KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillah, segala puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah Swt
yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan tugas makalah “Akhalak para nabi
dalam sejarah”. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup
menyelesaikan dengan baik.
Tugas makalah ini
disusun agar pembaca dapat memperluas pengetahuan tentang berbagai akhlak para
nabi dalam sejarah. Dan dapat menjadikannya sebagai suri tauladan untuk
dijadikan pedoman hidup.
Tugas makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan,
baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun
dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya tugas ini
dapat terselesaikan.
Penyusun juga mengucapkan terimakasih kepada dosen mata kuliah Akidah
Akhlak yang telah membimbing penyusun agar dapat menyelesaikan tugas ini.
Semoga tugas ini
dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun tugas ini
memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya.
Terimakasih.
Bandung, November 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... 2
DAFTAR ISI................................................................................................... 3
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG.............................................................................. 4
B.
IDENTIFIKASI MASALAH................................................................... 4
BAB 2
PEMBAHASAN
A.
AKHLAK PARA NABI DALAM SEJARAH
A.1. NABI ISA AS................................................................................... 5
A.2. NABI AYYUB AS........................................................................... 6
A.3. NABI NUH AS................................................................................. 8
A.4. NABI LUTH AS............................................................................... 13
A.5. NABI IBRAHIM AS........................................................................ 18
A.6. NABI MUSA AS.............................................................................. 20
A.7 NABI MUHAMMAD AS................................................................. 22
B.
MANFAAT MEMPELAJARI
AKHLAK PARA NABI......................... 25
BAB 3 PENUTUP
A.
KESIMPULAN........................................................................................ 27
B.
SARAN .................................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 28
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Allah SWT. adalah Dzat Yang Maha Agung, Dia Maha Hikmah dan
Bijaksana dalam segala ketetapannya. Diantara ketetapan Allah yang penuh hikmah
dan bijaksana adalah Dia menjadikan para nabi dan rasul dari kalangan manusia
agar sesuai dengan tabiat manusia dan mampu diteladani manusia. Allah SWT.
berfirman dalam surat Al-Isra ayat 95 yang artinya, “Katakanlah: Kalau
seandainya ada malaikat-malaikat yang berjalan-jalan sebagai penghuni di bumi,
niscaya Kami turunkan dari langit kepada mereka seorang Malaikat menjadi Rasul”.
Allah SWT. juga berfirman dalam surat Al-Kahfi ayat 110 yang artinya,“Katakanlah:
Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku.”
Namun para nabi dan rasul memiliki
keistimewaan yang lebih dibanding manusia biasa. Mereka lebih sempurna dari
manusia biasa. Allah SWT. berfirman dalam surat Al-An’am ayat 124 yang artinya,
“Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan”.
Kesempurnaan mereka meliputi akhlak (sifat al-khuluqi) mereka, yang
tercantum dalam surat Al-Qalam ayat 4 yang artinya, “Dan sesungguhnya kamu
benar-benar berbudi pekerti yang agung.” Kemudian fisik (sifat
al-khalqi) mereka, sebagaimana perkataan seorang perempuan, putri dari
laki-laki yang shaleh, kepada Nabi Musa, yang tercantum dalam surat Al-Qashash
ayat 26 yang artinya, “Wahai ayah, ambillah ia sebagai orang yang
bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil
untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi
dapat dipercaya.” Dan mereka pun sempurna dalam akal dan kecerdasan,
argumentasi mereka jelas tak terbantah, di dalam surat lain yaitu surat
Al-An’am ayat 83 dijelaskan, “Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada
Ibrahim untuk menghadapi kaumnya.”
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Dalam penulisan
makalah ini kami akan memaparkan masalah mengenai:
1. Bagaimana
akhlak para nabi dalam sejarah?
2. Tujuan
apa yang bisa di ambil dengan mempelajari akhlak para nabi ?
3. Manfaat
apa yang bisa di ambil dengan mempelajari akhlak para nabi ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
AKHLAK PARA NABI DALAM SEJARAH
1.
NABI ISA AS
Nabi Isa adalah nabi
ke-24 dari urutan para nabi. Beliau dilahirkan tahun 622 sebelum hijriah
sehingga tahun kelahirannya disebut tahun masehi. Nabi Isa As merupakan nabi
dan rasul Allah yang lahir dari Maryam binti Imran yang tidak memiliki ayah.
Melalui kekuasaan Allah, Nabi Isa As dilahirkan hanya dengan perantaraan ibu
saja, tidak seperti kelahiran manusia biasa yang melalui ibu dan bapaknya
dengan cara ruhnya ditiupkan oleh malaikat jibril. Ruh yang suci tersebut
kemudian masuk ke dalam kandungan Maryam binti Imran sehingga lahirlah bayi
laki-laki yang kelak akan diangkat oleh Allah menjadi seorang nabi dan rasul.
Nabi Isa As diutus oleh
Allah Swt ditengah-tengah bangsa Yahudi, untuk menuntun mereka kembali ke jalan
yang benar. Ajaran-ajaran beliau tersebut terasa sangat pahit oleh bangsa
Yahudi, sehingga mereka menganggap Nabi Isa sebagai pembual danpembohong. Namun
ada juga sebagian kecil bangsa Yahudi yang menaati dan mengikuti ajaran beliau.
Sahabat-sahabat penolong Nabi Isa As disebut Hawariyyin. Dalam berbagai keadaan
ajaran Nabi Isa As yang terkumpul dalam Kitab Injil tetap disampaikan dengan
sabar dan penuh kelembutan.
Keteguhan iman Nabi Isa
menyampaikan tugas dari Allah Swt ternyata membuat orang-orang Yahudi berupaya
untuk menghentikan kegiatan dakwah beliau. Berbagai upaya mereka lakukan,
siksaan fisik sering Nabi Isa As dapatkan. Tetapi beliau tetap tabah dalam
menjalaninya.
Diantara murid dan
sekaligus sahabat dekat Nabi Isa As, ternyata ada yang berkhianat. Orang
tersebut bernama Yudas Iskariot. Ia bekerja sama dengan tentara Yunani untuk
menangkap dan membunuh Nabi Isa As.
Ketika rumah tempat Nabi
Isa As dan para sahabatnya dikepung tentara Yunani, atas izin Allah, wajah
Yudas Iskariot diserupakan dengan wajah Nabi Isa As. Sehingga membuat tentara
Yunani menangkap Yudas Iskariot, sementara Nabi Isa As sendiri selamat.
Menurut para ulama
tafsir, Nabi Isa As diselamatkan oleh Allah dengan jalan mengangkat ruh dan
jasadnya sekaligus. Tidak ada yang mustshil bagi Allah Swt. Allah maha kuasa
atas segala sesuatu. Akhirnya Nabi Isa tidak mati terbunuh di kayu salib. Yang
disalib sesungguhnya adalah Yudas Iskariot.
AKHLAK
NABI ISA AS
a.
Tawakal
kepada Allah serta sabar menghadapi cobaan.
Jika Allah telah menghendaki sesuatu maka hal yang sebenarnya
tidak mungkin pun akan menjadi mungkin. Sebagaimana kisah Nabi Isa, meskipun
Maryam belum pernah tersentuh oleh seorang laki-laki pun namun dia bisa hamil
dan kemudian melahirkan Nabi Isa. Semua itu terjadi tidak lain adalah karena
kekuasaan Allah semata. Atas kejadian yang menimpanya, Maryam tetap
tawakkal (berserah diri) kepada Allah.
b.
Iman
yang kuat
Nabi Isa mendapatkan tantangan yang berat dari kaumnya dalam
berdakwah. Meskipun demikian dia tetap menyampaikan wahyu yang diterimanya.
Nabi Isa telah berdakwah bertahun-tahun namun pengikutnya hanya sedikit, walau
begitu dia tetap bersabar dan selalu mengajak orang-orang ke jalan yang benar.
Keadaan yang demikian ini tidak menyurutkan iman Nabi Isa, bahkan dia semakin
bertambah imannya ketika cobaan-cobaan itu menimpanya.
c.
Sifat
penolong.
Di antara mukjizat Nabi Isa adalah dapat menurunkan makanan
dari langit dan menyembuhkan penyakit kusta. Semua itu terjadi atas ijin Allah
agar Nabi Isa dapat menolong orang-orang yang membutuhkannya. Sewaktu Nabi Isa
menolong orang-orang yang membutuhkan, yang ada di hatinya hanyalah rasa
ikhlas, sekalipun yang ditolong itu adalah orang yang membangkang terhadap
ajarannya.
2.
NABI
AYYUB AS
Nabi Ayub adalah anak
Ishaq bin Ibrahim. Beliau adalah nabi yang kaya raya. Selain harta, beliau pun
dikaruniai putera purteri yang banyak. Hidupnya sangat bahagia. Kebahagian
harta tidak membuat Nabi Ayub As. Menjadi angkuh dan sombong. Beliau malah
sering menafkahkan hartanya untuk membantu fakir miskin, berbuat baik kepada
anak yatim piatu, memuliakan tamu, dan lain sebagainya. Dari kisah Nabi Ayyub yang telah
kita pelajari, banyak keteladanan yang dapat kita temukan di sana, antara lain
adalah:
a.
Pemaaf
Nabi Ayyub ditinggal istrinya pergi di saat sakit, kemudian
istrinyaa kembali lagi sewaktu Nabi Ayyub telah sembuh. Meski demikian Nabi
Ayyub tidak tega jika harus melaksanakan janjinya, yaitu memukul istrinya 100
kali. Akhirnya untukmelaksanakan janjinya itu Nabi Ayyub hanya memukul istrinya
sekali menggunakan seratus lidi. Dari kisah ini dapat kita teladani bahwa
memaafkan harus diutamakan dan kita tidak diperbolehkan untuk balas dendam.
b.
Dermawan
Allah telah menganjurkan kepada kita agar selalu beramal.
Dalam Al Quran Allah telah berjanji akan melipatgandakan amal kita sebanyak 700
kali. Dalam beramal harus disertai rasa ikhlas dan niat kita hanya mengharapkan
rida Allah. Amal akan sia-sia jika disertai dengan mengungkit-ngungkit
pemberian kita, berniat agar dipuji dan dikagumi orang, serta niat agar diberi
imbalan.
c.
Rajin beribadah.
Allah menciptakan jin dan manusia tidak lain adalah untuk
beribadah kepada-Nya. Ibadah tidak hanya berupa salat, puasa, zakat maupun
haji. Berbuat baik kepada sesama manusia, hewan dan menjaga lingkunga kita juga
termasuk ibadah. Namun demikian, sebagai seorang muslim kita tidak boleh
sekali-kali meninggalkan ibadah wajib, yaitu salat, zakat, puasa dan haji bagi
yang mampu. Kita beribadah dengan tujuan untuk mendekatkan diri pada Allah.
Selain itu ibadah juga merupakan ungkapan rasa syukur kepada Allah atas segala
nikmat yang telah diberikan kepada kita.
d.
Sabar
Mula-mula Allah Swt.
Memberikan ujian kepada Nabi Ayub As. Mengurangkan rezekinya. Sedikit demi
sedikit hartanya semakin berkurangsehingga menjadi sangat miskin. Ternyata,
menjadi orang yang sangat miskin, tidak menggonyahkan keimanan Nabi Ayub As.
Nabi Ayub tidak tergoda
oleh rayuan setan yang mencoba merayu untuk melakukan perbuatan yang dibenci
Allah. Allah Swt. Menguji kembali Nabi Ayub As. Dengan mewafatkan seluruh
anak-anaknya. Betapa sedihnya bila seorang ayah ditinggal oleh anak-anaknya
yang dicintai dan disayangi. Ternyata, ujian kedua ini pun dapat dilewatinya
dengan baik. Kemudian Allah mengujinya kembali kesabaran Nabi Ayub As. Allah
mengujinya dengan mendatangkan penykit kulit selama 7 tahun. Penyakit tersebut
akan kelihatan sangat menjijikan bagi orang lain yang melihatnya. Seluruh sanak
saudara, sahabat, handai taulan,dan tetanggnya menjauhi beliau. Orang yang
masih setia dan menunggu dan merawat beliau adalah istrinya.
Semakin berat cobaan,
maka akan semakin terlihat mutu hamba tersebut dan semakin tinggi derajatnya
disisi Allah Swt. Isteri Nabi
Ayub As. Bernama Rahmah. Beliau adalah seorang isteri yang sangat setia, taat,
dan beriman kepada Allah Swt. Kesabaran isteri Nabi Ayub As. Dengan merawat
suaminya, membuat setan tidak senang. Setan berupaya mencari jalan agar istri
Nabi Ayub As tidak lagi mau merawat serta melayani suaminya yang sedang sakit. Istri Nabi Ayub As lama kelamaan tergoda juga dengan
ajakan dan rayuan setan. Ia akhirnya menjadi enggan menunggui dan merawat
istrinya lama-lama. Nabi Ayub As rupanya mengetahui bahwa isterinya berbuat hal
tersebut. Nabi Ayub menjadi marah dan seraya berkata kepada istrinya bahwa
apabila ia sembuh ia akan memukul istrinya seratus kali.
Selama Nabi Ayub menderita penykit kulit kurang lebih 7 tahun, beliau
dengan tabah dan sabar menjalani ujian tersebut. Beliau dengan sabar dan penuh
ketekunan selalu berdoa kepada kepada Allah untuk kesembuhan penyakitnya.
Allah Swt memperkenankan doa beliau. Allah memerintahkan
Nabi Ayub As untuk menghentangkan kakinya di bumi. Beliau menaati perintah itu.
Maka keluarlah air dari bekas kakinya. Atas petunjuk Allah Swt., Nabi Ayub
kemudian mandi dan minum dengan air itu. Akhirnya beliau sembuh dari
penyakitnya dan ia dapat berkumpul dengan keluarganya.
Nabi Ayub telah berjanji, apabila sembuh, ia akan memukul
istrinya seratus kali pukul. Tapi Nabi Ayub As tidak jadi memukul istrinya
dengan seratus kali pukulan. Sebagai gantinya, Nabi Ayub As mengambil seikat
rumput. Kemudian Nabi Ayub memukul istrinya dengan seikat rumput tersebut
dengan sekali pukulan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda :”Ketika Ayyub sedang mandi dalam keadaan telanjang,
tiba-tiba sekumpulan belalang emas bersujud, kemudian Ayyub meraupnya dan
memasukkan ke bajunya, lalu Rabbnya berseru kepadanya : ’Hai Ayyub, bukankah
Aku telah menjadikan kamu kaya seperti yang kamu saksikan?’Ia menjawab:’Benar,
ya Rabbku, tetapi tiada pernah aku merasa cukup dari berkah-Mu.’” Dan fiman
Allah Ta'ala:
“Hantamkanlah
kakimu”(QS.Shaad:42)
Artinya,
hentakkanlah kakimu ketanah. Maka Ayyub ‘alaihissalam pun mentaati
perintah-Nya, Sehingga Allah Ta’ala membuatkan sumber air yang jernih, lalu
menyuruhnya mandi dan minum dari air tersebut. Setelah mandi dan meminum air
itu, maka lenyaplah semua penyakit yang dideritanya selama ini, baik yang lahir
maupun yang bathin. Dan setelah itu Allah Ta’ala menggantinya dengan kesehatan
lahir dan bathin, ketampanan yang sempurna dan harta kekayaan yang melimpah,
Bahkan Allah Ta’ala juga menurunkan hujan belalang emas kepadanya, serta
mengembalikan keluarganya, sebagaimana yang difirmankan-Nya:
Dan setelah itu, Nabi Ayyub ‘alaihssalam sempat menjalani
hidup selama tujuh puluh tahun di negeri Romawi dengan memeluk agama yang
hanif, adapun orang-orang yang setelahnya mereka merubah agama Ibrahim
‘alaihissalam.
3.
NABI
NUH AS
Nuh (Arab: نوح)
(sekitar 3993-3043 SM) adalah seorang rasul yang diceritakan dalam Taurat,
Alkitab, dan Al-Quran. Nuh diangkat menjadi nabi sekitar tahun 3650 SM. Diperkirakan ia tinggal di wilayah
Selatan Irak modern. Namanya disebutkan sebanyak 58 kali dalam 48 ayat dalam 9
buku Alkitab Terjemahan Baru dan 43 kali dalam Al-Quran. Nuh mendapat gelar
dari Allah dengan sebutan Nabi Allah dan Abdussyakur yang artinya “hamba
(Allah) yang banyak bersyukur”.
Nabi Nuh
adalah nabi ketiga sesudah Adam, dan Idris. Ia merupakan keturunan kesembilan
dari Adam. Ayahnya adalah Lamik (Lamaka) bin Metusyalih Mutawasylah (Matu
Salij) bin Idris bin Yarid bin Mahlail bin Qainan bin Anusyi bin Syits bin
Adam. Antara Adam dan Nuh ada rentang 10 generasi dan selama periode kurang
lebih 1642 tahun.
Nuh hidup
selama 950 tahun. Ia mempunyai istri bernama Wafilah, sedangkan beberapa sumber
mengatakan istri Nuh adalah Namaha binti Tzila atau Amzurah binti Barakil dan
memiliki empat orang putra, yaitu Kanʻān, Yafith, Syam dan Ham.
Dari Ibnu Katsir bahwa Nuh diutus
untuk kaum Bani Rasib. Ibnu Abbas menceritakan Bahwa nabi Nuh diutus pada
kaumnya ketika berumur 480 tahun. Masa kenabiannya adalah 120 tahun dan
berdakwah selama 5 abad. Dia mengarungi banjir ketika ia berumur 600 tahun, dan
kemudian setelah banjir ia hidup selama 350 tahun.
1.
Dakwah Nabi
Nuh As kepada Kaumnya
Nabi Nuh
datang ketika kaumnya sedang menyembah berhala ialah patung-patung yang dibuat
oleh tangan-tangan mereka sendiri disembahnya sebagai tuhan-tuhan yang dapat
membawa kebaikan dan manfaat serta menolak segala kesengsaraan dan kemalangan.
Nabi Nuh yang dikurniakan Allah dengan sifat-sifat yang patut dimiliki oleh
seorang nabi, fasih dan tegas dalam kata-katanya, bijaksana dan sabar dalam
melaksanakan tugas risalahnya kepada kaumnya dengan penuh kesabaran dan
kebijaksanaan dengan cara yang lemah lembut mengetuk hati nurani mereka dan
kadang kala dengan kata-kata yang tajam dan nada yang kasar bila menghadapi
pembesar-pembesar kaumnya yang keras kepala yang enggan menerima hujjah dan
dalil-dalil yang dikemukakan kepada mereka yang tidak dapat mereka membantahnya
atau mematahkannya.
Kaum Nuh
mengemukakan syarat dengan berkata: “Wahai Nuh! Jika engkau menghendaki kami
mengikutimu dan memberi sokongan dan semangat kepada kamu dan kepada agama yang
engkau bawa, maka jauhkanlah para pengikutmu yang terdiri dari orang-orang
petani, buruh dan hamba-hamba sahaya itu. Usirlah mereka dari pengaulanmu
karena kami tidak dapat bergaul dengan mereka duduk berdampingan dengan mereka
mengikut cara hidup mereka dan bergabung dengan mereka dalam suatu agama dan
kepercayaan. Dan bagaimana kami dapat menerima satu agama yang menyamaratakan
para bangsawan dengan orang awam, penguasa dan pembesar dengan buruh-buruhnya
dan orang kaya yang berkedudukan dengan orang yang miskin.”
Nabi Nuh
menolak persyaratan kaumnya dan berkata: “Risalah dan agama yang aku bawa
adalah untuk semua orang tiada pengecualian, yang pandai maupun yang bodoh,
yang kaya maupun miskin, majikan ataupun buruh ,diantara peguasa dan rakyat
biasa semuanya mempunyai kedudukan dan tempat yang sama terhadap agama dan
hukum Allah. Bagaimanakah aku dapat mempertanggungjawabkan tindakan
pengusiranku kepada mereka terhadap Allah bila mereka mengadu bahwa aku telah
membalas kesetiaan dan ketaatan mereka dengan sebaliknya semata-mata untuk
memenuhi permintaanmu dan tunduk kepada pensyaratanmu yang tidak wajar dan
tidak dapat diterima oleh akal dan fikiran yang sehat. Sesungguhnya kamu adalah
orang-orang yang bodoh dan tidak berfikiran sehat”.
Pada
akhirnya, karena merasa tidak berdaya lagi mengingkari kebenaran kata-kata Nabi
Nuh dan merasa kehabisan alasan dan hujjah untuk melanjutkan dialog dengan
beliau, maka berkatalah mereka: “Wahai Nabi Nuh! Kami tetap tidak akan
mengikutimu dan tidak akan sesekali melepaskan kepercayaan dan adat-istiadat
kami sehingga tidak ada gunanya lagi engkau mengulang-ulangi dakwah dan
ajakanmu dan bertegang lidah dengan kami. Kami ingin melihat kebenaran
kata-katamu dan ancamanmu dalam kenyataan. Karena kami masih belum
mempercayaimu dan tetap meragukan dakwahmu.”
2.
Nabi Nuh
tidak Berputus Asa Dari Kaumnya
Nabi Nuh
berada di tengah-tengah kaumnya selama 950 tahun berdakwah menyampaikan risalah
Tuhan, mengajak mereka meninggalkan penyembahan berhala dan kembali menyembah
dan beribadah kepada Allah Yang maha Kuasa memimpin mereka keluar dari jalan
yang sesat dan gelap ke jalan yang benar dan terang. Akan tetapi dalam waktu
yang cukup lama itu, Nabi Nuh tidak berhasil menyedarkan dan menarik kaumnya
untuk mengikuti dan menerima dakwahnya beriman, bertauhid dan beribadat kepada
Allah kecuali sekelompok kecil kaumnya yang tidak mencapai seratus orang,
walaupun ia telah melakukan tugasnya dengan segala daya-usahanya dan sekuat
tenaganya dengan penuh kesabaran dan kesulitan menghadapi penghinaan, ejekan
dan cercaan makian kaumnya, karena ia mengharapkan akan datang masanya di mana
kaumnya akan sadar diri dan datang mengakui kebenarannya dan kebenaran
dakwahnya.
Dan
lenyaplah sisa harapan Nabi Nuh dari kaumnya dan habislah kesabarannya. Ia
memohon kepada Allah agar menurunkan Azab-Nya di atas kaumnya yang berkepala
batu seraya berseru: “Ya Allah! Janganlah Engkau biarkan seorang pun daripada
orang-orang kafir itu hidup dan tinggal di atas bumi ini. Mareka akan berusaha
menyesatkan hamba-hamba-Mu, jika Engkau biarkan mereka tinggal dan mereka tidak
akan melahirkan dan menurunkan selain anak-anak yang berbuat maksiat dan
anak-anak yang kafir seperti mereka.
Doa Nabi Nuh
dikalbulkan oleh Allah dan permohonannya diluluskan dan tidak perlu lagi
menghiraukan dan mempersoalkan kaumnya, karena mereka itu akan menerima hukuman
Allah dengan mati tenggelam.
3.
Nabi Nuh
Membuat Kapal
Setelah
menerima perintah Allah untuk membuat sebuah kapal, segeralah Nabi Nuh
mengumpulkan para pengikutnya dan mulai mereka mengumpulkan bahan yang
diperlukan, kemudian dengan mengambil tempat di luar dan agak jauh dari kota
dan keramaiannya mereka dengan rajin dan tekun bekerja siang dan malam
menyelesaikan pembinaan kapal yang diperintahkan itu.
Setelah
selesai pekerjaan pembuatan kapal yang merupakan alat pengangkutan laut pertama
di dunia, Nabi Nuh menerima wahyu dari Allah: “Siap-siaplah engkau dengan
kapalmu, bila tiba perintah-Ku dan terlihat tanda-tanda daripada-Ku maka
segeralah angkut bersamamu di dalam kapalmu dan kerabatmu dan bawalah dua
pasang dari setiap jenis makhluk yang ada di atas bumi dan belayarlah dengan
izin-Ku."
Kemudian
tercurahlah dari langit dan memancur dari bumi air yang deras dan dahsyat yang
dalam sekelip mata telah menjadi banjir besar melanda seluruh kota dan desa
menggenangi daratan yang rendah maupun yang tinggi sampai mencapai puncak
bukit-bukit sehingga tiada tempat berlindung dari air bah yang dahsyat itu
kecuali kapal Nabi Nuh yang telah terisi penuh dengan para orang mukmin dan
pasangan makhluk yang diselamatkan oleh Nabi Nuh atas perintah Allah.
Dengan
iringan “Bismillah majraha wa mursaha” belayarlah kapal Nabi Nuh dengan lajunya
menyusuri lautan air, menentang angin yang kadang kala lemah lembut dan kadang
kala ganas dan ribut. Di kanan kiri kapal terlihatlah orang-orang kafir
bergelut melawan gelombang air yang menggunung berusaha menyelamat diri dari
cengkaman maut yang sudah sedia menerkam mereka di dalam lipatan
gelombang-gelombang itu.
Tatkala Nabi
Nuh berada di atas geladak kapal memperhatikan cuaca dan melihat-lihat
orang-orang kafir dari kaumnya sedang bergelimpangan di atas permukaan air,
tiba-tiba terlihatlah olehnya tubuh putra sulungnya yang bernama “Kan'an”
timbul tenggelam dipermainkan oleh gelombang yang tidak menaruh belas kasihan
kepada orang-orang yang sedang menerima hukuman Allah itu. Nabi Nuh secara
spontan, terdorong oleh suara hati kecilnya berteriak dengan sekuat suaranya
memanggil putranya: “Wahai anakku! Datanglah kemari dan gabungkan dirimu
bersama keluargamu. Bertaubatlah engkau dan berimanlah kepada Allah agar engkau
selamat dan terhindar dari bahaya maut yang engkau menjalani hukuman Allah.”
Kan'aan,
putera Nabi Nuh, yang tersesat dan telah terkena racun rayuan syaitan dan
hasutan kaumnya yang sombong dan keras kepala itu menolak dengan keras ajakan
dan panggilan ayahnya yang menyayanginya dengan kata-kata yang menentang:
“Biarkanlah aku dan pergilah, jauhilah aku, aku tidak sudi berlindung di atas
geladak kapalmu aku akan dapat menyelamatkan diriku sendiri dengan berlindung
di atas bukit yang tidak akan dijangkau oleh air bah ini.”
Nuh
menjawab: “Percayalah bahwa tempat satu-satunya yang dapat menyelamatkan engkau
ialah bergabung dengan kami di atas kapal ini. Masa tidak akan ada yang dapat
melepaskan diri dari hukuman Allah yang telah ditimpakan ini kecuali
orang-orang yang memperolehi rahmat dan keampunan-Nya.” Setelah Nabi Nuh
mengucapkan kata-katanya tenggelamlah Kan'aan disambar gelombang yang ganas dan
lenyaplah ia dari pandangan mata ayahnya, tergelincirlah ke bawah lautan air
mengikut kawan-kawannya dan pembesar-pembesar kaumnya yang durhaka itu.
Setelah air
bah itu mencapai puncak keganasannya dan habis binasalah kaum Nuh yang kafir
dan zalim sesuai dengan kehendak dan hukum Allah, surutlah lautan air diserap
bumi kemudian bertambatlah kapal Nuh di atas bukit “Judie” dengan iringan perintah Allah kepada Nabi
Nuh: “Turunlah wahai Nuh ke darat engkau dan para mukmin yang menyertaimu
dengan selamat dilimpahi barakah dan inayah dari sisi-Ku bagimu dan bagi umat
yang menyertaimu.”
Ø Pendidikan Akhlak yang Bisa diambil
dari Kehidupan Nabi Nuh as.
1. Nabi Nuh
memiliki sifat-sifat yang patut kita miliki, yaitu fasih dan tegas dalam
kata-katanya, bijaksana dan sabar dalam melaksanakan tugas risalahnya kepada
kaumnya dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan.
2. Nabi Nuh
tetap sabar disaat kaumnya yang kufur mengejek serta menghina beliau saat
membuat kapal di atas bukit.
3. Kita harus menjauhkan diri dari
sifat yang sombong, angkuh dan tidak mau menerima kebenaran seperti pemuka-pemuka
masyarakat pada masa nabi Nuh As.
4. Kita tidak boleh memiliki sikap
seperti kaum Nabi Nuh yang kufur, yang tidak mau mengikuti ajaran yang dibawa
oleh Nabi Nuh As dan yang tidak mau mentauhidkan Allah.
5. Nabi Nuh memiliki pendirian yang
teguh pada ajaran yang dibawanya, seperti saat Nabi Nuh menolak dengan tegas
syarat dari pemuka-pemuka bahwa mereka akan beriman asalkan Nabi Nuh mengusir
umatnya yang telah beriman yaitu, orang-orang miskin dan hamba sahaya, karena
mereka tidak mau disamaratakan.
6. Nabi Nuh tetap berdakwah, walaupun
pengikutnya sedikit, tidak sampai seratus orang.
7. Anak Nabi Nuh “ka’an” tetap
bersikeras hati tidak mau mengikuti ajaran yang di bawa ayahnya walaupun
nyawanya telah terancam sekalipun.
8. Nabi Nuh pernah mendapat teguran
dari Allah SWT yaitu cinta kasih sayangnya kepada anaknya disaat ia
memanggil anaknya pada saat mau tenggelam, hal itu telah menjadikan ia lupa
akan janji dan ancaman Allah terhadap orang-orang kafir termasuk putranya
sendiri.
9. Hubungan
antara manusia yang terjalin karena ikatan persamaan kepercayaan atau penamaan
aqidah dan pendirian adalah lebih erat dan lebih berkesan daripada hubungan
yang terjalin karena ikatan darah atau kelahiran.
4.
NABI LUTH AS
Nabi Luth as merupakan anak saudara laki-laki dari Nabi
ibrahim as. Ayah Nabi
Luth as bernama hasa bin tareh merupakan saudara sekandung dari Nabi Ibrahim.
Beliau pindah bersama Nabi ibrahim as dari negeri babil ke negeri syam. Tetapi
tidak lama kemudian penghidupan memaksa kedua Nabi ini berpisah. Nabi Luth as
menetap di sebuah dusun yang bernama sadum, masih dalam wilayah palestina. Allah
mengutus Nabi Luth berdakwah di Kota Sadum
Nabi Luth as berhijrah bersama pamannya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam
menuju Mesir. Keduanya tinggal di sana beberapa lama, lalu kembali ke
Palestina. Di tengah perjalanan menuju Palestina, Nabi Luth meminta izin kepada
pamannya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam untuk pergi menuju negeri Sadum
(di dekat laut mati di Yordan) karena Allah telah memilihnya sebagai Nabi-Nya
dan Rasul-Nya yang diutus kepada negeri tersebut, maka Nabi Ibrahim mengizinkannya dan Nabi Luth pun pergi ke Sadum serta
menikah di sana. Ketika itu, akhlak
penduduknya sangat buruk sekali, mereka tidak menjaga dirinya dari perbuatan
maksiat dan tidak malu berbuat kemungkaran, berkhianat kepada kawan, dan
melakukan penyamunan. Di samping itu, mereka
mengerjakan perbuatan keji yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun
sebelumnya di alam semesta. Mereka mendatangi laki-laki untuk melepaskan
syahwatnya dan meninggalkan wanita.
Nabi Luth as diutus oleh Allah yang maha bijaksana
pegi ke negeri sadum yang penduduknya sangat durhaka kepada Allah. Sadum adalah
bangsa yang tidak tahu malu, mereka selalu melakukan kejahatan, merampok,
membunuh sesama, menganiaya, sehingga tidak ada yang bearni ke negeri tersebut
Masyarakat Sadum adalah masyarakat yang rendah tingkat
moralnya, rusak mentalnya, tidak mempunyai pegangan agama atau nilai
kemanusiaan yang beradab. Kemaksiaatan dan kemungkaran merajalela dalam
peragulan hidup mereka. pencurian dan perampasan harta milik merupakan kejadian
hari-hari di mana yang kuat menjadi kuasa sedang yang lemah menjadi korban
penidasan dan perlakuan sewenang-wenang. Maksiat yang paling menonjol adalah
perbuatan homo sek di kalangan lelakinya dan lesbian
di kalangan wanitanya. Kedua-dua jenis kemungkaran ini begitu merajalela di
dalam masyarakat sehingga merupakan suatu kebudayaan kaum sadum.
Seorang pendatang yang masuk ke Sadum tidak akan selamat
dari gangguan mereka. Jika ia membawa barang yang berharga maka dirampaslah
barang-barangnya, jia ia melawan atau menolak menyerahkannya maka nyawanya
tidak akan selamat. Akan tetapi jika pendatang itu seorang laki-laki yang
bermuka tampan dan berparas elok maka ia kan menjadi rebutan antara mereka dan
akan menjadi korban perbuatan keji lelakinya dan sebaliknya jika si pendatang
itu seorang perempuan muda maka akan menjadi mangsa dari pihak wanitanya pula. Mereka
juga mengancam akan mengusir Nabi Luth ‘alaihissalam dari kampung
mereka karena memang ia adalah orang asing, maka Luth pun marah terhadap sikap
kaumnya; ia dan keluarganya yang beriman pun menjauhi mereka.
Saat itu, Nabi Luth ‘alaihissalam
mengajak penduduk Sadum untuk beriman dan meninggalkan perbuatan keji itu.
Beliau berkata kepada mereka,
“Mengapa kamu tidak bertakwa?”– Sesungguhnya aku adalah seorang
Rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu,–Maka bertakwalah kepada Allah dan
taatlah kepadaku.–Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan
itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semeta alam.–Mengapa kamu mendatangi
jenis laki-laki di antara manusia,– Dan kamu tinggalkan istri-istri yang
dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui
batas.” (QS. Asy Syu’ara: 160-161)
Istrinya lebih memilih kafir dan ikut
bersama kaumnya serta membantu kaumnya mengucilkannya dan mengolok-oloknya.
Terhadap istrinya ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala membuatkan
perumpamaan,
“Allah membuat istri Nuh dan istri Luth sebagai perumpamaan bagi
orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang
saleh di antara hamba-hamba kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada
suaminya (masing-masing), maka suaminya itu tidak dapat membantu mereka sedikit
pun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya), “Masuklah ke dalam
Jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam).” (QS. At Tahrim: 10)
Pengkhianatan istri Nabi Luth kepada suaminya adalah dengan
kekafirannya dan tidak beriman kepada Allah Subhnahu wa Ta’ala.
Nabi Luth as berseru kepada mereka agar meninggalkan adat
kebiasaan yaitu melakukan perbuatan ho*mo*sek dan les*bian karena perbuatan itu
bertentangan dengan fitrah dan hati nurani manusia serta menyalahi hikmah yang
terkandung di dalam menciptakan manusia menjadi dua jenis yaitu pria dan
wanita. Juga kepada mereka diberi nasihat dan dianjurkan supaya menghormati hak
dan milik masing-masing dengan meninggalkan perbuatan perampasan, perampokan
serta pencurian yang selalu mereka lakukan diantara sesama mereka dan terutama
kepada pengunjung yang datang ke Sandum. Diterangkan bahwa perbuatan-perbuatan
itu akan merugikan mereka sendiri, karena akan menimbulkan kekacauan dan
ketidak amanan di dalam negeri masing-masing dari mereka tidak merasa aman dan
tenteram dalam hidupnya.
Demikianlah Nabi Luth as melaksanakan dakwahnya sesuai
dengan tugas
risalahnya. Ia tidak hent-henti menggunakan setiap kesempatan dan dalam
pertemuan dengan kaumnya secara berkelompok atau secara perseorangan mengajak
agar mereka beriman dan percaya kepada Allah serta menyembah-Nya, melakukan
amal soleh dan meninggalkan perbuatan maksiat dan mungkar. Akan tetapi
keruntuhan moral dan kerusakan akhlak sudah sangat berakar di dalam pergaulan
hidup mereka dan pengaruh hawa nafsu dan penyesatan sayitan sudah begitu kuat
menguasai tindak-tanduk mereka, maka dakwah dan ajkkan Nabi Luth as yang
dilaksanakan dengan kesabaran dan ketekunan tidak mendapat tanah yang subur di
dalam hati dan fikiran mereka.
Tiga orang malaikat tersebut menyamar sebagai manusia biasa.
Mereka adalah malaikat yang bertamu kepada Nabi Ibrahim as dengan membawa
berita gembira atas kelahiran Nabi Ishaq as, dan memeberi tahu kepada mereka
bahwa dia adalah utusan Allah dengan menurunkan azab kepada kaum Nabi Lutuh as
penduduk kota Sadum. Dalam kesempatan pertemuan dimana Nabi Ibrahim as telah
memohon agar penurunan azab atas kaum sadum ditunda, kalau kalau mereka sadar
mendengarkan dan mengikuti ajakan Nabi Luth as serta bertaubat dari segala
maksiat dan perbuatan mungkar. Juga dalam pertemuan itu Nabi Ibrahim as mohon
agar anak saudaranya, Nabi Luth as diselamatkan dari azab yang akan diturunkan
kepada kaum Sadum permintaan itu diterima oleh malaikat dan dijiamin bahwa Nabi
Luth as dan keluarganya tidak akan terkenal azab, kecuali istrinya.
Para malaikat itu sampai di Sadum
dengan menyamar sebagai lelaki remaja yan berparas tampan dan bertubuh yang
elok dan bagus. Dalam perjalan mereka hendak memasuki kota, mereka berselisih
dengan orang gadis yang cantik dan ayu sedang mengambil air dari sebuah sungai.
Para malaikat atau lelaki remaja itu bertanya kepada si gadis kalau-kalau
mereka diterima ke rumah sebagai tamu. SI gadis tidak berani memberi keputusan
sebelum ia berunding terlebih dahulu dengan keluarganya. Maka ditinggalkanlah
para lelaki remaja itu oleh si gadis seraya ia pulang ke rumah cepat-cepat
untuk memberi tahu ayahnya
Si ayah yaitu Nabi Luth as sendiri mendengar laporan
puterinya menjadi bingung jawaban apa yang harus ia berikan kepada para
pendatang yang ingin bertamu ke rumahnya untuk beberapa waktu, namun menerima
tamu-tamu remaja yang berparas tampan akan mengundang resiko gangguan kepadanya
dan kepada tamu-tamunya dari kaumnya yang tergila-gila oleh remaja yang
mempunyai tubuh bagus dan wajan yang tampan. Sedang kalau hal yang demikian itu
terjadi ia sebagai tuan rumah harus bertanggung jawab terhadap keselamatan
tamunya, padahal ia merasa bahwa ia tidak akan berdaya menghadapi kaumnya yang bengis-bengis
dan haus maksiat itu.
Setelah difikirkan akhirnya diputuskan oleh Nabi Luth as
kalau ia akan menerima mereka sebagai tamu di rumahnya apapun yang akan terjadi
sebagai akibat keputusanya ia pasarahkan kepada Allah yang akan melindunginya.
Lemudian pergilah Nabi Luth sendiri menemui tamu-tamu yang sedang menanti di
pinggir kota lalu diajaklah mereka bersama-sama ke rumah ketika koda Sadum
sudah dalam keadaan gelap, dan juga para warganya sedang di rumah masing-masing
dalam keadaan tidur nyenyak.
Kepada istri dan kedua anaknya, Nabi Luth as berpesan dan
berusaha agar mereka merahasiakan kedatangan para tamunya, agar tidak diketahui
oleh kaumnya yang bengis dan haus maksiat. Namun karena istri Nabi lutuh yang
berpihak dengan masyarakat Sadum yang sesat, sehingga istrinya membocorkan
rahasia atas para tamu tampan yang tinggal di rumahnya.
Selanjutnya, apa yang dicemaskan oleh Nabi Luth benar benar
terjadi. Ketika masyarakat Sadum mengetahui bahwa di rumahnya ada pemuda, maka
datanglah mereka ke rumahnya untuk melihat tamunya yang tampan itu untuk
memuaskan nafsunya. Tentu saja Nabi Luth as tidak membukakan pintu untuk
mereka, dan berseru meminta agar mereka pulang lagi ke rumah masing-masing dan
meminta tidan mengganggu para tamu Nabi Luth, yang semestinya dihormati dan
dimuliakan, bukan diganggu. Mareka dinasehati agar meninggalkan kebiasaan yang
keji yan bertentangan dengan fitrai manusia serta kodrat alam, yaitu Tuhan
telah menciptakan manusia untuk berpasangan antara pria dan wanita untuk menjaga
kelangsungan perkembangan umat manusia sebagai makluk ciptaannya yang termulia
di atas bumi. Nabi Luth as berseru meminta supaya mereka pulang pada
istri-istri mereka dan meninggalkan perbuatan mungkar dan maksiat yang tidak
sepantasnya itu, sebelum Allah memberikan mereka zab dan siksaan.
Namun Mereka yang telah sesat tidak dihiraukan dan
dipedulikan juga seruan dan nasihat dari Nabi Luth as. Bahkan mendesak akan
mendobrak pintu rumah Nabi Luth dengan paksa dan kekerasan jika pintu
rumahnya tidak segera dibuka. Karena Nabi Luth merasa dirinya sudah tidak
berdaya untuk menahan orang orang yang kaumnya yang sesat itu, maka Nabi Luth
as pun berkata secara terus terang kepada para tamunya.
“Sesungughnya saya tidak berdaya lagi
menahan orang-orang itu menyerbu ke dalam. Au tidak memiliki senjata dan
kekuatan fisik yang dapat menolak kekerasan mereka, tidak punya mempunyai
keluarga atau sanak saudara yang disegani mereka yang dapat aku mintai
pertolongannya, maka aku merasa sangat kecewa, bahwa sebagai tuan rumah aku
tidak dapat menghalau gangguan terhadap tamu-tamuku di rumahku sendiri”
Maka kaumnya pun datang dengan bergegas
menuju rumah Nabi Luth dengan maksud untuk melakukan perbuatan keji dengan para
tamunya itu. Mereka berkumpul sambil berdesakan di dekat pintu rumahnya sambil
memanggil Nabi Luth dengan suara keras meminta Nabi Luth mengeluarkan
tamu-tamunya itu kepada mereka.
Masing-masing dari mereka berharap dapat
bersenang-senang dan menyalurkan syahwatnya kepada tamu-tamunya itu, lalu Nabi
Luth menghalangi mereka masuk ke rumahnya dan menghalangi mereka dari
mengganggu para tamunya, ia berkata kepada mereka, “Sesungguhnya mereka
adalah tamuku; maka janganlah kamu membuatku malu,–Dan bertakwalah kepada Allah
dan janganlah kamu membuat aku terhina.” (QS. Al Hijr: 68-69)
Nabi Luth juga mengingatkan mereka, bahwa
Allah Subhnahu wa Ta’ala telah menciptakan wanita untuk mereka agar
mereka dapat menyalurkan syahwatnya, akan tetapi kaum Luth tetap ingin masuk ke
rumahnya. Ketika itu, Nabi Luth ‘alaihissalam tidak mendapati seorang
yang berakal dari kalangan mereka yang dapat menerangkan kesalahan mereka dan
akhirnya Nabi Luth merasakan kelemahan menghadapi mereka sambil berkata, ““Seandainya
aku mempunyai kekuatan (untuk menolakmu) atau kalau aku dapat berlindung kepada
keluarga yang kuat (tentu aku lakukan).” (QS. Huud: 80)
Saat itulah, para tamu Nabi Luth
memberitahukan siapa mereka kepada Nabi Luth, dan bahwa mereka bukan manusia
tetapi malaikat yang datang untuk menimpakan azab kepada kaumnya yang fasik itu.
Tidak berapa lama, kaum Luth mendobrak pintu
rumahnya dan menemui para malaikat itu, lalu salah seorang malaikat membuat
buta mata mereka dan mereka kembali dalam keadaan sempoyongan di antara
dinding-dinding rumah. Kemudian para malaikat meminta Nabi Luth untuk pergi
bersama keluarganya pada malam hari, karena azab akan menimpa mereka di pagi
hari. Mereka juga menasihatinya agar ia dan keluarganya tidak menoleh ke
belakang saat azab itu turun, agar tidak menimpa mereka.
Di malam hari, Nabi Luth ‘alaihissalam
dan keluarganya pergi meninggalkan negeri Sadum. Setelah mereka pergi
meninggalkannya dan tiba waktu Subuh, maka Allah mengirimkan kepada mereka azab
yang pedih yang menimpa negeri itu.
Saat itu, negeri tersebut bergoncang dengan
goncangan yang keras, seorang malaikat mencabut negeri itu dengan ujung
sayapnya dan mengangkat ke atas langit, lalu dibalikkan negeri itu; bagian atas
menjadi bawah dan bagian bawah menjadi atas, kemudian mereka dihujani dengan
batu yang panas secara bertubi-tubi. Allah Ta’ala berfirman, “Maka ketika
datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (kami
balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan
bertubi-tubi,–Yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tidaklah jauh
dari orang-orang yang zalim.” (QS. Huud: 82-83)
Allah Subhanahu wa Ta’ala
menyelamatkan Nabi Luth dan keluarganya selain istrinya dengan rahmat dari
Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena mereka menjaga pesan itu, bersyukur
atas nikmat Allah dan beribadah kepada-Nya.
Maka Nabi Luth dan keluarganya menjadi teladan baik dalam hal
kesucian dan kebersihan diri, sedangkan kaumnya menjadi teladan buruk dan
pelajaran bagi generasi yang datang setelahnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman,
“Dan Kami tinggalkan pada negeri itu suatu tanda bagi
orang-orang yang takut kepada siksa yang pedih.” (Terj. Adz Dzaariyat: 37)
Ø Allah
mengutus malaikat menimpakan azab untuk kaum Nabi Luth as
Pada akhirnya kaum Nabi Luth merasa kesal hati mendengar
dakwah dan nasehat-nasehat Nabi Luth as yang tidak putus-putus itu dan minta
agar ia menghentikan aksi dakwahnya atau menghadapi pengusir dirinya dari sadum
bersama semua keluarga. Sudah tidak ada harapan lagi bagi masyarakat sadum
dapat terangkat dari lembah kesesatan dan keruntuhan moral mereka dan bahwa
meneruskan dakwah kepada mereka yang sudah buta-tuli hati dan fikiran serta
menyia-nyiakan waktu, obat satu-satunya menurutf pikiran Nabi Luth as untuk
mencengah penyakit akhlak itu yang sudah parah menular kepada tentangga-tetangga
dekatnya, ialah membasmi mereka dari atas bumi sebagai pembalasan terhadap
kekerasan kepada mereka, juga untuk menjadi ibrah dan pengajaran umat-umat di
sekelilingnya. Beliau memohon kepada Allah yang maha kuasa agar kaumnya yaitu
masyarakat Sadum diberi ganjaran berupa azab di dunia sebelum azab bagi mereka
di akhirat kelak.
Permohonan Nabi Luth dan doanya diperkenankan dan dikabulkan
oleh Allah SWT. Allah mengutus beberapa Malaikat untuk menurunkan azab terhadap
kaum Nabi Luth as yang durhaka dan meningkari Allah. Ketika datang kabar kepada
Nabi Ibrahim as akan dibinasakannya negeri Nabi Luth as dengan kaumnya, karena
penduduknya yang selalu durhaka dan maksiat, maka terperanjatlah Nabi Ibrahim
as. Firman Allah dalam Al Qur’an :
Berrkatalah
Ibrahim : “Sesungguhnya di kota itu ada Luth”
Para
malaikat berkata : “Kami lebih mengetahui siapa yang ada di kota itu. Kami
sungguh-sungguh akan menyelamatkan dia, dan pengikut-pengikutnya kecuali
istrinya. Dia adalah termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan)” (QS.
29 : 32)
5.
NABI IBRAHIM AS
Ø Menjawab
Salam dengan Yang Lebih Baik
Para malaikat sebagai tamu, ketika masuk ke rumah beliau,
mereka memberikan penghormatan dengan ucapan, “Salaaman”.
Aslinya, kalimat ini berasal dari kalimat, “Sallamnaa ‘alaika salaaman (kami mendoakan keselamatan padamu)”.
Namun lihatlah bagaimana jawaban Nabi Ibrahim As. terhadap salam mereka. Ibrahim
menjawab, “Salaamun”. Maksud salam beliau ini adalah “salaamun daaim
‘alaikum (keselamatan yang langgeng untuk kalian)”. Para ulama mengatakan bahwa balasan salam Ibrahim itu lebih baik dan
lebih sempurna daripada salam para malaikat tadi. Karena Ibrahim menggunakan
jumlah ismiyyah (kalimat yang diawali dengan kata benda) sedangkan para
malaikat tadi menggunakan jumlah fi’liyah (kalimat yang diawali dengan kata
kerja). Menurut ulama balaghoh, jumlah ismiyyah mengandung makna langgeng dan
terus menerus, sedangkan jumlah fi’liyah hanya mengandung makna terbaharui.
Artinya di sini, balasan salam Ibrahim lebih baik karena beliau mendoakan
keselamatan yang terus menerus. Inilah contoh akhlaq yang mulia dari Nabi
Ibrahim As. Kita bisa mengambil pelajaran dari sini bahwa hendaklah kita selalu
menjawab ucapan salam dari saudara kita dengan balasan yang lebih baik.
Sebagaimana Allah SWT. pun
telah memerintahkan kita seperti itu dalam surat
An-Nisa’ ayat 86,
وَإِذَا
حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا
“Apabila kamu diberi penghormatan dengan
sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik
dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa).”
Bentuk
membalas salam di sini boleh dengan yang semisal atau yang lebih baik, dan
tidak boleh lebih rendah dari ucapan salamnya tadi. Contohnya di sini adalah
jika saudara kita memberi salam: “Assalaamu‘alaikum”, maka minimal kita
jawab: “Wa’laikumus salam”. Atau lebih lengkap lagi dan ini lebih baik,
kita jawab dengan: “Wa’alaikumus salam wa rahmatullah”, atau kita
tambahkan lagi: “Wa’alaikumus salam wa rahmatullah wa barokatuh”. Bentuk
lainnya adalah jika kita diberi salam dengan suara yang jelas, maka hendaklah
kita jawab dengan suara yang jelas, dan tidak boleh dibalas hanya dengan lirih.
Begitu juga jika saudara kita memberi salam dengan tersenyum dan menghadapkan
wajahnya pada kita, maka hendaklah kita balas salam tersebut sambil tersenyum
(bukan cemberut) dan menghadapkan wajah padanya. Inilah di antara bentuk
membalas salam dengan yang lebih baik.
Ø Memuliakan
Tamu
Dalam cerita Ibrahim ini juga terdapat pelajaran yang cukup
berharga yaitu akhlaq memuliakan tamu. Lihatlah bagaimana pelayanan Nabi
Ibrahim A.s. untuk
tamunya. Ada tiga hal yang istimewa dari penyajian beliau:
1. Beliau melayani tamunya sendiri
tanpa mengutus pembantu atau yang lainnya.
2. Beliau menyajikan makanan kambing
yang utuh dan bukan beliau beri pahanya atau sebagian saja.
3. Beliau pun memilih daging dari
kambing yang gemuk. Ini menunjukkan bahwa beliau melayani tamunya dengan harta
yang sangat berharga.
Dari
sini kita bisa mengambil pelajaran bagaimana sebaiknya kita melayani tamu-tamu
kita yaitu dengan pelayanan dan penyajian makanan yang istimewa. Memuliakan dan
menjamu tamu inilah ajaran Nabi Ibrahim, sekaligus pula ajaran Nabi Muhammad SAW.
Ø Berbicara
dengan Lemah Lembut
Nabi Ibrahim As. juga mencontohkan akhlaq berbicara lembut kepada para
tamunya. Lihatlah ketika menjawab salam tamunya, beliau menjawab, “Salaamun
qoumun munkarun” (selamat atas kalian kaum yang tidak dikenal). Kalimat ini
dinilai lebih halus dari kalimat ‘ankartum‘ (aku mengingkari kalian).
Begitu pula ketika Ibrahim mengajak mereka untuk menyantap makanan. Bagaimana
beliau menawarkan pada mereka? Beliau katakan, “Ala ta’kuluun” (mari
silakan makan). Bahasa yang digunakan Ibrahim ini dinilai lebih halus dari
kalimat, “Kuluu” (makanlah kalian). Ibaratnya Ibrahim menggunakan bahasa
yang lebih halus ketika berbicara dengan tamunya. Kalau kita mau sebut, beliau
menggunakan bahasa “kromo” (bahasa yang halus dan lebih sopan di kalangan orang
jawa). Inilah contoh dari beliau bagaimana sebaiknya seseorang bertutur kata.
Inilah pula yang diajarkan oleh Nabi SAW.
Demikianlah
akhlaq mulia dari Nabi Ibrahim yang seharusnya dapat kita jadikan teladan.
Dalam surat Al-Mumtahanah ayat 6, Allah SWT. berfirman,
لَقَدْ كَانَ
لَكُمْ فِيهِمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ
الْآَخِرَ
“Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan
umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap
(pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari Kemudian.”
6.
NABI MUSA AS
Nabi Musa adalah putra Imran bin Qahat bin Lawi bin Yakub. Ibunya bernama
Lukabat. Nabi Musa lahir di zaman Raja Fir’aun yang menjadi raja di Mesir.
Fir’aun adalah seorang raja yang kejam, dzalim, dan tidak berperi kemanusiaan.
Fir’aun mengaku dirinya sebagai Tuhan dan barang siapa yang tidak mau bertuhan
padanya, maka orang tersebut akan dibunuh.
Fir’aun adalah seorang raja yang sombong dan angkuh. Rakyat Mesir hidup
dalam cengkraman ketakutan dan tidak aman. Pada saat itu, Fir’aun pernah
bermimpi bahwa tahta dan kedudukannya akan beralih pada orang-orang Bani
Israil. Para tukang tenungnya mengabarkan bahwa pada tahun ini akan lahir
seorang bayi laki-laki yang kelak dikemudian hari akan meruntuhkan
kekuasaannya. Oleh sebab itu, ia memerintahkan para prajuritnya untuk membunuh
bayi-bayi Bani Israil yang lahir pada tahun tersebut.
Banyak
nilai-nilai teladan yang bisa kita tiru darinya, antara lain adalah:
Ø Berani membela kebenaran.
Keberanian Nabi Musa ditunjukkan ketika ia dari Madyan
kembali ke Mesir. Nabi Musa ketika itu datang kepada Fir’aun dan mengajaknya
untuk menyembah Allah. Dengan lantang dan penuh keberanian ia berdakwah kepada
Fir’aun yang terkenal sangat kejam itu. Beliau tidak takut akan ancaman dan
siksaan dari Fir’aun dan para tentaranya. Keberanian itu muncul di hati Nabi
Musa sebab ia yakin bahwa apa yang disampaikannya adalah sebuah kebenaran yang
datang dari Allah.
Ø Bertaubat setelah melakukan
kesalahan.
Nabi Musa pernah memukul laki-laki dari suku Qibti sampai
orang tersebut meninggal. Meskipun saat memukul itu tujuannya hanya untuk
membela kaumnya, yaitu Bani Israil, dan tanpa kesengajaan untuk membunuhnya,
namun Nabi Musa tetap merasa bersalah. Setelah kejadian itu Nabi Musa menyesal
dan memohon ampun kepada Allah. Ia menyadari bahwa yang telah ia lakukan adalah
bujukan setan, sebagaimana telah difirmankan dalam Al Quran surat Al Qasas ayat
15:
“Ini adalah perbuatan setan. Sesungguhnya
setan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya).
Ø Bekerja keras.
Masih ingatkah kalian ketika Nabi Musa melarikan diri dari
Mesir kemudian tinggal di Madyan. Kala itu Nabi Musa tinggal di tempat Nabi
Syu’aib. Keseharian Nabi Musa di sana adalah membantu menggembala hewan ternak
Nabi Syu’aib. Dengan demikian jelaslah bagi kita bahwa Nabi Musa termasuk orang
yang tidak suka berpangku tangan (malas) dalam hidup.
Pelajaran yang dapat dipetik:
- Dalam keadaan darurat diperbolehkan telanjang. Adapun dalam kondisi wajar, Rasulullah SAW. telah bersabda kepada Muawiyah bin Al-Hakam, “Jagalah auratmu kecuali untuk istrimu atau budak-budak yang kamu miliki.”
- Ketika darurat, seperti pengobatan dan lain-lain, diperbolehkan melihat aurat orang lain.
- Diperbolehkan mandi telanjang jika seorang diri, dan yang lebih utama adalah memakai penutup.
- Syariat umat sebelum Nabi Muhammad yang bertentangan dengan syariat Muhammad, tidak menjadi syariat Muhammad.
- Para nabi adalah manusia-manusia yang berparas dan berakhlak sempurna.
- Para nabi, sebagaimana manusia, mempunyai sifat-sifat yang manusiawi, mereka bisa marah dan memukul.
- Menerangkan keteguhan dan kesabaran para nabi atas perilaku orang-orang bodoh dan gangguan mereka.
- Keutamaan rasa malu. Malu merupakan akhlak mulia dan sifat para nabi.
7.
NABI MUHAMMAD SAW
Nabi SAW. adalah orang yang lemah
lembut terhadap anak kecil. Dengan kedudukan beliau yang mulia sebagai seorang
pemimpin di tengah-tengah umatnya, beliau tidak merasa rendah dan turun
wibawanya ketika menegur anak kecil.
Sifat Fisik Nabi
Selain memiliki akhlak yang agung dan utama,
Nabi SAW. juga memiliki fisik yang rupawan. Anas bin Malik berkata,
“Beliau adalah orang yang paling dermawan, paling tampan, dan paling
pemberani.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Keluhuran akhlak Nabi SAW
ini adalah cermin yang bersih dan indah yang membawa kita untuk bisa berkaca
dengannya di dalam kehidupan kita sesama manusia dalam segala lapisannya. Sebab
akhlak Nabi adalah cerminan Al-Qur`an yang sesungguhnya. Bahkan beliau sendiri
adalah Al-Qur`an hidup yang hadir di tengah-tengah ummat manusia. Membaca dan
menghayati akhlak beliau berarti membaca dan menghayati isi kandungan Al-Qur`an.
Itulah kenapa ‘Aisyah sampaiberkata:
“akhlak Nabi adalah Al-Quran.”
“akhlak Nabi adalah Al-Quran.”
AKHLAK RASULULLAH SAW
• Dikemukakannya beberapa contoh Akhlak yang mulia Sayyidina AL-MUSHTHOFA, Muhammad SAW adalah agar kita mengetahui dan mencontohnya dalam setiap aspek kehidupan kita sehari-hari. Sejarah menjadi saksi bahwa semua kaum di Arab sepakat memberikan gelar kepada Muhammad saw “Al-Amin”, artinya orang yang terpercaya, padahal waktu itu beliau belum dinyatakan sebagai Nabi. Peristiwa ini, belum pernah terjadi dalam sejarah Mekkah dan Arabia. Hal itu menjadi bukti bahwa Rasulullah saw memiliki sifat itu dalam kadar begitu tinggi sehingga dalam pengetahuan dan ingatan kaumnya tidak ada orang lain yang dapat dipandang menyamai dalam hal itu. Kaum Arab terkenal dengan ketajaman otak mereka dan apa-apa yang mereka pandang langka, pastilah sungguh-sungguh langka lagi istimewa.
• Diriwayatkan tentang Rasulullah saw bahwa segala tutur kata beliau senantiasa mencerminkan kesucian dan bahwa beliau (tidak seperti orang-orang kebanyakan di zaman beliau) tidak biasa bersumpah (Turmudzi). Hal itu merupakan suatu kekecualian bagi bangsa Arab. Kami tidak mengatakan bahwa orang-orang Arab di zaman Rasulullah saw biasa mempergunakan bahasa kotor, tetapi tidak pelak lagi bahwa mereka biasa memberikan warna tegas di atas tuturan mereka dengan melontarkan kata-kata sumpah dalam kadar yang cukup banyak, suatu kebiasaan yang masih tetap berlangsung sampai hari ini juga. Tetapi Rasulullah saw menjunjung tinggi nama Tuhan sehingga beliau tidak pernah mengucapkan tanpa alasan yang sepenuhnya dapat diterima.
Ø Akhlak Muhammad Sebelum Diangkat Jadi Nabi
Akhlak beliau yang mulia
semenjak jauh dari sebelum diangkat sebagai nabi dan
rasul melahirkan kepercayaan tinggi dari kalangan masyarakatnya. Sehingga
walaupun belum diangkat jadi nabi dan rasul, Muhammad telah menyandang gelar
Al-Amin di belakang namanya.
Sungguh
suatu gelar yang sangat berharga dibandingkan gelar-gelar kesarjanaan yang
disandang manusia zaman sekarang. Gelar ini memang pantas disandangkan padanya
karena pemuda Muhammad memiliki sifat jujur, amanah, cerdas, bertanggung jawab,
serta mampu menjauhkan diri dari hal yang sia-sia.
Berbeda dengan kebanyakan pemuda Quraisy waktu itu yang lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bermain dan minum arak. Sehingga adanya pemuda Muhammad di tengah-tengah masyarakat Quraisy kala itu laksana permata yang bersinar diantara kumpulan kerikil.
Berbeda dengan kebanyakan pemuda Quraisy waktu itu yang lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bermain dan minum arak. Sehingga adanya pemuda Muhammad di tengah-tengah masyarakat Quraisy kala itu laksana permata yang bersinar diantara kumpulan kerikil.
Kepercayaan
masyarakat Quraisy terhadap sosok muda Muhammad tergambar pada peristiwa
peletakan kembali Hajar Aswad. Ketika itu masing-masing ketua suku berseteru
untuk mendapatkan kehormatan meletakkan batu tersebut di dinding Ka’bah. Mereka
meminta bantuan pada pemuda Muhammad untuk memberikan keputusan yang adil akan
hal itu.
Ø Akhlak Rasulullah Dalam Keluarga
Rasulullah,
walaupun sibuk dengan urusan umat tetap mau meluangkan waktunya untuk membantu pekerjaan rumah tangga.
Ummul mu’minin Aisyah berkata:
كاَنَ يَكُوْنُ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ – تَعْنِي خِدْمَةَ أَهْلِهِ
- فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ خَرَجَ إِلَى الصَّلاَةِ
“Beliau sering membantu istrinya. Bila
datang waktu shalat beliau pun keluar untuk menunaikan shalat” (HR. Bukhari)
Sungguh berbeda dengan kepala keluarga
zaman sekarang, yang jarang membantu pekerjaan istri. Seolah-olah istrinyalah
yang harus menyiapkan segala sesuatu layaknya pembantu. Padahal Rasul sendiri
yang diakuinya sebagai suri tauladan mencontohkan turun tangan dalam
meringankan pekerjaan istri.
Ø Cara
Bicara Rasulullah
Kemudian Imam Hasan berkata, “Ceritakan kepadaku cara
bicaranya.”
Hind
bin Abi Halah berkata, “Ia selalu tampak sendu, selalu merenung dalam, dan
tidak pernah tenang. Ia banyak diamnya. Ia tidak pernah berbicara yang tidak
perlu. Ia memulai dan menutup pembicaraannya dengan sangat fasih.
Pembicaraannya singkat dan padat, tanpa kelebihan kata-kata dan tidak
kekurangan perincian yang diperlukan. Ia berbicara lembut, tidak pernah kasar
atau menyakitkan.
Ø Akhlak
Rasulullah Ketika Masuk Rumah
“Ia sering menanyakan keadaan sahabatnya dan memberi tahu
mereka apa yang patut mereka lakukan. ‘mereka yang hadir sekarang ini harus
memberitahukan kepada yang tidak hadir. Beritahukan kepadaku orang yang
tidak sanggup menyampaikan keperluannya kepadaku. Orang yang menyampaikan
kepada pihak yang berwenang keluhan seseorang yang tidak
sanggup menyampaikannya, akan Allah kokohkan kakinya pada Hari
Perhitungan’. Selain hal-hal demikan, tidak ada yang disebut-sebut dihadapannya
dan tidak akan diterimanya. Mereka datang menemui beliau untuk menuntut ilmu
dan kearifan. Mereka tidak bubar sebelum mereka menerimanya. Mereka
meninggalkan majlis Nabi sebagai pembimbing untuk orang di belakangnya.’
Ø Akhlak
Rasulullah di Luar Rumah
Ia tidak pernah lupa memperhatikan orang lain karena ia
takut mereka alpa atau berpaling dari jalan kebenaran. Ia tidak pernah
ragu-ragu dalam kebenaran dan tidak pernah melanggar batas-batasnya.
Orang-orang yang paling dekat dengannya adalah orang-orang yang paling baik.
Orang
yang paling baik, dalam pandangannya, adalah orang-orang yang paling tulus
menyayangi kaum muslimin seluruhnya. Orang yang paling tinggi kedudukannya
disisinya adalah orang yang paling banyak memperhatikan dan membantu orang
lain.’
Ø Cara
Rasulullah Duduk
Imam Husain berkata, “Kemudian aku bertanya kepadanya
tentang cara Rasulullah duduk. Ia menjawab, ‘Rasulullah tidak pernah duduk atau
berdiri tanpa mengingat Allah. Ia tidak pernah memesan tempat hanya untuk
dirinya dan melarang orang lain duduk di situ. Ketika datang di tempat
pertemuan, ia duduk dimana saja tempat tersedia. Ia juga menganjurkan orang
lain untuk berbuat yang sama. Ia memberikan tempat duduk dengan cara yang sama
sehingga tidak ada orang yang merasa bahwa orang lain lebih mulia ketimbang
dia. Ketika seseorang duduk di hadapannya, ia akan tetap duduk dengan sabar
sampai orang itu berdiri atau meninggalkannya. Jika orang meminta
sesuatu kepadanya, ia akan memberikan tepat apa yang orang itu minta. Jika
tidak sanggup memenuhinya, ia akan mengucapkan kata-kata yang membahagiakan
orang itu. Semua orang senang pada akhlaknya sehingga ia seperti ayah bagi
mereka dan semua ia perlakukan dengan sama.
Ø Diamnya
Rasulullah
“Kemudian aku bertanya padanya tentang diamnya Nabi. Ia
berkata, ‘Diamnya Nabi karena empat hal:
1.
karena
kesabaran,
2.
kehati-hatian,
3.
pertimbangan,
dan
4.
perenungan.
Berkaitan
dengan pertimbangan, ia lakukan untuk melihat dan mendengarkan orang secara
sama. Berkaitan dengan perenungan, ia lakukan untuk memilah yang tersisa
(bermanfaat) dan yang binasa (yang tidak bermanfaat). Ia gabungkan
kesabaran dengan lapang-dada. Tidak ada yang membuatnya marah sampai kehilangan
kendali diri.
B. MANFAAT
MEMPELAJARI AKHLAK NABI
Syaikh as-Sa’di rahimahullah
mengatakan, “Termasuk faktor yang bisa meningkatkan dan mendatangkan keimanan
ialah mengenal Nabi dengan budi pekertinya yang luhur serta sifat-sifat
fisiknya yang sempurna. Orang yang benar-benar mengenal
beliau, ia tidak merasa ragu terhadap kejujuran beliau dan kebenaran risalah
yang beliau bawa yaitu Al-Quran dan As-Sunnah, serta agama yang benar, sesuai
firman Allah SWT., dalam surat Al-Mukminun ayat 69 yang artinya, “Ataukah
mereka tidak mengenal rasul mereka, karena itu mereka memungkirinya?”
Maksudnya, dengan mengenal beliau akan
melahirkan semangat untuk segera mengimaninya (bagi orang yang belum beriman)
dan meningkatkan keimanan (bagi orang yang telah beriman kepada beliau.
Syaikh As-Sa’di melanjutkan, bahwa orang
yang munshif (moderat), yang tidak mempunyai keinginan kecuali
mengikuti kebenaran, hanya dengan sekedar melihat beliau dan mendengarkan tutur
katanya, akan segera beriman kepada beliau dan tidak ragu terhadap risalahnya.
Banyak orang yang hanya sekedar menyaksikan wajah beliau menjadi yakin bahwa
wajah itu bukanlah wajah seorang pendusta (Asbab Ziyadatil Iman wa
Nuqshanihi, Hal. 34-35).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah
mempelajari bernbagai jenis akhlak para Nabi kita dapat menyimpulkan bahwa akhlak
nabi dapat dijadikan sebagai panutan atau pedoman hidup, karena dalam mengikuti
ajaran para Nabi Insya Allah hidup kita akan memiliki tujuan yang bermanfaat,
dan di jauhkan dari segala jenis kekeliruan dalam hidup,dan kita akan
mengetahui mana akhlak yang baik dan yang buruk, akhlak memegang peranan
penting dalam kehidupan manusia. Akhlak yang baik membedakan antara manusia
dengan hewan. Akhlak yang baik akan mengangkat manusia ke derajat yang tinggi
dan mulia. Allah SWT. menciptakan manusia dengan tujuan utama penciptannya
adalah untuk beribadah. Dan mengikuti semua ajaran para nabi dan dijadikan
sebagai pedoman atau pegangan hidup. Karena dengan mengikuti ajaran para nabi,
setidaknya manusia akan berubah ke derajat yang lebih tinggi dan mulia. Sedangkan,
yang tidak mengikuti ajaran nabi, maka akan merusak umat islam dan juga akan
merusak umat manusia.
B. SARAN
Setelah
pembahasan dari kami tadi tentang akhlak para nabi, kami menganjurkan agar kita semua bisa mengetahui serta menjalankan apa yang
diajarkan oleh nabi pada masa-Nya di dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Praja, Juhaya. Ilmu Akhlak. Bandung: CV. Pustaka
Setia. 2010
Sabiq, Sayid. Aqidah Islam. Bandung: CV. Penerbit
Diponegoro. 2010
Anwar, Rosihin. Akhlak Tasawuf Edisi Revisi. Bandung:
CV. Setia. 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar