menghentikan aksi dakwahnya atau menghadapi pengusir dirinya dari sadum bersama semua keluarga. Sudah tidak ada harapan lagi bagi masyarakat sadum dapat terangkat dari lembah kesesatan dan keruntuhan moral mereka dan bahwa meneruskan dakwah kepada mereka yang sudah buta-tuli hati dan fikiran serta menyia-nyiakan waktu, obat satu-satunya menurutf pikiran Nabi Luth as untuk mencengah penyakit akhlak itu yang sudah parah menular kepada tentangga-tetangga dekatnya, ialah membasmi mereka dari atas bumi sebagai pembalasan terhadap kekerasan kepada mereka, juga untuk menjadi ibrah dan pengajaran umat-umat di sekelilingnya. Beliau memohon kepada Allah yang maha kuasa agar kaumnya yaitu masyarakat Sadum diberi ganjaran berupa azab di dunia sebelum azab bagi mereka di akhirat kelak.
Permohonan Nabi Luth dan doanya diperkenankan dan dikabulkan oleh Allah SWT. Allah mengutus beberapa Malaikat untuk menurunkan azab terhadap kaum Nabi Luth as yang durhaka dan meningkari Allah. Ketika datang kabar kepada Nabi Ibrahim as akan dibinasakannya negeri Nabi Luth as dengan kaumnya, karena penduduknya yang selalu durhaka dan maksiat, maka terperanjatlah Nabi Ibrahim as. Firman Allah dalam Al Qur’an :
Berrkatalah Ibrahim : “Sesungguhnya di kota itu ada Luth”
Para malaikat berkata : “Kami lebih mengetahui siapa yang ada di kota itu. Kami sungguh-sungguh akan menyelamatkan dia, dan pengikut-pengikutnya kecuali istrinya. Dia adalah termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan)” (QS. 29 : 32)

5.             NABI IBRAHIM AS
Ø  Menjawab Salam dengan Yang Lebih Baik
Para malaikat sebagai tamu, ketika masuk ke rumah beliau, mereka memberikan penghormatan dengan ucapan, Salaaman. Aslinya, kalimat ini berasal dari kalimat, “Sallamnaa ‘alaika salaaman (kami mendoakan keselamatan padamu)”. Namun lihatlah bagaimana jawaban Nabi Ibrahim As. terhadap salam mereka. Ibrahim menjawab, “Salaamun”. Maksud salam beliau ini adalah “salaamun daaim ‘alaikum (keselamatan yang langgeng untuk kalian)”. Para ulama mengatakan bahwa balasan salam Ibrahim itu lebih baik dan lebih sempurna daripada salam para malaikat tadi. Karena Ibrahim menggunakan jumlah ismiyyah (kalimat yang diawali dengan kata benda) sedangkan para malaikat tadi menggunakan jumlah fi’liyah (kalimat yang diawali dengan kata kerja). Menurut ulama balaghoh, jumlah ismiyyah mengandung makna langgeng dan terus menerus, sedangkan jumlah fi’liyah hanya mengandung makna terbaharui. Artinya di sini, balasan salam Ibrahim lebih baik karena beliau mendoakan keselamatan yang terus menerus. Inilah contoh akhlaq yang mulia dari Nabi Ibrahim As. Kita bisa mengambil pelajaran dari sini bahwa hendaklah kita selalu menjawab ucapan salam dari saudara kita dengan balasan yang lebih baik. Sebagaimana Allah SWT. pun telah memerintahkan kita seperti itu dalam surat An-Nisa’ ayat 86,
وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا
Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa).
Bentuk membalas salam di sini boleh dengan yang semisal atau yang lebih baik, dan tidak boleh lebih rendah dari ucapan salamnya tadi. Contohnya di sini adalah jika saudara kita memberi salam: “Assalaamu‘alaikum”, maka minimal kita jawab: “Wa’laikumus salam”. Atau lebih lengkap lagi dan ini lebih baik, kita jawab dengan: “Wa’alaikumus salam wa rahmatullah”, atau kita tambahkan lagi: “Wa’alaikumus salam wa rahmatullah wa barokatuh”. Bentuk lainnya adalah jika kita diberi salam dengan suara yang jelas, maka hendaklah kita jawab dengan suara yang jelas, dan tidak boleh dibalas hanya dengan lirih. Begitu juga jika saudara kita memberi salam dengan tersenyum dan menghadapkan wajahnya pada kita, maka hendaklah kita balas salam tersebut sambil tersenyum (bukan cemberut) dan menghadapkan wajah padanya. Inilah di antara bentuk membalas salam dengan yang lebih baik.

Ø  Memuliakan Tamu
Dalam cerita Ibrahim ini juga terdapat pelajaran yang cukup berharga yaitu akhlaq memuliakan tamu. Lihatlah bagaimana pelayanan Nabi Ibrahim A.s. untuk tamunya. Ada tiga hal yang istimewa dari penyajian beliau:
1.      Beliau melayani tamunya sendiri tanpa mengutus pembantu atau yang lainnya.
2.      Beliau menyajikan makanan kambing yang utuh dan bukan beliau beri pahanya atau sebagian saja.
3.      Beliau pun memilih daging dari kambing yang gemuk. Ini menunjukkan bahwa beliau melayani tamunya dengan harta yang sangat berharga.
Dari sini kita bisa mengambil pelajaran bagaimana sebaiknya kita melayani tamu-tamu kita yaitu dengan pelayanan dan penyajian makanan yang istimewa. Memuliakan dan menjamu tamu inilah ajaran Nabi Ibrahim, sekaligus pula ajaran Nabi Muhammad SAW.

Ø  Berbicara dengan Lemah Lembut
Nabi Ibrahim As. juga mencontohkan akhlaq berbicara lembut kepada para tamunya. Lihatlah ketika menjawab salam tamunya, beliau menjawab, “Salaamun qoumun munkarun” (selamat atas kalian kaum yang tidak dikenal). Kalimat ini dinilai lebih halus dari kalimat ‘ankartum‘ (aku mengingkari kalian). Begitu pula ketika Ibrahim mengajak mereka untuk menyantap makanan. Bagaimana beliau menawarkan pada mereka? Beliau katakan, “Ala ta’kuluun” (mari silakan makan). Bahasa yang digunakan Ibrahim ini dinilai lebih halus dari kalimat, “Kuluu” (makanlah kalian). Ibaratnya Ibrahim menggunakan bahasa yang lebih halus ketika berbicara dengan tamunya. Kalau kita mau sebut, beliau menggunakan bahasa “kromo” (bahasa yang halus dan lebih sopan di kalangan orang jawa). Inilah contoh dari beliau bagaimana sebaiknya seseorang bertutur kata. Inilah pula yang diajarkan oleh Nabi SAW.
Demikianlah akhlaq mulia dari Nabi Ibrahim yang seharusnya dapat kita jadikan teladan. Dalam surat Al-Mumtahanah ayat 6, Allah SWT. berfirman,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيهِمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ
Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari Kemudian. 

6.             NABI MUSA AS
Nabi Musa adalah putra Imran bin Qahat bin Lawi bin Yakub. Ibunya bernama Lukabat. Nabi Musa lahir di zaman Raja Fir’aun yang menjadi raja di Mesir. Fir’aun adalah seorang raja yang kejam, dzalim, dan tidak berperi kemanusiaan. Fir’aun mengaku dirinya sebagai Tuhan dan barang siapa yang tidak mau bertuhan padanya, maka orang tersebut akan dibunuh.
Fir’aun adalah seorang raja yang sombong dan angkuh. Rakyat Mesir hidup dalam cengkraman ketakutan dan tidak aman. Pada saat itu, Fir’aun pernah bermimpi bahwa tahta dan kedudukannya akan beralih pada orang-orang Bani Israil. Para tukang tenungnya mengabarkan bahwa pada tahun ini akan lahir seorang bayi laki-laki yang kelak dikemudian hari akan meruntuhkan kekuasaannya. Oleh sebab itu, ia memerintahkan para prajuritnya untuk membunuh bayi-bayi Bani Israil yang lahir pada tahun tersebut.
Banyak nilai-nilai teladan yang bisa kita tiru darinya, antara lain adalah:
Ø  Berani membela kebenaran.
Keberanian Nabi Musa ditunjukkan ketika ia dari Madyan kembali ke Mesir. Nabi Musa ketika itu datang kepada Fir’aun dan mengajaknya untuk menyembah Allah. Dengan lantang dan penuh keberanian ia berdakwah kepada Fir’aun yang terkenal sangat kejam itu. Beliau tidak takut akan ancaman dan siksaan dari Fir’aun dan para tentaranya. Keberanian itu muncul di hati Nabi Musa sebab ia yakin bahwa apa yang disampaikannya adalah sebuah kebenaran yang datang dari Allah.
Ø  Bertaubat setelah melakukan kesalahan.
Nabi Musa pernah memukul laki-laki dari suku Qibti sampai orang tersebut meninggal. Meskipun saat memukul itu tujuannya hanya untuk membela kaumnya, yaitu Bani Israil, dan tanpa kesengajaan untuk membunuhnya, namun Nabi Musa tetap merasa bersalah. Setelah kejadian itu Nabi Musa menyesal dan memohon ampun kepada Allah. Ia menyadari bahwa yang telah ia lakukan adalah bujukan setan, sebagaimana telah difirmankan dalam Al Quran surat Al Qasas ayat 15:
 “Ini adalah perbuatan setan. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya).
Ø  Bekerja keras.
Masih ingatkah kalian ketika Nabi Musa melarikan diri dari Mesir kemudian tinggal di Madyan. Kala itu Nabi Musa tinggal di tempat Nabi Syu’aib. Keseharian Nabi Musa di sana adalah membantu menggembala hewan ternak Nabi Syu’aib. Dengan demikian jelaslah bagi kita bahwa Nabi Musa termasuk orang yang tidak suka berpangku tangan (malas) dalam hidup.

Pelajaran yang dapat dipetik:
  1. Dalam keadaan darurat diperbolehkan telanjang. Adapun dalam kondisi wajar, Rasulullah SAW. telah bersabda kepada Muawiyah bin Al-Hakam, “Jagalah auratmu kecuali untuk istrimu atau budak-budak yang kamu miliki.”
  2. Ketika darurat, seperti pengobatan dan lain-lain, diperbolehkan melihat aurat orang lain.
  3. Diperbolehkan mandi telanjang jika seorang diri, dan yang lebih utama adalah memakai penutup.
  4. Syariat umat sebelum Nabi Muhammad yang bertentangan dengan syariat Muhammad, tidak menjadi syariat Muhammad.
  5. Para nabi adalah manusia-manusia yang berparas dan berakhlak sempurna.
  6. Para nabi, sebagaimana manusia, mempunyai sifat-sifat yang manusiawi, mereka bisa marah dan memukul.
  7. Menerangkan keteguhan dan kesabaran para nabi atas perilaku orang-orang bodoh dan gangguan mereka.
  8. Keutamaan rasa malu. Malu merupakan akhlak mulia dan sifat para nabi.

7.             NABI MUHAMMAD SAW

Nabi SAW. adalah orang yang lemah lembut terhadap anak kecil. Dengan kedudukan beliau yang mulia sebagai seorang pemimpin di tengah-tengah umatnya, beliau tidak merasa rendah dan turun wibawanya ketika menegur anak kecil.
Sifat Fisik Nabi
Selain memiliki akhlak yang agung dan utama, Nabi SAW. juga memiliki fisik yang rupawan. Anas bin Malik berkata, “Beliau adalah orang yang paling dermawan, paling tampan, dan paling pemberani.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Keluhuran akhlak Nabi SAW ini adalah cermin yang bersih dan indah yang membawa kita untuk bisa berkaca dengannya di dalam kehidupan kita sesama manusia dalam segala lapisannya. Sebab akhlak Nabi adalah cerminan Al-Qur`an yang sesungguhnya. Bahkan beliau sendiri adalah Al-Qur`an hidup yang hadir di tengah-tengah ummat manusia. Membaca dan menghayati akhlak beliau berarti membaca dan menghayati isi kandungan Al-Qur`an. Itulah kenapa ‘Aisyah sampaiberkata:
“akhlak Nabi adalah Al-Quran.”

AKHLAK RASULULLAH SAW

• Dikemukakannya beberapa contoh Akhlak yang mulia Sayyidina AL-MUSHTHOFA, Muhamma
d SAW adalah agar kita mengetahui dan mencontohnya dalam setiap aspek kehidupan kita sehari-hari. Sejarah menjadi saksi bahwa semua kaum di Arab sepakat memberikan gelar kepada Muhammad saw “Al-Amin”, artinya orang yang terpercaya, padahal waktu itu beliau belum dinyatakan sebagai Nabi. Peristiwa ini, belum pernah terjadi dalam sejarah Mekkah dan Arabia. Hal itu menjadi bukti bahwa Rasulullah saw memiliki sifat itu dalam kadar begitu tinggi sehingga dalam pengetahuan dan ingatan kaumnya tidak ada orang lain yang dapat dipandang menyamai dalam hal itu. Kaum Arab terkenal dengan ketajaman otak mereka dan apa-apa yang mereka pandang langka, pastilah sungguh-sungguh langka lagi istimewa.

• Diriwayatkan tentang Rasulullah saw bahwa segala tutur kata beliau senantiasa mencerminkan kesucian dan bahwa beliau (tidak seperti orang-orang kebanyakan di zaman beliau) tidak biasa bersumpah (Turmudzi). Hal itu merupakan suatu kekecualian bagi bangsa Arab. Kami tidak mengatakan bahwa orang-orang Arab di zaman Rasulullah saw biasa mempergunakan bahasa kotor, tetapi tidak pelak lagi bahwa mereka biasa memberikan warna tegas di atas tuturan mereka dengan melontarkan kata-kata sumpah dalam kadar yang cukup banyak, suatu kebiasaan yang masih tetap berlangsung sampai hari ini juga. Tetapi Rasulullah saw menjunjung tinggi nama Tuhan sehingga beliau tidak pernah mengucapkan tanpa alasan yang sepenuhnya dapat diterima
.

Ø  Akhlak Muhammad Sebelum Diangkat Jadi Nabi
Akhlak beliau yang mulia semenjak jauh dari sebelum diangkat sebagai nabi dan rasul melahirkan kepercayaan tinggi dari kalangan masyarakatnya. Sehingga walaupun belum diangkat jadi nabi dan rasul, Muhammad telah menyandang gelar Al-Amin di belakang namanya.
Sungguh suatu gelar yang sangat berharga dibandingkan gelar-gelar kesarjanaan yang disandang manusia zaman sekarang. Gelar ini memang pantas disandangkan padanya karena pemuda Muhammad memiliki sifat jujur, amanah, cerdas, bertanggung jawab, serta mampu menjauhkan diri dari hal yang sia-sia.
Berbeda dengan kebanyakan pemuda Quraisy waktu itu yang lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bermain dan minum arak. Sehingga adanya pemuda Muhammad di tengah-tengah masyarakat Quraisy kala itu laksana permata yang bersinar diantara kumpulan kerikil.
Kepercayaan masyarakat Quraisy terhadap sosok muda Muhammad tergambar pada peristiwa peletakan kembali Hajar Aswad. Ketika itu masing-masing ketua suku berseteru untuk mendapatkan kehormatan meletakkan batu tersebut di dinding Ka’bah. Mereka meminta bantuan pada pemuda Muhammad untuk memberikan keputusan yang adil akan hal itu.

Ø  Akhlak Rasulullah Dalam Keluarga
Rasulullah, walaupun sibuk dengan urusan umat tetap mau meluangkan waktunya untuk membantu pekerjaan rumah tangga.

Ummul mu’minin Aisyah berkata:
كاَنَ يَكُوْنُ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِتَعْنِي خِدْمَةَ أَهْلِهِ - فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ خَرَجَ إِلَى الصَّلاَةِ

“Beliau sering membantu istrinya. Bila datang waktu shalat beliau pun keluar untuk menunaikan shalat” (HR. Bukhari)         

Sungguh berbeda dengan kepala keluarga zaman sekarang, yang jarang membantu pekerjaan istri. Seolah-olah istrinyalah yang harus menyiapkan segala sesuatu layaknya pembantu. Padahal Rasul sendiri yang diakuinya sebagai suri tauladan mencontohkan turun tangan dalam meringankan pekerjaan istri.

Ø  Cara Bicara Rasulullah
Kemudian Imam Hasan berkata, “Ceritakan kepadaku cara bicaranya.”
Hind bin Abi Halah berkata, “Ia selalu tampak sendu, selalu merenung dalam, dan tidak pernah tenang. Ia banyak diamnya. Ia tidak pernah berbicara yang tidak perlu. Ia memulai dan menutup pembicaraannya dengan sangat fasih. Pembicaraannya singkat dan padat, tanpa kelebihan kata-kata dan tidak kekurangan perincian yang diperlukan. Ia berbicara lembut, tidak pernah kasar atau menyakitkan.

Ø  Akhlak Rasulullah Ketika Masuk Rumah
“Ia sering menanyakan keadaan sahabatnya dan memberi tahu mereka apa yang patut mereka lakukan. ‘mereka yang hadir sekarang ini harus memberitahukan kepada yang tidak hadir. Beritahukan kepadaku orang yang tidak sanggup menyampaikan keperluannya kepadaku. Orang yang menyampaikan kepada pihak yang berwenang keluhan seseorang yang tidak sanggup menyampaikannya, akan Allah kokohkan kakinya pada Hari Perhitungan’. Selain hal-hal demikan, tidak ada yang disebut-sebut dihadapannya dan tidak akan diterimanya. Mereka datang menemui beliau untuk menuntut ilmu dan kearifan. Mereka tidak bubar sebelum mereka menerimanya. Mereka meninggalkan majlis Nabi sebagai pembimbing untuk orang di belakangnya.

Ø  Akhlak Rasulullah di Luar Rumah
Ia tidak pernah lupa memperhatikan orang lain karena ia takut mereka alpa atau berpaling dari jalan kebenaran. Ia tidak pernah ragu-ragu dalam kebenaran dan tidak pernah melanggar batas-batasnya. Orang-orang yang paling dekat dengannya adalah orang-orang yang paling baik.
Orang yang paling baik, dalam pandangannya, adalah orang-orang yang paling tulus menyayangi kaum muslimin seluruhnya. Orang yang paling tinggi kedudukannya disisinya adalah orang yang paling banyak memperhatikan dan membantu orang lain.’

Ø  Cara Rasulullah Duduk
Imam Husain berkata, “Kemudian aku bertanya kepadanya tentang cara Rasulullah duduk. Ia menjawab, ‘Rasulullah tidak pernah duduk atau berdiri tanpa mengingat Allah. Ia tidak pernah memesan tempat hanya untuk dirinya dan melarang orang lain duduk di situ. Ketika datang di tempat pertemuan, ia duduk dimana saja tempat tersedia. Ia juga menganjurkan orang lain untuk berbuat yang sama. Ia memberikan tempat duduk dengan cara yang sama sehingga tidak ada orang yang merasa bahwa orang lain lebih mulia ketimbang dia. Ketika seseorang duduk di hadapannya, ia akan tetap duduk dengan sabar sampai orang itu berdiri atau meninggalkannya. Jika orang meminta sesuatu kepadanya, ia akan memberikan tepat apa yang orang itu minta. Jika tidak sanggup memenuhinya, ia akan mengucapkan kata-kata yang membahagiakan orang itu. Semua orang senang pada akhlaknya sehingga ia seperti ayah bagi mereka dan semua ia perlakukan dengan sama.

Ø  Diamnya Rasulullah
“Kemudian aku bertanya padanya tentang diamnya Nabi. Ia berkata, ‘Diamnya Nabi karena empat hal:
1.      karena kesabaran,
2.      kehati-hatian,
3.      pertimbangan, dan
4.      perenungan.
Berkaitan dengan pertimbangan, ia lakukan untuk melihat dan mendengarkan orang secara sama. Berkaitan dengan perenungan, ia lakukan untuk memilah yang tersisa (bermanfaat) dan yang binasa (yang tidak bermanfaat). Ia gabungkan kesabaran dengan lapang-dada. Tidak ada yang membuatnya marah sampai kehilangan kendali diri.

B.     MANFAAT MEMPELAJARI AKHLAK NABI

Syaikh as-Sa’di rahimahullah mengatakan, “Termasuk faktor yang bisa meningkatkan dan mendatangkan keimanan ialah mengenal Nabi dengan budi pekertinya yang luhur serta sifat-sifat fisiknya yang sempurna. Orang yang benar-benar mengenal beliau, ia tidak merasa ragu terhadap kejujuran beliau dan kebenaran risalah yang beliau bawa yaitu Al-Quran dan As-Sunnah, serta agama yang benar, sesuai firman Allah SWT., dalam surat Al-Mukminun ayat 69 yang artinya, “Ataukah mereka tidak mengenal rasul mereka, karena itu mereka memungkirinya?”
Maksudnya, dengan mengenal beliau akan melahirkan semangat untuk segera mengimaninya (bagi orang yang belum beriman) dan meningkatkan keimanan (bagi orang yang telah beriman kepada beliau.
Syaikh As-Sa’di melanjutkan, bahwa orang yang munshif (moderat), yang tidak mempunyai keinginan kecuali mengikuti kebenaran, hanya dengan sekedar melihat beliau dan mendengarkan tutur katanya, akan segera beriman kepada beliau dan tidak ragu terhadap risalahnya. Banyak orang yang hanya sekedar menyaksikan wajah beliau menjadi yakin bahwa wajah itu bukanlah wajah seorang pendusta (Asbab Ziyadatil Iman wa Nuqshanihi, Hal. 34-35).


































BAB III
PENUTUP


A.     KESIMPULAN
Setelah mempelajari bernbagai jenis akhlak para Nabi kita dapat menyimpulkan bahwa akhlak nabi dapat dijadikan sebagai panutan atau pedoman hidup, karena dalam mengikuti ajaran para Nabi Insya Allah hidup kita akan memiliki tujuan yang bermanfaat, dan di jauhkan dari segala jenis kekeliruan dalam hidup,dan kita akan mengetahui mana akhlak yang baik dan yang buruk, akhlak memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Akhlak yang baik membedakan antara manusia dengan hewan. Akhlak yang baik akan mengangkat manusia ke derajat yang tinggi dan mulia. Allah SWT. menciptakan manusia dengan tujuan utama penciptannya adalah untuk beribadah. Dan mengikuti semua ajaran para nabi dan dijadikan sebagai pedoman atau pegangan hidup. Karena dengan mengikuti ajaran para nabi, setidaknya manusia akan berubah ke derajat yang lebih tinggi dan mulia. Sedangkan, yang tidak mengikuti ajaran nabi, maka akan merusak umat islam dan juga akan merusak umat manusia.

B.      SARAN
Setelah pembahasan dari kami tadi tentang akhlak para nabi, kami menganjurkan agar kita semua bisa mengetahui serta menjalankan apa yang diajarkan oleh nabi pada masa-Nya di dalam kehidupan sehari-hari.
















DAFTAR PUSTAKA

Praja, Juhaya. Ilmu Akhlak. Bandung: CV. Pustaka Setia. 2010
Sabiq, Sayid. Aqidah Islam. Bandung: CV. Penerbit Diponegoro. 2010
Anwar, Rosihin. Akhlak Tasawuf Edisi Revisi. Bandung: CV. Setia. 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar