Kamis, 05 Januari 2017



KATA PENGANTAR


Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Aqidah Akhlaq dengan judul “ Potensi Kemanusiaan dalam Mewujudkan Akhlak “. Salawat dan salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada habibana wanabiyana Muhammad SAW. Kesehatan dan kemaslahatan semoga selalu berada pada pembimbing mata kuliah Aqidah Akhlaq yaitu bapak H. Wawan Setiawan. M.Ag
Banyak kesulitan yang kami alami dalam menyelesaikan tugas makalah ini salah satunya yaitu minimnya ketersediaan buku yang membahas tentang pembahasan makalah ini. Tetapi kami tetap berusaha untuk menyelesaikan makalah ini dengan semaksimal mungkin. Semoga, makalah ini dapat diterima dan bermanfaat bagi pembacanya dan khususnya kami sendiri sebagai pembuatnya.
Kami ucapkan terimakasih kepada orang tua yang telah menyediakan sarana sebagai pendukung dalam pembuatan makalah ini. Kami mengharapkan kritik dan saran agar pembuatan makalah kedepannya lebih baik lagi.





Bandung, November 2015

Penulis





DAFTAR ISI




BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia diciptakan sebagai makhluk paling mulia diantara makhluk ciptaan Allah SWT lainnya, karena manusia sudah dibekali berbagai macam potensi yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Namun terkadang kita sebagai manusia tidak sadar bahkan tidak tahu sama sekali apa potensi yang ada  pada diri kita sehingga terkadang kita hidup dengan kondisi seadanya, mudah putus asa dan tidak mempunyai impian besar. Allah menciptakan manusia dalam keadaan fitrah dalam arti berpotensi, yaitu kelengkapan yang diberikan pada saat dilahirkan ke dunia. Potensi itu harus digunakan dengan baik dan cermat, jika tidak syaithan akan senantiasa menjerumuskan kita kepada jalan yang sesat.
          Makalah ini membahas tentang potensi kemanusiaan dalam mewujudkan akhlak karena penting bagi kita untuk mengetahui apa saja potensi yang ada dalam diri kita. Sehingga kita dapat menjalani hidup dan kehidupan dengan lebih baik lagi.

 

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1. Apa Potensi Dasar Insani yang ada pada Manusia ?
1.2.2  Bagaimana W
atak dan Kepribadian Manusia dalam Berakhlak ?





BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Potensi Dasar Insani

2.1.1. Potensi manusia

Manusia diciptakan sebagai makhluk paling mulia diantara makhluk ciptaan Allah SWT lainnya, karena manusia sudah dibekali berbagai macam potensi yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Namun terkadang kita sebagai manusia tidak sadar bahkan tidak tahu sama sekali apa potensi yang ada  pada diri kita sehingga terkadang kita hidup dengan kondisi seadanya, mudah putus asa dan tidak mempunyai impian besar. Allah menciptakan manusia dalam keadaan fitrah dalam arti berpotensi, yaitu kelengkapan yang diberikan pada saat dilahirkan ke dunia. Potensi itu harus digunakan dengan baik dan cermat, jika tidak syaithan akan senantiasa menjerumuskan kita kepada jalan yang sesat.
Adapun potensi yang dimiliki manusia dapat dikelompokkan kepada dua hal, yaitu potensi fisik dan potensi ruhaniah.
a.       Potensi fisik
Potensi fisik  yang dimiliki manusia adalah tubuh manusia itu sendiri, sebagaimana firman Allah SWT dalam surah al-mu’minun (23):12-14 yang artinya :
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging, kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah pencipta yang paling baik,”
b.       Potensi Ruhaniah
Selain potensi fisik, manusia juga mempunyai potensi ruhaniah. Bedanya potensi ruhaniah “tidak terlihat”. Tetapi potensi dapat dilihat jika dibantu oleh potensi fisik. Potensi ruhaniah yang dimiliki manusia yaitu :
1.       Akal
Akal berasala dari bahasa arab, yaitu dari kata jadian, (aqala/aqilu/aqlan), sedangkan secara etimologi berarti mengikat atau menahan, mengerti dan membedakan.
Dari pengertian ini kemudian dihubungkan bahwa akal adalah merupakan daya yang terdapat dalam diri manusia yang dapat menahan atau mengikat dan membedakan.
Dari pengertian ini kemudian dihubungkan bahwa akal adalah merupakan daya yang terdapat dalam diri manusia yang dapat menahan atau mengikat pemiliknya dari perbuatan buruk dan jahat. Demikian pula dihubungkan bahwa akal adalah merupakan salah satu unsur yang membedakan manusia dari makhluk lain (khususnya binatang) karena akal itu dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk.
Meskipun akal mempunyai kedudukan dan posisi yang sangat penting dalam sistem kejadian manusia, namun islam tidak menganggap bahwa akal merupakan faktor utama yang menjadikan manusia makhluk termulia dan terbaik. Karena bagaimanapun juga akal tidak dapat dijadikan sebagai faktor penentu dan dilepskan bebas untuk menetapkan kebenaran-kebenaran tanpa bimbingan dari unsur-unsur lain yang juga telah dianugerahkan kepada manusia seperti rasa, keyakinan (iman) dan syari’at (wahyu). Ini dibebaskan karena akal itu sendiri adalah bersifat nisbi atau relatif. Seperti yang diakui oleh hampir semua ahli ilmu pengetahuan dan falsafah.
Dengan demikian penetapan-penetapannya tidaklah bersifat absolute dan daya jangkauannya sangat terbatas. Oleh sebab itu akal harus senantiasa dibimbing oleh iman dan syariat (wahyu) agar tidak terjerumus kedalam jurang kesesatan.
2.       Qolbu atau (hati)
Qolbu berasal dari kata qalaba yang berarti berubah, bertindak, atau berbalik dan menurut ibnu syaidah (ibnu manzur:179) berarti hati.
Musa asyari(1992) menyebutkan arti qalbu dengan dua pengertian, yang pertama pengertian kasar4 atau fisik, yaitu segumpal daging yang berbentuk bulat panjang, terletak di dada sebelah kiri, yang sering di sebut jantung. Sedangkan arti yang kedua adalah pengertian yang halus yang bersifat ketuhanan dan kerohanian yaitu hakikat manusia yang dapat menangkap segala pengertian, berpengetahuan dan arif.
Rasulullah  bersapda yang artinya:
“qalbu itu ada empat macam 1. Qalbu yang bersih, didalamnya terdapat pelita yang bersinar cemerlang, itulah qalbu mu’min; 2, qalbu yang hitam terbalik itulah qalbu orang kafir; 3, yang terbungkus dan terikat pada bungkusnya itulah qalbu orang yang munafik; 4, qalbu yang tercampur, didalamnya terdapat iman dan nifak.”
Qalbu akan tetap bersih bila senantiasa dijaga dengan mengikuti tuntunan-Nya. Namun qalbu juga menjadi hitam dan gterbalik jika ia mempertuhankan hawa nafsu, mengingkari dan mendustakan kebenaran (al-haq). Hati yang seperti ini akan memandang bagus atas segala yang mereka kerjakan, karena tertutup ilusi akibat godaan setan. Adapun qalbu simunafik terikat pada bungkus jasadiah, merupakan qalbu yang terlalu mencintai dunia (terikat pada sahwat jasmaniah); pandangan batinnya  tertipu oleh nilai-nilai estet5ik fisik tanpa melihat hakikatnya, maka ia bisa menjual agamanya demi kesenangan sesaat.
Qalbu sebenarnya dapa berfungsi unrtuk mengendalikan keputusan-keputusan akal agar berjalan diatas nilai-nilai moral seperti kebaikan dan keburukan. Karena yang dapa menentukan tentang “baik” dan “buruk” justru adalah qalbu, yang biasa di sebut rasa etik atau dhomir (kata hati).
Rasa etik (kata hati) itu sesungguhnya tidak pernah berdusta, ia dapat memutuskan sesuatu dengan tepat apakah itu baik atau buruk. Tetapi karna kekuatan akal kadang-kadang terlalu kuat untuk dipengaruhi oleh suara hati (qalbu) maka akal tidak mampu lagi mendengar bisikan dari qalbu itu. Apalagi jika qalbu tadi tidak pernah dipertajan dengan latihan-latihannya sendiri, misalnya dengan pendekatan-pendekatan kepada tuhan, melalui ibadah-ibadah, zikir-zikir dll. Maka lama kelamaan qalbu itu tidak lagi berfungsi dan tidak mampu lagi membisikan tentang kebaikan dan keburukan. Ia tidak mampu lagi melihat yang baik sebagai kebaikan, dan yang buruk sebagai keburukan. Bahkan lebih parah lagi jika qalbu itu sudah membeku sehingga apa yang baik dianggapnya buruk dan sebaliknya yang buruk dianggapnya baik.
Hubungan akal dan hati (qalbu)
Mengenai hubungan akal dengan qalbu, keduanya merupakan dua daya rohani manusia yaang mengambil tempat berbeda dalam perwujudannya (cara kerjanya). Akal (daya pikir) berpusat dikepala sedangkan qalbu (daya rasa) berpusat di dada. Tetapi antaraa akal dan qalbu sesungguhnya terdapat kaitan yang sangat erat, karena keduanya memang bersumber dari substansi yang sama. Bila mana akal dilepaskan bekerja sendiri tanpa dikaitkan denga qalbu maka ia akan melaju dengan sangat cepat. Hubungan akal denga hati ini akan mendorong manusia untuk berprilaku akhlak. Hubungan ini juga dapat dipengaruhi oleh nafsu dan emosi.
3.  Nafsu
Adapun nafsu dalam bahasa arab al-hawa dan dalam bahasa indonesia sering disebut hawa nafsu yaitu suatu kekuatan yang mendorong manusia untuk mencapai keinginanny. Dorongan-dorongan ini sering disebut dengan dorongan primitif, karena sifatnya yang bebas tanpa mengenal baik yang buruk. Oleh karena itu nafsu sering disebut sebagai doromgam kehendak bebas.
Dengan nafsu manusia daat bergerak dinamis dari suatu keadaan ke keadaan lain. Kecenderungan nafsu yang bebas tersebut jika tidak dikendalikan dapat menyebabkan manusia memasuki kondisi yang membahayakan dirinya. Untuk mengendalikan nafsu, manusia menggunakan akalnya sehingga dorongan dorongan tersebut dapat menjadi kekuatan positif yang  menggerakan manusia kearah tujuan yang jelas dan baik. Agar manusia dapat bergerak kearah yang baik maka agama berperan untuk menunjukan jalan yang harus ditempuhya.
4. Emosi
Emosi berasal daribahasa Prancis yaitu emotion  dan emouvoir “ kegembiraan” dari bahasa Latin emovere, dari e- (varian –eks) “luar” dan movere “bergerak” kebanyakan ahli yakin bahwa emosi lebih cepat berlalu daripada suasana hati. Emosi adalah perasaan intens yang yang diajukan kepada seseorang atau sesuatu. Emosi adalah reaksi terhadap seseorang ataukejadian. Emosi dapat ditujukan ketika senang mengenai sesuatu, sebagai contoh, bila seseorang bersikap kasar, manusia akan merasa marah, kemarahan intens kemarahan tersebut mungkin datang  dan pergi dengan cukup cepat tetapi ketika sedang dalam hati suasana yang buruk seseorang akan tidak merasa enak untuk beberapa jam.
Hubungan Nafsu dan Emosi
Hubungan antara nafsu dan emosi ini tidak akan mendorong manusia berperilaku akhlaq teapi malah menuju kepada perbuatan syaitan.
Itulah potensi-potensi yang dimiliki oleh manusia, potensi-potensi ini akan memberikan kemampuan kepada manusia untuk memnentukan dan memilih jalan hidupnya sendiri. Manusia diberikan kebebasan untuk menentukan takdirnya. Semua ini tergantung bagaimana mereka memanfaatkan potensi yang melekat pada dirinya.
Potensi-potensi tersebut saling menunjang dan melegkapi, dan memegang peranan penting dalam menentukan kesuksesan seseorang dalam kehidupan, sebab dari situlah manusia akan tahu kemana akan melangkah, apa yang diinginkan, dan apa yang harus dilakukan. Potensi fisik hanya menunjang potensi tersebut agar lebih sempurna, walau peranannya tidak bisa disepelekan.
Berbicara tentang potensi manusia dalam mewujudkan akhlak terpuji atau akhlak tercela sesungguhnya bertitik-tolak dari cara kerja akal pikiran manusia. Adapun definisi esensial manusia sebagai makhluk yang berpikir yang tidak terdapat pada makhluk-makhluk lainnya menjadi landasan logika yang paling mendasar.
Potensi fundamental yang dimiliki manusia adalah akal sebagai alat untuk berpikir. Akan tetapi, meskipun potensi terkuat yang dimiliki manusia adalah akal, kehidupan manusia tidak selalu berjalan mulus. Manusia sering mengalami suatu peristiwa yang berada di alam ketidaksadarannya. Bahkan, yang paling mengagetkan adalah “seorang manusia membunuh anaknya, istrinya, orangtua kandungnya sendiri, dan itu di lakukan dalam keadaan tidak sadar”. Seorang psikolog dan psikiater, Carl C. Jung, dengan teorinya Analytical Psychology berpendapat bahwa ketidaksadaran disebabkan oleh hereditas dan warisan yang bersifat rasial. Menurut Jung, struktur otak manusia bersifat tetap sehingga aspek ketidaksadaran berada pada collective unconscious yang terdiri atas jejak memori yang diwariskan secara turun-temurun. Cara kerja otak manusia tidak terlepas dari proses penurunan gejala-gejala kemanusiaan yang berlaku sejak masa pramanusia yang sifatnya transpersonal yang akan menjadi dasar kepribadian manusia, selanjutnya secara berkesinambungan.
Dengan pendapat Jung tersebut di atas, apakah mungkin sifat-sifat kemanusiaan itu berlaku secara genetik dan diwariskan? Menurut Jung, primordial images adalah archetype yang di bentuk oleh pengalaman tradisional secara berkesinambungan dan turun-temurun. Artinya, sifat-sifat dasar berawal dari nenek moyang pertama manusia dan yang paling menonjol adalah diturunkan dari kedua orangtua kandungnya. Dengan demikian, awal pikiran bekerja mengikuti pola warisan yang merupakan totalitas semua peristiwa kejiwaan. Manusia berbuat dalam  keadaan sadar maupun tidak sadar dituntun oleh pola piker dan unsur-unsur yang dijiwainya. Dalam kesadarannya, jiwa beradaptasi dengan semua factor eksternal, sedangkan dalam kondisi tidak sadar, jiwa bergulat dengan dirinya sendiri sebagai pusat energy kesadaran manusia. Manusia dengan potensi akalnya dapat berada dalam kesadaran penuh ketika ia memiliki kemampuan berinteraksi denagn dunia luar. Akan tetapi, jika manusia kurang cerdas dalam bersosialisasi, yang cenderung muncul adalah ketidaksadaran karena kegalauan berasal dari pertikaian batinnya sendiri.
Dalam berakhlak, manusia memiliki penggerak utama bagi kesadarannya, yaitu kesadaran yang membangkitkan seluruh pusat potensial kreativitas manusia. Pembentukan akhlak manusia dalam kesadarannya di topang oleh potensial akal atau rasio yang menggerakkan eleksitas perbuatan baik atau buruk. Kemudian, manusia pun memiliki potens rasa yang diraihnya melalui indra visual dan kekuatan emosi dalam jiwanya sehingga mengembangkan kemampuan intuisinya untuk mengadopsi sesuatu yang dinilainya baik dan memberi manfaat. Selain itu, potensi emosi manusia melalui konsep nafsu jiwa, manusia dalam memberdayakan kemampuannya untuk bertahan hidup dengan cara mengamankan diri dan bertindak preventif terhadap segala sesuatu yang dinilainya membahayakan kehidupan dan keberlangsungan jiwanya.
Manusia dengan modal tiga potensi, yaitu akal, hati dan perpaduan di antara keduanya, memadukan fungsi superioritas hidupnya untuk terus memerdekakan kehendaknya. Indicator yang paling signifikandalam kaitannya dengan pertahanan hidup manusia adalah kemampuan adaptabilitas yang kuat dan dominan. Sikap penonjolan jiwa manusia didorong kuat oleh fungsi superioritasnya, sehingga setiap manusia memiliki tipologi tertentu dari cara berpikir, merasa, mencermati dengan pancaindra dan kekuatan intuisinya. Dengan kemampuan itulah, akhlak manusia bergerak secara dinamis karena adanya fungsi superior yang memperkuat kesadarannya dan mempertahankan kekuatan intuisinya meskipun berada di antara keduanya, yaitu kesadaran dan ketidaksadaran.
Manusia terus mempertahankan hidupnya dari generasi ke generasi. Kemusnahannya tidak akan pernah terjadi, yang ada hanyalah perubahan pola hidup manusia dengan menyesuaikan diri pada situasi dan kondisi yang terus berubah. Hal itu dapat terus berlangsung karena keberanian manusia ditopang oleh potensi akal dan hati yang mengembangkan superioritas kehidupannya, sekaligus mengalahkan imperioritas dirinya. Manusia degan akhlaknya akan terus mendahulukan kepentingan dirinya sendiri untuk menciptakan ketidakstabilan kehidupan sosialnya. Sebaliknya, stabilitas social akan menguatkan kedudukan dirinya demi pengakuan eksistensinya secara truktural maupun kultural. Keseimbangan fungsi rasio dan hati, fungsi indra dan intuisi dapat melahirkan manusia yang memiliki tingkat kesadaran yang optimal, mandiri, dan utuh secara jasmani maupun rohaninya.
Dengan pemahaman di atas, akal dan hati adalah perpaduan potensi manusia yang paling menentukan masa depan kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat yang kompleks. Nah, mengapa manusia berakhlak baik atau berakhlak buruk, sedangkan manusia berakal dan berhati? Itulah pertanyaan yang muncul.
Akal dan hati terus berlabuh dengan keadaan internal jiwanya dan eksternal lingkungan social yang sangat luas, kompleks, krusial. Progresif, dan mungkin juga fatamorgana. Manusia, secara normatif, mengalami masa-masa pancaroba dengan mempertimbangkan suara hati dan pengaruh lingkungan eksternal yang lebih rumit. Oleh sebab itu, kesadaran utama manusia bukan dibentuk oleh jiwanya sendiri, melainkan oleh lingkungan di sekitarnya. Sementara, akal dan hati pun berkembang oleh pengaruh tersebut. Pola kerja akal dan hati di bentuk secara hereditas, sebagaimana Adam menginginkan naknya Qabil dan Habil tidak berseteru, tetapi yang terjadi sebaliknya, kedua saudara kandung itu justru saling membunuh karena pengaruh luar yang membangkitkan jiwa hewannya. Oleh karena itulah, manusia dapat bertingkah laku baik dan buruk. Akan tetapi, baik dan buruk ditentukan oleh pola piker dan pandangan kejwaannya. Artinya, bisa jadi yang baik bagi seseorang adalah buruk bagi orang lain dan yang buruk bagi seseorang adalah baik bagi orang lain. Perbedaan penafsiran tentang baik dan buruk dipengaruhi oleh keadaan lingkungan yang kompleks tempat tinggal seseorng. Dengan kata lain, bergantung pada kebudayaan normatifnya. Orang-orang Dayak bertelanjang bulat karena tidak berbudaya, tetapi itulah kebudayaannya, sebab orang-orang yang berpakaian rapi dengan kasualitas yang sempurna diciptakan oleh kebudayaan yang terus berubah serta lingkungan social yang berbeda.
Perbuatan baik dan buruk pun dinilai dari sudut pandang yang berbeda, misalnya agama memandang baik atau buruk dengan ukuran normative yang terdapat dalam ajaran-ajarannya, dalam kitab sucinya atau dalam nasihat-nasihat para pemimpin agama. Islam mengukur baik dan buruk dengan ukuran yang ditetapkan oleh Allah SWT. Dan Rasulullah SAW. Yang tertuang dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Agama Yahudi mengukurnya dengan kitab Taurat, Nasrani dengan Injil, Kristen dengan Perjanjian Baru, dan agama lainnya pun memiliki kitab suci yang diyakini sebagai ukuran utama perbuatan baik dan buruk.
Dengan adanya ukuran normatif dalam ajaran-ajaran agama itulah, potensi akal dan hati manusia dipengaruhi sekaligus dibentuk sedemikian rupa, kemudian ditradisikan ke dalam kehidupan individu, kelompok masyarakat, dan komunitas yang lebih luas. Pembentukan akhlak ditunjang sepenuhnya oleh penerimaan akal dan hati terhadap ajaran-ajaran agama, dan it uterus berjalan secara tradisional dan turun-temurun.
Dengan pengaruh ajaran agama, manusia menyikapi kesadarannya yang terdapat dalam pikiran dan jiwanya, serta menyikapi ketidaksadaran dalam pengindraan dan intuisinya, sehingga muncul berbagai tipe kepribadian manusia yang merupakan karakter dirinya sendiri yang berada di dalam keaslian jiwanya atau sebagai produk adaptasi yang diperankan dalam kehidupan sosialnya. Sebagai bentuk kepribadian itu, misalnya dalam agama Islam diperkenalkan berbagai indicator akhlak yang baik dan buruk, dan manusia tinggal memilihnya dengan segala risiko yang akan dihadapinya. Dalam kehidupan social, terdapat orang-orang yang saleh, dermawan, sabar, pemarah dan pendendam, penghasut, jahil, zalim, sesat, sombong, licik, amanah, dengki, pemaaf, dan sifat-sifat lain yang merupakan cermin akhlak baik dan akhlak buruk.
Akhlak manusia yang visual salah satunya merupakan produk dari cara manusia menyikapi dunia luar. Akhlak manusia dengan kepribadiannya akan dipengaruhi dan dibentuk oleh pengaruh lingkungannya. Contoh, akhlak masyarakat yang bertempat tingggal di perkotaan berbeda dengan masyarakat yang tinggal di pedesaan. Akhlak petani berbeda engan pedagang, akhlak pegawai pabrik berbeda dengan pegawai kantoran, akhlak pejabat tinggi berbeda dengan akhlak pejabat bawahan, akhlak murid berbeda dengan akhlak guru, akhlak orang Baduy Dalam berbeda dengan orang Baduy Luar, akhlak politisi berbeda dengan akhlak ekonom, akhlak kyai berbeda dengan akhlak priyai, akhlak abangan berbeda dengan santri, dan seterusnya.
Dalam ajaran Islam, yang terpenting adalah akhlak yang seimbang, yaitu seimbang antara kehidupan duniawi dan ukhrawi dan seimbang dalam menerima hak dan melakanakan kewajiban. Keseimbangan disebut dengan adil. Keseimbangan hanya akan diperoleh apabila sikap manusia tidak cenderung ke dalam maupun keluar, melainkan berada pada garis keseimbangan, seperti akal dengan hati. Berpikir memakai hati, merasakan memakai akal. Jika keseimbangan tidak diperhatikan, kehidupan manusia akan berada pada pola hidup dan sikap yang statis. Keseimbangan atau keadilan sering disebut dengan al-mizan.
Akhlak semacam bentuk penampilan lahiriah individu yang menjadi media manusia dalam konteks batiniah dan lahiriah. Dunia luar berbentuk perilaku konkret yang merupakan citra dunia dalam. Hati dan pikiran, pikiran dan perbuatan seharusnya memiliki hubungan integral yang seimbang. Sebagaimana dalam ajaran Islam, akhlak manusia adalah perpaduan antara jasmaniah dan lahiriah. Jika manusia beriman, manusia harus bertakwa. Jika manusia meyakini bahwa Allah SWT. itu Esa, ajaran-ajaran Allah SWT. dan Rasulullah SAW. Sebagai sumber pijakan dalam beramal, manusia yang beriman harus mengamalkan syariat Allah SWT. dan Rasul-Nya dengan cara melaksanakan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya.
Apakah terdapat gejala dalam diri manusia yang menyebabkan ia berakhlak buruk? Secara psikologis, ada yang berpandangan bahwa ketidaksadaran yang dialami manusia dapat bersifat individual maupun social. Ketidaksadaran pribadi dapat dibentuk oleh tidak adanya sinergitas antara akal dan hati. Bisa pula karena pernah mengalami sesuatu yang menyakitkan yang sukar dilupakan. Adapun ketidaksadaran kolektif diturunkan secara hereditas, artinya keterjebakan manusia dalam pola-pola tingkah laku yang telah dibentuk oleh system social yang berlaku secara tradisional.
Dalam konsepsi Qurani, perbuatan yang muncul karena ketidaksadaran dapat berupa akhlak manusia yang diciptakan oleh kebodohannya sendiri atau ketidaktahuan terhadap hukum perbuatanyang dimaksudkan. Oleh sebab itu, Islam mewajibkan kepada seluruh umatnya untuk menuntut ilmu dan bertanya apabila tidak mengetahui ilmu tentang sesuatu. Rasulullah SAW. Menetapkan bahwa menuntut ilmu itu hukumnya wajib dan dilakukan sejak bayi hingga masuk ke liang lahat. Bahkan, terdapat keterangan yang memerintah umat Islam menuntut ilmu meskipun sampai ke negeri Cina.
Sesungguhnya, akhlak umat Islam aakan selalu berada dalam kesadarannya yang maksimal jika ia merenungi perintah Allah SWT. dan Rasulullah SAW. tentang wajibnya menuntut ilmu, sehingga menjadi sangat logis ketika Rasulullah SAW. menarik ketetapan wajibnya perbuatan manusia apabila manusia dalam keadaan tidak sadar atau akalnya belum dewasa, yaitu anak kecil yang belum baligh, orang gila, dan orang yang sedang tidur.
Ada pula akhlak yang merupakan gejala norma dari kejiwaan manusia, yaitu keadaan ketidaksadaran dan kesadaran manusia sering menghadapi tantangan dari luapan emosi yang tidak terkendali sehingga melahirkan kompleksitas kejiwaan dan ketidakseimbangan kesadaran. Hal itulah yang melahirkan konflik batin dan merusak struktur kesadaran yang utama dari fungsi superioritas maupun inferioritas kesadaran yang diaktualisasikan ke dalam bentuk lahiriah atau tingkah laku. Keadaan ini dapat disebut sebagai gejala psikis manusia yang sebenarnya normal, misalnya lupa.
Dalam ajaran Islam, perbuatan yang disebabkan oleh ketidaksengajaan atau karena lupa merupakan salah satu jenis perbuatan yang tidak memiliki unsur hokum. Norma yang diberlakukan untuk orang yang berbuat karena tidak sengaja atau karena lupa adalah memaafkannya. Misalnya, ketika sedang melaksanakan puasa, seseorang bangun tidur siang lalu ke dapur dan minum, padahal ia sedang berpuasa. Tiba-tiba, ia ingat bahwa hari itu sedang berpuasa maka minumnya tidak membatalkan puasa karena ia lupa, dan lupa telah menggugurkan sanksi hokum bagi yang berpuasa meskipun pada siang hari minum segelas air.
Demikian pula, dengan kasus lainnya, berkaitan dengan orang yang gila dan anak kecil yang belum baligh. Dua jenis orang tersebut tidak memiliki aktivitas hokum dalam perbuatannya, sehingga memerlukan wal bagi keduanya. Anak kecil yang menerima harta waris pun harus diurus oleh walinya. Demikian pula, orang gila, semua keperluan hidupnya harus diurus keluarganya yang menjadi walinya, agar perbuatannya tidak mengakibatkan kerugian bagi dirinya dan orang lain.
Dalam ajaran Islam, selain orang-orang di atas, terdapat pula perbuatan yang berada di luar kesadaran, yaitu orang yang sedang tidur. Factor ketidaksadaran yang ada dalam mimpi merupakan kesadaran lahiriah dari sesuatu yang tidak sempat direspons oleh kesadaran fisikal manusia ketika sedang bangun. Dengan demikian, orang yang tidur tidak sadar bahwa ia buang angina, bericara sendiri atau mengorok, dan sebagainya. Karena keadaan itu Rasulullah SAW. memberikan dua pilihan ketika orang yang telah berwudhu kemudian tertidur, ia boleh langsung melaksanakan shalat tanpa berwudhu lagi, meskipun ia telah buang angina. Hal iitu berada di luar kesadarannya, dan ulama ushul fiqih menetapkan dengan kaidah al-‘ashl baqaan makana ala al-makana, artinya yang pokok berlaku tetap pada tempatnya, atau ia berwudhu lagi dengan alas an kehati-hatiannya untuk melaksanakan halat sebab secara sadar atau tidak sadar buang angina itu membatalkan wudhu. Jadi, asal dari buang angina membatalkan wudhu, meskipun ia sedang tidur.
Akhlak manusia pun dibentuk oleh karakteristik yang berbeda-beda, termasuk kesadaran mentalitasnya, yang disebabkan oleh aktivitas kejiwaan masing-masing sebagai tipologi yang mengisi unsur-unsur psikisnya. Dengan demikian, cara pandang individu dan cara memersepsi terhadap dunia luar dan dirinya sendiri tidak sama. Akhlak atau tindakan manusia didorong oleh tujuan hidupnya masing-masing.
Tujauan-tujuan yang akan ditempuh berkautan dengan idealism individu atau masyarakat. Oleh karena itu, akhlak baik atau buruk sebenarnya bukan tujuan, melainkan produk dari tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Misalnya, seseorang memiliki tujuan mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, akhlak yang dipertontonkan adalah akhlak yang selalu dihubungkan denagn unsur-unsur duniawi dan ukhrawi, misalnya melaksanakan shalat berjamaah. Dalam shalat berjamaah, unsur duniawinya sangat banyak, yaitu saling berinteraksi, mengunjungi masjid-masjid yang dibangun oleh masyarakat Islam, dan menemukan makna kepemimpinan dalam shalat. Adapun unsur ukhrawinya adalah menggapai pahala 27 derajat, mencapai surge, dan menghapuskan dosa-dosa kecil.
Setiap manusia dengan bermacam-macam tindakannya didorong oleh tujuan tertentu. Orang yang belajar bertjuan untuk menjadi orang yang mengerti, pintar, dan berpengetahuan. Orang bekerja keras bertujuan memperoleh sejumlah uang, menafkahi keluarganya, dan membeli sesuatu. Bahkan, penganut prinsip Harakiri di kalangan Samurai di Jepang, melakukan bunuh diri memiliki tujuan, yaitu demi tegaknya keadilan, mempertahankan martabat dan harga diri, serta hidup bertanggung jawab dalam menanggung seluruh kekalahan dan kelemahannya.
Akhlak yang dipertontonkan oleh manusia berakar dari karakteristik individu dengan berbagai kecenderungan kehidupannya sehari-harinya, masalah peretemanannya, kecerdasan dalam menyelesaikan masalah, prinsip-prinsip kehidupannya, kebutuhannya, cita-cita, hobi, kebiasaan, dan motif-motif yang tertuang dalam jiwanya. Secara substantive, ajaran Islam membagi dua macam motif manusia berakhlak, yaitu perbuatan yang didasarkan pada keikhlasan, yaitu akhlak panggilan jiwa, tanpa pamrih, dan hanya Allah SWT. yang menjadi tujuan utamanya. Perbuatan yang karena adanya tujaun di luar fitrah fundamental, misalnya riak, tterpaksa, dan spontanitas. Jadi, akhlak ada yang ikhlas dan ada yang riak. Keduanya secara praktis bentuknya bias sama, hanya saja nilainya di mata Allah SWT. berbeda.

2.2  Watak dan Kepribadian Manusia dalam Berakhlak

2.2.1. Pengertian Watak

Watak semacam karakter pribadi individu yang sangat kuat dan sukar untuk diubah, kecuali melalui proses edukasi yang berkesinambungan dan intensif. Lalu, bagaimana sesungguhnya watak yang telah menjadi karakter dapat terus bersarang dalam diri manusia? Watak yang terus menguat dalam jiwa manusia menjadi standar normative dalam berakhlak. Artinya, tingkah laku seseorang didorong oleh standar normative yang dianutnya, kemudian berubah menjadi kepribadian seseorang. Naluri bertindak seseorang dipengaruhi secara kuat oleh tipe-tipe kepribadiannya.


2.2.2 Pengertian kepribadian


Kepribadian adalah terjemah dari bahasa inggris “personality” yang pada mulanya berasal dari bahasa “latin “per” dan “sonare”, yang kemudian berkembang menjadi kata ”persona” yang berarti topeng. Pada jaman Romawi kuno, seorang aktor drama menggunakan topeng itu untuk menyembunyikan identitas dirinya agar memungkinkanya bisa menerangkan karakter tertentusesuai dengan tuntutan skenario permainan dalam sebuah drama (A.Q. Sartain, Psychology, 1[[967, hml 34)
Kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psikifisik, yang menentukan caranya yang khas (unik) dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. (G.W. Allport, Personality : A Psychological Interpretation, 1973, hlm. 48)

2.2.3 Pengembangan kepribadian

Abraham Maslow menyebutkan bahwa seseorang dapat mengaktualisasikan dirinya. Manusia Yang mempunyai kepribadian seimbang dan produktif dicirikan dengan sejumlah Karakter pembentuk simbol proses realisasi potensi yang terpendam dan bersifat fitrah dalam diri. Maslow berpendapat, seseorang tidak dapat mengaktualisakikan diri sebelum ia mempunyai sarana yang cukup untuk memberikepuasan terhadap tuntutan-tuntutan yang esensial seperti pemuasan terhadap tntutan fisiologis, rasa aman, afiliasi, pengakuan, dan penghargaan. Jika tuntutan-tuntutan ini terpenuhi, orang tersebut dapat mengarahkan potensi aktualisasi diri berupa produksi keilmuan, kerja seni, atau kerja terorganisir. Pribadi yang dapat mengaktualisasikan diri, sebagaimana dideskripsikan Maslow, dapatdioperasionalkan sebagai berikut :
1)      Dapat mengendalikan dirinya, orang lain, dan lingkungan sekitar
2)      Berpandangan realistik
3)      Banyak bersikap pasrah
4)      Beriorentasi pada problem-problem ekternal, bukan pada dirinya.
5)      Mengapreasi kebebasan dan kebutuhan akan spesialisasi
6)      Berkepribadian independen dan bebas dari pengaruh orang lain.
7)      Mengapreasi segala sesuatu secara progresif, tidak terjebak pada pola-pola baku
8)      Integratif dan akomodatif terhadap semua kalangan
9)      Hubungan dengan orang lain sangat kuatdan mendalam bukan sekedar formalitas
10)  Arah dan norma demokratisnya diliputi oleh sikap toleran dan sensitivitasnya
11)  Tidak mencampur adukan antara sarana dan tujuan
12)  Gemarmencipta, berkreasi, dan menemukan penemuan-penemuan dalam skala besar.
13)  Menentang ketaatan dan kepatuhan buta terhadap budaya
14)  Berjiwa riang secara filosofis, tidak bermusuhan
a. Kepribadian yang kuat
Jika seorang individu mau dikatakan memiliki kepribadian yang bagus, ia harus menampilkan tindakan-tindakan yang bagus sebagai manifestasi dari sifat-sifat (traits) kepribadiannya yang positif. Sebaliknya, prilaku dan perbuatan individuv yang buruk pula. Ciri-ciri kepribadian yang buruk menunjukan struktur epribadian yang buruk, alias tidak kokoh.
Ciri-ciri khusus dari tingkah laku individu disebut sifat-sifat kepribadian ( personality traits) suatu sifat kepribadian didefinisikan sebagai suatu kualitastingkah laku seseorang yang telah menjadi karakteristik atau sifat yang khas (unik) dalam seluruh kegiatan individu dan sifat tersebut bersifat menetap (Robert M. Liebert dan Michael D. Spiegler, 1974: 15)
Dalam perspektif psikologi dijelaskan bahwa kepribadian manusia pada garis besarnya ada yang positif dan juga negatif, maka sifat-sifat kepribadian yang merupakan sumber penyebab, ada yang bersifat positif dan ada pula yang negatif. Adapun yang termasuk kedalam sifat-sifat utama kepribadian positif, antara lain :
1)      Adventurous, yakni sifat berani karena benar. Sifat ini muncul dari dalam diri seseorang karena rasa percaya diri seseorang karena rasa percaya diri, dan terlatih menghadapi perjuangan membela kebenaran. Orang yang bersangkuta umumnya memiliki komitmen yang kuat ingin menegakan kebenaran : watak demi kebenaran inilah yang membuatnya tampil dan berani, sehingga maju sebagai pemberani
2)      Energetik, yakni bersemangat tinggi. Individu yang memiliki sifat ini biasanya cenderung berapi-api dan lazimnya senang tampil sebagai penggerak, menggerakan orang lain. Sifat bersemangat sangat diperlukan untuk perjuanagn mencapai keberhasilan disegala bidang dan lini kehidupan.
3)      Conscientious, yakni sifat jiwa yang mendorong untuk jujur dalam bertindak sesuai dengan kata hati, alias mengikuti kata hati. Lazimnya individu yang mempunyai sifat seperti ini tidak berbelit-beliyt, tetapi mudah apa adanya. Tutur kata dan tindakan-tindakannya stabil dan jujur sesuai dengan tuntutan batinnya sehingga mudah dipercaya karena kebohongan jauh dari dirinya.
4)      Responsible. Yakni bertanggung jawab atas segala kepercayaan yang diberikan dirinya. Ini sebagai konsekuensi dari ketiga sifat tersebut. Individu yang mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi umumnya sukses dalam menjalankan tugasnya dan pekerjaan yang berada ditangannya tidak terbengkalai. Suatu pekerjaan yang terbengkalai justru karena berada ditangan orang yang rendah rasa tanggung jawabnya. Terjadinya penyimpangan-penyimpangan dan ketidakberesan dalam tugas juga dikarenakan tanggung jawab yang rendah, disamping kemampuan yang tidak memadai.
5)      Sociable, yakni supel dan pandai bergaul. Orang yang bersifat demikian biasanya memiliki banyak teman dan cenderung disukai/dicintai oleh orang banyak. Semua kalangan menyenanginya baik caranya berbicara maupun cara beragaulnya yang simpatinya. Umumnya, orang seperti ini mempunyai semboyan hidup: “teman seribu sedikit, musuh satu banyak”. Olah karna itu, pantas yang memiliki banyak teman.
6)      Ascendant, yaknimemiliki kecenderungan memegang peran sebagai pimpinan, keinginannya menjadi pemimpin cuup besar. Biasanya, watak pemimpin terlihat dengan jelas pada dirinya, baik melalui cara berbicara maupun managerial skillnya. Ia terpilih dalam lingkungannya justru karena “kelebihan-kelebihannya” itu. Kata pepatah “ pemimpin adalah anak zamannya”.
7)      Intelligent, yaitu cerdas, yang berarti berpikir encer dan berwawasan luas. Orang yang intellegensinya tinggi memiliki pengalaman yang luas , banyak hal yang telah dilaluinya, banyak kalangan yang telah menjadi pengagum dan simpatisannya, banyak pihak yang mau menjadi pengikut dan pendukungnya. Orang yang berfikiran cerdas, biasanya juga cerdas emosi dan cerdas p[ula spiritualnya.
8)      Generou, yakni yang berjiwa pemurah, memiliki sakhawah (kedermawanan) dan suka menolong orang lain. Pribadi yang demikian memang dicintai orang banyak, terutama orang-orang yang membutuhkan pertolongan dan bantuannya. Tidak jarang rumahnya dipenuhi orang banyak, dijaga, dilindungi, dan dihormati karena kewibawaan dan kebaikan-kebaikan kepada orang lain.
9)      Talkactive, yakni ringan dan mudah berbicara. Pembicaraanya berisi dan ditunggu orang banyak. Apa yang keluar dari mulutnya mengandung hikmah dan dan pembicaraan yang betharga. Tidak jarang hasil pembicaraanya dicatat, direkam, dan dibukukukan. Keaktifannya berbicara bukannlah sesuatu yangsia-sia. Orang yang demikian tidak suka pada pepatah “ diam itu emas”. Ungkapan tersebut juga dipegangnya, tetapi ia lebih tertarik untuk bebicara karena pembicaraanya mengandung nilai dan guna yang akan memberi manfaat.
10)  Persistent, yakni gigih dan berusaha, tidak setengah-setengah, tetapi total, mengerahkan segala kemampuan yang dimiliki. Individu yang demikian, jiwanya menggebu untuk mencapai hasil yang diinginkannya. Segala cara dilakukan demi cita-cita yang telah dipancangkan. Semboyan hidupnya “ pasti bisa”. Tidak ada sesuatu pun yang boleh menghalangi keinginannya. Jiwa yang demikian pantas dimiliki oleh orang-orang yang berbakat menjadi pemimpin.
11)  Tenderhearted, yakni endah hati, alias tidak sombong. Rendah hati merupakansifat kepribadian yang terpuj siapapun yang rendah hati mengundang simpati dan dukungan. Rendah hati bukan lah kelemahan, tetapi kebesaran jiwa yang mengandung magnet yangbesar untuk memperoleh perhatian orang banyak. Naluri manusia lebih tertarik dan respek pada orang-orang yang rendah hat, yang dalam bahasa santun disebut tawadhu. Umumnya para nabi dan para pemimpin masyarakat yang terpilih sifat dan karakter ini
12)  Reliable, yaknni dapat dipercaya, bahkan enak dan aman dipercaya. Orang banyak tertarik mempercayakan sesuatu  kepadanya, justru karena ia jujur,  mumpuni, amanah, dan meyakinkan untuk mengemban tugas yang dipercayakan kepadanya, ialah orang yang  the rightman on the right place “ ,bukan yang lain. Sifat yang demikian adalah sifat atau karakter yang dimiliki para nabi, yaitu amanah (terpercaya).
Individu yang memiliki sifat-sifat kepribadian tersebut tentulah berkepribadian bagus dan kuat. Siapapun yang memilikinya niscaya berhasil dan hidup sukses. Sifat-sifat utama tersebut jika dicari rujukannyadalam Al-qur’an tidaklah sulit menemukan semuanya, karena sifat-sifat terpuji itu dikandung dalam kitab suci al-qur’an, baik secara eksplesit maupun implisit.
Akhlak manusia dapat dibentuk oleh berbagai pengaruh internal maupun eksternal. Pengaruh internal berada dalam diri manusia sendiri. Ada yang berpendapat bahwa yang dimaksudkan pengaruh internal adalah watak, yaitu sifat dasar yang sudah menjadi pembawaan sejak manusia dilahirkan. Akan tetapi, pengaruh ekternal pun dapat membentuk watak tertentu. Lingkungan, mata pencaharian, makanan dan minuman, pergaulan sehari-hari dengan kawan sejawat, istri atau suami, dan sebagainya yang selalu terlibat dalam kehidupan manusia secara terus-menerus dapat membentuk watak manusia. Ada pula yang berpendapat bahwa factor geografis, pendidikan, situasi, dan kondisi social dan ekonomi, serta kebudayaan masyarakat pun dapat membentuk watak. Jadi, watak manusia dapat dibentuk oleh dua factor yang dimaksudkan, baik dari dalam dirinya maupun dating dari luar.
       Secara psikologis, tipe-tipe yang diakui merupakan kepribadin manusia, terdiri atas tipe-tipe sebagai berikut.
1.    Seseorang yang memiliki tipe the innocent, artinya tipe yang merasa suci dan tidak bersalah. Orang yang bertipe the innocent selalu memandang bahwa dunia ini tempat yang aman dan damai. Oleh karena itu, semua akan berjalan dengan lancer dan baik-baik saja. Persoalan yang dihadapi oleh manusia merupakan gejala semakin baiknya kehidupan dunia dan harus tetap memandang dunia sebagai tempat yang nyaman untuk ditinggali. Semua manusia bersahabat dan masalah akan hilang serta terselesaikan karena semua orang akan berusaha membantu menyelesaikannya.
2.    Sebaliknya, dari tipe manusia yang sok suci dan tidak merasa bersalah adalah manusia yang memiliki tipe selalu merasa bersalah. Manusia dengan tipe ini disebut the orphan, artinya yatim piatu. Salah satu tipe individu yang selalu dekat dengan problem kesulitan hidup. Orang yang karakternya yatim adalah orang yang memandang dunia ini kejam. Oleh karena itu, setiap kehidupan harus diwaspadai, tidak mudah percaya kepada orang lain. Rasa takut yang amat sangat cenderung dimiliki oleh orang dengan tipe yatim piatu, sebab, ia tidak menghendaki kesulitan terus-menerus mengimpit jalan hidupnya.
3.    Tipe pemberani dan tidak tidak merasa takut dengan keadaan dunia ini apa pun bentuk masalah yang dihadapi. Tipe ini disebut dengan the warrior. Orang dengan tipe prajurit adalah orang yang berani mengambil keputusan dan menerima risiko dalam kehidupan. Orang ini sangat waspada dan idealis dalam melihat setiap persoalan dengan pola pembelaan diri yang kuat.
4.    Tipe the caregiver, penuh perhatian pada sesamanya. Orang ini memiliki tingkat kepedulian yang tinggi pada nasib orang lain. Mempunyai rasa penyayang dan memiliki tingkat kemanusiaan yang baik. Ia berani membela dan menghargai martabat dan harga diri orang lain tanpa pamrih.
5.    Tipe pencari, yaitu orang yang penuh dengan hasrat berpetualang. Biasanya orang yang bertipe pencari, memiliki sifat yang mandiri, haus akan pengalamn baru, egois, individualis, nonkompromi terhadap sesuatu yang merusak nama baiknya. Tidak terlalu ingin mencampuri urusan orang lain dan menonjolkan potensi dirinya sendiri.
6.    Tipe the lover adalah pencinta. Ciri-ciri orang yang bertipe pecinta adalah penuh perhatian kepada oarng lain, berbagi cinta dengan sesama manusia, dan menjadi tempat curhat orang lain, terutama kawan dekat dan kerabatnya.
7.    Tipe the destroyer, artinya perusak. Cirinya adalah selalu melakukan kerusakan terhadap gagasan orang lain, antipasti pada ide yang tidak searah dengan jalan pikirannya.
8.    Tipe the creator, artinya pencipta. Orang dengan tipe the creator adalah orang yang aspiratif dan imajinatif, kreatif dengan ide-ide yang cemerlang dan menguntung dirinya dan orang lain, estetis dan penuh perhitungan hidup. Tipe ini dicirikan pula oleh naluri yang kuat dalam mengembangkan nilai-nilai kreativitas. Bagi orang dengan tipe ini, semua perilaku harus sesuai dengan aturan yang berlaku. Orang ini biasanya melihat segala hal secara hitam-putih, jarang berbicara dan bergaul dengan orang lain, dan taat hokum.
9.    Tipe the magician, yaitu tipe penyihir. Orang dengan tipe penyihir, cirinya penuh kharismatik, menggugah perasaan orang lain dengan wibawanya yang kuat, naturals, yang menciptakan penyembuhan bagi orang yang merasakan gejala sakit yang tidak jelas penyebabnya, menciptakan kekaguman dalam berbagai suasana, pandai bersulap, pandai menghipnotis orang lain dengan berbagai cerita, menggetarkan suasana meskipun dalam keramaian.
10. Tipe the sage, yaitu orang yang suka menggurui orang lain. Orang bertipe the sage sangat idealis, kemauannya sangat kuat, bijaksana. Selalu ilmiah, objektif, analisisnya kuat, tanggap terhadap berbagai masalah.
11. Tipe humoris, penghibur sejati, dan tidak membosankan dalam bergaul dengan orang lain. Akan tetapi, terkadang orang dengan tipe ini, ia kurang serius dalam mengahadapi masalah. Tipe ini disebut dengan the jaster.
12. Tipe pencemburu, pendendam, penghasut, dan karakter lainnya yang menjadi akar terbentuknya akhlak buruk dalam kehidupannya sehari-hari.













 

BAB III
KESIMPULAN

Manusia merupakan makhluk yan paling mulia diantara makhluk ciptaan Allah SWT lainnya. Karena manusia dibekali berbagai macam potensi. Potensi tersebut adalah potensi fisik dan potensi ruhaniah. Potensi fisik merupakan jasmani manusia dalam bentuk tubuh yang kita lihat sekarang ini. Begitu indahnya Allah memberi keindahan pada potensi fisik manusia. Sedangkan potensi ruhaniah yaitu akal, hati (qalbu), nafsu, dan emosi.
Potensi-potensi ini dapat bekerja sendirian dn juga dapat berhubungan satu sama lainnya. Seperti hubungan antara akal dan hati. Hubungan ini akal mendorong terbentuknya perilaku akhlaq. Juga ada hubungan antara nafsu dan emosi. Tetapi hubungan ini tidak mendorong terbentuknya perilaku akhlaq dan mempengaruhi akal dan hati.
Semua potensi diats adalah potensi-potensi yang baik , karena Allah lah yang langsung memberikannya kepada manusia. Semoga kita dapat mengaplikasikan potensi yang baik pada diri kita dalam kehidupan di dunia.


  







DAFTAR PUSTAKA
Saebani Beni Ahmad, K.H Abdul Hamid.2010.ilmu akhlak. Bndung: Pustaka Setia
Nawawi Rif’at Sauqy.2011. Kepribadian Quran. Jakarta:Amzah
El-Quussy Abdul  Aziz.1976.Imu Jiwa(prinsip-prinsip implementasinya dalam). Jakarta:Bulan Bintang
S Howard, Friedman, Miriam, Schustack. 2006. Kepribadian Teori Klasik dan Riset Modern. Jakarta: Erlangga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar