9.1 Potensi Dasar Insani
Manusia
diciptakan sebagai makhluk paling mulia diantara makhluk ciptaan Allah SWT
lainnya, karena manusia sudah dibekali berbagai macam potensi yang tidak
dimiliki oleh makhluk lain. Namun terkadang kita sebagai manusia tidak sadar
bahkan tidak tahu sama sekali apa potensi yang ada pada diri kita sehingga terkadang kita hidup
dengan kondisi seadanya, mudah putus asa dan tidak mempunyai impian besar.
Allah menciptakan manusia dalam keadaan fitrah dalam arti berpotensi, yaitu
kelengkapan yang diberikan pada saat dilahirkan ke dunia. Potensi itu harus
digunakan dengan baik dan cermat, jika tidak syaithan akan senantiasa
menjerumuskan kita kepada jalan yang sesat.
Adapun
potensi yang dimiliki manusia dapat dikelompokkan kepada dua hal, yaitu potensi
fisik dan potensi ruhaniah.
1. Potensi
fisik
Potensi
fisik yang dimiliki manusia adalah tubuh
manusia itu sendiri, sebagaimana firman Allah SWT dalam surah al-mu’minun
(23):12-14 yang artinya :
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari
suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air
mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu
Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging, kemudian Kami jadikan dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah pencipta yang paling baik”
1. Potensi
Ruhaniah
Selain
potensi fisik, manusia juga mempunyai potensi ruhaniah. Bedanya potensi
ruhaniah “tidak terlihat”. Tetapi potensi dapat dilihat jika dibantu oleh
potensi fisik. Potensi ruhaniah yang dimiliki manusia yaitu :
Ø Akal
Akal
berasal dari bahasa arab, yaitu dari kata jadian, (aqala/aqilu/aqlan), sedangkan secara etimologi berarti mengikat
atau menahan, mengerti dan membedakan.
Dari
pengertian ini kemudian dihubungkan bahwa akal adalah merupakan daya yang
terdapat dalam diri manusia yang dapat menahan atau mengikat dan membedakan. Dari
pengertian ini kemudian dihubungkan bahwa akal adalah merupakan daya yang
terdapat dalam diri manusia yang dapat menahan atau mengikat pemiliknya dari
perbuatan buruk dan jahat. Demikian pula dihubungkan bahwa akal adalah
merupakan salah satu unsur yang membedakan manusia dari makhluk lain (khususnya
binatang) karena akal itu dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk.
Meskipun
akal mempunyai kedudukan dan posisi yang sangat penting dalam sistem kejadian
manusia, namun islam tidak menganggap bahwa akal merupakan faktor utama yang
menjadikan manusia makhluk termulia dan terbaik. Karena bagaimanapun juga akal
tidak dapat dijadikan sebagai faktor penentu dan dilepskan bebas untuk
menetapkan kebenaran-kebenaran tanpa bimbingan dari unsur-unsur lain yang juga
telah dianugerahkan kepada manusia seperti rasa, keyakinan (iman) dan syari’at
(wahyu). Ini dibebaskan karena akal itu sendiri adalah bersifat nisbi atau
relatif. Seperti yang diakui oleh hampir semua ahli ilmu pengetahuan dan
falsafah.
Dengan
demikian penetapan-penetapannya tidaklah bersifat absolute dan daya jangkauannya sangat terbatas. Oleh sebab itu akal
harus senantiasa dibimbing oleh iman dan syariat (wahyu) agar tidak terjerumus
kedalam jurang kesesatan.
Ø Qolbu
atau (hati)
Qolbu
berasal dari kata qalaba yang berarti berubah, bertindak, atau berbalik dan
menurut ibnu syaidah (ibnu manzur:179) berarti hati.
Musa
asyari (1992) menyebutkan arti qalbu dengan dua pengertian, yang pertama
pengertian kasar atau fisik, yaitu segumpal daging yang berbentuk bulat
panjang, terletak di dada sebelah kiri, yang sering di sebut jantung. Sedangkan
arti yang kedua adalah pengertian yang halus yang bersifat ketuhanan dan
kerohanian yaitu hakikat manusia yang dapat menangkap segala pengertian,
berpengetahuan dan arif.
Rasulullah bersabda yang artinya:
“Qalbu itu ada empat macam: 1. Qalbu yang bersih,
didalamnya terdapat pelita yang bersinar cemerlang, itulah qalbu mu’min; 2,
qalbu yang hitam terbalik itulah qalbu orang kafir; 3, yang terbungkus dan
terikat pada bungkusnya itulah qalbu orang yang munafik; 4, qalbu yang
tercampur, didalamnya terdapat iman dan nifak.”
Qalbu
akan tetap bersih bila senantiasa dijaga dengan mengikuti tuntunan-Nya. Namun
qalbu juga menjadi hitam dan gterbalik jika ia mempertuhankan hawa nafsu,
mengingkari dan mendustakan kebenaran (al
haq). Hati yang seperti ini akan memandang bagus atas segala yang mereka
kerjakan, karena tertutup ilusi akibat godaan setan. Adapun qalbu simunafik
terikat pada bungkus jasadiah, merupakan qalbu yang terlalu mencintai dunia
(terikat pada sahwat jasmaniah); pandangan batinnya tertipu oleh nilai-nilai estet5ik fisik tanpa
melihat hakikatnya, maka ia bisa menjual agamanya demi kesenangan sesaat.
Qalbu
sebenarnya dapa berfungsi unrtuk mengendalikan keputusan-keputusan akal agar
berjalan diatas nilai-nilai moral seperti kebaikan dan keburukan. Karena yang
dapa menentukan tentang “baik” dan “buruk” justru adalah qalbu, yang biasa di
sebut rasa etik atau dhomir (kata hati).
Rasa
etik (kata hati) itu sesungguhnya tidak pernah berdusta, ia dapat memutuskan
sesuatu dengan tepat apakah itu baik atau buruk. Tetapi karna kekuatan akal
kadang-kadang terlalu kuat untuk dipengaruhi oleh suara hati (qalbu) maka akal
tidak mampu lagi mendengar bisikan dari qalbu itu. Apalagi jika qalbu tadi
tidak pernah dipertajan dengan latihan-latihannya sendiri, misalnya dengan
pendekatan-pendekatan kepada tuhan, melalui ibadah-ibadah, zikir-zikir dll.
Maka lama kelamaan qalbu itu tidak lagi berfungsi dan tidak mampu lagi
membisikan tentang kebaikan dan keburukan. Ia tidak mampu lagi melihat yang
baik sebagai kebaikan, dan yang buruk sebagai keburukan. Bahkan lebih parah
lagi jika qalbu itu sudah membeku sehingga apa yang baik dianggapnya buruk dan
sebaliknya yang buruk dianggapnya baik.
Ø Hubungan
akal dan hati (qalbu)
Mengenai
hubungan akal dengan qalbu, keduanya merupakan dua daya rohani manusia yaang
mengambil tempat berbeda dalam perwujudannya (cara kerjanya). Akal (daya pikir)
berpusat dikepala sedangkan qalbu (daya rasa) berpusat di dada. Tetapi antaraa
akal dan qalbu sesungguhnya terdapat kaitan yang sangat erat, karena keduanya
memang bersumber dari substansi yang sama. Bila mana akal dilepaskan bekerja
sendiri tanpa dikaitkan denga qalbu maka ia akan melaju dengan sangat cepat.
Hubungan akal denga hati ini akan mendorong manusia untuk berprilaku akhlak.
Hubungan ini juga dapat dipengaruhi oleh nafsu dan emosi.
Ø Nafsu
Adapun
nafsu dalam bahasa arab al-hawa dan dalam bahasa indonesia sering disebut hawa
nafsu yaitu suatu kekuatan yang mendorong manusia untuk mencapai keinginanny.
Dorongan-dorongan ini sering disebut dengan dorongan primitif, karena sifatnya
yang bebas tanpa mengenal baik yang buruk. Oleh karena itu nafsu sering disebut
sebagai doromgam kehendak bebas.
Dengan
nafsu manusia daat bergerak dinamis dari suatu keadaan ke keadaan lain.
Kecenderungan nafsu yang bebas tersebut jika tidak dikendalikan dapat
menyebabkan manusia memasuki kondisi yang membahayakan dirinya. Untuk
mengendalikan nafsu, manusia menggunakan akalnya sehingga dorongan dorongan
tersebut dapat menjadi kekuatan positif yang
menggerakan manusia kearah tujuan yang jelas dan baik. Agar manusia
dapat bergerak kearah yang baik maka agama berperan untuk menunjukan jalan yang
harus ditempuhya.
Ø Emosi
Emosi
berasal dari bahasa Prancis yaitu emotion
dan emouvoir “ kegembiraan”
dari bahasa Latin emovere, dari e-
(varian –eks) “luar” dan movere
“bergerak” kebanyakan ahli yakin bahwa emosi lebih cepat berlalu daripada
suasana hati. Emosi adalah perasaan intens yang yang diajukan kepada seseorang
atau sesuatu. Emosi adalah reaksi terhadap seseorang atau kejadian. Emosi dapat
ditujukan ketika senang mengenai sesuatu, sebagai contoh, bila seseorang
bersikap kasar, manusia akan merasa marah, kemarahan intens kemarahan tersebut
mungkin datang dan pergi dengan cukup
cepat tetapi ketika sedang dalam hati suasana yang buruk seseorang akan tidak
merasa enak untuk beberapa jam.
Ø Hubungan
Nafsu dan Emosi
Hubungan
antara nafsu dan emosi ini tidak akan mendorong manusia berperilaku akhlaq
teapi malah menuju kepada perbuatan syaitan.
Itulah
potensi-potensi yang dimiliki oleh manusia, potensi-potensi ini akan memberikan
kemampuan kepada manusia untuk memnentukan dan memilih jalan hidupnya sendiri.
Manusia diberikan kebebasan untuk menentukan takdirnya. Semua ini tergantung
bagaimana mereka memanfaatkan potensi yang melekat pada dirinya.
Potensi-potensi
tersebut saling menunjang dan melegkapi, dan memegang peranan penting dalam
menentukan kesuksesan seseorang dalam kehidupan, sebab dari situlah manusia
akan tahu kemana akan melangkah, apa yang diinginkan, dan apa yang harus
dilakukan. Potensi fisik hanya menunjang potensi tersebut agar lebih sempurna,
walau peranannya tidak bisa disepelekan.
Berbicara
tentang potensi manusia dalam mewujudkan akhlak terpuji atau akhlak tercela
sesungguhnya bertitik-tolak dari cara kerja akal pikiran manusia. Adapun
definisi esensial manusia sebagai makhluk yang berpikir yang tidak terdapat
pada makhluk-makhluk lainnya menjadi landasan logika yang paling mendasar.
Potensi
fundamental yang dimiliki manusia adalah akal sebagai alat untuk berpikir. Akan
tetapi, meskipun potensi terkuat yang dimiliki manusia adalah akal, kehidupan
manusia tidak selalu berjalan mulus. Manusia sering mengalami suatu peristiwa
yang berada di alam ketidaksadarannya. Bahkan, yang paling mengagetkan adalah
“seorang manusia membunuh anaknya, istrinya, orangtua kandungnya sendiri, dan
itu di lakukan dalam keadaan tidak sadar”.
Seorang
psikolog dan psikiater, Carl C. Jung, dengan teorinya Analytical Psychology berpendapat bahwa ketidaksadaran disebabkan
oleh hereditas dan warisan yang bersifat rasial. Menurut Jung, struktur otak
manusia bersifat tetap sehingga aspek ketidaksadaran berada pada collective unconscious yang terdiri atas
jejak memori yang diwariskan secara turun-temurun. Cara kerja otak manusia
tidak terlepas dari proses penurunan gejala-gejala kemanusiaan yang berlaku
sejak masa pramanusia yang sifatnya transpersonal yang akan menjadi dasar
kepribadian manusia, selanjutnya secara berkesinambungan.
Dengan
pendapat Jung tersebut di atas, apakah mungkin sifat-sifat kemanusiaan itu
berlaku secara genetik dan diwariskan? Menurut Jung, primordial images adalah archetype yang di bentuk oleh pengalaman
tradisional secara berkesinambungan dan turun-temurun. Artinya, sifat-sifat
dasar berawal dari nenek moyang pertama manusia dan yang paling menonjol adalah
diturunkan dari kedua orangtua kandungnya.
Dengan
demikian, awal pikiran bekerja mengikuti pola warisan yang merupakan totalitas
semua peristiwa kejiwaan. Manusia berbuat dalam
keadaan sadar maupun tidak sadar dituntun oleh pola pikir dan
unsur-unsur yang dijiwainya. Dalam kesadarannya, jiwa beradaptasi dengan semua
factor eksternal, sedangkan dalam kondisi tidak sadar, jiwa bergulat dengan
dirinya sendiri sebagai pusat energi kesadaran manusia. Manusia dengan potensi
akalnya dapat berada dalam kesadaran penuh ketika ia memiliki kemampuan
berinteraksi denagn dunia luar. Akan tetapi, jika manusia kurang cerdas dalam
bersosialisasi, yang cenderung muncul adalah ketidaksadaran karena kegalauan
berasal dari pertikaian batinnya sendiri.
Dalam
berakhlak, manusia memiliki penggerak utama bagi kesadarannya, yaitu kesadaran
yang membangkitkan seluruh pusat potensial kreativitas manusia. Pembentukan
akhlak manusia dalam kesadarannya di topang oleh potensial akal atau rasio yang
menggerakkan eleksitas perbuatan baik atau buruk. Kemudian, manusia pun
memiliki potens rasa yang diraihnya melalui indra visual dan kekuatan emosi
dalam jiwanya sehingga mengembangkan kemampuan intuisinya untuk mengadopsi sesuatu
yang dinilainya baik dan memberi manfaat. Selain itu, potensi emosi manusia
melalui konsep nafsu jiwa, manusia dalam memberdayakan kemampuannya untuk
bertahan hidup dengan cara mengamankan diri dan bertindak preventif terhadap
segala sesuatu yang dinilainya membahayakan kehidupan dan keberlangsungan
jiwanya.
Manusia
dengan modal tiga potensi, yaitu akal, hati dan perpaduan di antara keduanya,
memadukan fungsi superioritas hidupnya untuk terus memerdekakan kehendaknya.
Indicator yang paling signifikandalam kaitannya dengan pertahanan hidup manusia
adalah kemampuan adaptabilitas yang kuat dan dominan. Sikap penonjolan jiwa
manusia didorong kuat oleh fungsi superioritasnya, sehingga setiap manusia
memiliki tipologi tertentu dari cara berpikir, merasa, mencermati dengan
pancaindra dan kekuatan intuisinya. Dengan kemampuan itulah, akhlak manusia
bergerak secara dinamis karena adanya fungsi superior yang memperkuat kesadarannya dan mempertahankan kekuatan
intuisinya meskipun berada di antara keduanya, yaitu kesadaran dan
ketidaksadaran.
Manusia
terus mempertahankan hidupnya dari generasi ke generasi. Kemusnahannya tidak
akan pernah terjadi, yang ada hanyalah perubahan pola hidup manusia dengan
menyesuaikan diri pada situasi dan kondisi yang terus berubah. Hal itu dapat
terus berlangsung karena keberanian manusia ditopang oleh potensi akal dan hati
yang mengembangkan superioritas kehidupannya, sekaligus mengalahkan
imperioritas dirinya. Manusia degan akhlaknya akan terus mendahulukan
kepentingan dirinya sendiri untuk menciptakan ketidakstabilan kehidupan
sosialnya. Sebaliknya, stabilitas social akan menguatkan kedudukan dirinya demi
pengakuan eksistensinya secara truktural maupun kultural. Keseimbangan fungsi
rasio dan hati, fungsi indra dan intuisi dapat melahirkan manusia yang memiliki
tingkat kesadaran yang optimal, mandiri, dan utuh secara jasmani maupun
rohaninya.
Dengan
pemahaman di atas, akal dan hati adalah perpaduan potensi manusia yang paling
menentukan masa depan kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai
masyarakat yang kompleks. Nah, mengapa manusia berakhlak baik atau berakhlak
buruk, sedangkan manusia berakal dan berhati? Itulah pertanyaan yang muncul.
Akal
dan hati terus berlabuh dengan keadaan internal jiwanya dan eksternal
lingkungan social yang sangat luas, kompleks, krusial. Progresif, dan mungkin
juga fatamorgana. Manusia, secara normatif, mengalami masa-masa pancaroba
dengan mempertimbangkan suara hati dan pengaruh lingkungan eksternal yang lebih
rumit.
Oleh
sebab itu, kesadaran utama manusia bukan dibentuk oleh jiwanya sendiri,
melainkan oleh lingkungan di sekitarnya. Sementara, akal dan hati pun
berkembang oleh pengaruh tersebut. Pola kerja akal dan hati di bentuk secara
hereditas, sebagaimana Adam menginginkan naknya Qabil dan Habil tidak
berseteru, tetapi yang terjadi sebaliknya, kedua saudara kandung itu justru
saling membunuh karena pengaruh luar yang membangkitkan jiwa hewannya. Oleh
karena itulah, manusia dapat bertingkah laku baik dan buruk. Akan tetapi, baik
dan buruk ditentukan oleh pola pikir dan pandangan kejiwaannya. Artinya, bisa
jadi yang baik bagi seseorang adalah buruk bagi orang lain dan yang buruk bagi
seseorang adalah baik bagi orang lain. Perbedaan penafsiran tentang baik dan
buruk dipengaruhi oleh keadaan lingkungan yang kompleks tempat tinggal
seseorng. Dengan kata lain, bergantung pada kebudayaan normatifnya. Orang-orang
Dayak bertelanjang bulat karena tidak berbudaya, tetapi itulah kebudayaannya,
sebab orang-orang yang berpakaian rapi dengan kasualitas yang sempurna
diciptakan oleh kebudayaan yang terus berubah serta lingkungan social yang
berbeda.
Perbuatan
baik dan buruk pun dinilai dari sudut pandang yang berbeda, misalnya agama
memandang baik atau buruk dengan ukuran normatif yang terdapat dalam
ajaran-ajarannya, dalam kitab sucinya atau dalam nasihat-nasihat para pemimpin
agama. Islam mengukur baik dan buruk dengan ukuran yang ditetapkan oleh Allah
SWT. Dan Rasulullah SAW. Yang tertuang dalam al quran dan as sunnah. Agama
Yahudi mengukurnya dengan kitab Taurat, Nasrani dengan Injil, Kristen dengan
Perjanjian Baru, dan agama lainnya pun memiliki kitab suci yang diyakini
sebagai ukuran utama perbuatan baik dan buruk.
Dengan
adanya ukuran normatif dalam ajaran-ajaran agama itulah, potensi akal dan hati
manusia dipengaruhi sekaligus dibentuk sedemikian rupa, kemudian ditradisikan
ke dalam kehidupan individu, kelompok masyarakat, dan komunitas yang lebih
luas. Pembentukan akhlak ditunjang sepenuhnya oleh penerimaan akal dan hati
terhadap ajaran-ajaran agama, dan itu terus berjalan secara tradisional dan
turun-temurun.
Dengan
pengaruh ajaran agama, manusia menyikapi kesadarannya yang terdapat dalam
pikiran dan jiwanya, serta menyikapi ketidaksadaran dalam pengindraan dan
intuisinya, sehingga muncul berbagai tipe kepribadian manusia yang merupakan
karakter dirinya sendiri yang berada di dalam keaslian jiwanya atau sebagai
produk adaptasi yang diperankan dalam kehidupan sosialnya. Sebagai bentuk
kepribadian itu, misalnya dalam agama Islam diperkenalkan berbagai indicator
akhlak yang baik dan buruk, dan manusia tinggal memilihnya dengan segala risiko
yang akan dihadapinya. Dalam kehidupan social, terdapat orang-orang yang saleh,
dermawan, sabar, pemarah dan pendendam, penghasut, jahil, zalim, sesat,
sombong, licik, amanah, dengki, pemaaf, dan sifat-sifat lain yang merupakan
cermin akhlak baik dan akhlak buruk.
Akhlak
manusia yang visual salah satunya merupakan produk dari cara manusia menyikapi
dunia luar. Akhlak manusia dengan kepribadiannya akan dipengaruhi dan dibentuk
oleh pengaruh lingkungannya. Contoh, akhlak masyarakat yang bertempat tingggal
di perkotaan berbeda dengan masyarakat yang tinggal di pedesaan. Akhlak petani
berbeda engan pedagang, akhlak pegawai pabrik berbeda dengan pegawai kantoran,
akhlak pejabat tinggi berbeda dengan akhlak pejabat bawahan, akhlak murid
berbeda dengan akhlak guru, akhlak orang Baduy Dalam berbeda dengan orang Baduy
Luar, akhlak politisi berbeda dengan akhlak ekonom, akhlak kyai berbeda dengan
akhlak priyai, akhlak abangan berbeda dengan santri, dan seterusnya.
Dalam
ajaran Islam, yang terpenting adalah akhlak yang seimbang, yaitu seimbang
antara kehidupan duniawi dan ukhrawi dan seimbang dalam menerima hak dan
melakanakan kewajiban. Keseimbangan disebut dengan adil. Keseimbangan hanya
akan diperoleh apabila sikap manusia tidak cenderung ke dalam maupun keluar,
melainkan berada pada garis keseimbangan, seperti akal dengan hati. Berpikir
memakai hati, merasakan memakai akal. Jika keseimbangan tidak diperhatikan,
kehidupan manusia akan berada pada pola hidup dan sikap yang statis.
Keseimbangan atau keadilan sering disebut dengan al-mizan.
Akhlak
semacam bentuk penampilan lahiriah individu yang menjadi media manusia dalam
konteks batiniah dan lahiriah. Dunia luar berbentuk perilaku konkret yang
merupakan citra dunia dalam. Hati dan pikiran, pikiran dan perbuatan seharusnya
memiliki hubungan integral yang seimbang. Sebagaimana dalam ajaran Islam,
akhlak manusia adalah perpaduan antara jasmaniah dan lahiriah. Jika manusia
beriman, manusia harus bertakwa. Jika manusia meyakini bahwa Allah SWT itu Esa,
ajaran-ajaran Allah SWT. dan Rasulullah SAW. Sebagai sumber pijakan dalam
beramal, manusia yang beriman harus mengamalkan syariat Allah SWT. dan
Rasul-Nya dengan cara melaksanakan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan
larangan-larangan-Nya.
Apakah
terdapat gejala dalam diri manusia yang menyebabkan ia berakhlak buruk? Secara
psikologis, ada yang berpandangan bahwa ketidaksadaran yang dialami manusia
dapat bersifat individual maupun social. Ketidaksadaran pribadi dapat dibentuk
oleh tidak adanya sinergitas antara akal dan hati. Bisa pula karena pernah
mengalami sesuatu yang menyakitkan yang sukar dilupakan. Adapun ketidaksadaran
kolektif diturunkan secara hereditas, artinya keterjebakan manusia dalam
pola-pola tingkah laku yang telah dibentuk oleh system social yang berlaku
secara tradisional.
Dalam
konsepsi qurani, perbuatan yang muncul karena ketidaksadaran dapat berupa
akhlak manusia yang diciptakan oleh kebodohannya sendiri atau ketidaktahuan terhadap
hukum perbuatanyang dimaksudkan. Oleh sebab itu, Islam mewajibkan kepada
seluruh umatnya untuk menuntut ilmu dan bertanya apabila tidak mengetahui ilmu
tentang sesuatu. Rasulullah SAW. Menetapkan bahwa menuntut ilmu itu hukumnya
wajib dan dilakukan sejak bayi hingga masuk ke liang lahat. Bahkan, terdapat
keterangan yang memerintah umat Islam menuntut ilmu meskipun sampai ke negeri
Cina.
Sesungguhnya,
akhlak umat Islam aakan selalu berada dalam kesadarannya yang maksimal jika ia
merenungi perintah Allah SWT. dan Rasulullah SAW. tentang wajibnya menuntut
ilmu, sehingga menjadi sangat logis ketika Rasulullah SAW. menarik ketetapan
wajibnya perbuatan manusia apabila manusia dalam keadaan tidak sadar atau
akalnya belum dewasa, yaitu anak kecil yang belum baligh, orang gila, dan orang
yang sedang tidur.
Ada
pula akhlak yang merupakan gejala norma dari kejiwaan manusia, yaitu keadaan
ketidaksadaran dan kesadaran manusia sering menghadapi tantangan dari luapan
emosi yang tidak terkendali sehingga melahirkan kompleksitas kejiwaan dan
ketidakseimbangan kesadaran. Hal itulah yang melahirkan konflik batin dan
merusak struktur kesadaran yang utama dari fungsi superioritas maupun
inferioritas kesadaran yang diaktualisasikan ke dalam bentuk lahiriah atau
tingkah laku. Keadaan ini dapat disebut sebagai gejala psikis manusia yang
sebenarnya normal, misalnya lupa.
Dalam
ajaran Islam, perbuatan yang disebabkan oleh ketidaksengajaan atau karena lupa
merupakan salah satu jenis perbuatan yang tidak memiliki unsur hokum. Norma
yang diberlakukan untuk orang yang berbuat karena tidak sengaja atau karena
lupa adalah memaafkannya. Misalnya, ketika sedang melaksanakan puasa, seseorang
bangun tidur siang lalu ke dapur dan minum, padahal ia sedang berpuasa.
Tiba-tiba, ia ingat bahwa hari itu sedang berpuasa maka minumnya tidak
membatalkan puasa karena ia lupa, dan lupa telah menggugurkan sanksi hokum bagi
yang berpuasa meskipun pada siang hari minum segelas air.
Demikian
pula, dengan kasus lainnya, berkaitan dengan orang yang gila dan anak kecil
yang belum baligh. Dua jenis orang tersebut tidak memiliki aktivitas hokum
dalam perbuatannya, sehingga memerlukan wal bagi keduanya. Anak kecil yang
menerima harta waris pun harus diurus oleh walinya. Demikian pula, orang gila,
semua keperluan hidupnya harus diurus keluarganya yang menjadi walinya, agar
perbuatannya tidak mengakibatkan kerugian bagi dirinya dan orang lain.
Dalam
ajaran Islam, selain orang-orang di atas, terdapat pula perbuatan yang berada
di luar kesadaran, yaitu orang yang sedang tidur. Factor ketidaksadaran yang
ada dalam mimpi merupakan kesadaran lahiriah dari sesuatu yang tidak sempat
direspons oleh kesadaran fisikal manusia ketika sedang bangun. Dengan demikian,
orang yang tidur tidak sadar bahwa ia buang angina, bericara sendiri atau
mengorok, dan sebagainya. Karena keadaan itu Rasulullah SAW. memberikan dua
pilihan ketika orang yang telah berwudhu kemudian tertidur, ia boleh langsung
melaksanakan shalat tanpa berwudhu lagi, meskipun ia telah buang angina. Hal itu
berada di luar kesadarannya, dan ulama ushul fiqih menetapkan dengan kaidah al ‘ashl baqaan makana ala al makana, artinya yang pokok berlaku tetap pada
tempatnya, atau ia berwudhu lagi dengan alas an kehati-hatiannya untuk
melaksanakan halat sebab secara sadar atau tidak sadar buang angina itu
membatalkan wudhu. Jadi, asal dari buang angin membatalkan wudhu, meskipun ia
sedang tidur.
Akhlak
manusia pun dibentuk oleh karakteristik yang berbeda-beda, termasuk kesadaran
mentalitasnya, yang disebabkan oleh aktivitas kejiwaan masing-masing sebagai
tipologi yang mengisi unsur-unsur psikisnya. Dengan demikian, cara pandang
individu dan cara memersepsi terhadap dunia luar dan dirinya sendiri tidak
sama. Akhlak atau tindakan manusia didorong oleh tujuan hidupnya masing-masing.
Tujauan-tujuan
yang akan ditempuh berkautan dengan idealism individu atau masyarakat. Oleh
karena itu, akhlak baik atau buruk sebenarnya bukan tujuan, melainkan produk
dari tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Misalnya, seseorang memiliki
tujuan mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, akhlak yang dipertontonkan
adalah akhlak yang selalu dihubungkan denagn unsur-unsur duniawi dan ukhrawi,
misalnya melaksanakan shalat berjamaah. Dalam shalat berjamaah, unsur
duniawinya sangat banyak, yaitu saling berinteraksi, mengunjungi masjid-masjid
yang dibangun oleh masyarakat Islam, dan menemukan makna kepemimpinan dalam
shalat. Adapun unsur ukhrawinya adalah menggapai pahala 27 derajat, mencapai
surga, dan menghapuskan dosa-dosa kecil.
Setiap
manusia dengan bermacam-macam tindakannya didorong oleh tujuan tertentu. Orang
yang belajar bertjuan untuk menjadi orang yang mengerti, pintar, dan
berpengetahuan. Orang bekerja keras bertujuan memperoleh sejumlah uang,
menafkahi keluarganya, dan membeli sesuatu. Bahkan, penganut prinsip “Harakiri” di kalangan Samurai di
Jepang, melakukan bunuh diri memiliki tujuan, yaitu demi tegaknya keadilan,
mempertahankan martabat dan harga diri, serta hidup bertanggung jawab dalam
menanggung seluruh kekalahan dan kelemahannya.
Akhlak
yang dipertontonkan oleh manusia berakar dari karakteristik individu dengan
berbagai kecenderungan kehidupannya sehari-harinya, masalah peretemanannya,
kecerdasan dalam menyelesaikan masalah, prinsip-prinsip kehidupannya,
kebutuhannya, cita-cita, hobi, kebiasaan, dan motif-motif yang tertuang dalam
jiwanya. Secara substantif, ajaran Islam membagi dua macam motif manusia
berakhlak, yaitu perbuatan yang didasarkan pada keikhlasan, yaitu akhlak
panggilan jiwa, tanpa pamrih, dan hanya Allah SWT. yang menjadi tujuan
utamanya. Perbuatan yang karena adanya tujaun di luar fitrah fundamental,
misalnya riak, tterpaksa, dan spontanitas. Jadi, akhlak ada yang ikhlas dan ada
yang riak. Keduanya secara praktis bentuknya bias sama, hanya saja nilainya di
mata Allah SWT. berbeda.
Watak
semacam karakter pribadi individu yang sangat kuat dan sukar untuk diubah,
kecuali melalui proses edukasi yang berkesinambungan dan intensif. Lalu,
bagaimana sesungguhnya watak yang telah menjadi karakter dapat terus bersarang
dalam diri manusia? Watak yang terus menguat dalam jiwa manusia menjadi standar
normative dalam berakhlak. Artinya, tingkah laku seseorang didorong oleh
standar normative yang dianutnya, kemudian berubah menjadi kepribadian
seseorang. Naluri bertindak seseorang dipengaruhi secara kuat oleh tipe-tipe
kepribadiannya.
Sedangkan
Kepribadian adalah terjemah dari bahasa inggris “personality” yang pada mulanya berasal dari bahasa latin “per” dan “sonare”, yang kemudian berkembang menjadi kata ”persona” yang berarti topeng. Pada
jaman Romawi kuno, seorang aktor drama menggunakan topeng itu untuk
menyembunyikan identitas dirinya agar memungkinkanya bisa menerangkan karakter
tertentusesuai dengan tuntutan skenario permainan dalam sebuah drama (A.Q. Sartain, Psychology, 1[967, halaman
34).
Kepribadian
adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psikifisik, yang
menentukan caranya yang khas (unik) dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. (G.W. Allport, Personality
: A Psychological Interpretation, 1973, hlm. 48)
Untuk
mengembangkan kepribadian Abraham Maslow menyebutkan bahwa seseorang dapat
mengaktualisasikan dirinya. Manusia Yang mempunyai kepribadian seimbang dan
produktif dicirikan dengan sejumlah Karakter pembentuk simbol proses realisasi
potensi yang terpendam dan bersifat fitrah dalam diri. Maslow berpendapat,
seseorang tidak dapat mengaktualisakikan diri sebelum ia mempunyai sarana yang
cukup untuk memberikepuasan terhadap tuntutan-tuntutan yang esensial seperti
pemuasan terhadap tntutan fisiologis, rasa aman, afiliasi, pengakuan, dan
penghargaan. Jika tuntutan-tuntutan ini terpenuhi, orang tersebut dapat
mengarahkan potensi aktualisasi diri berupa produksi keilmuan, kerja seni, atau
kerja terorganisir.
Pribadi
yang dapat mengaktualisasikan diri, sebagaimana dideskripsikan Maslow,
dapatdioperasionalkan sebagai berikut :
Ø Dapat
mengendalikan dirinya, orang lain, dan lingkungan sekitar
Ø Berpandangan
realistik
Ø Banyak
bersikap pasrah
Ø Beriorentasi
pada problem-problem ekternal, bukan pada dirinya.
Ø Mengapreasi
kebebasan dan kebutuhan akan spesialisasi
Ø Berkepribadian
independen dan bebas dari pengaruh orang lain.
Ø Mengapreasi
segala sesuatu secara progresif, tidak terjebak pada pola-pola baku
Ø Integratif
dan akomodatif terhadap semua kalangan
Ø Hubungan
dengan orang lain sangat kuatdan mendalam bukan sekedar formalitas
Ø Arah
dan norma demokratisnya diliputi oleh sikap toleran dan sensitivitasnya
Ø Tidak
mencampur adukan antara sarana dan tujuan
Ø Gemarmencipta,
berkreasi, dan menemukan penemuan-penemuan dalam skala besar.
Ø Menentang
ketaatan dan kepatuhan buta terhadap budaya
Ø Berjiwa
riang secara filosofis, tidak bermusuhan
1. Kepribadian
yang kuat
Jika
seorang individu mau dikatakan memiliki kepribadian yang bagus, ia harus menampilkan
tindakan-tindakan yang bagus sebagai manifestasi dari sifat-sifat (traits)
kepribadiannya yang positif. Sebaliknya, prilaku dan perbuatan individuv yang
buruk pula. Ciri-ciri kepribadian yang buruk menunjukan struktur epribadian
yang buruk, alias tidak kokoh.
Ciri-ciri
khusus dari tingkah laku individu disebut sifat-sifat kepribadian ( personality traits) suatu sifat
kepribadian didefinisikan sebagai suatu kualitastingkah laku seseorang yang
telah menjadi karakteristik atau sifat yang khas (unik) dalam seluruh kegiatan
individu dan sifat tersebut bersifat menetap (Robert M. Liebert dan Michael D.
Spiegler, 1974: 15)
Dalam
perspektif psikologi dijelaskan bahwa kepribadian manusia pada garis besarnya
ada yang positif dan juga negatif, maka sifat-sifat kepribadian yang merupakan
sumber penyebab, ada yang bersifat positif dan ada pula yang negatif. Adapun
yang termasuk kedalam sifat-sifat utama kepribadian positif, antara lain :
Ø Adventurous,
yakni sifat berani karena benar. Sifat ini muncul dari dalam diri seseorang
karena rasa percaya diri seseorang karena rasa percaya diri, dan terlatih
menghadapi perjuangan membela kebenaran. Orang yang bersangkuta umumnya
memiliki komitmen yang kuat ingin menegakan kebenaran : watak demi kebenaran
inilah yang membuatnya tampil dan berani, sehingga maju sebagai pemberani
Ø Energetik,
yakni bersemangat tinggi. Individu yang memiliki sifat ini biasanya cenderung
berapi-api dan lazimnya senang tampil sebagai penggerak, menggerakan orang
lain. Sifat bersemangat sangat diperlukan untuk perjuanagn mencapai
keberhasilan disegala bidang dan lini kehidupan.
Ø Conscientious,
yakni sifat jiwa yang mendorong untuk jujur dalam bertindak sesuai dengan kata
hati, alias mengikuti kata hati. Lazimnya individu yang mempunyai sifat seperti
ini tidak berbelit-beliyt, tetapi mudah apa adanya. Tutur kata dan
tindakan-tindakannya stabil dan jujur sesuai dengan tuntutan batinnya sehingga
mudah dipercaya karena kebohongan jauh dari dirinya.
Ø Responsible,
Yakni bertanggung jawab atas segala kepercayaan yang diberikan dirinya. Ini
sebagai konsekuensi dari ketiga sifat tersebut. Individu yang mempunyai rasa
tanggung jawab yang tinggi umumnya sukses dalam menjalankan tugasnya dan
pekerjaan yang berada ditangannya tidak terbengkalai. Suatu pekerjaan yang
terbengkalai justru karena berada ditangan orang yang rendah rasa tanggung
jawabnya. Terjadinya penyimpangan-penyimpangan dan ketidakberesan dalam tugas
juga dikarenakan tanggung jawab yang rendah, disamping kemampuan yang tidak
memadai.
Ø Sociable,
yakni supel dan pandai bergaul. Orang yang bersifat demikian biasanya memiliki
banyak teman dan cenderung disukai/dicintai oleh orang banyak. Semua kalangan
menyenanginya baik caranya berbicara maupun cara beragaulnya yang simpatinya.
Umumnya, orang seperti ini mempunyai semboyan hidup: “teman seribu sedikit, musuh satu banyak”. Olah karna itu, pantas
yang memiliki banyak teman.
Ø Ascendant,
yaknimemiliki kecenderungan memegang peran sebagai pimpinan, keinginannya
menjadi pemimpin cuup besar. Biasanya, watak pemimpin terlihat dengan jelas
pada dirinya, baik melalui cara berbicara maupun managerial skillnya. Ia
terpilih dalam lingkungannya justru karena “kelebihan-kelebihannya” itu. Kata
pepatah “ pemimpin adalah anak zamannya”.
Ø Intelligent,
yaitu cerdas, yang berarti berpikir encer dan berwawasan luas. Orang yang
intellegensinya tinggi memiliki pengalaman yang luas , banyak hal yang telah
dilaluinya, banyak kalangan yang telah menjadi pengagum dan simpatisannya,
banyak pihak yang mau menjadi pengikut dan pendukungnya. Orang yang berfikiran
cerdas, biasanya juga cerdas emosi dan cerdas p[ula spiritualnya.
Ø Generou,
yakni yang berjiwa pemurah, memiliki sakhawah (kedermawanan) dan suka menolong
orang lain. Pribadi yang demikian memang dicintai orang banyak, terutama orang-orang
yang membutuhkan pertolongan dan bantuannya. Tidak jarang rumahnya dipenuhi
orang banyak, dijaga, dilindungi, dan dihormati karena kewibawaan dan
kebaikan-kebaikan kepada orang lain.
Ø Talkactive,
yakni ringan dan mudah berbicara. Pembicaraanya berisi dan ditunggu orang
banyak. Apa yang keluar dari mulutnya mengandung hikmah dan dan pembicaraan
yang betharga. Tidak jarang hasil pembicaraanya dicatat, direkam, dan
dibukukukan. Keaktifannya berbicara bukannlah sesuatu yangsia-sia. Orang yang
demikian tidak suka pada pepatah “diam
itu emas”. Ungkapan tersebut juga dipegangnya, tetapi ia lebih tertarik
untuk bebicara karena pembicaraanya mengandung nilai dan guna yang akan memberi
manfaat.
Ø Persistent,
yakni gigih dan berusaha, tidak setengah-setengah, tetapi total, mengerahkan
segala kemampuan yang dimiliki. Individu yang demikian, jiwanya menggebu untuk
mencapai hasil yang diinginkannya. Segala cara dilakukan demi cita-cita yang
telah dipancangkan. Semboyan hidupnya “pasti
bisa”. Tidak ada sesuatu pun yang boleh menghalangi keinginannya. Jiwa yang
demikian pantas dimiliki oleh orang-orang yang berbakat menjadi pemimpin.
Ø Tenderhearted,
yakni endah hati, alias tidak sombong. Rendah hati merupakansifat kepribadian
yang terpuj siapapun yang rendah hati mengundang simpati dan dukungan. Rendah
hati bukan lah kelemahan, tetapi kebesaran jiwa yang mengandung magnet
yangbesar untuk memperoleh perhatian orang banyak. Naluri manusia lebih
tertarik dan respek pada orang-orang yang rendah hat, yang dalam bahasa santun
disebut tawadhu. Umumnya para nabi dan para pemimpin masyarakat yang terpilih
sifat dan karakter ini
Ø Reliable,
yakni dapat dipercaya, bahkan enak dan aman dipercaya. Orang banyak tertarik
mempercayakan sesuatu kepadanya, justru
karena ia jujur, mumpuni, amanah, dan
meyakinkan untuk mengemban tugas yang dipercayakan kepadanya, ialah orang
yang “the
rightman on the right place” bukan yang lain. Sifat yang demikian adalah
sifat atau karakter yang dimiliki para nabi, yaitu amanah (terpercaya).
Individu
yang memiliki sifat-sifat kepribadian tersebut tentulah berkepribadian bagus
dan kuat. Siapapun yang memilikinya niscaya berhasil dan hidup sukses.
Sifat-sifat utama tersebut jika dicari rujukannyadalam al quran tidaklah sulit
menemukan semuanya, karena sifat-sifat terpuji itu dikandung dalam kitab suci
al quran, baik secara eksplesit maupun implisit.
Akhlak
manusia dapat dibentuk oleh berbagai pengaruh internal maupun eksternal.
Pengaruh internal berada dalam diri manusia sendiri. Ada yang berpendapat bahwa
yang dimaksudkan pengaruh internal adalah watak, yaitu sifat dasar yang sudah
menjadi pembawaan sejak manusia dilahirkan. Akan tetapi, pengaruh ekternal pun
dapat membentuk watak tertentu. Lingkungan, mata pencaharian, makanan dan
minuman, pergaulan sehari-hari dengan kawan sejawat, istri atau suami, dan
sebagainya yang selalu terlibat dalam kehidupan manusia secara terus-menerus
dapat membentuk watak manusia. Ada pula yang berpendapat bahwa factor
geografis, pendidikan, situasi, dan kondisi social dan ekonomi, serta
kebudayaan masyarakat pun dapat membentuk watak. Jadi, watak manusia dapat
dibentuk oleh dua faktor yang dimaksudkan, baik dari dalam dirinya maupun
dating dari luar.
Secara
psikologis, tipe-tipe yang diakui merupakan kepribadian manusia, terdiri atas
tipe-tipe sebagai berikut:
1. Seseorang
yang memiliki tipe the innocent,
artinya tipe yang merasa suci dan tidak bersalah. Orang yang bertipe the
innocent selalu memandang bahwa dunia ini tempat yang aman dan damai. Oleh
karena itu, semua akan berjalan dengan lancer dan baik-baik saja. Persoalan
yang dihadapi oleh manusia merupakan gejala semakin baiknya kehidupan dunia dan
harus tetap memandang dunia sebagai tempat yang nyaman untuk ditinggali. Semua
manusia bersahabat dan masalah akan hilang serta terselesaikan karena semua
orang akan berusaha membantu menyelesaikannya.
2. Sebaliknya,
dari tipe manusia yang sok suci dan tidak merasa bersalah adalah manusia yang
memiliki tipe selalu merasa bersalah. Manusia dengan tipe ini disebut the
orphan, artinya yatim piatu. Salah satu tipe individu yang selalu dekat dengan
problem kesulitan hidup. Orang yang karakternya yatim adalah orang yang
memandang dunia ini kejam. Oleh karena itu, setiap kehidupan harus diwaspadai,
tidak mudah percaya kepada orang lain. Rasa takut yang amat sangat cenderung
dimiliki oleh orang dengan tipe yatim piatu, sebab, ia tidak menghendaki
kesulitan terus-menerus mengimpit jalan hidupnya.
3. Tipe
pemberani dan tidak tidak merasa takut dengan keadaan dunia ini apa pun bentuk
masalah yang dihadapi. Tipe ini disebut dengan the warrior. Orang dengan tipe
prajurit adalah orang yang berani mengambil keputusan dan menerima risiko dalam
kehidupan. Orang ini sangat waspada dan idealis dalam melihat setiap persoalan
dengan pola pembelaan diri yang kuat.
4. Tipe
the caregiver, penuh perhatian pada
sesamanya. Orang ini memiliki tingkat kepedulian yang tinggi pada nasib orang
lain. Mempunyai rasa penyayang dan memiliki tingkat kemanusiaan yang baik. Ia
berani membela dan menghargai martabat dan harga diri orang lain tanpa pamrih.
5. Tipe
pencari, yaitu orang yang penuh dengan hasrat berpetualang. Biasanya orang yang
bertipe pencari, memiliki sifat yang mandiri, haus akan pengalamn baru, egois,
individualis, nonkompromi terhadap sesuatu yang merusak nama baiknya. Tidak
terlalu ingin mencampuri urusan orang lain dan menonjolkan potensi dirinya
sendiri.
6. Tipe
the lover adalah pencinta. Ciri-ciri
orang yang bertipe pecinta adalah penuh perhatian kepada oarng lain, berbagi
cinta dengan sesama manusia, dan menjadi tempat curhat orang lain, terutama
kawan dekat dan kerabatnya.
7. Tipe
the destroyer, artinya perusak.
Cirinya adalah selalu melakukan kerusakan terhadap gagasan orang lain,
antipasti pada ide yang tidak searah dengan jalan pikirannya.
8. Tipe
the creator, artinya pencipta. Orang
dengan tipe the creator adalah orang yang aspiratif dan imajinatif, kreatif
dengan ide-ide yang cemerlang dan menguntung dirinya dan orang lain, estetis
dan penuh perhitungan hidup. Tipe ini dicirikan pula oleh naluri yang kuat
dalam mengembangkan nilai-nilai kreativitas. Bagi orang dengan tipe ini, semua
perilaku harus sesuai dengan aturan yang berlaku. Orang ini biasanya melihat
segala hal secara hitam-putih, jarang berbicara dan bergaul dengan orang lain,
dan taat hokum.
9. Tipe
the magician, yaitu tipe penyihir.
Orang dengan tipe penyihir, cirinya penuh kharismatik, menggugah perasaan orang
lain dengan wibawanya yang kuat, naturals, yang menciptakan penyembuhan bagi
orang yang merasakan gejala sakit yang tidak jelas penyebabnya, menciptakan
kekaguman dalam berbagai suasana, pandai bersulap, pandai menghipnotis orang
lain dengan berbagai cerita, menggetarkan suasana meskipun dalam keramaian.
10. Tipe
the sage, yaitu orang yang suka
menggurui orang lain. Orang bertipe the sage sangat idealis, kemauannya sangat
kuat, bijaksana. Selalu ilmiah, objektif, analisisnya kuat, tanggap terhadap
berbagai masalah.
11. Tipe
humoris, penghibur sejati, dan tidak membosankan dalam bergaul dengan orang
lain. Akan tetapi, terkadang orang dengan tipe ini, ia kurang serius dalam
mengahadapi masalah. Tipe ini disebut dengan the jaster.
12. Tipe
pencemburu, pendendam, penghasut, dan karakter lainnya yang menjadi akar
terbentuknya akhlak buruk dalam kehidupannya sehari-hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar