Rabu, 04 Januari 2017

MANAJEMEN PUBLIK



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG MASALAH
Organisasi berasal dari bahasa Yunani organon, yang berarti “alat” (tool). Kata ini termasuk ke bahasa Latin, menjadi organization. Pengertian pada awalnya tidak merujuk pada benda atau proses, melainkan tubuh manusia atau makhluk biologis lainnya. Manajemen dipraktekkan dalam bisnis, rumah-rumah sakit, universitas-universitas, badan-badan pemerintah dan pada tipe-tipe lain aktivitas-aktivitas yang terorganisasi.
Organisasi publik sering terlihat pada bentuk organisasi instansi pemerintah yang juga dikenal dengan birokrasi pemerintah. Istilah birokrasi ini diberikan kepada instansi pemerintah karena pada awalnya tipe organisasi yang ideal yang disebut birokrasi merupakan bentuk yang diterima dan diterapkan oleh instansi pemerintah.
Manajemen publik diartikan sebagai proses formal dan informal untuk mengarahkan interaksi manusia menuju target organisasi publik. Unit analisisnya adalah proses interaksi antara manusia dan pekerja dan efek perilaku manusia terhadap pekerja dan hasil kerja.
Menurut Stoner & Wankel, mengatakan bahwa manajemen secara harfiah adalah proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya anggota organisasi dan penggunaan seluruh sumber daya organisasi lainnya demi tercapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Menurut Shafritz dan Russel adalah berkenaan dengan orang yang bertanggung jawab menjalankan suatu organisasi, dan proses menjalankan organisasi itu sendiri   yaitu pemanfaatan sumber daya seperti orang dan mesin untuk mencapai tujuan organisasi.
Sedangkan Manajemen Publik yaitu manajemen instansi pemerintah. Menurut OTT, Hyde dan Shafritz bahwa manajemen  publik dan kebijakan publik merupakan dua bidang administrasi publik yang tumpang tindih. Tapi untuk membedakan keduanya secara jelas maka dapat dikemukakan bahwa kebijakan publik merefleksikan sistem otak dan syaraf, sementara manajemen publik mempresentasikan sistem jantung dan sirkulasi dalam tubuh manusia. Dengan kata manajemen publik merupakan proses menggerakkan SDM dan non SDM sesuai perintah kebijakan publik.


1.2  RUMUSAN MASALAH
Pembahasan kami akan merujuk pada masalah masalah sebagai berikut:
1.       Apa pengertian Manajemen  ?
2.      Apa pengertian Manajemen Publik?
3.       Apa yang disebut Paradigma Manajemen?
4.      Apa saja fungsi-fungsi manajemen?

1.3  TUJUAN PENULISAN
Makalah ini dibuat dengan maksud untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Teori Administrasi Negara dan sebagai bahan bacaan untuk memperluas ilmu pengetahuan dan agar para pembaca mengerti dan memahami pengertian “Manajem Publik









BAB II
PEMBAHASAN
2.1 KONSEP MANAJEMEN PUBLIK
2.1.1 Definisi Manajemen
   Pengertian manajemen menurut Stoner & Wankel (1996:4), mengatakan bahwa manajemen adalah proses perencanaan pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya anggota organisasi dan penggunaan seluruh sumber daya organisasi lainnya dem tercapainya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Shafritz dan Russel (1997:20) manajemen adalah berkenaan dengan orang yang bertanggung jawab menjalankan suatu organisasi dan proses  menjalankan organisasi itu sendiri yaitu pemanfaatan sumber daya seperti orang dan mesin untuk mencapai tujuan organisasi. Donovan dan Jackson (1999:11-12) mendefinisikan manajemen adalah sebagai rangkaian keterampilan (skills) dan sebagai serangkaian tugas. Dengan menggunakan pendapat Boyatiz dan Keban, ketiga pengarang ini mengemukakan empat klaster kompetensi yang ada dalam manajemen adalah :
1.     Klaster manajemen tujuan dan aksi yang terdiri atas orientasi efesiensi, tindakan proaktif, kepedulian terhadap dampak, dan penggunaan diagnostik terhadap konsep-konsep.
2.      Klaster pengarahan terhadap bawahan yaitu penggunaan kekuasaan unilateral,  pengembangan yang lain dan spontanitas
3.     Klaster manajemen sumber daya manusia yaitu penggunaan dalam melakukan sosialisasi, mengelola kelompok, persepsi positif, objektivitas persepsi, penilaian diri yang akurat, pengendalian diri, stamina dan kemampuan menyesuaikan diri
4.    Klaster kepemimpinan yaitu mengembangkan percaya diri, konseptualisasi, pemikiran yang logis dan penggunaan presentasi lisan.
Henry Simamora (2001:3) mengatakan bahwa manajemen adalah proses pendayagunaan bahan baku dan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan.

2.1.2 Definisi Manajemen Publik
Pada dasarnya manajemen publik yaitu manajemen instansi pemerintah. Overman dalam Keban (2004:85) mengemukakan bahwa manajemen publik bukanlah “scientific management ”. Manajemen publik bukanlah “policy analysis” bukanlah juga administrasi publik, merefleksikan tekanan-tekanan antara orientasi “rational-instrumental” pada  satu pihak dan orientasi politik kebijakan dipihak lain. Berdasarkan pendapat Overman tersebut, OTT, Hyde dan Shafritz (1991: xi) mengemukakan bahwa manjemen publik dan kebijakan publik merupakan dua bidang administrasi publik yang tumpang tindih. Tapi untuk membedakan keduanya secara jelas maka dapat dikemukakan bahwa kebijakan publik merefleksikan sistem otak dan syaraf, sementara manajemen publik mempresentasikan sistem jantung dan sirkulasi dalam tubuh manusia. Dengan kata manajemen publik merupakan proses penggerak SDM dan non SDM sesuai perintah kebijakan publik.
J.Steven Ott, Albert C. Hyde  dan Jay M.Sharitz (1991)  berpendapat bahwa dalam tahun 1990an, manajemen publik mengalami masa transisi dengan beberapa isu terpenting yang akan sangat menantang, yaitu :
1. Privatisasi sebagai suatu alternatif bagi pemerintah dalam memberikan pelayan publik.
2. Rasionalitas dan akuntabilitas .
3. Perencanaan dan kontrol
4. Keuangan dan penganggaran
5. Produktivitas sumber daya manusia .
Isu-isu ini telah menantang sekolah atau perguruan tinggi yang mengajarkan manajemen publik atau administrasi publik untuk menghasilkan calon manajer publik profesional yang berkualitas tinggi, dan penataan sistem manajemen yang lebih baik.
Pengembangan manjemen publik dimasa mendatang, menurut “The National Commission Of Public Service ” di Amerika Serikat dilihat Ott, Hyde, dan  Shafritz (1991:428-419), perlu memperhatikan kebebasan hal, yaitu :
1.      Perlu mengidentifikasikan secara jelas peran dari pelayan publik dalam proses yang demokratis, sekaligus standar etika dan kinerja yang tinggi dari para pejabat kunci.
2.      Perlu fleksibelitas dalam menata organisasi, termasuk kebebasan memperkerjakan dan memecat pegawai yang harus diberikan kepada para petinggi kabinet dan pimpinan instansi.
3.      Pengangkatan atau penunjukan pejabat oleh presiden harus dikurangi dan lebih diberikan ruang pengembangan karier professional.
4.      Pemerintah harus melakukan investasi lebih besar dibanding pendidikan dan pelatihan eksekutif dan  manjemen.
2.2 PARADIGMA MANAJEMEN
Perkembangan manajemen publik paling tidak dipengaruhi oleh beberapa pandangan yaitu manjemen normatif, manajemen deskriptif, manajemen stratejik dan manajemen publik. Manajemen normatif menggambarkan apa yang sebaiknya dilakukan oleh seorang manajer dalam proses manajemen, sedangkan manajemen deskriptif menggambarkan apa yang kenyataannya dilakukan manajer ketika menjalankan tugasnya (Chung & Megginson  1981). Kedua pandangan ini tidak menentukan lokus yang pasti, karena itu manajemen yang dimaksudkan adalah manajemen umum. Manajemen stratejik menggambarkan suatu cara memimpin organisasi untuk mencapai misi, tujuan dan sasaran. Sedangkan pandangan manajemen publik menggambarkan apa yang sebaiknya dilakukan dan senyatanya pernah dilakukan oleh para manajer publik di instansi publik. Selanjutnya manajemen kinerja menggambarkan bagaimana merancang untuk meningkatkan kinerja organisasi.



2.2.1   Manajemen Normatif
Pendekatan manajemen normatif melihat manajemen sebagai suatu proses  penyelesaian tugas atau pencapaian tujuan. Efektivitas dari proses tersebut diukur dari apakah kegiatan-kegiatan organisasi direncanakan, diorganisir, dikordinasikan, dan dikontrol  secara efesien Stoner (1978), Rue & Byars (1981). Manajemen normatif sejak pembentukannya lebih bersifat “profid oriented” atau “business-oriented” dan karena itu dianggap tidak cocok dengan ideologi adminitrasi publik yang lebih berorientasi kepada “public service” aliran manajemen normatif mudah dikenal melalui rumusan fungsi-fungsi manajemen bisnis sebagaimana pernah ditiru oleh POSDCORDB. Beberapa fungsi yang bersifat universal, dirinci berikut :
a.      Planning: suatu proses pengambilan keputusan tentang apa tujuan yang harus dicapai pada kurun waktu tertentu dimasa mendatang dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Proses tersebut terdiri atas dua elemen (1) penetapan tujuan, dan (2) menentukan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Fungsi ini menghasilkan dan mengintegrasikan tujuan, strategi dan kebijakan.
b.      Organizing: suatu proses pembagian kerja (division of labor) yang disertai dengan pendelegasian wewenang. Organizing sangat bermanfaat dalam memberikan informasi tentang garis kewenangan agar setiap anggota dalam organisasi bisa mengetahui apa, kepada siapa dia memberi perintah dan dari siapa dia menerima perintah. Organizing juga diperlukan untuk memperbaiki efesiensi kerja dan bekerja bersama-sama akan memberikan output yang lebih besar daripada bekerja secara sendiri-sendiri. Disamping itu, organizing juga dapat memperbaiki komunikasi. Suatu struktur organisasi yang jelas dapat menggambarkan garis komunikasi antara anggota.
c.        Staffing: Suatu proses untuk memperoleh tenaga yang tepat, baik dalam jumlah maupun kualitas sesuai dengan kebutuhan pekerjaan dalam organisasi.
d.      Directing: Suatu tugas yang kontinu dalam pembuatan keputusan dan penyusunannya dalam aturan-aturan dan intruksi-intruksi khusus atau umum, dan melayani sebagai pemimpin organisasi.
e.       Coordinating: Suatu proses pengintegrasian kegiatan-kegiatan dan target atau tujuan dari berbagai unit kerja dari satu organisasi agar dapat mencapai tujuan secara efisien. Tanpa koordinasi, individu-individu dan bagian-bagian yang ada akan bekerja menuju arah yang berlainan degan irama atau kecepatan yang berbeda-beda. Demikian pula, tanpa koordinasi, masing-masing bekerja sesuai dengan kepentingan masing-masing dengan mengorbankan kepentingan organisasi secara keseluruhan.
f.        Reporting: yaitu kegiatan eksekutif menyampaikan informasi tentang apa yang sedang terjadi kepada atasannya, termasuk menjadi agar dirinya dan bawahannya tetap mengetahui informasi lewat laporan-laporan, penelitian dan inspeksi.
g.      Budgeting: yaitu semua kegiatan dalam bentuk perencanaan perhitungan dan pengendalian anggaran.
Harus diakui bahwa pikiran-pikiran manajemen normatif ini sering mempengaruhi pola dan dinamika manajemen baik di sektor swasta maupun  publik. Sementara itu, R.Miles (1975), mencoba meletakkan fungsi-fungsi manajemen normatif tersebut dalam tiga teori manajemen, yang pertama disebut sesuai dengan model tradisional, kedua yaitu human relations ,dan ketiga adalah human resources .Di dalam ketiga model ini fungsi-fungsi ini dijalankan secara dinamis, artinya fungsi planning, misalnya dijalankan pada model tradisional secara berbeda dengan di dalam model human  resources .
Model tradisional, manajer berasumsi bahwa pekerjaan itu tidak menyenangkan bagi manusia, upah lebih penting dari kerja itu sendiri, dan bahwa hanya sedikit sekali orang memiliki pengendalian dan pengarahan diri, maka jalan keluar yang dilakukan manajer adalah melakukan supervisi yang ketat, merumuskan berbagai cara dan prosedur kerja sesederhana mungkin, dan melaksanakan apa yang diintruksikannya kepada bawahan. Dengan demikian diharapkan agar bawahan akan butuh dan menghasilkan apa yang telah ditetapkan.
Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, seorang manajer sangat dipengaruhi oleh pola pikir manajemen tradisional atau klasik yang melihat manusia yang dpimpinnya adalah oleh orang yang tidak senang dengan, pekerjaan,  malas, bodoh, tidak suka bertanggung jawab, dan tidak mau mengendalikan diri, serta sesuatu mengutamakan uang. Karena itu bawahan seharusnya dipantau secara ketat , pekerjaannya harus dirumuskan secara sederhana dan jelas,  dan berusaha menterjemakan kegiatannya ke dalam prosedur-prosedur dan rutinitas yang rinci dan memaksa untuk mengikutinya dan mendorong bekerja dengan paksaan atau memanipulasinya dengan uang. Hal ini yan disebut sebagai tugas utama  manajer. Harapannya yaitu agar bawahan bekerja terus dan selalu berusaha memenuhi standar yang dituntut.
Prinsip seperti ini kemungkinan lebih cocok dimana kualitas para bawahan masih rendah dan memprihatinkan, dan  bawahan nampak sangat berorientasi kepada kebutuhan fisik dan rasa aman. Mereka masih bekerja dengan orientasi memenuhi kebutuhan pokok. Meskipun demikian, perlu diketahui bahwa pola manajemen yang menekankan prosedur yang standar dan rutinitas ini hanya untuk suasana yang stabil, tidak mudah berubah. Bila suasana yang stabil, tidak mudah berubah. Bila suasana tidak stabil maka pola ini justru tidak bermanfaat.
Dalam model human relations, seorang manajer berasumsi bahwa hanya ingin merasa berguna dan penting, dikenal sebagai seorang individu yang berarti, bahwa keinginan tersebut mungkin lebih penting daripada uang, maka jalan keluarnya yaitu memuji individu atau bawahan agar mereka merasa penting atau berguna, selalu mendengarkan keluhan dan saran bawahannya, dan membiarkan bawahan melakukan pengendalian dan pengarahan diri dalam hal-hal rutin. Dengan demikian, diharapkan agar bawahan menjadi termotivasi, dan bersedia bekerja sama secara sukarela.
Dalam pelaksanaan fungsi pengintegrasian variabel-variabel organisasi dengan variabel orang diatas, seorang manajer sangat dipengaruhi oleh pandangan human relations, suatu aliran yang lebih baru setelah manajemen klasik, yang memandang manusia sebagai makhluk yang selalu berupaya sebagai pihak yang berguna dan penting, ingin diterima, dikenali dalam kelompok atau organisasi, dan bahwa uang tidak lebih penting dari keinginannya diatas. Karena itu, tugas utama manajer adalah upaya menciptakan hubungan baik dan berusaha membuat bawahannya merasa penting, berusaha mendengar semua keluhannya, dan memberi ijin kepada mereka dalam batas-batas tertentu untuk melakukan kontrol diri dan pengarahan diri. Harapannya adalah bahwa kepuasan bawahan akan tercapai, semangat kerja meningkat dan kerjasama akan terus jalan.
Dalam model human resource seorang manajer berasumsi bahwa orang bisa jadi tertarik terhadap pekerjaaan yang menantang  (tidak selalu uang), memiliki kreativitas dan inisiatif serta tanggung jawab yang tinggi untuk mengarahkan pengendalian dan pengarahan dirinya, maka yang dilakukan oleh manajer tersebut adalah memanfaatkan sumber daya manusia yang ada pada bawahannya, memberikan peluang agar mereka berpartisipasi secara aktif. Karena itu diharapkan terjadinya tanggung jawab lebih tinggi dikalangan bawahan, sekaligus terjadi perbaikan efisiensi dan peningkatan kepuasan kerja.
Dalam paradigma ini, fungsi pengintegrasian variabel-variabel diatas didasarkan asumsi bahwa manusia tidak selamanya tidak senang bekerja, tidak selamanya bertanggung jawab, dan tidak selamanya tidak mampu mengarahkan atau mengendalikan dirinya. Manusia bisa memiliki kemampuan yang positif dan negatif, tergantung pada cara pembinaan, pengembangan, dan pemanfaatannya. Karena itu, tugas seorang manajer adalah mengembangkan kemampuan sumber daya manusia seoptimal mungkin, menciptakan suatu lingkungan tempat kerja yang menyenangkan dan akomodatif, bagi pengembangan kemampuan, dan mendorong mereka untuk berpartisipasi secara sepenuhnya dalam hal-hal yang bersifat penting atau starategi dan secara sepenuhnya dalam hal-hal yang bersifat penting atau strategi dan secara berkesinambungan memperluas kontrol dan kendali dari mereka. Harapannya yaitu bahwa pada waktunya setiap pegawai menjadi dewasa dalam arti mampu mengarahkan dan mengendalikan dirinya sehingga tercapai peningkatan secara efisiensi dan efektivitas, dan kepuasan kerja mereka juga bisa menjadi lebih maksimal.
Prinsip seperti ini sangat cocok untuk situasi dimana para bawahan telah dianggap “dewasa” dalam arti tingkat pendidikan lebih tinggi, pemahaman berorganisasi dan kesadaran akan berkinerja lebih mendalam. Penganut paradigma human resources, akan selalu memberikan kepercayaan kepada bawahan, dan membiarkan atau bahkan mengembangkan bawahan seoptimal mungkin. Ia bertindak wajar-wajar saja, jarang mengancam dan mendikte mereka. Ia selalu berusaha untuk mengajukan pertanyaan kepada bawahan dan memberikan mereka untuk menjawabnya. Ia lebih berfungsi sebagai “coach” dan “fasilitator” daripada seorang yang berlagak tahu segalanya. Hal lebih penting lagi yaitu mendorong bawahan untuk berpartisipasi aktif.
Dari ketiga model tersebut, kita dapat melihat variasi pola yang dianut seorang manajer. Pola yang dipilih tentu saja tergantung dari asumsi dasar yang dianut oleh seorang manajer tentang hakekat pegawai dalam organisasi, teknologi yang dimiliki, dan lingkungan serta situasi yang sedap dihadapi. Pola tersebut juga akan sangat mempengaruhi bentuk struktur  organisasi yang dipilih.
2.2.2.Manajemen Deskriptif
Pendekatan manajemen deskriptif dapat diamati dari karya H.Mintzbeng (1973). Mintzbeng memberikan fungsi-fungsi yang bisa dilakukan oleh seorang manajer ditempat kerjanya. Menurut Mintzbeng, fungsi manajemen yang benar-benar dijalankan terdiri atas kegiatan-kegiatan  personal, interaktif, administratif, dan teknis. Jenis kegiatan pertama adalah kegiatan personal , yaitu kegiatan yang dilakukan manajer untuk mengatur waktunya sendiri, berbicara dengan para broker, menghadiri pertandingan dan kegiatan-kegiatan lain yang memuaskan dirinya atau keluarganya. Dalam konteks organisasi, kegiatan-kegiatan ini mungkin dianggap tidak penting, tetapi sebagai manusia, seorang manajer pasti terlibat, bahkan  kandungan-kandungan menentukan keberhasilan kariernya. Seorang manajer yang berhasil biasanya mengatur kegiatan personal lebih sukses dalam memimpin organisasi.
Jenis kegiatan yang kedua adalah kegiatan interaktif, manajer biasanya menggunakan banyak waktu untuk melakukan interaksi dengan bawahan, atasan, customer, oraganisasi lain dan pemimpin-pemimpin masyarakat. Biasanya  dua pertiga waktu yang ada digunakan untuk kegiatan-kegiatan tersebut. Peranan yang diperankan oleh manajer dalam konteks tersebut  tediri dari interpersonal, informational, dan decision making. Dalam memainkan peranan interpersonal, seorang manajer bertindak sebagai “figurehead”, “leader”, dan “liasion”. Sebagai figurehed, seorang manajer berusaha mengikuti berbagai kegiatan ceremonial. Sebagai leader, seorang manajer berusaha memotivasi, membimbing dan mengembangkan bawahan. Seorang manajer berusaha mengadakan kontak dengan orang-orang diluar garis komandonya.
Dalam  memainkan peranan informational, seorang manajer bertindak sebagai monitor, disseminator dan spokerperson. Yang dimaksudkan dengan peranan sebagai monitor adalah usaha mencari dan menemukan informasi melalui media komunikasi tertulis dan lisan. Sebagai disseminator, seorang manajer melakukan penyebarluasan informasi kepada orang-orang diluar kelompok kerja atau organisasi. Dalam konteks decision making, seorang manajer biasanya berperan sebagai entrepeneur, disturbance handler, resoource allocator, dan negotiator. Sebagai entrepreneur, seorang manajer mencari kesempatan-kesempatan untuk mengembangkan usaha dan merencanakan kegiatan-kegiatan baru dalam meningkatkan hasil kerja. Sebagai disturbance handler, seorang resource allocator, seorang manajer  berusaha memutuskan sumber daya sumber daya apa yang harus di alokasikan untuk unit organisasi tertentu, dan berapa banyak yang harus dialokasikan. Sebagai negotiator, seorang manajer melakukan negosiasi atau perundingan para pekerja, para customer, supplier dan sebagainya.
Jenis kegiatan ketiga adalah administratif. Kegiatan ini mencakup surat menyurat, penyediaan dan pengaturan budget, monitoring kebijakan dan prosedur, penanganan masalah kepegawaian. Biasanya para manajer hanya menggunakan sebagian kecil saja dari waktu yang tersedia untuk kegiatan tersebut. Meskipun demikian, pengalaman menunjukkan bahwa banyak manajer yang mengeluh dengan kegiatan tersebut.
Jenis kegiatan keempat adalah teknis. Kegiatan ini merupakan kegiatan seorang manajer untuk memecahkan masalah-masalah teknis, melakukan supervisi terhadap pekerjaan teknis, dan bekerja dengan menggunakan peralatan-peralatan dan perlengkapan-perlengkapan.

2.2.3        Manajemen Stratejik
Pada dasarnya manajemen stratejIk merupakan perpaduan antara konsep “manajemen” dan “stratejik”. Manajemen dapat diartikan sebagai proses penggerakan orang dan bukan orang untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan statejik dapat diartikan sebagai kiat, cara dan  atau taktik yang dirancang secara sistemik dan menjalankan fungsi-fungsi manajemen dalam rangka mencapai tujuan organisasi secara efisien dan efektif.
Nawawi  (2003:248), merumuskan empat definisi manajemen sratejik yaitu: (1) Manajemen statejik adalah “proses atau rangkai kegiatan pengambilan keputusan yang bersifat mendasar dan menyeluruh disertai penetepan melaksanakannya, yang dibuat oleh manajemen puncak dan di implementasikan oleh seluruh jajaran di dalam suatu organisasi, untuk mencapai tujuannya.” (2) manajemen stratejik adalah “usaha manajerial menumbuh kembangkan kekuatan organisasi untuk mengeksploitasi peluang yang muncul guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan sesuai dengan misi yang di tentukan.” (3) Manajemen stratejik adalah arus keputusan dan tindakan yang mengarah pada pengembangan suatu strategi atau strategi-strategi yang efektif untuk membantu mencapai tujuan. (4 manajemen stratejik adalah perencanaan berskala jangjauan masa depan yang jauh (disebut visi), dan ditetapkan sebagai keputusan manajemen puncak (keputusan yang bersifat mendasar danprinsipil), agar memungkinkan organisasi berinteraksi secara efektif  (disebut Misi), dalam usaha menhasilkan sesuatu (perencanaan operasionaluntuk menghasilkan barang dan/atau jasa serta pelayanan) yang berkualitas, dengan diarahkan pada optimalisasi pencapaian tujuan (disebut tujuan strategic) dan berbagai sasaran (tujuan operasional) organisasi.
Visi
Visi adalah cita-cita akhir yang diharapkan akan tercapai dimasa depan yang jauh, atau pandangan jauh kedepan, kemana dan bagaimana suatu organisasi harus diarahkan dan berkarya agar tetap konsisten, eksis, antisipatif, inovatif, serta produktif. Vincent Gaspersz (2004:31), visi aalah gambaran konseptual tentang keinginan masa mendatang. Visi yang baik biasanya dipakai melalui kerjasama antara pimpinan dan semua tingkatan dari organisasi yang akan mnerapkan rencana-rencana stratejik untuk mencapai visi dari organisasi public.
Misi
Misi adalah sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan oleh suatu organisasi, sesuai visi yang ditetapkan, agar tujuan organisasi dapat terlaksana dan berhasil dengan baik. Kolter dalam Salusu (1996:121), mengatakan bahwa misi adalah pernyataan tentang tujuan organisasi yang diekspresikan dalam produk dan pelayanan yang dapat ditawarkan, kebutuhan yang dapat ditanggulangi kelompok masyarakat yang dilayani, nilai-nilai yang dapa diproleh, serta aspirasi dan cita-cita dimasa depan.
Tujuan (objekctives)
Tujuan adalah merupakan penjabaran/implementasi dari pernyataan misi.  Vincent Gaspersz  (2002:51), mengatakan bahwa tujuan-tujuan adalah merupakan target-target spesifik dan dapat diukur untuk mencapai sasaran-sasaran.
Sasaran (gools)
Sasaran adalah penjabaran dari tujuan secara terukur, yaitu sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan secara nyata oleh suatu organisasi yang akan dicapai  atau dihasilkan secara nyata oleh suatu organisasi dalam jangka tahunan, semesteran, triwulan atau bulanan.
Kebijakan
Kebijakan adalah merupakan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati pihak-pihak terkait dan diterapkan oleh yangberkewenangan untuk pihak-pihak terkait dan diterapkan oleh yang brkewenangan untuk dijadikan pedoman.
Program
Program adalah kumpulan kegiatan-kegiatan nyata, sistematis yang terpadu yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa organisasi pemerintah ataupun dalam rangka kerjasama dengan masyarakat, atau merupakan  partisipatif aktif masyarakat guna mencapai sasaran, tujuan yang telah dietapkan.
Kegiatan
Kegiatan adalah tindakan  nyata dalam jangka waktu tetentu yang dilakukan oleh organisasi dengan memanfaatkan sumber daya untuk mencapai sasaran dan ujuan tertentu sesuai dengan kebijakan dan program yang telah ditetapkan.
Dalam setiap organisasi keputusan stratejik dan rencana satejik selalu disiapkan kelompok manajemen stratejik. Salusu  (1996490), tugas utama dari kelompok manajemen stratejk yang lazim disebut manajemen puncak adalah merumuskan misi, tujuan dan sasaran orgasasi, keutusan-keputusan stratejik lainnya, rencana stratejik, mengevaluasi keputusan pelaksanaan stratejik atau mengevluasi implementasi stratejik.
Manajemen stratejik sebagai pembuat keputusan stratejik dapat mengundang konsultan atau pihak lain untuk memberi masukan dan informasi selama proses itu berlangsung. Tetapi dalam menyusun perencanaan kelompok, yang berarti CEO pada akhirnya harus memberikan persetujuan dan pengesahan.
Salah satu tugas lain manajemen stratejik adalah selalu mencari isu-isu sratejik. Isu-isu srtatejik menuut salusu adalah konflik diantara berbagai kekuatan atau konflik antara nilai-nilai yang dapat mempengaruhi kemampuan organisasi mencapai sasaran masa depan yang diinginkan.
Manajemen statejik bertugas mengendalikan suatu proses yang panjang, mengangkat dan menempatkan orang-orang yang akan terlibat dalam prose situ, menyepakati bagaimana analisi stratejik dilakukan dan apa yang diharapkan dari itu semua.
David dalam Salusu (1996:492), sebaliknya membatasi penggunaan perencanaan stratejik sambil menegaskan bahwa manajemen stratejik melalui tiga tahap tiga yaitu:
(1) Perumusan strategi,
(2) Implementasi strategi, dan
(3) Evaluasi strategi.
Beliau melihat manajemen stratejik sebagai seni dan ilmu dalam merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi  keputusan-keputusan lintas fungsional yang akan meningkatkan kemampuan organisasi mencapai sasaran.
Jadi konsep manajemen stratejik pada dasar berlaku umum, dalam artian bahwa manajemen stratejik dapat diimplementasikan kedalam bentuk organisasi baik instansi pemerintahan maupun swasta.

2.2.3.1 Manfaat Manajemen Stratejik
Dengan manajemen stratejik, organisasi dimungkinkan mengidentifikasi peluang-peluang dalam lingkungan eksternal dan sekaligus memanfaatkannya ancaman dari lingkungan dan dapat dihindari seminimal mungkin dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki organisasi. Dengan peluang dan kekuatan, organisasi dapat memperbaiki kelemahan-kelemahannya bahkan manajemen stratejik dapat memberi petunjuk bagaimana mengantisipasi perubahan awal dari lingkungan eksternal.
Dalam lingkungan organisasi, manajemen stratejik mampu menciptakan sinergis dan semangat korps yang penuh integritas sehingga dapat melicinkan jalan menuju sasaran organisasi itu diharapkan dapat meningkatkan produktivitas mereka. Dengan begitu organisasi akan mampu bertahan lama, bebas dari perasaan curiga antar-pegawai.
Nut & Backhhoff dalam salusu (996:496), menampilkan alasan mengapa perubahan stratejik itu diperlukan, sekaligus  memberi petunjuk tentang manfaat dari manajemen stratejik bagi organisasi publik dan non-profit tersebut (1) Suatu organisasi yang baru didirikan  atau yang sedang bertumbuh. (2) kebutuhan untuk mempertahankan stabilitas pembiayaan. (3) keinginan untuk mengenbangkan pelayanan. (4)perluasan peranan dan desakan pelanggan. (5) perubahan kepemimpinan. (6) tuntunan yuridis dalam perencanaan. (7) tuntunan dan integrasi. (8) koordinasi tindakan. (9) ancaman politik.
Yoo & Digman dalam salusu (1996:498), menyimpulkan manfaat dari penggunaan manajemen stratejik antara lain: (1) mampu memberikan petujuk bagaimana mengantisipasi masalah-masalah dan peluang dimasa mendatang. (2) memngkinkan para pegawai memahami tujuan dan sasaran organisasi secara jelas sehingga mereka mengetahui arah perjalanan organisasinya. (3) meningkatkan kepuasan dan motivasi pegawai. (4) menyediakan informasi kepada para pengambil keputusan epat pada wakunya (5) bisa menghemat biaya.

2.2.4        Manajemen Publik
Manajemen Publik merupakan suatu spesialis baru, tetapi akar dari pendekatan normatif, Woodrow Wilson sebagai penulis “the study of administration” ditahun 1887 dalam Shafritz & Hyde  (1997), merupakan vionernya.
Wilson meletakan empat rinsip-prinsip dasar bagi studi administrasi publik yang mewarnai manajemen publik sampai sekarang yaitu (1) pemerintah sebagai setting utama organisasi (2) fungsi eksekutif sebagai focus utama (3) pencarian prinsip-prinsip dan teknik manajemen yang lebih efektif sebagai kunci pengembangan kompetensi administrasi (4) metode perbandingan sebagai suatu metode studi pengembangan bidang administrasi public.
Pengembangan paradigma mengikuti perkembangan administrasi publik. Henry  (1995), seperti dikotomi administrasi-polotik paradigm pertama (1900-1926), prinsip-prinsip administrasi paradigm kedua (1927-1937) ilmu politik paradigm ketiga (1950-1970) administrasi sebagai ilmu paradigm keempat (1956-1970). Warna manajemen publik dapat dilihat pada masing-masing paradigma, misalnya dalam:
1. Pemerintah diajak mengembangkan sistem rekrutmen, ujian pegawai, klasifikasi jabatan, promosi, disiplin dan pension secara lebih baik . Manajemen sumber daya manusia dan barang/jasa harus diupayakan akuntabel agar tujuan Negara dapat tercapai.
2. Dikembangkan prinsip-prinsip manajemen yang diklaim prinsip-prinsip universal yang dikenal sebagai  POSDCORB (planning, organizing, staffing, directing, coordinating, reporting dan budgeting)
3. Karena fungsi-fungsi manajemen tidak perlu diajarkan secara normatif, atau tdak perlu lagi melihat fungsi-fungsi manajemen tersebut sebagai sesuatu yang universal.
4. Setelah tidak menyetujui kritikan para ahli ilmu politik, konsep manajemen terus dikembangkan seperti didirikannya  school of bussines dan administrasi public serta journal administrative science quarterly dicornell university Amerika seikat.
Pada dasarnya 1990an, berkembang model manajemen Publik Baru (The new Public Management) yang telah membawa inspirais baru bagi perkembangan manajemen publik diberbagai Negara. Di dalam manajemen publik baru pemerintah diajak untuk: (1) meniggalkan paradigma administrasi tradisional dan menggantikannya dengan perhatian kinerja atau hasil kerja (2) melepaskan diri dari birokrasi klasik dan membuat situasi dan kondisi organisasi, pegawai dan para pekerja lebih fleksibel (3) menetapkan tujuan dan target pengorganisasi dan personel lebih jelas, sehingga memungkinkan pengukuran hasil melalui indikator.

2.2.5        Manajemen Kinerja
Surya Dharma (2005:1), mengatakan bahwa manajemen kinerja suatu proses yang dirancang untuk meningkatkan kinerja organisasi, kelompok dan individu yang digerakan oleh para manajer. Pada dasarnya manajemen kinerja adalah suatu proses yang dilaksanakan secara sinergi antara manajer, individu dn kelompok terhadap suatu pekerjaan di dalam organisasi. Selanjutnya menurut Ruki (2004:7) merumuskan manajemen kinerja, adalah manajemen kinerja berkaitan dengan usaha kegiatan atau program yang diprakarsai dan dilaksanakan oleh pimpinan organisasi untuk merencanakan, mengarahkan dan mengendalikan prestasi pegawai. Selanjutnya Bacal dalam Surya Dharma (2005:18) mengatakan bahwa sebagai proses komunikasi yang berkesinambungan dan dilakukan dalam kemitraan antara pegawai dan atasanya. Proses ini meliputi kegiatan membangun harapan yang jelas serta pemahaman mengenai pekerjaan yang akan dilakukan.
Manajemen kinerja didasarkan kepada kesepakatan tentang sasaran, persyaratan pengetahuan, keahlian, kompetensi, rencana kerja dan pengembangan. Menurut Surya Dharma (2005:2), manajemen kinerja ditunjukan untuk meningkatakan aspek-aspek kinerja yang meliputi. (1) sasaran yang dicapai (2) kompetensi yang meliputi pengetahuan, keterampilan, sikap dan (3) efektivitas kerja. Sedangkan Noe (1999).
1.        Tujuan Stratejik, yaitu manajemen kinerja harus menghasilkan kegiatan pegawai dengan tujuan organisasi. Pelaksanaan organisasi terrsebut perlu mendefinisikan hasil yang akan dicapai, perilaku, karakteristik pegawai yang dibutuhkan untuk melaksanaka strategi, mengembangkan pengukuran dan sistem umpan balik terhadap kinerja pegawai.
2.        Tujuan Administratif, yaitu kebanyakan organisasi menggunakan informasi manajemen kinerja khususnya evaluasi kinerja untuk kepentingan keputusan administratif, seperti penggajian, promosi, pemberhentian pegawai dan lain-lain.
3.        Tujuan Pengembangan, yaitu manajemen kinerja bertujuan untuk mengembangkan kapasitas pegawai yang berhasil di bidang kerjanya. Pegawai yang tidak berkerja baik perlu mendapat pemebrdayaan melalui training, penempatan yang lebih cocok dan sebagainya.
Jadi, jika pegawai mengerti dan atau memahami apa yang diharapkan dari mereka, dan diberdayakan dalam penentuan tujuan yang akan dicapai maka mereka akan menunjukan kinerja untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
2.3     FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN
Dalam pendekatan manajemen klasik telah digunakan adanya fungi perencanaan, pengorganisasian, staffing, pengarahan, koordinasi pelaporan dan penyusunan anggaran (POSDCORB). Pendekatan ini melihat dimensi-dimensi tersebujt sebagai suatu yang normatif (berlaku diman-mana, dan merupakan satu-satunya cara yang terbaik). Allison (1997:385), melihat bahwa seorang manajer umum, baik yang berkerja di swasta maupun di pemerintahan, paling tidak menjalankan fungsi manajemn berikut :
1. Menciptakan tujuan dan prioritas,
2. Menyusun rencana operasional,
3.Melakukan pengorganisasian dan staffing,
4.Mengarahkan para pegawai dan sistem manajemen kepegawaian,
5.Mengendalikan kinerja,
6.Berusaha dengan unit-unit luar
7.Berurusan dengan organisasi independen, dan
8.Berurusan dengan masyarakat dan politik.
Sementara itu Donovan dan Jackson (1991:13), memberikan rincian subproses atau tugas manajemen yang terdiri dari atas lima.
Pertama,  tugas merencanakan;
1. Menciptakan kebijakan, tujan dan standar,
2. Mengembangkan aturan dan prosedur,
3. Mengembangkan rencana,
4. Melakukan ramalan,
5. Menganalisis lingkungan dan
6. mengevaluasi efektivitas proses perencanaan.

Kedua, tugas pengorganisasain yaitu;
1.Membagi tugas perkerjaan setiap orang,
2.Menciptakan stuktur yang sesuai secara fungsional dan sosial,
3.Mendengrkn ototritas,
4.Menciptakan garis otoritas dan komunikasi,
5.Koordinasi semua pekerjaan bawahan,
6.Mengevaluasi efektivitas proses pengorganisasian.

Ketiga, adalah tugas staffing yaitu;
1.Menentukan tipe yang harus dipekerjakan,
2.Merekrut orang yang berprospek baik,
3.Menseleksi pegawai
4.Melakukan training dan pengembangan staf,
5.Melakukan penilaian kinerja,
6.Melakukan evaluasi terhadap program staffing.

Tugas keempat yaitu leading, yang meliputi;
1,Mendorong orang untuk melakukan pekerjaan,
2.Menjaga dan memelihara semangat kerja,
3.Memotivasi para staf,
4.Menciptakan iklim organisasi yang kondusif,
5.Melakukan evaluasi terhadap kepemimpinan.

Dan tugas kelima adalah controlling, yaitu;
(a) menetapkan standar,
(b) menciptaka perubahan dalam mencapai tujuan,
(c) mngembangkan stuktur dan proses akuntabilitas, dan
(d) mengevaluasi kinerja.

Akan tetapi ini muncul upaya untuk melakukan penyempurnaan fungsi-fungsi manajemen di sektor publik. Dalam sektor organisasi publik atau instansi pemerintahan, pendekatan PAPHRIER nampaknya mulai mendapat perhatian karena melihat peranan manajer sebagai pihak. Yang melayani masyarakat publik (adanya pengelolaan hubungan dengan pihak luar), dan bukan lagi sebagai pihak yang berkerja dalam kantor semata (tidak pernah mendatangi, memahami dan mengartikulasikan, kepentingan masyarakat). Dalam kecenderungan terbaru sekarang dituntut agar aparat pemerintah lebih menekan “network” bak vertikal maupun horizontal. Network yang vartikal menekankan bagaimana hubungan dengan stuktur pemerintahan yang lebih tinggi dan diatur sedemikian rupa sehingga mendapatkan kepuasaan pada kedua belah pihak (atas dan bawah), sedang yang bersifat horizontal berkenaan dengan hubungan masyarakat. Yaitu bagaimana melayani dan berkerja dengan masyarakat. Yaitu bagaimana melayani dan berkeja sama dengan masyarakat, LSM, dan pihak-pihak swasta yang ada, agar mereak memperoleh kepuasaan yang mereka harapkan. Berikut ini akan dijelaskan fungsi-fungsi manajemen yang merupakan tanggung jawab para manajer publik.
2.3.1        Fungsi Manajemen Kebijakan
Dalam proses keijakan, seorang manajer secara aktif terlibat dalam penentuan program-program dan proyek-proyek yang diusulkan untuk ditangani dalam tahun anggaran tertentu. Ia juga haarus ikut aktif dalam membahas berbagai kesulitan dan kelemahan implementasi kebijakan tahun-tahun sebelumnya untuk dapat dijadikan pelajaran bagi penyusun program atau proyek pada tahun berikutnya. Terkadang, ia juga harus mengkoordinasikan usulan-usulan tersebut agar jangan sampai tumpang tindih saling meniadakan, atau melakukan tindakan ganda.
Untuk kebutuhan di atas, seorang manajer biasanya mendirikan suatu unit pengelolaan kebijakan yang lebih popular dikenal dengan unit perencanaan. Unit ini tidak hanya menyarankan apa rencana yang akan diimplementasikan di masa mendatang, tetapi juga bagaimana proses pengambilan keputusan terhadap suatu program atau proyek. Manajer publik harus mendorong agar kebijakan yang diusulkan dapat mengkoordinasikan nilai-nilai rasiolitas (aspek teknis) dan aspirasi berbagai kelompok kepentingan (aspek politis), sehingga usulan lain diterima.

2.3.2        Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM)
Stoner dkk (2003:68), mengatakan bahwa human resouce management (manajemen sumber daya manusia) adalah fungsi manajemen yang berhubungan dengan rekrutmen, penempatan, pelatihan dan pengembangan organisasi. Selanjutnya Keban (2004:100), mengatakan bahwa dalam manajemen SDM perlu diperhatikan jumlah, jenis kualitas, dan distribusi dan utilitasi SDM yang berkerja dalam organisasi. Jumlah, jenis dan kualitas sangat berkennan dengan tuntutan pekerjaan-pekerjaan yang ada. Distribusi SDM sangat tergantung pada beban kerja dari setiap unit kerja yang ada, sementara itu untilisasi sangat tergantung pada komitmen yang dimiliki.
Pengalaman menunjukan bahwa di instansi pemerintahan, jumlah dan jenis SDM masih sering dimanipulasi karena berbagai kepentingan. Kecenderungan mengangkat jumlah pegawai melebihi kebutuhan masih sering terjadi karena dianggap sebagai simbol kedudukan sebagai birokrat (gejala Parkinson) atau dilakukan karena moral dan nilai yang dianut birokrat masih kurang mendukung, atau juga belum berorientasi pada penigkatan kinerja.
Masalah penempatan dan distribusi pegawai juga cukup fenomenal. Fenomemna ini menunjukan bahwa pemegang jabatan tingkat yang lebih tinggi masih sering semena-mena melakukan kegiatan politik atau penggunaan sektor publik untuk kepentingan pribadi, golongan, atau partai tertentu. Para pegawai seringkali mengalami aleinasi sebagai akibat tindasan otoritas yang lebih tinggi, yang, kadang-kadang melanggar hak asasi mereka. Kritikan yang menggugat eksistansi hirarki pada berbagi literatur Thayer (1982), kiranya mengigatkan kita untuk kembali memanfaatkan hirarki demi menyukseskan tujuan organisasi, dan bukan untuk memenuhi kebutuhan pribadi, golongan dan partai tertentu, karena hirarki atau stuktur organisasi diciptakan untuk kepentingan berasama bukan untuk kepentingan segelintir orang.
Disamping itu, pemanfaatan SDM terasa masih kurang optimal. Cukup tenaga pegawai yang kecewa karena setelah kembali mengikuti pendidikan atau pelatihan, pengetahuan dan keterampilan mereka tidak dimanfaatkan malah dipindahkan ke tempat baru yang sama sekali tidak menuntut pengetahuan atau keterampilan mereka. Dampak dari itu semua sangat patal yaitu mereka tidak bisa berfungsi ditempat kerja yang baru sehingga organisasi yang bersangkutan sakan mengalmi proses kemandetan atau kemunduran.
Dalam menangani SDM ini biasanya seorang manajer membentuk suatu unit yang sering dikenal dengan bagian personalia, atau unit manajemen SDM. Seharusnya unit ini menjalankan tugas-tugas manajer dalam mengatur jumlah, jenis, kualitas, distribusi dan pemanfaatan SDM yang ada. Bukan semata mencatat rekor tentang SDM yang ada untuk diperiksa keabsahannya seperti yang terjadi selama ini. Unit ini seharusnya giat menganalisis SDM yang ada dan mengaitkan dengan kebutuhan organisasi dimasa mendatang. Untuk kemudian memberikan saran kepada manajernya. Karena itu, orang yang menduduki jabatan penting dalam unit tersebut perlu ditinjau kembali fungsinya. Setidaknya mereka mampu menggantikan visi dan misi organisasi dan kekuatan dan kelemahan SDM yang ada dalam organisasi, dan menyarankan perubahan yang lebih baik.
Disamping itu, pengelolaan SDM ini perlu juga diperhatikan pemberian motivasi yang tepat agar pegawai atau pekerja dapat melakukan pkerjaan dengan penuh semangat dan tanggung jawab. Pendekatan pemeberian motivasi ini perlu didasari bukan merupakan cara terbaik, karena kebutuhan pegawai sebagai manusia sangat kompleks. Karena itu, kepemimpinan yang baik merupakan kunci keberhasilan suatu organisasi.
Manajemen SDM, dimasa mendatang, hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip Civil Service yang dari hari ke hari semakin mendapatkan perhatian Coogburn, (2003:203-209), yaitu merekrut aparat yang quail fled untuk menangani pekerjaan-pekerjaan di sektor publik, memberikan balas jasa kepada mereka secara adil dan mengembangkan mereka, dan memberlakukan peraturan yang memungkinkan mereka untuk dapat mencapai tujuan keuntungan dan kerugian dari perspektif publik, manajerial dan legal. Atau mungkin dari perspektif manajerial atau politik sudah tidak bermasalah, tetapi dari sisi hukum yang menekankan aspek hak aparat dan keadilan masih menjadi masalah.
Agar dapat mengelola aspek SDM dengan baik, seorang manajer berfungsi sebagai leader yang handal.Untuk mempelajari aspek kepemimpinan tersebut barangkali karya Blake & Mouton (1978), dan Rensis Likert (1961), dapat menjadi referensi penting dimana menurut Blake & Mouton gaya manajemen team atau demokrasi adalah yang paling efektif, dan menurut Rensis Likel, sitem manajemen partisispasi adalah yang paling diandalkan.
2.3.3        Fungsi Manajemen Keuangan
Pengelolaan keungan merupakan tanggung jawab seorang manajer meskipun dalam kenyataan ditangani oleh unit keungan. Tugas manajer dalam bidang ini adalah bagaimana mencari dana, merencanakan dan mengalokasikannya sesuai dengan kebutuhanyang ada, memanfaatkan secara optimal, dan mengendalikan penggunaannya sesuai rencana. Dalam bidang ini, kenyataan menunjukan adanya ketakutan berlebihan terhadap pemeriksa eksternal. Hal ini disebabkan oleh adanya anutan paradigma manajemen keuangan yang lebih berorientasi kepada prinsip “legal-formal, artinya mengikuti aturan-aturan formal yang telah ditetapkan oleh badan-badan pemeriksa atau inspeksi keuangan pusat.
Dampaknya yaitu muncul kecenderungan untuk selalu mengutamakan laporan keuangan dalam rangka memenuhi tuntutan formal atau akuntabilitas eksternal, yang kemudian yang dapat memberi kesan bahwa bagian keuangan hanya berfungsi merencanakan, mengalokasikan dan mengendalikan keuangan hanya berfungsi merencanakan, mengalokasikan dan mengendalikan keuangan dalam bentuk laporan-laporan sesuai standar dan kebutuhan pemeriksa.
Dimasa mendatang perlu ada pembaharuan ke dalam yaitu menekankan akuntanbilitas internal. Unit ini harus mulai diberi kepercayaan dan keleluasaan untuk menilai pengalokasian dan pemanfaatan dana untuk kepentingan organisasi.
2.3.4        Fungsi Manajemen Informasi
Sudah lama informasi dan data dipandang sebelah mata oleh para birokrat disektor publik, padahal semua keputusan seorang manajer baik berkenaan dengan perencanaan, budgeting, pengambilan keputusan, pengembangan unit-unit organisasi, pengendalian dan koordinasi, sangat membutuhkan data dan informasi. Bahkan jumlah dan kualitas informasi pada saat sekarang ini merupakan “kekuatan” untuk bekerja sama dengan pihak-pihak luar termasuk pengusaha  pasar. Bila ingin memberikan yang terbaik kepada masyarakat, maka kita harus memiliki informasi tentang bagaimana data tentang pelayaran pada masa lampau, atau bagaimana pelayanan serupa diberikan oleh organisasi pelayanan lain.
Oleh karena itu, jeni, intensitas, kualitas dan penyajian, dan pemanfaatan data dan informasi harus menjadi pusat perhatian utama dalam unit yang seringkali dikenal dengan unit data atau pengolahan data. Perlu dibahas secara komprehensif pada permulaan tahun; siapa yang membutuhkan data apa, dalam bentuk atau format seperti apa, dan kapan dipersiapkan. Unsur “siapa” menunjukan unit-unit dari pimpinan unit mana yang membutuhkan, termasuk juga pihak luar yang barangkali ingin bekerja sama tau memberikan pertanyaan dalam rangka transparasi. Data “apa” menunjukan jenis-jenis dan variasi data yang dibutuhkan. Format data menunjukan sistem klasifikasi atau kategorisasi serta rekord yang diperlikan. Sedangkan dimensi waktu menunjukan kepada data atau informasi tersebut harus sudah siap untuk digunakan.
Perlu diatur juga dalam manajemen informasi ini yaitu suatu aspek yang berkenaan dengan SDMnya. Perlu juga diberi kejelasan  tentang sanksi bila terjadi pelanggaran etika dalam perekayasaan data, seperti yang terjadi pada masa lampau. Akuntabilitas para pegawai dibagi pengelolaan data sangat diragukan karena seringkali memberi data sesuai dengan pesanan khusus, misalnya untuk mendapat proyek atau mengikuti lomba dilakukan rekayasa data dan informasi.

2.3.5        Fungsi Manajemen Hubungan Luar
Hubungan luar selama ini nampak kurang diperhatikan. Hal ini disebabkan oleh kecenderungan sentralisasi yang berlebihan, yang telah membelokan kepentingan  masyarakat serta menjadi kepentingan birokrat pada pemerintahan yang lebih tinggi. Padahal, pemerintah derah yang diwujudkan dalam bentuk dinas-dinas bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat paling tidak dalam lingkungan kerjanya.
Tujuan mengelola hubungan tersebut adalah terbentuknya suatu network yang sangat dimana semua yang terlebih dapat merasakan kepuasan bersama. Apabila tugas ini dilaksanakan dengan baik, maka tugas manajer sangat efektif. Hal ini juga harus mengatur hubungan dengan pihak-pihak LSM dan swasta yang memberikan kemungkinan  untuk kerjasama dalam bidang-bidang tertentu. Karena itu, dalam manajemen hubungan luar ini, seorang manajer diharapkan merencanakan kegiatan kunjungannya ke daerah-daerah jurisdiksinya dan ke organisasian swata termasuk LSM untuk membaca berbagai kebutuhan lokal, dan mencoba mengolah dan mengartikulasikannya ke dalam usulan-usulan program, proyek, atau kegiatan-kegiatan.            

BAB III
PENUTUP
Simpulan
Manajemen menurut Stoner & Wankel (1996:4), mengatakan bahwa manajemen adalah proses perencanaan pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya anggota organisasi dan penggunaan seluruh sumber daya organisasi lainnya dem tercapainya tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Pada dasarnya manajemen publik yaitu manjemen instansi pemerintah.Menurut OTT, Hyde dan Shafritz (1991: xi) mengemukakan bahwa manjemen publik dan kebijakan publik merupakan dua bidang administrasi publik yang tumpang tindih. Tapi untuk membedakan keduanya secara jelas maka dapat dikemukakan bahwa kebijakan publik merefleksikan sistem otak dan syaraf, sementara manajemen publik mempresentasikan sistem jantung dan sirkulasi dalam tubuh manusia. Dengan kata manajemen publik merupakan proses penggerak SDM dan non SDM sesuai perintah kebijakan publik.
Perkembangan manajemen publik paling tidak dipengaruhi oleh beberapa pandangan yaitu manjemen normatif, manajemen deskriptif, manajemen stratejik dan manajemen publik. Manajemen normatif menggambarkan apa yang sebaiknya dilakukan oleh seorang manajer dalam proses manajemen, sedangkan manajemen deskriptif menggambarkan apa yang kenyataannya dilakukan manajer ketika menjalankan tugasnya (Chung & Megginson  1981).
     Seorang manajer umum, baik yang berkerja di swasta maupun di pemerintahan, paling tidak menjalankan fungsi manajemn berikut :
(1)     Menciptakan tujuan dan prioritas,
(2)     Menyusun rencana operasional,
(3)  Melakukan pengorganisasian dan staffing,
(4)  Mengarahkan para pegawai dan sistem manajemen kepegawaian,
(5)  Mengendalikan kinerja,
(6) Berusaha dengan unit-unit luar
DAFTAR PUSTAKA
Harbani Pasolong.Teori Administrasi Publik,2014.Bandung:ALFABETA, cv








Tidak ada komentar:

Posting Komentar