KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
kesehatan dan kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Aqidah
Akhlaq dengan judul “ Potensi Kemanusiaan dalam Mewujudkan Akhlak “. Salawat dan salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada habibana
wanabiyana Muhammad SAW. Kesehatan dan kemaslahatan semoga selalu berada pada
pembimbing mata kuliah Aqidah Akhlaq yaitu bapak H. Wawan Setiawan. M.Ag
Banyak kesulitan
yang kami alami dalam menyelesaikan tugas makalah ini salah satunya yaitu
minimnya ketersediaan buku yang membahas tentang pembahasan makalah ini. Tetapi
kami tetap berusaha untuk menyelesaikan makalah ini dengan semaksimal mungkin.
Semoga, makalah ini dapat diterima dan bermanfaat bagi pembacanya dan khususnya
kami sendiri sebagai pembuatnya.
Kami ucapkan
terimakasih kepada orang tua yang telah menyediakan sarana sebagai pendukung
dalam pembuatan makalah ini. Kami mengharapkan kritik dan saran agar pembuatan
makalah kedepannya lebih baik lagi.
Bandung,
November 2015
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia
diciptakan sebagai makhluk paling mulia diantara makhluk ciptaan Allah SWT lainnya, karena
manusia sudah dibekali berbagai macam potensi yang tidak dimiliki oleh makhluk
lain. Namun terkadang kita sebagai manusia tidak sadar bahkan tidak tahu sama
sekali apa potensi yang ada pada diri
kita sehingga terkadang kita hidup dengan kondisi seadanya, mudah putus asa dan
tidak mempunyai impian besar. Allah menciptakan manusia dalam keadaan fitrah
dalam arti berpotensi, yaitu kelengkapan yang diberikan pada saat dilahirkan ke
dunia. Potensi itu harus digunakan dengan baik dan cermat, jika tidak syaithan akan senantiasa
menjerumuskan kita kepada jalan yang sesat.
Makalah ini membahas tentang potensi
kemanusiaan dalam mewujudkan akhlak karena penting bagi kita untuk mengetahui
apa saja potensi yang ada dalam diri kita. Sehingga kita dapat menjalani hidup
dan kehidupan dengan lebih baik lagi.
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1. Apa Potensi Dasar Insani yang ada pada Manusia ?
1.2.2 Bagaimana Watak dan Kepribadian Manusia dalam Berakhlak ?
1.2.2 Bagaimana Watak dan Kepribadian Manusia dalam Berakhlak ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Potensi Dasar Insani
2.1.1. Potensi manusia
Manusia
diciptakan sebagai makhluk paling mulia diantara makhluk ciptaan Allah SWT lainnya, karena
manusia sudah dibekali berbagai macam potensi yang tidak dimiliki oleh makhluk
lain. Namun terkadang kita sebagai manusia tidak sadar bahkan tidak tahu sama sekali
apa potensi yang ada pada diri kita
sehingga terkadang kita hidup dengan kondisi seadanya, mudah putus asa dan
tidak mempunyai impian besar. Allah menciptakan manusia dalam keadaan fitrah
dalam arti berpotensi, yaitu kelengkapan yang diberikan pada saat dilahirkan ke
dunia. Potensi itu harus digunakan dengan baik dan cermat, jika tidak syaithan akan senantiasa
menjerumuskan kita kepada jalan yang sesat.
Adapun
potensi yang dimiliki manusia dapat dikelompokkan kepada dua hal, yaitu potensi
fisik dan potensi ruhaniah.
a.
Potensi
fisik
Potensi
fisik yang dimiliki manusia adalah tubuh
manusia itu sendiri, sebagaimana firman Allah SWT dalam surah al-mu’minun
(23):12-14 yang artinya
:
“Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat
yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami
jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging,
kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah
Allah pencipta yang paling baik,”
b.
Potensi
Ruhaniah
Selain
potensi fisik, manusia juga mempunyai potensi ruhaniah. Bedanya potensi
ruhaniah “tidak terlihat”. Tetapi potensi dapat dilihat jika dibantu oleh
potensi fisik. Potensi ruhaniah yang dimiliki manusia yaitu :
1.
Akal
Akal berasala dari
bahasa arab, yaitu dari kata jadian, (aqala/aqilu/aqlan), sedangkan secara
etimologi berarti mengikat atau menahan, mengerti dan membedakan.
Dari pengertian ini
kemudian dihubungkan bahwa akal adalah merupakan daya yang terdapat dalam diri
manusia yang dapat menahan atau mengikat dan membedakan.
Dari
pengertian ini kemudian dihubungkan bahwa akal adalah merupakan daya yang
terdapat dalam diri manusia yang dapat menahan atau mengikat pemiliknya dari
perbuatan buruk dan jahat. Demikian pula dihubungkan bahwa akal adalah
merupakan salah satu unsur yang membedakan manusia dari makhluk lain (khususnya
binatang) karena akal itu dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk.
Meskipun
akal mempunyai kedudukan dan posisi yang sangat penting dalam sistem kejadian
manusia, namun islam tidak menganggap bahwa akal merupakan faktor utama yang
menjadikan manusia makhluk termulia dan terbaik. Karena bagaimanapun juga akal
tidak dapat dijadikan sebagai faktor penentu dan dilepskan bebas untuk
menetapkan kebenaran-kebenaran tanpa bimbingan dari unsur-unsur lain yang juga
telah dianugerahkan kepada manusia seperti rasa, keyakinan (iman) dan syari’at
(wahyu). Ini dibebaskan karena akal itu sendiri adalah bersifat nisbi atau
relatif. Seperti yang diakui oleh hampir semua ahli ilmu pengetahuan dan
falsafah.
Dengan
demikian penetapan-penetapannya tidaklah bersifat absolute dan daya
jangkauannya sangat terbatas. Oleh sebab itu akal harus senantiasa dibimbing
oleh iman dan syariat (wahyu) agar tidak terjerumus kedalam jurang kesesatan.
2.
Qolbu
atau (hati)
Qolbu
berasal dari kata qalaba yang berarti berubah, bertindak, atau berbalik dan
menurut ibnu syaidah (ibnu manzur:179) berarti hati.
Musa
asyari(1992) menyebutkan arti qalbu dengan dua pengertian, yang pertama
pengertian kasar4 atau fisik, yaitu segumpal daging yang berbentuk bulat
panjang, terletak di dada sebelah kiri, yang sering di sebut jantung. Sedangkan
arti yang kedua adalah pengertian yang halus yang bersifat ketuhanan dan
kerohanian yaitu hakikat manusia yang dapat menangkap segala pengertian,
berpengetahuan dan arif.
Rasulullah bersapda yang artinya:
“qalbu itu
ada empat macam 1. Qalbu yang bersih, didalamnya terdapat pelita yang bersinar
cemerlang, itulah qalbu mu’min; 2, qalbu yang hitam terbalik itulah qalbu orang
kafir; 3, yang terbungkus dan terikat pada bungkusnya itulah qalbu orang yang
munafik; 4, qalbu yang tercampur, didalamnya terdapat iman dan nifak.”
Qalbu akan
tetap bersih bila senantiasa dijaga dengan mengikuti tuntunan-Nya. Namun qalbu
juga menjadi hitam dan gterbalik jika ia mempertuhankan hawa nafsu, mengingkari
dan mendustakan kebenaran (al-haq). Hati yang seperti ini akan memandang bagus
atas segala yang mereka kerjakan, karena tertutup ilusi akibat godaan setan.
Adapun qalbu simunafik terikat pada bungkus jasadiah, merupakan qalbu yang
terlalu mencintai dunia (terikat pada sahwat jasmaniah); pandangan
batinnya tertipu oleh nilai-nilai
estet5ik fisik tanpa melihat hakikatnya, maka ia bisa menjual agamanya demi
kesenangan sesaat.
Qalbu
sebenarnya dapa berfungsi unrtuk mengendalikan keputusan-keputusan akal agar
berjalan diatas nilai-nilai moral seperti kebaikan dan keburukan. Karena yang
dapa menentukan tentang “baik” dan “buruk” justru adalah qalbu, yang biasa di
sebut rasa etik atau dhomir (kata hati).
Rasa etik
(kata hati) itu sesungguhnya tidak pernah berdusta, ia dapat memutuskan sesuatu
dengan tepat apakah itu baik atau buruk. Tetapi karna kekuatan akal
kadang-kadang terlalu kuat untuk dipengaruhi oleh suara hati (qalbu) maka akal
tidak mampu lagi mendengar bisikan dari qalbu itu. Apalagi jika qalbu tadi
tidak pernah dipertajan dengan latihan-latihannya sendiri, misalnya dengan
pendekatan-pendekatan kepada tuhan, melalui ibadah-ibadah, zikir-zikir dll.
Maka lama kelamaan qalbu itu tidak lagi berfungsi dan tidak mampu lagi
membisikan tentang kebaikan dan keburukan. Ia tidak mampu lagi melihat yang
baik sebagai kebaikan, dan yang buruk sebagai keburukan. Bahkan lebih parah
lagi jika qalbu itu sudah membeku sehingga apa yang baik dianggapnya buruk dan
sebaliknya yang buruk dianggapnya baik.
Hubungan akal dan hati
(qalbu)
Mengenai hubungan akal
dengan qalbu, keduanya merupakan dua daya rohani manusia yaang mengambil tempat
berbeda dalam perwujudannya (cara kerjanya). Akal (daya pikir) berpusat
dikepala sedangkan qalbu (daya rasa) berpusat di dada. Tetapi antaraa akal dan
qalbu sesungguhnya terdapat kaitan yang sangat erat, karena keduanya memang
bersumber dari substansi yang sama. Bila mana akal dilepaskan bekerja sendiri
tanpa dikaitkan denga qalbu maka ia akan melaju dengan sangat cepat. Hubungan
akal denga hati ini akan mendorong manusia untuk berprilaku akhlak. Hubungan
ini juga dapat dipengaruhi oleh nafsu dan emosi.
3. Nafsu
Adapun nafsu
dalam bahasa arab al-hawa dan dalam
bahasa indonesia sering disebut hawa
nafsu yaitu suatu kekuatan yang mendorong manusia untuk mencapai
keinginanny. Dorongan-dorongan ini sering disebut dengan dorongan primitif,
karena sifatnya yang bebas tanpa mengenal baik yang buruk. Oleh karena itu
nafsu sering disebut sebagai doromgam kehendak bebas.
Dengan nafsu
manusia daat bergerak dinamis dari suatu keadaan ke keadaan lain. Kecenderungan
nafsu yang bebas tersebut jika tidak dikendalikan dapat menyebabkan manusia
memasuki kondisi yang membahayakan dirinya. Untuk mengendalikan nafsu, manusia
menggunakan akalnya sehingga dorongan dorongan tersebut dapat menjadi kekuatan
positif yang menggerakan manusia kearah
tujuan yang jelas dan baik. Agar manusia dapat bergerak kearah yang baik maka
agama berperan untuk menunjukan jalan yang harus ditempuhya.
4.
Emosi
Emosi
berasal daribahasa Prancis yaitu emotion
dan emouvoir “ kegembiraan” dari bahasa Latin emovere, dari e- (varian –eks) “luar” dan movere
“bergerak” kebanyakan ahli yakin bahwa emosi lebih cepat berlalu daripada
suasana hati. Emosi adalah perasaan intens yang yang diajukan kepada seseorang
atau sesuatu. Emosi adalah reaksi terhadap seseorang ataukejadian. Emosi dapat
ditujukan ketika senang mengenai sesuatu, sebagai contoh, bila seseorang
bersikap kasar, manusia akan merasa marah, kemarahan intens kemarahan tersebut
mungkin datang dan pergi dengan cukup
cepat tetapi ketika sedang dalam hati suasana yang buruk seseorang akan tidak
merasa enak untuk beberapa jam.
Hubungan Nafsu dan Emosi
Hubungan
antara nafsu dan emosi ini tidak akan mendorong manusia berperilaku akhlaq
teapi malah menuju kepada perbuatan syaitan.
Itulah
potensi-potensi yang dimiliki oleh manusia, potensi-potensi ini akan memberikan
kemampuan kepada manusia untuk memnentukan dan memilih jalan hidupnya sendiri.
Manusia diberikan kebebasan untuk menentukan takdirnya. Semua ini tergantung
bagaimana mereka memanfaatkan potensi yang melekat pada dirinya.
Potensi-potensi
tersebut saling menunjang dan melegkapi, dan memegang peranan penting dalam
menentukan kesuksesan seseorang dalam kehidupan, sebab dari situlah manusia
akan tahu kemana akan melangkah, apa yang diinginkan, dan apa yang harus
dilakukan. Potensi fisik hanya menunjang potensi tersebut agar lebih sempurna,
walau peranannya tidak bisa disepelekan.
Berbicara
tentang potensi manusia dalam mewujudkan akhlak terpuji atau akhlak tercela
sesungguhnya bertitik-tolak dari cara kerja akal pikiran manusia. Adapun
definisi esensial manusia sebagai makhluk yang berpikir yang tidak terdapat
pada makhluk-makhluk lainnya menjadi landasan logika yang paling mendasar.
Potensi
fundamental yang dimiliki manusia adalah akal sebagai alat untuk berpikir. Akan
tetapi, meskipun potensi terkuat yang dimiliki manusia adalah akal, kehidupan
manusia tidak selalu berjalan mulus. Manusia sering mengalami suatu peristiwa
yang berada di alam ketidaksadarannya. Bahkan, yang paling mengagetkan adalah
“seorang manusia membunuh anaknya, istrinya, orangtua kandungnya sendiri, dan
itu di lakukan dalam keadaan tidak sadar”. Seorang psikolog dan psikiater, Carl
C. Jung, dengan teorinya Analytical Psychology berpendapat bahwa ketidaksadaran
disebabkan oleh hereditas dan warisan yang bersifat rasial. Menurut Jung,
struktur otak manusia bersifat tetap sehingga aspek ketidaksadaran berada pada
collective unconscious yang terdiri atas jejak memori yang diwariskan secara
turun-temurun. Cara kerja otak manusia tidak terlepas dari proses penurunan
gejala-gejala kemanusiaan yang berlaku sejak masa pramanusia yang sifatnya transpersonal
yang akan menjadi dasar kepribadian manusia, selanjutnya secara
berkesinambungan.
Dengan
pendapat Jung tersebut di atas, apakah mungkin sifat-sifat kemanusiaan itu
berlaku secara genetik dan diwariskan? Menurut Jung, primordial images adalah archetype
yang di bentuk oleh pengalaman tradisional secara berkesinambungan dan
turun-temurun. Artinya, sifat-sifat dasar berawal dari nenek moyang pertama
manusia dan yang paling menonjol adalah diturunkan dari kedua orangtua
kandungnya. Dengan demikian, awal pikiran bekerja mengikuti pola warisan yang
merupakan totalitas semua peristiwa kejiwaan. Manusia berbuat dalam keadaan sadar maupun tidak sadar dituntun
oleh pola piker dan unsur-unsur yang dijiwainya. Dalam kesadarannya, jiwa
beradaptasi dengan semua factor eksternal, sedangkan dalam kondisi tidak sadar,
jiwa bergulat dengan dirinya sendiri sebagai pusat energy kesadaran manusia.
Manusia dengan potensi akalnya dapat berada dalam kesadaran penuh ketika ia
memiliki kemampuan berinteraksi denagn dunia luar. Akan tetapi, jika manusia
kurang cerdas dalam bersosialisasi, yang cenderung muncul adalah ketidaksadaran
karena kegalauan berasal dari pertikaian batinnya sendiri.
Dalam
berakhlak, manusia memiliki penggerak utama bagi kesadarannya, yaitu kesadaran
yang membangkitkan seluruh pusat potensial kreativitas manusia. Pembentukan
akhlak manusia dalam kesadarannya di topang oleh potensial akal atau rasio yang
menggerakkan eleksitas perbuatan baik atau buruk. Kemudian, manusia pun
memiliki potens rasa yang diraihnya melalui indra visual dan kekuatan emosi
dalam jiwanya sehingga mengembangkan kemampuan intuisinya untuk mengadopsi
sesuatu yang dinilainya baik dan memberi manfaat. Selain itu, potensi emosi
manusia melalui konsep nafsu jiwa, manusia dalam memberdayakan kemampuannya
untuk bertahan hidup dengan cara mengamankan diri dan bertindak preventif
terhadap segala sesuatu yang dinilainya membahayakan kehidupan dan
keberlangsungan jiwanya.
Manusia
dengan modal tiga potensi, yaitu akal, hati dan perpaduan di antara keduanya,
memadukan fungsi superioritas hidupnya untuk terus memerdekakan kehendaknya.
Indicator yang paling signifikandalam kaitannya dengan pertahanan hidup manusia
adalah kemampuan adaptabilitas yang kuat dan dominan. Sikap penonjolan jiwa
manusia didorong kuat oleh fungsi superioritasnya, sehingga setiap manusia
memiliki tipologi tertentu dari cara berpikir, merasa, mencermati dengan
pancaindra dan kekuatan intuisinya. Dengan kemampuan itulah, akhlak manusia
bergerak secara dinamis karena adanya fungsi superior yang memperkuat
kesadarannya dan mempertahankan kekuatan intuisinya meskipun berada di antara
keduanya, yaitu kesadaran dan ketidaksadaran.
Manusia
terus mempertahankan hidupnya dari generasi ke generasi. Kemusnahannya tidak
akan pernah terjadi, yang ada hanyalah perubahan pola hidup manusia dengan
menyesuaikan diri pada situasi dan kondisi yang terus berubah. Hal itu dapat
terus berlangsung karena keberanian manusia ditopang oleh potensi akal dan hati
yang mengembangkan superioritas kehidupannya, sekaligus mengalahkan
imperioritas dirinya. Manusia degan akhlaknya akan terus mendahulukan
kepentingan dirinya sendiri untuk menciptakan ketidakstabilan kehidupan
sosialnya. Sebaliknya, stabilitas social akan menguatkan kedudukan dirinya demi
pengakuan eksistensinya secara truktural maupun kultural. Keseimbangan fungsi
rasio dan hati, fungsi indra dan intuisi dapat melahirkan manusia yang memiliki
tingkat kesadaran yang optimal, mandiri, dan utuh secara jasmani maupun
rohaninya.
Dengan
pemahaman di atas, akal dan hati adalah perpaduan potensi manusia yang paling
menentukan masa depan kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai
masyarakat yang kompleks. Nah, mengapa manusia berakhlak baik atau berakhlak
buruk, sedangkan manusia berakal dan berhati? Itulah pertanyaan yang muncul.
Akal dan
hati terus berlabuh dengan keadaan internal jiwanya dan eksternal lingkungan
social yang sangat luas, kompleks, krusial. Progresif, dan mungkin juga
fatamorgana. Manusia, secara normatif, mengalami masa-masa pancaroba dengan
mempertimbangkan suara hati dan pengaruh lingkungan eksternal yang lebih rumit.
Oleh sebab itu, kesadaran utama manusia bukan dibentuk oleh jiwanya sendiri,
melainkan oleh lingkungan di sekitarnya. Sementara, akal dan hati pun berkembang
oleh pengaruh tersebut. Pola kerja akal dan hati di bentuk secara hereditas,
sebagaimana Adam menginginkan naknya Qabil dan Habil tidak berseteru, tetapi
yang terjadi sebaliknya, kedua saudara kandung itu justru saling membunuh
karena pengaruh luar yang membangkitkan jiwa hewannya. Oleh karena itulah,
manusia dapat bertingkah laku baik dan buruk. Akan tetapi, baik dan buruk
ditentukan oleh pola piker dan pandangan kejwaannya. Artinya, bisa jadi yang
baik bagi seseorang adalah buruk bagi orang lain dan yang buruk bagi seseorang
adalah baik bagi orang lain. Perbedaan penafsiran tentang baik dan buruk
dipengaruhi oleh keadaan lingkungan yang kompleks tempat tinggal seseorng.
Dengan kata lain, bergantung pada kebudayaan normatifnya. Orang-orang Dayak
bertelanjang bulat karena tidak berbudaya, tetapi itulah kebudayaannya, sebab
orang-orang yang berpakaian rapi dengan kasualitas yang sempurna diciptakan
oleh kebudayaan yang terus berubah serta lingkungan social yang berbeda.
Perbuatan
baik dan buruk pun dinilai dari sudut pandang yang berbeda, misalnya agama
memandang baik atau buruk dengan ukuran normative yang terdapat dalam
ajaran-ajarannya, dalam kitab sucinya atau dalam nasihat-nasihat para pemimpin
agama. Islam mengukur baik dan buruk dengan ukuran yang ditetapkan oleh Allah
SWT. Dan Rasulullah SAW. Yang tertuang dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Agama
Yahudi mengukurnya dengan kitab Taurat, Nasrani dengan Injil, Kristen dengan
Perjanjian Baru, dan agama lainnya pun memiliki kitab suci yang diyakini
sebagai ukuran utama perbuatan baik dan buruk.
Dengan
adanya ukuran normatif dalam ajaran-ajaran agama itulah, potensi akal dan hati
manusia dipengaruhi sekaligus dibentuk sedemikian rupa, kemudian ditradisikan
ke dalam kehidupan individu, kelompok masyarakat, dan komunitas yang lebih
luas. Pembentukan akhlak ditunjang sepenuhnya oleh penerimaan akal dan hati
terhadap ajaran-ajaran agama, dan it uterus berjalan secara tradisional dan
turun-temurun.
Dengan
pengaruh ajaran agama, manusia menyikapi kesadarannya yang terdapat dalam
pikiran dan jiwanya, serta menyikapi ketidaksadaran dalam pengindraan dan
intuisinya, sehingga muncul berbagai tipe kepribadian manusia yang merupakan
karakter dirinya sendiri yang berada di dalam keaslian jiwanya atau sebagai
produk adaptasi yang diperankan dalam kehidupan sosialnya. Sebagai bentuk
kepribadian itu, misalnya dalam agama Islam diperkenalkan berbagai indicator
akhlak yang baik dan buruk, dan manusia tinggal memilihnya dengan segala risiko
yang akan dihadapinya. Dalam kehidupan social, terdapat orang-orang yang saleh,
dermawan, sabar, pemarah dan pendendam, penghasut, jahil, zalim, sesat,
sombong, licik, amanah, dengki, pemaaf, dan sifat-sifat lain yang merupakan
cermin akhlak baik dan akhlak buruk.
Akhlak
manusia yang visual salah satunya merupakan produk dari cara manusia menyikapi
dunia luar. Akhlak manusia dengan kepribadiannya akan dipengaruhi dan dibentuk
oleh pengaruh lingkungannya. Contoh, akhlak masyarakat yang bertempat tingggal
di perkotaan berbeda dengan masyarakat yang tinggal di pedesaan. Akhlak petani
berbeda engan pedagang, akhlak pegawai pabrik berbeda dengan pegawai kantoran,
akhlak pejabat tinggi berbeda dengan akhlak pejabat bawahan, akhlak murid
berbeda dengan akhlak guru, akhlak orang Baduy Dalam berbeda dengan orang Baduy
Luar, akhlak politisi berbeda dengan akhlak ekonom, akhlak kyai berbeda dengan
akhlak priyai, akhlak abangan berbeda dengan santri, dan seterusnya.
Dalam ajaran
Islam, yang terpenting adalah akhlak yang seimbang, yaitu seimbang antara
kehidupan duniawi dan ukhrawi dan seimbang dalam menerima hak dan melakanakan
kewajiban. Keseimbangan disebut dengan adil. Keseimbangan hanya akan diperoleh
apabila sikap manusia tidak cenderung ke dalam maupun keluar, melainkan berada
pada garis keseimbangan, seperti akal dengan hati. Berpikir memakai hati,
merasakan memakai akal. Jika keseimbangan tidak diperhatikan, kehidupan manusia
akan berada pada pola hidup dan sikap yang statis. Keseimbangan atau keadilan
sering disebut dengan al-mizan.
Akhlak
semacam bentuk penampilan lahiriah individu yang menjadi media manusia dalam
konteks batiniah dan lahiriah. Dunia luar berbentuk perilaku konkret yang
merupakan citra dunia dalam. Hati dan pikiran, pikiran dan perbuatan seharusnya
memiliki hubungan integral yang seimbang. Sebagaimana dalam ajaran Islam,
akhlak manusia adalah perpaduan antara jasmaniah dan lahiriah. Jika manusia
beriman, manusia harus bertakwa. Jika manusia meyakini bahwa Allah SWT. itu
Esa, ajaran-ajaran Allah SWT. dan Rasulullah SAW. Sebagai sumber pijakan dalam
beramal, manusia yang beriman harus mengamalkan syariat Allah SWT. dan
Rasul-Nya dengan cara melaksanakan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan
larangan-larangan-Nya.
Apakah
terdapat gejala dalam diri manusia yang menyebabkan ia berakhlak buruk? Secara
psikologis, ada yang berpandangan bahwa ketidaksadaran yang dialami manusia
dapat bersifat individual maupun social. Ketidaksadaran pribadi dapat dibentuk
oleh tidak adanya sinergitas antara akal dan hati. Bisa pula karena pernah
mengalami sesuatu yang menyakitkan yang sukar dilupakan. Adapun ketidaksadaran
kolektif diturunkan secara hereditas, artinya keterjebakan manusia dalam
pola-pola tingkah laku yang telah dibentuk oleh system social yang berlaku
secara tradisional.
Dalam
konsepsi Qurani, perbuatan yang muncul karena ketidaksadaran dapat berupa
akhlak manusia yang diciptakan oleh kebodohannya sendiri atau ketidaktahuan
terhadap hukum perbuatanyang dimaksudkan. Oleh sebab itu, Islam mewajibkan
kepada seluruh umatnya untuk menuntut ilmu dan bertanya apabila tidak
mengetahui ilmu tentang sesuatu. Rasulullah SAW. Menetapkan bahwa menuntut ilmu
itu hukumnya wajib dan dilakukan sejak bayi hingga masuk ke liang lahat.
Bahkan, terdapat keterangan yang memerintah umat Islam menuntut ilmu meskipun
sampai ke negeri Cina.
Sesungguhnya,
akhlak umat Islam aakan selalu berada dalam kesadarannya yang maksimal jika ia
merenungi perintah Allah SWT. dan Rasulullah SAW. tentang wajibnya menuntut
ilmu, sehingga menjadi sangat logis ketika Rasulullah SAW. menarik ketetapan
wajibnya perbuatan manusia apabila manusia dalam keadaan tidak sadar atau
akalnya belum dewasa, yaitu anak kecil yang belum baligh, orang gila, dan orang
yang sedang tidur.
Ada pula akhlak yang
merupakan gejala norma dari kejiwaan manusia, yaitu keadaan ketidaksadaran dan
kesadaran manusia sering menghadapi tantangan dari luapan emosi yang tidak
terkendali sehingga melahirkan kompleksitas kejiwaan dan ketidakseimbangan
kesadaran. Hal itulah yang melahirkan konflik batin dan merusak struktur
kesadaran yang utama dari fungsi superioritas maupun inferioritas kesadaran
yang diaktualisasikan ke dalam bentuk lahiriah atau tingkah laku. Keadaan ini
dapat disebut sebagai gejala psikis manusia yang sebenarnya normal, misalnya
lupa.
Dalam ajaran
Islam, perbuatan yang disebabkan oleh ketidaksengajaan atau karena lupa
merupakan salah satu jenis perbuatan yang tidak memiliki unsur hokum. Norma
yang diberlakukan untuk orang yang berbuat karena tidak sengaja atau karena
lupa adalah memaafkannya. Misalnya, ketika sedang melaksanakan puasa, seseorang
bangun tidur siang lalu ke dapur dan minum, padahal ia sedang berpuasa.
Tiba-tiba, ia ingat bahwa hari itu sedang berpuasa maka minumnya tidak
membatalkan puasa karena ia lupa, dan lupa telah menggugurkan sanksi hokum bagi
yang berpuasa meskipun pada siang hari minum segelas air.
Demikian
pula, dengan kasus lainnya, berkaitan dengan orang yang gila dan anak kecil
yang belum baligh. Dua jenis orang tersebut tidak memiliki aktivitas hokum
dalam perbuatannya, sehingga memerlukan wal bagi keduanya. Anak kecil yang
menerima harta waris pun harus diurus oleh walinya. Demikian pula, orang gila,
semua keperluan hidupnya harus diurus keluarganya yang menjadi walinya, agar
perbuatannya tidak mengakibatkan kerugian bagi dirinya dan orang lain.
Dalam ajaran
Islam, selain orang-orang di atas, terdapat pula perbuatan yang berada di luar
kesadaran, yaitu orang yang sedang tidur. Factor ketidaksadaran yang ada dalam
mimpi merupakan kesadaran lahiriah dari sesuatu yang tidak sempat direspons oleh
kesadaran fisikal manusia ketika sedang bangun. Dengan demikian, orang yang
tidur tidak sadar bahwa ia buang angina, bericara sendiri atau mengorok, dan
sebagainya. Karena keadaan itu Rasulullah SAW. memberikan dua pilihan ketika
orang yang telah berwudhu kemudian tertidur, ia boleh langsung melaksanakan
shalat tanpa berwudhu lagi, meskipun ia telah buang angina. Hal iitu berada di
luar kesadarannya, dan ulama ushul fiqih menetapkan dengan kaidah al-‘ashl
baqaan makana ala al-makana, artinya yang pokok berlaku tetap pada tempatnya,
atau ia berwudhu lagi dengan alas an kehati-hatiannya untuk melaksanakan halat
sebab secara sadar atau tidak sadar buang angina itu membatalkan wudhu. Jadi,
asal dari buang angina membatalkan wudhu, meskipun ia sedang tidur.
Akhlak
manusia pun dibentuk oleh karakteristik yang berbeda-beda, termasuk kesadaran
mentalitasnya, yang disebabkan oleh aktivitas kejiwaan masing-masing sebagai
tipologi yang mengisi unsur-unsur psikisnya. Dengan demikian, cara pandang
individu dan cara memersepsi terhadap dunia luar dan dirinya sendiri tidak
sama. Akhlak atau tindakan manusia didorong oleh tujuan hidupnya masing-masing.
Tujauan-tujuan
yang akan ditempuh berkautan dengan idealism individu atau masyarakat. Oleh
karena itu, akhlak baik atau buruk sebenarnya bukan tujuan, melainkan produk
dari tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Misalnya, seseorang memiliki
tujuan mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, akhlak yang dipertontonkan
adalah akhlak yang selalu dihubungkan denagn unsur-unsur duniawi dan ukhrawi,
misalnya melaksanakan shalat berjamaah. Dalam shalat berjamaah, unsur
duniawinya sangat banyak, yaitu saling berinteraksi, mengunjungi masjid-masjid
yang dibangun oleh masyarakat Islam, dan menemukan makna kepemimpinan dalam
shalat. Adapun unsur ukhrawinya adalah menggapai pahala 27 derajat, mencapai
surge, dan menghapuskan dosa-dosa kecil.
Setiap manusia dengan
bermacam-macam tindakannya didorong oleh tujuan tertentu. Orang yang belajar
bertjuan untuk menjadi orang yang mengerti, pintar, dan berpengetahuan. Orang
bekerja keras bertujuan memperoleh sejumlah uang, menafkahi keluarganya, dan
membeli sesuatu. Bahkan, penganut prinsip Harakiri di kalangan Samurai di
Jepang, melakukan bunuh diri memiliki tujuan, yaitu demi tegaknya keadilan, mempertahankan
martabat dan harga diri, serta hidup bertanggung jawab dalam menanggung seluruh
kekalahan dan kelemahannya.
Akhlak yang
dipertontonkan oleh manusia berakar dari karakteristik individu dengan berbagai
kecenderungan kehidupannya sehari-harinya, masalah peretemanannya, kecerdasan
dalam menyelesaikan masalah, prinsip-prinsip kehidupannya, kebutuhannya,
cita-cita, hobi, kebiasaan, dan motif-motif yang tertuang dalam jiwanya. Secara
substantive, ajaran Islam membagi dua macam motif manusia berakhlak, yaitu
perbuatan yang didasarkan pada keikhlasan, yaitu akhlak panggilan jiwa, tanpa
pamrih, dan hanya Allah SWT. yang menjadi tujuan utamanya. Perbuatan yang
karena adanya tujaun di luar fitrah fundamental, misalnya riak, tterpaksa, dan
spontanitas. Jadi, akhlak ada yang ikhlas dan ada yang riak. Keduanya secara
praktis bentuknya bias sama, hanya saja nilainya di mata Allah SWT. berbeda.
2.2 Watak dan Kepribadian Manusia dalam Berakhlak
2.2.1. Pengertian Watak
Watak
semacam karakter pribadi individu yang sangat kuat dan sukar untuk diubah,
kecuali melalui proses edukasi yang berkesinambungan dan intensif. Lalu,
bagaimana sesungguhnya watak yang telah menjadi karakter dapat terus bersarang
dalam diri manusia? Watak yang terus menguat dalam jiwa manusia menjadi standar
normative dalam berakhlak. Artinya, tingkah laku seseorang didorong oleh
standar normative yang dianutnya, kemudian berubah menjadi kepribadian
seseorang. Naluri bertindak seseorang dipengaruhi secara kuat oleh tipe-tipe
kepribadiannya.
2.2.2 Pengertian kepribadian
Kepribadian
adalah terjemah
dari bahasa inggris “personality” yang pada mulanya berasal dari bahasa “latin
“per” dan “sonare”, yang kemudian berkembang menjadi kata ”persona” yang
berarti topeng. Pada jaman Romawi kuno, seorang aktor drama menggunakan topeng
itu untuk menyembunyikan identitas dirinya agar memungkinkanya bisa menerangkan
karakter tertentusesuai dengan tuntutan skenario permainan dalam sebuah drama
(A.Q. Sartain, Psychology, 1[[967,
hml 34)
Kepribadian
adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psikifisik, yang
menentukan caranya yang khas (unik) dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. (G.W. Allport, Personality
: A Psychological Interpretation, 1973,
hlm. 48)
2.2.3 Pengembangan kepribadian
Abraham
Maslow menyebutkan bahwa seseorang dapat mengaktualisasikan dirinya. Manusia
Yang mempunyai kepribadian seimbang dan produktif dicirikan dengan sejumlah
Karakter pembentuk simbol proses realisasi potensi yang terpendam dan bersifat
fitrah dalam diri. Maslow berpendapat, seseorang tidak dapat mengaktualisakikan
diri sebelum ia mempunyai sarana yang cukup untuk memberikepuasan terhadap
tuntutan-tuntutan yang esensial seperti pemuasan terhadap tntutan fisiologis,
rasa aman, afiliasi, pengakuan, dan penghargaan. Jika tuntutan-tuntutan ini
terpenuhi, orang tersebut dapat mengarahkan potensi aktualisasi diri berupa
produksi keilmuan, kerja seni, atau kerja terorganisir. Pribadi yang dapat
mengaktualisasikan diri, sebagaimana dideskripsikan Maslow,
dapatdioperasionalkan sebagai berikut :
1)
Dapat
mengendalikan dirinya, orang lain, dan lingkungan sekitar
2)
Berpandangan
realistik
3)
Banyak
bersikap pasrah
4)
Beriorentasi
pada problem-problem ekternal, bukan pada dirinya.
5)
Mengapreasi
kebebasan dan kebutuhan akan spesialisasi
6)
Berkepribadian
independen dan bebas dari pengaruh orang lain.
7)
Mengapreasi
segala sesuatu secara progresif, tidak terjebak pada pola-pola baku
8)
Integratif
dan akomodatif terhadap semua kalangan
9)
Hubungan
dengan orang lain sangat kuatdan mendalam bukan sekedar formalitas
10)
Arah
dan norma demokratisnya diliputi oleh sikap toleran dan sensitivitasnya
11)
Tidak
mencampur adukan antara sarana dan tujuan
12)
Gemarmencipta,
berkreasi, dan menemukan penemuan-penemuan dalam skala besar.
13)
Menentang
ketaatan dan kepatuhan buta terhadap budaya
14)
Berjiwa
riang secara filosofis, tidak bermusuhan
a.
Kepribadian
yang kuat
Jika seorang individu
mau dikatakan memiliki kepribadian yang bagus, ia harus menampilkan
tindakan-tindakan yang bagus sebagai manifestasi dari sifat-sifat (traits)
kepribadiannya yang positif. Sebaliknya, prilaku dan perbuatan individuv yang
buruk pula. Ciri-ciri kepribadian yang buruk menunjukan struktur epribadian
yang buruk, alias tidak kokoh.
Ciri-ciri
khusus dari tingkah laku individu disebut sifat-sifat kepribadian ( personality
traits) suatu sifat kepribadian didefinisikan sebagai suatu kualitastingkah
laku seseorang yang telah menjadi karakteristik atau sifat yang khas (unik)
dalam seluruh kegiatan individu dan sifat tersebut bersifat menetap (Robert M.
Liebert dan Michael D. Spiegler, 1974: 15)
Dalam
perspektif psikologi dijelaskan bahwa kepribadian manusia pada garis besarnya
ada yang positif dan juga negatif, maka sifat-sifat kepribadian yang merupakan
sumber penyebab, ada yang bersifat positif dan ada pula yang negatif. Adapun
yang termasuk kedalam sifat-sifat utama kepribadian positif, antara lain :
1)
Adventurous,
yakni sifat berani karena benar. Sifat ini muncul dari dalam diri seseorang
karena rasa percaya diri seseorang karena rasa percaya diri, dan terlatih
menghadapi perjuangan membela kebenaran. Orang yang bersangkuta umumnya
memiliki komitmen yang kuat ingin menegakan kebenaran : watak demi kebenaran
inilah yang membuatnya tampil dan berani, sehingga maju sebagai pemberani
2)
Energetik,
yakni bersemangat tinggi. Individu yang memiliki sifat ini biasanya cenderung
berapi-api dan lazimnya senang tampil sebagai penggerak, menggerakan orang
lain. Sifat bersemangat sangat diperlukan untuk perjuanagn mencapai
keberhasilan disegala bidang dan lini kehidupan.
3)
Conscientious,
yakni sifat jiwa yang mendorong untuk jujur dalam bertindak sesuai dengan kata
hati, alias mengikuti kata hati. Lazimnya individu yang mempunyai sifat seperti
ini tidak berbelit-beliyt, tetapi mudah apa adanya. Tutur kata dan
tindakan-tindakannya stabil dan jujur sesuai dengan tuntutan batinnya sehingga
mudah dipercaya karena kebohongan jauh dari dirinya.
4)
Responsible.
Yakni bertanggung jawab atas segala kepercayaan yang diberikan dirinya. Ini
sebagai konsekuensi dari ketiga sifat tersebut. Individu yang mempunyai rasa
tanggung jawab yang tinggi umumnya sukses dalam menjalankan tugasnya dan
pekerjaan yang berada ditangannya tidak terbengkalai. Suatu pekerjaan yang
terbengkalai justru karena berada ditangan orang yang rendah rasa tanggung
jawabnya. Terjadinya penyimpangan-penyimpangan dan ketidakberesan dalam tugas
juga dikarenakan tanggung jawab yang rendah, disamping kemampuan yang tidak
memadai.
5)
Sociable,
yakni supel dan pandai bergaul. Orang yang bersifat demikian biasanya memiliki
banyak teman dan cenderung disukai/dicintai oleh orang banyak. Semua kalangan
menyenanginya baik caranya berbicara maupun cara beragaulnya yang simpatinya.
Umumnya, orang seperti ini mempunyai semboyan hidup: “teman seribu sedikit,
musuh satu banyak”. Olah karna itu, pantas yang memiliki banyak teman.
6)
Ascendant,
yaknimemiliki kecenderungan memegang peran sebagai pimpinan, keinginannya
menjadi pemimpin cuup besar. Biasanya, watak pemimpin terlihat dengan jelas
pada dirinya, baik melalui cara berbicara maupun managerial skillnya. Ia
terpilih dalam lingkungannya justru karena “kelebihan-kelebihannya” itu. Kata
pepatah “ pemimpin adalah anak zamannya”.
7)
Intelligent,
yaitu cerdas, yang berarti berpikir encer dan berwawasan luas. Orang yang
intellegensinya tinggi memiliki pengalaman yang luas , banyak hal yang telah
dilaluinya, banyak kalangan yang telah menjadi pengagum dan simpatisannya,
banyak pihak yang mau menjadi pengikut dan pendukungnya. Orang yang berfikiran
cerdas, biasanya juga cerdas emosi dan cerdas p[ula spiritualnya.
8)
Generou,
yakni yang berjiwa pemurah, memiliki sakhawah (kedermawanan) dan suka menolong
orang lain. Pribadi yang demikian memang dicintai orang banyak, terutama
orang-orang yang membutuhkan pertolongan dan bantuannya. Tidak jarang rumahnya
dipenuhi orang banyak, dijaga, dilindungi, dan dihormati karena kewibawaan dan
kebaikan-kebaikan kepada orang lain.
9)
Talkactive,
yakni ringan dan mudah berbicara. Pembicaraanya berisi dan ditunggu orang
banyak. Apa yang keluar dari mulutnya mengandung hikmah dan dan pembicaraan
yang betharga. Tidak jarang hasil pembicaraanya dicatat, direkam, dan
dibukukukan. Keaktifannya berbicara bukannlah sesuatu yangsia-sia. Orang yang
demikian tidak suka pada pepatah “ diam itu emas”. Ungkapan tersebut juga
dipegangnya, tetapi ia lebih tertarik untuk bebicara karena pembicaraanya
mengandung nilai dan guna yang akan memberi manfaat.
10)
Persistent,
yakni gigih dan berusaha, tidak setengah-setengah, tetapi total, mengerahkan
segala kemampuan yang dimiliki. Individu yang demikian, jiwanya menggebu untuk
mencapai hasil yang diinginkannya. Segala cara dilakukan demi cita-cita yang
telah dipancangkan. Semboyan hidupnya “ pasti bisa”. Tidak ada sesuatu pun yang
boleh menghalangi keinginannya. Jiwa yang demikian pantas dimiliki oleh
orang-orang yang berbakat menjadi pemimpin.
11)
Tenderhearted,
yakni endah hati, alias tidak sombong. Rendah hati merupakansifat kepribadian
yang terpuj siapapun yang rendah hati mengundang simpati dan dukungan. Rendah
hati bukan lah kelemahan, tetapi kebesaran jiwa yang mengandung magnet
yangbesar untuk memperoleh perhatian orang banyak. Naluri manusia lebih
tertarik dan respek pada orang-orang yang rendah hat, yang dalam bahasa santun
disebut tawadhu. Umumnya para nabi
dan para pemimpin masyarakat yang terpilih sifat dan karakter ini
12)
Reliable,
yaknni dapat dipercaya, bahkan enak dan aman dipercaya. Orang banyak tertarik
mempercayakan sesuatu kepadanya, justru
karena ia jujur, mumpuni, amanah, dan
meyakinkan untuk mengemban tugas yang dipercayakan kepadanya, ialah orang
yang “the rightman on the right place “ ,bukan yang lain. Sifat yang
demikian adalah sifat atau karakter yang dimiliki para nabi, yaitu amanah
(terpercaya).
Individu
yang memiliki sifat-sifat kepribadian tersebut tentulah berkepribadian bagus
dan kuat. Siapapun yang memilikinya niscaya berhasil dan hidup sukses.
Sifat-sifat utama tersebut jika dicari rujukannyadalam Al-qur’an tidaklah sulit
menemukan semuanya, karena sifat-sifat terpuji itu dikandung dalam kitab suci
al-qur’an, baik secara eksplesit maupun implisit.
Akhlak
manusia dapat dibentuk oleh berbagai pengaruh internal maupun eksternal.
Pengaruh internal berada dalam diri manusia sendiri. Ada yang berpendapat bahwa
yang dimaksudkan pengaruh internal adalah watak, yaitu sifat dasar yang sudah
menjadi pembawaan sejak manusia dilahirkan. Akan tetapi, pengaruh ekternal pun
dapat membentuk watak tertentu. Lingkungan, mata pencaharian, makanan dan
minuman, pergaulan sehari-hari dengan kawan sejawat, istri atau suami, dan
sebagainya yang selalu terlibat dalam kehidupan manusia secara terus-menerus
dapat membentuk watak manusia. Ada pula yang berpendapat bahwa factor
geografis, pendidikan, situasi, dan kondisi social dan ekonomi, serta
kebudayaan masyarakat pun dapat membentuk watak. Jadi, watak manusia dapat
dibentuk oleh dua factor yang dimaksudkan, baik dari dalam dirinya maupun
dating dari luar.
Secara psikologis, tipe-tipe yang diakui
merupakan kepribadin manusia, terdiri atas tipe-tipe sebagai berikut.
1.
Seseorang
yang memiliki tipe the innocent, artinya tipe yang merasa suci dan tidak
bersalah. Orang yang bertipe the innocent selalu memandang bahwa dunia ini
tempat yang aman dan damai. Oleh karena itu, semua akan berjalan dengan lancer
dan baik-baik saja. Persoalan yang dihadapi oleh manusia merupakan gejala
semakin baiknya kehidupan dunia dan harus tetap memandang dunia sebagai tempat
yang nyaman untuk ditinggali. Semua manusia bersahabat dan masalah akan hilang
serta terselesaikan karena semua orang akan berusaha membantu menyelesaikannya.
2.
Sebaliknya,
dari tipe manusia yang sok suci dan tidak merasa bersalah adalah manusia yang
memiliki tipe selalu merasa bersalah. Manusia dengan tipe ini disebut the
orphan, artinya yatim piatu. Salah satu tipe individu yang selalu dekat dengan
problem kesulitan hidup. Orang yang karakternya yatim adalah orang yang
memandang dunia ini kejam. Oleh karena itu, setiap kehidupan harus diwaspadai,
tidak mudah percaya kepada orang lain. Rasa takut yang amat sangat cenderung
dimiliki oleh orang dengan tipe yatim piatu, sebab, ia tidak menghendaki
kesulitan terus-menerus mengimpit jalan hidupnya.
3.
Tipe
pemberani dan tidak tidak merasa takut dengan keadaan dunia ini apa pun bentuk
masalah yang dihadapi. Tipe ini disebut dengan the warrior. Orang dengan tipe
prajurit adalah orang yang berani mengambil keputusan dan menerima risiko dalam
kehidupan. Orang ini sangat waspada dan idealis dalam melihat setiap persoalan
dengan pola pembelaan diri yang kuat.
4.
Tipe
the caregiver, penuh perhatian pada sesamanya. Orang ini memiliki tingkat
kepedulian yang tinggi pada nasib orang lain. Mempunyai rasa penyayang dan
memiliki tingkat kemanusiaan yang baik. Ia berani membela dan menghargai
martabat dan harga diri orang lain tanpa pamrih.
5.
Tipe
pencari, yaitu orang yang penuh dengan hasrat berpetualang. Biasanya orang yang
bertipe pencari, memiliki sifat yang mandiri, haus akan pengalamn baru, egois,
individualis, nonkompromi terhadap sesuatu yang merusak nama baiknya. Tidak
terlalu ingin mencampuri urusan orang lain dan menonjolkan potensi dirinya
sendiri.
6.
Tipe
the lover adalah pencinta. Ciri-ciri orang yang bertipe pecinta adalah penuh
perhatian kepada oarng lain, berbagi cinta dengan sesama manusia, dan menjadi
tempat curhat orang lain, terutama kawan dekat dan kerabatnya.
7.
Tipe
the destroyer, artinya perusak. Cirinya adalah selalu melakukan kerusakan
terhadap gagasan orang lain, antipasti pada ide yang tidak searah dengan jalan
pikirannya.
8.
Tipe
the creator, artinya pencipta. Orang dengan tipe the creator adalah orang yang
aspiratif dan imajinatif, kreatif dengan ide-ide yang cemerlang dan menguntung
dirinya dan orang lain, estetis dan penuh perhitungan hidup. Tipe ini dicirikan
pula oleh naluri yang kuat dalam mengembangkan nilai-nilai kreativitas. Bagi
orang dengan tipe ini, semua perilaku harus sesuai dengan aturan yang berlaku.
Orang ini biasanya melihat segala hal secara hitam-putih, jarang berbicara dan
bergaul dengan orang lain, dan taat hokum.
9.
Tipe
the magician, yaitu tipe penyihir. Orang dengan tipe penyihir, cirinya penuh
kharismatik, menggugah perasaan orang lain dengan wibawanya yang kuat,
naturals, yang menciptakan penyembuhan bagi orang yang merasakan gejala sakit
yang tidak jelas penyebabnya, menciptakan kekaguman dalam berbagai suasana,
pandai bersulap, pandai menghipnotis orang lain dengan berbagai cerita,
menggetarkan suasana meskipun dalam keramaian.
10.
Tipe
the sage, yaitu orang yang suka menggurui orang lain. Orang bertipe the sage
sangat idealis, kemauannya sangat kuat, bijaksana. Selalu ilmiah, objektif,
analisisnya kuat, tanggap terhadap berbagai masalah.
11.
Tipe
humoris, penghibur sejati, dan tidak membosankan dalam bergaul dengan orang
lain. Akan tetapi, terkadang orang dengan tipe ini, ia kurang serius dalam
mengahadapi masalah. Tipe ini disebut dengan the jaster.
12.
Tipe
pencemburu, pendendam, penghasut, dan karakter lainnya yang menjadi akar
terbentuknya akhlak buruk dalam kehidupannya sehari-hari.
BAB III
KESIMPULAN
Manusia
merupakan makhluk yan paling mulia diantara makhluk ciptaan Allah SWT lainnya.
Karena manusia dibekali berbagai macam potensi. Potensi tersebut adalah potensi
fisik dan potensi ruhaniah. Potensi fisik merupakan jasmani manusia dalam
bentuk tubuh yang kita lihat sekarang ini. Begitu indahnya Allah memberi
keindahan pada potensi fisik manusia. Sedangkan potensi ruhaniah yaitu akal,
hati (qalbu), nafsu, dan emosi.
Potensi-potensi
ini dapat bekerja sendirian dn juga dapat berhubungan satu sama lainnya.
Seperti hubungan antara akal dan hati. Hubungan ini akal mendorong terbentuknya
perilaku akhlaq. Juga ada hubungan antara nafsu dan emosi. Tetapi hubungan ini
tidak mendorong terbentuknya perilaku akhlaq dan mempengaruhi akal dan hati.
Semua
potensi diats adalah potensi-potensi yang baik , karena Allah lah yang langsung
memberikannya kepada manusia. Semoga kita dapat mengaplikasikan potensi yang baik pada
diri kita dalam kehidupan di dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Saebani Beni
Ahmad, K.H Abdul Hamid.2010.ilmu akhlak. Bndung:
Pustaka Setia
Nawawi Rif’at
Sauqy.2011. Kepribadian Quran. Jakarta:Amzah
El-Quussy
Abdul Aziz.1976.Imu Jiwa(prinsip-prinsip implementasinya dalam). Jakarta:Bulan Bintang
S Howard,
Friedman, Miriam, Schustack. 2006. Kepribadian
Teori Klasik dan Riset Modern. Jakarta: Erlangga
http://www.scribd.com/doc/207357344/Contoh-Hyperlink-Pada-Makalah-Mata-Kuliah-Akhlak#scribd (26 Oktober 2015 19:46 WIB )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar