Rabu, 04 Januari 2017

Pengertian dan Kesatuan Aqidah Kelompok 1 AN D



KATA PENGANTAR

     Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan karunia Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan tema Pengertian dan Kesatuan Aqidah sebagai tugas mata kuliah aqidah akhlah. Sholawat serta salam kami limpahkan kejunjungan nabi besar Muhammad SAW. Ucapan terima kasih tak lupa kami ucapkan kepada semua pihak  yang telah memberikan masukan ataupun informasi dalam proses pembuatan makalah ini. Sebagai manusia biasa yang tak luput dari kesalahan tentunya makalah yang kami buat ini jauh dari kata kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan sarannya sangat kami harapkan untuk menyempurnakan makalah yang kami susun selanjutnya. Semoga makalah ini bisa menjadi media untuk menambah wawasan pembaca , terutama kami sebagai penyusun makalah ini. Amin ya rabbal alamin.











Daftar Isi

KATA PENGANTAR………………………………………………………………. i
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah……………………………………………………... 2
B.     Identifkasi Masalah ………………………………………………………….. 3
C.     Tujuan Makalah ……………………………………………………………... 3
      BAB II PEMBAHASAN
A.    Agama Islam
§  Pengertian Agama Islam ………………………………………………....... 4
§  Aspek-Aspek Agama ……………………………………………………… 4
B.   Aqidah
§ Pengertian Aqidah …………………………………………………………… 7
§ Fungsi dan Peranan Aqidah ………………………………………………... 10
§ Tingkatan Aqidah …………………………………………………………... 12
§ Ruang Lingkup Aqidah …………………………………………………….. 14
C.   Kesatuan Aqidah
§ Pentingnya Kesatuan Aqidah …………………………………….………… 17
§ Sebab Aqidah Itu Satu dan Kekal ………………………………………….. 18
D.  Jalan Yang Ditempuh Para Rasul Dalam Menanamkan Aqidah ………....... 24
BAB III PENUTUP
A.  Kesimpulan ………………………………………………….….………….. 26
B.   Daftar Pustaka …………………………………………………..………….. 27


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
     Aqidah adalah pokok-pokok keimanan yang telah ditetapkan oleh Allah, dan kita sebagai manusia wajib meyakininya sehingga kita layak disebut sebagai orang yang beriman (mu’min).
     Namun bukan berarti bahwa keimanan itu ditanamkan dalam diri seseorang secara toleran tanpa ada kritik sama sekali, sebab proses keimanan harus disertai dalil-dalil aqli. Akan tetapi, karena akal manusia terbatas maka tidak semua hal yang harus diimani dapat diindra dan dijangkau oleh akal manusia
     Para ulama sepakat bahwa dalil-dalil aqli yang haq dapat menghasilkan keyakinan dan keimanan yang kokoh. Sedangkan dalil-dalil naqli yang dapat memberikan keimanan yang diharapkan hanyalah dalil-dalil yang qath’i.
     Makalah sederhana ini semoga dapat memberikan ilmu pengetahuan atau dapat dijadikan sumber pembelajaran bagi kita semua.











B.     Identifikasi Masalah

a.       Apa yang dimaksud dengan agama islam ?
b.      Apa yang dimaksud dengan aqidah ?
c.       Fungsi dan peranan aqidah ?
d.      Apa saja tingkatan aqidah ?
e.       Apa pentingnya kesatuan aqidah?
f.        Apa saja faktor yang membuat aqidah satu dan kekal ?
g.      Bagaimana jalan yang ditempuh para rasul dalam menanamkan akidah?


C.    Tujuan Makalah
a.       Mengetahui pengertian agama.
b.      Mengetahui arti dan pengertian dari aqidah.
c.       Mengetahui fungsi serta peranan aqidah
d.      Mengetahui tingkatan pada aqidah
e.       Memahami pentingnya kesatuan aqidah
f.        Memahami faktor-faktor yang membuat aqidah satu dan kekal
g.      Mengetahui seperti apa jalan yang ditempuh para rasul dalam menanamkan aqidah






BAB II
PEMBAHASAN

I.        Agama Islam

A.    Pengertian Agama Islam
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Agama berasal dari bahasa sansekerta, akar kata agama adalah gam yang mendapat awalan a dan akhiran a sehingga menjadi a-gam-a. Agama  artinya peraturan, tata cara, upacara hubungan manusia dengan Tuhan.
Secara etimologi islam berasal dari bahasa Arab, terambil dari kosakata salima yang berarti selamat sentosa. Kemudian dibentuk menjadi kata aslama yang berarti memelihara dalam keadaan selamat sentosa, yang berarti berserah diri, patuh, tunduk dan taat. Dari kata aslama dibentuk kata islam (aslam yuslimu islaman), yang mengandung arti selamat, aman, damai, patuh, berserah diri, dan taat. Orang yang masuk islam di namakan muslim, yaitu orang yang menyatakan dirinya telah taat, meyerahkan diri, dan patuh kepada Allah.



Sedangkan yang dimaksud dengan Islam adalah akan dibahas dibawah ini, islam menurut para ahli adalah :
Menurut Mahmud Syaltout, islam adalah:
“islam adalah agama Allah yang di wasiatkan oleh ajaran-ajarannya sebagaimana terdapat di dalam pokok-pokok dan syariatnya kepda nabi muhammmad SAW dan mewajibkan kepadanya untuk menyampaikannya kepada seluruh umat manusia serta mengajak mereka untuk memeluknya. 
Menurut Maulana Muhammad Ali :
“islam adalah agama yang sebenarnya bagi seluruh umat manusia. Para nabi adalah yang mengajarkan agama islam dikalangan berbagai bangsa dan berbagai zaman, dan nabi Muhammad SAW adalah nabi agama itu yang terakhir dan paling sempurna.”
Menurut Harun Nasution
“islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui nabi Muhammad SAW sebagai Rasul. Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenai satu segi, tetapi mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia.”
Jadi kesimpulan mengenai Agama Islam adalah suatu ajaran tata cara yang diturunkan Allah SWT. kepada Nabi Muhammad SAW yang disiarkan dengan dakwah ke seluruh penjuru dunia, memberikan pertanda bahwa Islam diperuntukan bagi semua manusia yang ada dimuka bumi ini.





B.     Aspek-Aspek Agama
     Di dalam Agama Islam ada tiga aspek atau tiga bagian terpenting yang terkait antara satu sama lainnya. Baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Secara tersurat maupun yang tersirat. Secara sadar maupun tidak sadar. Diantaranya adalah
·         Aqidah
·         Syariat
·         Akhlak
     Siapa saja yang ingin beragama Islam atau siapa saja yang ingin melaksanakan ajaran Islam di dalam kehidupan, wajib mempelajari ketiga aspek atau bagian yang ada di dalam ajaran Islam ini. Wajib dipelajari ilmunya, diyakini, dihayati, dan juga diamalkan.
     Kalau satu aspek saja kita terima dan pelajari tetapi meninggalkan aspek-aspek yang lain, ia sangat cacat dan timpang. Katakalah kita pelajari aqidahnya saja serta diyakini dengan meninggalkan aspek-aspek yang lain, seolah-olah islam itu agama ketuhanan dan Tuhan tidak mempunyai peraturan dan peranan. Kalau syariatnya saja yang kita terima dan menolak pula aspek-aspek yang lain, Islam itu sudah seolah-seolah Islam seperti ajaran ideologi. Manakala kalau akhlaknya saja diterima dengan meninggalkan aspek-aspek yang dua lagi, seolah-olah Islam itu hanya ajaran etika di dalam pergaulan atau etika kerja.







II. Aqidah
A.    Pengertian Aqidah
Aqidah berasal dari kata “aqada – ya’qidu – aqdan” yang berarti “mengikatkan atau mempercayai/meyakini” jadi “aqidah” berarti ikatan, kepercayaan atau keyakinan. Sedangkan pengertian aqidah dalam agama maksudnya adalah berkaitan dengan keyakinan, bukan perbuatan. Misalnya keyakinan adanya Allah dan diutusnya nabi Muhammad SAW sebagai rasul.
Secara fithri manusia terikat ke luar dirinya, ia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup menyendiri, ia harus berkomunikasi dengan luar dirinya. Diantara ikatan yang harus melandasi komunikasi ini adalah bahwa ia harus mempunyai rasa percaya terhadap pihak lainnya. Tanpa adanya rasa percaya manusia takkan mampu atau berani melakukan apapun.
Kepercayaan bagi manusia adalah sesuatu yang sangat essensial, karena dari situlah lahirnya ketentraman, optimis, dan semangat hidup. Tidak mungkin seseorang dapat bekerja, jika tidak ada kepercayaan pada dirinya bhawa pekerjaan itu dapat membawanya kepada tujuan dan ingin mencapainya.
Kepercayaan adalah anggapan bahwa sesuatu itu benar atau sesuatu yang diakui kebenarannya. Sesuatu yang dianggap benar itu dapat diperoleh melalui 3 institusi kebenaran, yaitu melalui ilmu pengetahuan, filsafat dan agama.
Ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yg berasal dari pengamatan dan pengalaman empirik yang disusun secara sistematik untuk mengetahui prinsip-prinsip tentang sesuatu yang dipelajari. Ilmu adalah proses akal untuk memahami kenyataan dan hukum-hukum yang berlaku dalam alam semesta. Kebenaran ilmu penegtahuan bersifat nisbi, yaitu sepanjang bisa dibuktikan secara ilmiah dan ini sangat tergantung kepada metode yang digunakannya.


Filsafat mencoba memberikan gambaran tentang kebenaran. Dalam mencari kebenaran, filsafat berpegang kepada landasan dan pandangan dasar yang digunakannya, yang masing masing ahli filsafat memiliki pandangan sendiri-sendiri. Mencari kebenaran filsafat sangat tergantung kepada para penganjurnya. Oleh karena itu kebenarannya bersifat nisbi pula.
Suatu kepercayaan yang merupakan implikasi dari kebenaran yang tinggi adalah agama. Dan aqidah merupakan dasar-dasar kepercayaan dalam agamayang mengikat seseorang dengan persoalan-persoalan yang prinsipil dari agama itu. Islam mengikat kepercayaan umatnya dengan tauhid, yaitu keyakinan bahwa Allah itu Esa. Tauhid merupakan aqidah islam yang menopang seluruh bangunan ke-Islaman seseorang. Keyakinan mendorong seseorang untuk konsisten dan berpegang teguh, bahkan sanggup menyerahkan segenap hidupnya bagi keyakinannya itu.
Aqidah di berikan oleh allah setelah rusaknya hati umat manusia dan tersesatnya kepercayaan yang mereka miliki juga runtuhnya semua akhlaq dan peri kemanusian. Di saat itu pasti nyata sekali kebutuhan manusia kepada suatu kekuasaan yang ampuh yang dapat mengembalikan meeka kepada fitrah asli mereka yang bener dan sejahtera. Bimbingan semacam itu mutlak di perluka oleh umat, agar secara langsung dapat lah manusia itu meneruskan perbaikan kemakmuran bumi dan agar kuat pula untuk membawa amanat kehidupan di alam semesta ini
Aqidah ini merupakan ruh bagi setiap orang dengan berpegang teguh kepadanya itu ia akan hidup dalam keadaaan yang baik dan memgembirakan,tetapi dengan meinggalkannya itu akan matilah semangat kerohanian manusia ia adalah bagaikan cahaya yang apabila seseorang itu buta dari padanya, maka pastilah ia akan terseset dalam liku-liku kehidupannya, malahan tidak mustahil bahwa ia akan terjerumus dalam lembah-lembah kesesatan yang amat dalam sekali.


     Selain itu ada juga pengertian aqidah menurut para ahli yakni sebagai berikut :

1. Menurut Hassan Al-Banna
“Aqidah adalah beberapa perkara yang wajib diyakini keberadaannya oleh hatimu, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan”.
2. Menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy
“Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fithrah. (Kebenaran) itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakini kesahihan dan kebenarannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu”.
















B.     Fungsi dan Peranan Aqidah
Aqidah tauhid sebagai kebenaran merupakan landasan keyakinan bagi seorang muslim. Keyakinan yang mendasar itu menopang seluruh prilaku, membentuk dan memberi corak dan warna kehidupannya dalam hubungannya dengan mahkluk lain dan hubungan dengan Tuhan.
Dalam hubungan dengan Tuhan, aqidah memberi kejelasan tentang tuhan yang disembahnya sebagai dzat Yang Maha Kuasa; satu-satunya Dzat yang wajib disembah yang di Tangan-Nya nasib seluruh mahkluk ditentukan.
Dzat dan Sifat Tuhan yang diinformasikan oleh Tuhan sebdiri yang terangkum dalam aqidah tauhid, menjadikan seorang muslim yakin akan kebenarannya. Keyakinan itu akan memberikan ketenangan dan ketentraman dalam pengabdiannya dan penyerahan dirinya secara utuh kepada Dzat Yang Maha Besar itu.
Dalam hubungan dengan manusia. Keyakinan tauhid ini menjadi dorongan utama untuk bergaul dan berbuat baik serta berbuat maslahat bagi manusia dan mahkluk lainnya. Dorongan keyakinan ini akan sanggup meniadakan segala pamrih duniawi dan balas jasa dari baikan yang ditanankan terhadap manusia lain.
Aqidah yang tertanam dalam jiwa seorang muslim akan senantiasa menghadirkan dirinya dalam pengawasan Allah semata-mata, karena itu perilaku-perilaku yang tidak dikehendaki Allah akan selalu dihindarkannya. Sabda nabi : “Beribadahlah engkau kepada Allah, seolah-olah engkau melihat-Nya apabila engkau tidak melihat-Nya, Allah melihat engkau.”
Aqidah dapat dilihat peranannya dalam berbagai segi kehidupan seorang muslim serta memiliki implikasi terhadap sikap hidupnya. Implikasi dari aqidah itu antara lain dapat dilihat dalam pembentukan sikap, misalnya :



1.      Penyerahan secara total kepada Allah dengan meniadakan sama sekali kekuatan dan kekuasaan diluar Allah yang dapat mendominasi dirinya.

2.       Keyakinan terhadap Allah, menjadikan orang memiliki keberanian untuk berbuat, karena tidak ada baginya yang ditakuti selain melanggar perintah Allah. Keberanian ini menjadikan seorang muslim untuk berbicara tentang kebenaran secara lurus dan konsekuan dan tegas berdasarkan aturan aturan yang jelas diperintah Allah.

3.      Keyakinan dapat membentuk rasa optimis menjalani kehidupan, karena keyakinan tauhid menjadikan hasil yang terbaik yang akan dicapainnya secara ruhaniah, karena itu seorang muslim tidak pernah gelisah dan putus asa, ia tetap berkiprah dengan penuh semangat dan optimisme.
     Dengan demikian aqidah dapat berperan sebagai landasan etik bagi seorang muslim dalam kehidupannya didunia dengan melihat hidup secara luas, yaitu hidup di dunia dan akhirat.
     Sayyid Sabiq memandang fungsi aqidah sebagai ruh bagi setaiap orang. Hidup bernaung dan berpegang teguh kepadanya akan memperoleh gairah, semangat dan kebahagian, sementara hidup yang terlepas dari padanya akan terapung, melayang tanpa arah dan bahkan mati semangat kerohaniannya. Aqidah adalah cahay, yang apabila seorang tidak memilikinya, ia akan buta dan pasti akan tersesat kedalam liku liku dan lembah kesesatan dan kenistaan. Pada kenyataan dan pengaktualisasiannya aqidah, syariah, dan akhlak atau dengan kata lain iman dan amal, harus menyatu, tidak ada jarak antara keduanya.





C.    Tingkatan Aqidah
     Ditinjau dari segi kuat dan tidaknya, aqidah ini bisa dibagi menjadi empat tingkatkan, yaitu :
1.      Ragu,
2.      Yakin,
3.      Ainul yakin, dan
4.      Haqqul yakin.
     Tingkatkan-tingkatan ini terutama didasarkan atas sedikit banyak atau besar kecilnya potensi dan kemampuan manusia yang dikembangkan dalam menyerap aqidah tersebut. Semakin sederhana potensi yang dikembakan akan semakin rendah aqidah yang dimiliki, dan sebaliknya. Empat tingkatan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

·         Tingkat ragu (Taklif), yakni orang yang beraqidah hanya karena ikut ikutan saja, tidak mempunyai pendirian sendiri.

·         Tingkat yakin, yakni orang yang beraqidah atau sesuatu dan mampu menunjukan bukti, alasan, atau dalilnya, tapi belum mampu menemukan dengan data atau bukti (dalil) yang didapatnya. Sehingga tingkat ini masih mungkin terkecoh dengan sanggahan sanggahan yang bersifat rasional dan mendalam.








·         Tingkat a’inul yakin, orang yang beraqidah atau meyakini sesuatu secara rasional, ilmiah dan mendalam ia mampu membuktikan hubungan antara objek (madlul) dengan data atau bukti (dalil). Tingkat ini tidak akan terkecoh lagi dengan sanggahan sanggahn yang bersifat rasional dan ilmiah.

·         Tingkat haqqul yakin, yakni orang beraqidah atau meyakini sesuatu yang disamping mampu membuktikan hubungan antara objek (madlul) dengan bukti atau fakta (dalil) secara rasional, ilmiah dan mendalam, juga mampu menemukan dan merasakannya melalui pengalaman-pengalamannya dalam pengamalan ajaran agama.

















D.    Ruang Lingkup Aqidah

Secara sederhana sistematika agama islam dapat dijelaskan sebagai berikut kalau orang telah menerima tauhid sebagai prima causa yakni asal yang pertama, asal dari segala-galanya dalam keyakinan islam, maka rukun iman yang lain hanyalah akibat logis (masuk akal) saja penerimaan tauhid tersebut. Dari uraian singkat tersebut kita harus mengerti apa saja sistematisnya pokok-pokok keyakinan islam yang terangkum dalam rukun iman.

1.      Keyakinan kepada Allah
Allah, Zat yang maha mutlak itu, menurut ajaran islam, adalah Tuhan Yang Maha Esa. Menurut aqidah islam, konsepsi tetang Ketuhanan Yang Maha Esa disebut Tauhid

2.      Keyakinan kepada para Malaikat
Malaikat adalah mahkluk Gaib, tidak dapat ditangkap oleh pancaindra manusia akan tetapi, dengan izin Allah, malaikat dapat menjelmakan dirinya seperti manusia, seperti malaikat Jibril menjadi manusia dihadapan Maryam, ibu Isa Almasih. Mereka diciptakan Tuhan dari cahaya dengan sifat atau pembawaan antaralain selalu taat dan patuh kepada Allah, senantiasa membenarkan dan melaksanakan perintah Allah. Para malaikat mempunyai tugas tertentu seperti menyampaikan wahyu Allah kepada manusia melalui para rasulnya, mengukuhkan hati orang-orang yang beriman memberikan pertolongan kepada manusia, membantu perkembangan rohani manusia, mendorong manusia untuk berbuat baik, mencatat perbuatan manusia, dan melaksanakan hukuman Allah.




3.      Keyakinan kepada kitab-kitab suci

Kitab-kitab suci memuat wahyu Allah. Perkataan kitab yang berasal dari kata kerja Kataba artinya ia telah menulis. Memuat wahyu Allah. Perkataan wahyu berasal dari bahasa Arab al-wahy. Kata ini mengandung makna suara,bisikan, isyarat, tulisan dan kitab. Dalam pengertian yang umum wahyu adalah firman Allah yang disampaikan malaikat Jibril kepada para Rasul-Nya. Al-quran menyebut beberapa kitab suci misalnya Zabur yang diturunkan melalui nabi Daud, Taurat melalui nabi Musa, Injil melalui Nabi Isa dan Al-quran melalui nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya.

4.      Keyakinan pada para nabi dan rasul

Para nabi menerima tuntan berupa wahyu, akan tetapi tidak mempunyai kewajiban menyampaikan wahyu itu kepada umat manusia. Rosul adalah utusan Tuhan yang berkewajiban menyampaikan wahyu yang diterimanya kepada umat manusia.

5.      Keyakinan pada hari kiamat dan pertanggung jawaban manusia di akhirat.

Keyakinan ini sangat penting dalam rangkaian satuan rukun iman lainnya, sebab tanpa mempercayai hari akhir sama halnya dengan orang tidak mempercayai agama islam walaupun orang itu menyatakan ia percaya kepada Allah, Al-quran dan Nabi Muhammad. Keyakinan pada hari akhir inilah yang mendorong manusia menyesuaikan diri dengan keranka nilai abadi yang ditetapkan Allah. Keyakinan kepada hari akhir ini pula lah yang menolong manusia memperkembangkan kepribadiannya secara sehat dan mantap karena itu pula ajaran islam mementingkan benar keyakinan pada hari akhirat.




6.      Keyakinan pada qada dan qadar
Yang dimaksud dengan qada adalah ketentuan mengenai sesuatu atau ketetapan tentang sesuatu, sedangkan qadar adalah ukuran sesuatu menurut hukum tertentu.





















III.  Kesatuan Aqidah

A.    Pentingnya Kesatuaan Aqidah

Inilah yang merupakan pengertian pokok dalam keimanan, yakni aqidah dan untuk menjelaskannya lagi Allah Taala menurunkan kitab-kitab suciNya, mengutuskan semua Rasulnya dan dijadikan sebagai wasiatNya baik untuk golongan awwalin (orang-orang dahulu) dan golongan akhirin (orang-orang kemudian).
Aqidah merupakan kesatuan yang tidak akan berubah-ubah kerana pergantian zaman atau tempat tidak pula berganti-ganti kerana perbezaan golongan atau masyarakat.
Allah ta’ala berfirman:
“Allah telah mensyariatkan agama untukmu semua iaitu yang diwasiatkan kepada Nuh yang kami wahyukan padamu, juga yang kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, hendaklah kamu semua menegakkan agama itu dan jangan berselisih di dalam melaksanakannya” (Asy-Syura: 13) :
Jelaslah dari ayat di atas itu bahawa agama yang disyariatkan oleh Allah ta’ala kepada kita itu adalah sebagaiman yang pernah diwasiatkan kepada Rasul-rasulNya yang dahulu-dahulu, yakni agama yang merupakan pokok-pokok aqidah dan tiang-tiang atau rukun-rukun keimanan. Jadi bukannya cabang-cabangnya agama atau syariat-syariatnya yang berupa amalan. Sebabnya adalah kerana setiap ummat itu tentu memiliki syariat-syariat amaliah yang sesuai dengan keadaan mereka sendiri, hal-ehwal serta jalan fikiran serta kerohanian mereka itu pula.





B.     Sebab Aqidah Itu Satu dan Kekal
     Aqidah sebagaimana yang diuraikan dimuka itu oleh Allah Ta’ala dijadikan umum dan merata untuk seluruh ummat manusia, kekal sepanjang masa, sebab sudah nyatalah bekas-bekas kemanfaatan dan keperluannya, baik dalam kehidupan perorangan ataupun perkembangan masyarakat ramai. Dibawah ini akan dibahas penjelasannya secara rinci.
     Pertama ialah ma’rifat kepada Allah Ta’ala yang akan memancarkan berbagai perasaan yang baik dan dapat dibina di atasnya semangat untuk menuju kearah perbaikan. Ma’rifat ini dapat pula memberi didikan kepada hati untuk senantiasa menyelidiki dan meneliti mana-mana yang salah dan tercela, malahan dapat menumbuhkan kemauanuntuk mencari keluhuran kemulian dan ketinggian budi dan akhlak dan sebaliknya juga menyuruh seseorang supaya menghindarkan dirinya dari amal perbuatan yang hina, rendah dan tidak berharga sedikitpun.
     Kedua ialah ma’rifat kepada malaikatnya Allah Ta’ala. Hal ini dapat mengajak hati sendiri untuk mencontoh dan meniru perilaku mereka yang serba baik dan terpuji itu, juga dapat tolong-menolong dengan mereka untuk mencapai yang hak dan luhur. Selain itu mengajak pula untuk memperoleh penjagaan yang sempurna, sehingga tidak satupun yang timbul dari manusia itu melainkan yang baik-baik dan segala tindakannya pun tidak akan ditujukan melainkan untuk maksud yang mulia belaka.
     Ketiga ialah ma’rifat kepada kitab-kitab suci Allah Ta’la. Ini adalah suatu ma’rifat yang memberikan arah untuk menempuh jalan yang lurus, bijksana dan diridhai oleh Tuhan yang tentunya sudah digariskan oleh Allah Ta’ala agar seluruh ummat manusia itu mentaatinnya. Sebabnya ialah karena hanya dengan melalui jalan inilah maka seseorang itu dapat sampai kearah kesempurnaan yang hakiki, baik dalam segi kebendaan (materi) atau segi kerohaniaan dan akhlak (adabi).


     Keempat ialah ma’rifat kepada rasul-rasul Allah Ta’ala. Dengan ma’rifat ini dimaksudkan agar setiap manusia itu mengikuti jejak langkahnya memperhias diri dengan meniru akhlak para rasul itu. Selain itu juga bersabar dan tabah hati dalam mencontoh sepak terjang beliau-beliau itu sebab sudah jelaslah bahwa tindak langkahnya para rasul itu mencerminkan suatu teladan yang tinggi nilainya dan yang bermutu baiksekali, bahkan itulah yang merupakan kehidupan yang suci dan bersih yang dikehendaki oleh Allah Ta’ala agar dimiliki oleh seluruh ummat manusia.
     Kelima ialah ma’rifat kepada hari akhir dan ini akan menjadi pembangkit yang terkuat untuk mengajak manusia itu berbuat kebaikan dan meninggalkan keburukan.
     Keenam ialah ma’rifat kepada takdir dan ini akan memberikan bekal kekuatan dan kesanggupan kepada seseorang untuk menanggulangi segala macam rintangan, siksaan, kesengsaraan dan kesukaran. Sementara itu akan dianggap kecil sajalah segala penghalang dan cobaan, sekalipun bagaimana juga dahsyat dan hebatnya.
     Hal-hal sebagimana diatas itu tampak dengan jelas bahwa akidah itu tujuan utamanya memberikan didikan yang baik dalam menempuh jalan kehidupan, menyucikan jiwa lalu mengarahkannya kejurusan yang tertentu untuk mencapai puncak dari sifat-sifat yang tinggi dan luhur dan lebih utama lagi supaya diusahakan agar sampai tingkatan ma’rifat yang tinggi.
     Menempuh jalan yang dilandasi oleh didikan yang muni dan utama yang dilakukan oleh seseorang dengan melalui penanaman akidah keagamaan adalah suatu saluran yang terbesar yang paling tepat dalam memperoleh cita-cita pendidikan terbaik.
    



     Sebabnya demikian itu ialah karena agama itu nyata-nyata mempunyai suatu kekuasan yang tertinggi dalam hati dan jiwa juga memberikan kesan yang mendalam pada perasaan, bahkan rasanya tidak ada kekuasaan atau pengaruh serta kesan yang dapat ditimbulkan oleh hal-hal lain yang dapat lebih menghasilkan dari pada agama itu sendiri, baik yang sudah dicoba oleh para cerdik cendekiawan, para ahli kebijaksanaan ataupun para sarjana pendidikan.
     Jadi teranglah bahwa penanaman akidah atau kepercayaan didalam hati dan jiwa itu adalah setepat-tepatnya jalan yang wajib dilalui untuk menimbulkan unsur-unsurkebaikan yang dengan bersendikan itu akan terciptalah kesempurnaan kehidupan, bahkan akan memberikan saham yang paling banyak untuk membekali jiwa seseorang dengan sesuatu yang lebih bermanfaat dan lebih sesuai dengan petunjuk Tuhan.  
     Bentuk pendidikan yang semacam ini akan memberikan hiasan kehidupan itu dengan baju keindahan, kerapihan dan kesempurnaan, juga menaunginya dengan naungan kecintaan dan kesejahteraan.
     Manakala kecintaan sudah terpateri dalam kalbu dan berkuasa untuk menimbulkan tindakan, maka pastilah permusuhan akan lenyap, pertengkaran akan sirna, persepakatan akan diperoleh sebagai ganti percekcokan dan persahabatan akan muncul sebagai ganti permusuhan. Dengan demikian seluruh manusia akan saling dekat-mendekati, persatuan serta ikatan yang seerat-eratnya. Setiap orang akan berusaha untuk memberikan sumbangan sebanyak-banyaknya guna kebaikan ummat dan masyarakat. Dan sebaliknya ummat dan masyarakat itupun berusaha keras untuk memberikan kebahagaiaan kepada setiap perorangan serta menyumbangkan tenaganya untuk kebaikan siapapun.
   


      Dari segi ini tampaklah betapa besar hikmatnya, mengapa keimanan itu dijadikan umum dan kekal, tidak berbeda antara keimanan yang diajarkan oleh Tuhan di xaman dahulu dan di zaman sekarang, bahkan dimasa dan di tempat manapun. Semua sama dan satu macam.
     Tidak suatu generasi atau ummat pun yang dibiarkan kosong oleh Allah Ta’ala tanpa mengutus rasul-Nya kepada mereka itu yang diberi tugas untuk mengajak kepada keimanan yang sedemikian ini serta menancapkan dalam-dalam akarnya akidah itu dalam hati.  
     Sebagian besar dakwah untuk pembaharuan akidah itu diberikan oleh Allah Ta’ala setelah rusaknya hati ummat manusia dan tersesatnya kepercayaan yang mereka miliki, juga runtuhnya semua akhlak dan perikemanusiaan. Disaat itu pasti nyata sekali kebutuhan manusia kepada suatu kekuasaan yang ampuh yang dapat mengembalikan mereka kepada fithrah asli mereka yang benar dan sejahtera. Bimbingan semacam itu mutlak diperlukan oleh ummat, agar secara langsung dapatlah manusia itu meneruskan perbaikan kemakmuran bumi dan agar kuat pula untuk membawa amanat kehidupan di alam semesta ini.
     Akidah ini merupakan ruh bagi setiap orang, dengan berpegang teguh padanya itu ia akan hidup dalam keadaan yang baik dan menggembirakan, tetapi dengan meninggalkannya itu akan matilah semangat kerohanian manusia. Ia adalah bagaikan cahaya yang apabila seseorang itu buta dari padanya, maka pastilah ia akan teresat dalam liku-liku kehidupannya, malahan tidak mustahil bahwa ia akan terjerumus dalam lembah-lembah kesesatan yang amat dalam sekali.
     Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman :
“… Adakah orang yang sudah mati, kemudian kami (Allah) hidupkan dan kami berikan padanya cahaya yang terang yang dengannya itu ia dapat berjalan ditengah-tengah manusia, sama dengan orang yang dalam keadaan gelap gulita yang ia tidak dapat keluar dari situ?”. (QS. Al-An’am 122).
     Memang akidah adalah sumber dari rasa kasih sayang yang terpuji, ia adalah tempat tertanamnya perasaan-perasaan yang indah dan luhur, juga sebagai tempat tumbuhnya akhlak yang mulia dan utama. Sebenarnya tidak suatu keutamaanpu, melainkan ia pasti timbul dari situ dan tidak suatu kebaikanpun, melainkan pasti bersumber daripadanya.
Al-Quran Alkarim diwaktu memperbincangkan perihalm kebaikan, maka disebutkanlah bahwa akidah itulah yang menjadi perintis atau pendorong dari amal-amal perbuatan yang shalih itu. Jadi akidah diumpamakan sebagai pokok yang dari situlah munculnya beberapa cabang atau sebagai fundamen yang diatasnyalah bangunan didirikan. Allah SWT berfirman :
https://alquranmulia.files.wordpress.com/2015/04/tulisan-arab-surat-albaqarah-ayat-177.jpg


“.. Bukanlah kebaikan itu jika kamu semua menghadapkan mukamu kea rah timur atau barat, tetapi yang disebut kebaikan itu ialah kebaikan seseorang yang beriman kepada Allah, hari akhir (hari kiamat), malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi memberikan harta yang dicintainya itu kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin,-


orang yang terlantar dalam perjalanan, orang minta-minta, orang-orang yang berusaha melepaskan perbudakan, mendirikan shalat, menunaikan zakat, memenuhi janji apabila berjanji, sabar dalam kesengsaraan dan kemelaratan dan juga diwaktu peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar dan merekalah orang-orang yang bertaqwa kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah 177).

















III.             Jalan Yang Ditempuh Para Rasul Dalam Menanamnkan Aqidah

     Sekalian rasul Tuhan memberitahukan kepada masing-masing ummatnya akidah sebagaimana yang tersebut dimuka danmereka menempuh cara yang semuanya itu dapat dikatakan mudah, ringan dan gampang. Juga semuanya itu mudah dimengerti, difahamkan dan diterima. Beliau-beliau ‘alaihimus salam itu menyuruh ummatnya supaya mengarahkan pandangan mereka ke kerajaan langit dan bumi, digerakanlah akal fikiran mereka itu supaya suka mengenang-ngenangkan serta memikir-mikirkan tanda-tanda kekuasaan Tuhan. Fithrahnya dibangunkan agar jiwanya dapat menerima tanaman dengan mempunyai perasaan yang teguh lagi cocok dalam beragama dan selain itu diajaknya pula merasakan suatu alam lain yang ada dibalik alam semesta yang dapat dilihat ini.
     Diatas landasan-landasan sebagaimana diatas itu pula lah Rasulullah-shalawatullah wa salamuhu’alaih- menanamkan akidah itu dalam hati dan jiwa ummatnya, ummat Muhammad yang terbesar ini.
     Beliau nabi Muhammad s.a.w. dapat mengubah ummat yang asal mulanya sebagai penyembah berhala dan patung yang dahulunya melakukan syirik dan kufur menjadi ummat yang berakidah tauhid,mengEsakan Tuhan sekalian alam. Hati mereka dipompa dengan keimanan dan keyakinan. Sementara itu beliau nabi Muhammad s.a.w. dapat pula membentuk sahabat-sahabatnya menjadi pemimpin-pemimpin yang harus diikuti dalam hal perbaikan budi dan akhlak, bahkan menjadi pembimbing-pembimbing kebaikan dan keutamaan. Bahkan lebih dari itu lagi, karena beliau nabi Muhammad s.a.w. telah membentuk generasi dari ummatnya itu sebagai suatu bangsa yang menjadi mulia dengan sebuah adanya keimanan dalam dada mereka berpegang teguh pada hak dan kebenaran. Maka pada saat itu ummat yang langsung dibawah pimpinannya adalah bagaikan matahari dunia, disamping pengajak kesejahteraan dan keselamaatan pada seluruh ummat manusia.


     Allah Ta’ala membuat kesaksian sendiri pada generasi itu bahwa mereka benar-benar memperoleh ketinggian dan keistimewaan yang khusus, sebagaimana firmanNya :
“.. Kamu semua adalah sebaik-baik ummat yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kebaikan mencegah kemunkaran dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran 110).














BAB III
PENUTUP

                                           KESIMPULAN
    
Setelah menulis makalah yang ber-temakan “Pengertian dan Kesatuan Aqidah” ini kami dapat menyimpulkan bahwa aqidah haruslah benar-benar dipelajari dan dipahami oleh semua muslim atau dengan kata lain memahami aqidah tersebut dengan Haqqul Yaqin. Aqidah yang benar didasarkan pada keyakinan hati masing-masing. Aqidah yang sesuai dengan fithrahnya akan menimbulkan ketentraman dan ketenangan bagi penganutnya.












                                        DAFTAR PUSTAKA

Sabiq,Sayyid.Aqidah Islam.2006.Bandung:CV Penerbit Diponegoro
Ali,Muhammad Daud.Pendidikan Agama Islam.1998.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada
Natta,Abuddin.Studi Islam Komperhensif.2011.Jakarta:Kencana Prenada Media Group
Nurdi,Muslim.dkk.Moral dan Kognisi Islam.1995.Bandung:CV Alfabeta
Anwar,Rosihon.Akidah Akhlak. 2008.Bandung:CV Pustaka Setia

2 komentar:

  1. kalo makalah tentang kesatuan sejarah tau ga pembhasannya seperti apa? ini di dalam matkul aqidah

    BalasHapus
  2. lengkap banget tulisannya referensi juga lengkap

    BalasHapus