Kamis, 05 Januari 2017

Landasan dan Kedudukan Akhlak



BAB IV
4.1 Pengertian Landasan
Landasan adalah dasar tempat berpijak atau tempat dimulainya suatu perbuatan. Biasa juga dikatakan sebagai fondasi yang menjadi titik acuan dalam kelanggengan atau keberhasilan suatu perbuatan atau masalah. Adapun menurut S. Wojowasito, (1972: 161), bahwa landasan dapat diartikan sebagai alas, ataupun dapat diartikan sebagai fondasi, dasar, pedoman dan sumber.
Istilah lain yang menyerupai kata landasan adalah kata dasar (basic). Kata dasar adalah awal, permulaan atau titik tolak segala sesuatu. Akan tetapi kata dasar lebih menjurus kepada referensi atau pengembangan. Jadi, kata dasar lebih luas pengertian dari kata fondasi atau landasan. Karena itu, kata fondasi atau landasan dengan kata dasar (basic reference) merupakan dua hal yang berbeda wujudnya, tetapi sangat erat hubungannya (Sanusi Uwes, 2001: 8).
4.2  Pengertian akhlak
Secara etimologis, akhlak adalah perangai, tabiat, dan agama. Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan kata khaliq yang berarti “pencipta” dan, mahluq yang berarti “yang diciptakan”. Dan menurut istilah akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa melakukan pemikiran dan pertimbangan.
Sedangkan menurut imam Al-Ghazali (1015-1111 M) mengatakan bahwa akhlak sifat yang tentram dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Jika tindakan spontan itu baik menurut pandangan akal dan agama, tindakan tersebut di namakan akhlak yang baik (akhlakul karimah/ akhlakul mahmudah). Sebaliknya, jika tindakan spontan itu jelek disebut akhlakul madzmumah.


Tujuan akhlak dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1.    Tujuan umum
Yaitu membentuk keperibadian seorang muslim yang memiliki akhlak mulia, baik secara lahiriah maupun batiniah.
2.    Tujuan khusus
1)      Mengetahui tujuan utama diutusnya Nabi Muhammad SAW. Tujuan utama diutusnya Nabi Muhammad SAW adalah menyempurnakan akhlak.
2)      Menjembatani kerenggangan antara akhlak dan ibadah. Tujuan lain mempelajari akhlak adalah menyatukan antara akhlak dan ibadah, atau dalam ungkapan yang luas antara agama dan dunia.
3)      Usaha menyatukan antara ibadah dan akhlak, dengan bimbingan hati yang diridai Allah swt.dengan keikhlasan, akan berwujud perbuatan-perbuatan yang terpuji, yang seimbang antara kepentingan dunia dan akhirat serta terhindar dari perbuatan tercela.
3.    Mengimplementasikan pengetahuan tentang akhlak dalam kehidupan.
Tujuan lain dalam mempelajari akhlak adalah mendorong kita menjadi orang-orang yang mengimplementasikan akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari. Manfaat mempelajari ilmu akhlak, Ahmad Amin mengatakan, “Tujuan mempelajari akhlak dan permasalahannya menyebabkan kita dapat menetapkan sebagian perbuatan lainnya sebagai yang baik dan sebagian lainnya sebagain yang buruk.Bersikap adil termasuk baik, sedangkan perbuatan zalim termasuk buruk; membayar utang kepada pemiliknya termasuk perbuatan baik, sedangkan mengingkari utang termasuk perbuatan buruk.”
Muhammad Abdullah Darraz dalam buku Dzustur Al-Akhlaq Fi Al-Qu’ran membagi akhlak atas lima bagian:
1)      Akhlak pribadi:
Ø  yang diperintahkan (awamir);
Ø  yang dilarang (nawahi);
Ø  yang dibolehkan (mubahat);
Ø  akhlak dalam keadaan darurat.
2)      Akhlak berkeluarga:
Ø  kewajiban antera orang tua dan anak;
Ø  kewajiban suami istri;
Ø  kewajiban terhadap karib kerabat.
3)      Akhlak bermasyarakat:
Ø  yang dilarang;
Ø  yang diperintahkan;
Ø  kaidah-kaidah adab.
4)      Akhlak bernegara:
Ø  hubungan antara pemimpin dan rakyat;
Ø  hubungan luar negeri.
5)      Akhlak beragama:
Ø  kewajiban terhadap Allah SWT;
Ø  kewajiban terhadap Rasul.

4.3  Landasan Akhlak
Dalam islam, dasar atau alat pengukur yang menyatakan bahwa  sifat seseorang itu baik atau buruk adalah al qur’an dan as sunnah. Segala sesuatu yang baik menurut al qu’ran dan as sunnah, itulah yang baik untuk dijadikan pegangan dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, segala sesuatu yang buruk menurut al qur’an dan as sunnah, berarti tidak baik dan harus dijauhi.
Ketika ditanya tentang akhlak Rasulullah SAW Aisyah R.A menjawab “Akhlak Rasulullah adalah al quran.” Maksud perkataan Aisyah adalah segala tingkah laku dan tindakan Rasulullah saw., baik yang zahir maupun yang batil senantiasa mengikuti petunjuk dari al qur’an. Al quran selalu mengajarkan umat Islam untuk berbuat baik dan menjauhi segala perbuatan yang buruk. Ukuran baik dan buruk ini ditentukan oleh al quran.
Al quran menggambarkan akhlak orang-orang beriman, kelakuan mereka yang mulia dan gambaran kehidupan meraka yang tertib, adil, luhur, dan mulia. Berbanding terbalik dengan perwatakan orang-orang kafir dan munafik yang jelek, zalim dan rendah hati. Gambaran akhlak mulia dan akhlak keji begitu jelas dalam perilaku manusia di sepanjang sejarah. Al quran juga menggambarkan perjuangan para rasul untuk menegakkan nilai-nilahi mulia dan murni di dalam kehidupan dan ketika mereka ditenteng oleh kefasikan, kekufuran, dan kemunafikan yang menggagalkan tegaknya akhlak yang mulia sebagait eras kehidupan yang liuhur dan murni itu.
Allah SWT berfirman:
http://c00022506.cdn1.cloudfiles.rackspacecloud.com/5_5.png
“Wahai ahli kitab! Sungguh, Rasul kami telah datang kepadamu, menjelaskan kepadamu banyak hal dari (isi) kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula) yang dibiarkannya.Sungguh, telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab yang menjelaskan. Dengan kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridaan-Nya kejalan keselamatan, dan dengan kitab itu (pula) Allah mengeluarkan orang itu dari gelap gulita kepada cahaya dengan izin-Nya, dan menunjukkan ke jalan yang lurus.”(Q.S. Al-Maidah [5]:15-16)
Norma berasal dari kata “norm”, artinya aturan atau yang mengaitkan suatu tindakan dan tingkah laku manusia. Landasan normatif akhlak manusia manusia sebagai individu atau sebagai masyarakat adalah sebagai berikut.
1)   Landasan normatif yang berasal dari ajaran agama islam, yaitu al quran dan as sunnah, dan berlaku pula untuk ajaran-ajaran lainnya yang dianut oleh umat manusia, seperti umat Hindu dan umat Buddha.
2)   Landasan normatif dan adat kebiasaan atau norma budaya.
3)   Landasan normatif dari pandangan-pandangan filsafat yang kemudian menjadi pandangan hidup dan asas perjuangan suatu masyarakat atau suatu bangsa.
4)   Landasan normatif yang memaksa dan mengikat akhlak manusia, yaitu norma hukum yang telah diundangkan oleh Negara yang berbentuk konstitusi, undang-undang, dan peraturan perundang-undangan lainnya, yang secara hierarkis berlaku dalam proses penyelenggaraan Negara, seperti yang dianut oleh Negara Republik Indonesia bahwa Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum, UUD 1945 sebaga dasar hukum.
4.4 Kedudukan Akhlak
Istilah asas berarti dasar, prinsip, pedoman, dan pegangan. Pasal 1 angka (6) UU No. 28 tahun 1999 menyatakan “Asas Umum pemerintahan Negara yang baik adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan, dan norma hukum untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.”
Jadi, penyelenggara pemerintah daerah harus orang-orang yang menjunjung norma susila, orang-orang yang bersih, jujur, dan bebasdari segala bentuk perbuatan yang berbasis pada kolusi, korupsi, daan nepotisme. Komisi De Monchy di negeri Belanda adalah yang pertama memperkenalkan istilah asas-asas umum pemerintahan yang baik. Van Der Grinten menegaskan perlunya sikap disiplin, berwibawa, jujur, adil, bersih, dan terbuka dalam pengelolaan Negara, artinya seorang Van Der Griten saja yang mengakui pentingnya akhlak para pengusaha.
Akhlak yang diperlukan oleh pemimpin bangsa adalah akhlak yang berpijak pada norma hukum dan norma agama, sehingga terbentuklah keseimbangan pembangunan, yaitu pembangunan materil dan spiritual, pembangunan jasmaniah dan rohaniah.
Istilah asas-asas umum pemerintahan yang baik merupakan terjemahan deri istilah “algemene van behoorlijk bestuur (bahasa Inggris). Kemudian disusun unsur-unsur yang tercantum dalam Furinsprudensi Hakim Administrasi dan Hakim-hakim Peradilan Umum, mengenai asas-asas umum pemerintahan yang baik dengan lima unsur sebagai berikut.
1.    Asas kejujuran (fair play);
2.    Asas kecermatan (zorgvuldigheid);
3.    Asas kemurnian dalam tujuan (zuiverheid dan oogmerk);
4.    Asas keseimbangan (evenwichtigheid);
5.    Asas kepastian hokum (rechts zakerheid) (Amrah,1986: 140).
Solly Lubis (1992: 16) mengemukakan pendapat Crince Ir Roy tentang beberapa asas umum pemerintahan yang baik, yaitu sebagai berikut.
1.    Asas kepastian hukum (principle of legal security);
2.    Asas keseimbangan (principle of proportionality);
3.    Asas kesamaan (principle of equality);
4.    Asas kecermatan (principle of carefulness);
5.    Asas motivasi pada setiap keputusan pemerintah (principle of motivation);
6.    Asas tidak menyalahgunakan kewenangan (principle of nonmissuse of competence);
7.    Asas permainan yang wajar (principle of fair play);
8.    Asas keadilan atau kewajaran (principle of  reasonableness or prohibition of arbitrariness);
9.    Asas menanggapi harapan yang wajar (principle of meeting raised expectation);
10.  Asas peniadaan akibat keputusan  yang batal (principle of undoing the consequences of an annulled decision);
11.  Asas perlindungan atas pandangan hidup atau cara hidup pribadi (principle of  protecting the personal way of life).
Penyelenggaraan negara yang terdiri atas kesembilan asas, yaitu sebagai berikut.
1)      Asas kepastian hukum;
2)      Asas Tertib Penyelenggaraan Negara;
3)      Asas Kepentingan Umum;
4)      Asas Keterbukaan;
5)      Asas Proporsionalitas;
6)      Asas Profosionalitas;
7)      Asas Akuntabilitas;
8)      Asas Efisien;
9)      Asas Efektivitas.
Asas-asas tersebut berkaitan dengan konsep penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), seperti tercantum dalam UU No. 28 tahun 1999, UU No. 31 tahun 1999, 1111 No. 20 tahun 2001, UU No. 30 tahun 2002, dan Inpres RI No. 5 tahun 2005 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi.
1)      Asas kepastian hokum
2)      Asas tertib penyelenggaraan Negara
3)      Asas kepentingan umum
4)      Asas keterbukaan
5)      Asas proporsionalitas
6)      Asas profesionalitas         
7)      Asas akuntabilitas
8)      Asas efisiensi dan efektivitas.
Perkembangan dari konsep pemerintah yang bersih dan berwibawa (clean government, good government) kearah konsep mengelola pemerintahan yang baik (good governance) dapat dilihan suatu kecendrungan global dalam paradigm baru manajemen pembangunan.
Prinsip-prinsip utama good governance adalah:
1)      Akuntasibilitas;
2)      Transparansi;
3)      Keterbukaan;
4)      Aturan hokum;
5)      Adanya perlakuan yang adil (perlakuan kesetaraan).
Dalam asas-asas pembukuan peraturan perundang-undangan terdapat beberapa asas yang harus dilaksanakan, yaitu:
1)      Asas tujuan yeng tepat;
2)      Asas perlunya pengaturan;
3)      Asas organ/lembaga dan materi ma\uatan yang tepat;
4)      Asas dapatnya dilaksanakan;
5)      Asas dapatnya dikenali;
6)      Asas perlakuan yang sama dalam hokum;
7)      Asas kepastian hokum;
8)      Asas pelaksanaan hukup sesuai keadaan individu.
Ada sepuluh asas untuk materi muatan peraturan perundang-undangan, yaitu sebagai berikut.
1)      Asas pengayoman
2)      Asas kemanusiaan
3)      Asas kebangsaan
4)      Asas kekeluargaan
5)      Asas kenusantaraan
6)      Asas Bhineka Tunggal Ika
7)      Asas keadilan
8)      Asas kesamaan  kedudukan dalam hukum dan pemerintahan
9)      Asas ketertiban dan kepastian hokum
10)  Asas keseimbangan keserasian dan keselarasan. 
Dalam hukum islam, konsep norma hukum diartikan sebagai ketetapan yang mengatur tata cara parbuatan manusia. Tuntutan dan ketetapan yang dimaksud mengatur perilaku manusia untuk meninggalkan atau mengerjakan perbuatan tertentu (Hanife, 1988:15).
Dengan pendapat diatas, tampak bahwa fiqih adalah hukum tentang perilaku yang menguraikan sikap mental orang-orang muslim yang sudah terkena beban hukum, atau tentang sistem tindakan (akhlak) manusia terhadap Allah. Dan terhadap sesama manusia. Adapun ilmu tauhid adalah ilmu tentang tata cara berakhlak yang berkaitan dengan penguatan keyakinan manusia kepada Allah SWT yaitu akhlak keberrimanan kepada seluruh ajaran Allah SWT dan ajaran Rasulullah SAW.
Ø  Al quran Sebagai Landasan  Normatif
Dalam agama islam, landasan normatif akhlak manusia adalah al quran dan as sunnah. Firman Allah SWT.
“Dan sesungguhnya, engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang luhur.” (QS. Al-Qalam: 4)
Ayat diatas menyatakan bahwa Nabi Muhammad memiliki akhlak yang paling mulia. Oleh karena itu, seluruh umat manusia yang beriman kepada Nabi Muhammad SAW wajib menjadikan akhlak beliau sebagai rujukan perilaku dan suri teladan.
Al quran adalah landasan normatif yang benar-benar sempurna kaerna Allah SWT. adalah Dzat yang Maha sempurna, sebagaimana disebutkan dalam surah al baqarah ayat 255:
“Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Yang Maha hidup, yang terus-menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidur, Milik-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-Nya. Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka dan apa yang di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun tantang ilmu-Nya, melainkan apa yang Dia kehendaki. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Dan Dia tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Dia Mahatinggi, Mahabesar.”(QS. Al-Baqarah:255)
Keyakinan umat islam bahwa landasan normatif akhlak manusia adalah Allah saw. merupakan keimanan yang terpenting dari segala yang penting. Umat islam meyakini bahwa yang diciptakan dan diturunkan-Nya merupakan wahyu yang terbebas dari campur tangan makhluk-Nya. Wahyu yang dijaga dan dipelihara secara langsung oleh pembuatnya.
http://c00022506.cdn1.cloudfiles.rackspacecloud.com/15_9.pngWahyu adalah kalam Allah SWT kepada malaikat agar menjalankan perintah-Nya untuk disampaikan kepada para nabi dan orang-orang terpilih dan beriman. Wahyu yang paling sempurna dari semua kitab yang telah diturunkan kepada Allah SWT setelah kitab Taurat dan Injil adalah al quran. Allah SWT berfirman:
  
“Sesungguhnya kamilah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr: 9)
Ø  As sunnah Sebagai Landasan Normatif
Ada perbedaan definisi as sunnah, al hadits, dan al khabar. Meskipun di kalangan ulama hadits, ada yang menyamakannya. Perbedaan ketiga definisi tersebut adalah as sunnah baru di ketahui setelah ada al hadits yang menjelaskannya. Adapun berita yang berkaitan dengan perilaku Nabi Muhammad saw. merupakan khabar bagi semua umat Islam, sejak para sahabat, tabi’in, tabi’it tabi’in, tabi’it tabi’it tabi’in, dan seterusnya sehingga sampai kepada umat Isalm sekarang ini.
Akhlak  umat Islam wajib berlandasan secara normatif pada as sunnah, artinya mencontoh perilaku Nabi Muhammad SAW terutama dalam masalah ibadah, sedangkan dalam masalah muamalah, umat Islam menjadikan Nabi Muhammad SAW. sebagai acuan dasar yang dapat di kembangkan sepanjang tidak menyimpang dari prinsip-prinsip akhlak Islami. Umat Islam yang beriman berpegang teguh pada as sunnah sebagai cermin dari ketaatan kepada Rasulullah SAW. yang juga merupakan cermin utama dari ketaatan kepada Allah SWT.
http://c00022506.cdn1.cloudfiles.rackspacecloud.com/4_59.pngSurat An-Nisa’ ayat 59:

                               



“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya),  jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yangdemikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa: 59)
Ayat diatas menetapkan bahwa ketaatan kepada Allah SWT harus dibarengi dengan ketaatan kepada Rasulullah SAW siapapun yang taat kepada Rasulullah SAW dia telah taat kepada Allah SWT secara logika ketaatan kepada Allah adalah mengikuti semua perintah-Nya dengan merealisasikannya kedalam kehidupan. Perintah-perintah-Nya adalah wahyu yang di turunkan al quran. Dengan demikian, ketaatan kepada Rasulullah SAW berarti mengikuti sunnah-sunnahnya. Sunnah-sunnah Rasulullah SAW merupakan contoh teladan yang dijelaskan melalui semua perkataan, perbuatan, dan taqrir-nyayang disampaikan melalui para rawi yang adil, dhabith, dan tsiqah dengan jalan rangkaian sanad yang bersambung dan matan yang tidak cacat dan serasi dengan al quran.
Dikatakan bahwa as sunnah sebagai wahyu kedua setelah al quran karena alas an-alasan berikut.
1.      Allah SWT menetapkan Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul terakhir.
2.      Allah SWT menetapkan bahwa Rasulullah SAW membawa risalah-risalah-Nya.
3.      Allah SWT menetapkan bahwa Rasulullah SAW terbebas dari kesalahan ketika berkaitan dengan kerasulannya.
4.      Karena al quran memberikan penjelaan bahwa hak untuk menjelaskan makna-makna al quran kepada umat manusia berada di tangan Rasulullah SAW.
Al quran dan al hadits merupakan landasan normatif yang disepakati oleh semua ulama. Tidak ada ikhtilaf  bahwa al quran dan al hadits sebagai landasan normatif perilaku umat islam. Para ahli hukum Islam (fuqaha) mengkelasifikasikan al quran dalam isi dan kajiannya sebagai berikut.
1.      Landasan normatif yang tertuang dalam al quran, yang pertama adalah norma-norma I’tiqadiyah, yaitu yang berkaitan dengan kewajiban mukhallaf memercayai Allah SWT malaikat, para nabi, kitabullah, dan hari kiamat, sebagai landasan normatif akhlak keimanan manusia.
2.      Landasan normatif yang kedua adalah berkaitan langsung dengan prilaku.
3.      Landasan normatif ketiga adalah amaliyah, yaitu yang berkaitan denganperbuatan mukhallaf dalam hal bermuamalah.
Landasan normatif yang tertuang dalam al quran dan as sunnah bertitik tolak pada prinsip-prinsip berikut.
1.      Landasan ketauhidan, yaitu merupakan prinsip utama akhlak manusia dan semua perbuatan manusia harus diniatkan karena Allah.
2.      Landaan kemanusiaan.
3.      Landasan kemanusiaan melahirkan landasan keadilan, persamaan, tolong-menolong, saling berrsilaturahmi, saling mengawasi, dan landasan kemerdekaan serta toleransi.
Ø  Ayat al quran dan hadis yang dijadikan landasan dalam akhlak
1.    Sabar
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ (153)
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmusesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. (Al Baqoroh: 153)
2.    Dermawan
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (133) الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنْ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (134)
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. (Al Imran: 133-134)
3.    Jujur
“Sesungguhnya kejujuran itu akan mengantarkan kepada jalan kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan itu akan mengantarkan kedalam al jannah (surga), sesungguhnya orang yang benar-benar jujur akan dicatat disisi Allah sebagai ash shidiq (orang yang jujur). Dan sesungguhnya orang yang dusta akan mengantarkan ke jalan kejelekan, dan sesungguhnya kejelekan itu akan mengantarkan kedalam an naar (neraka), sesungguhnya orang yang benar-benar dusta akan dicatat disisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Al Bukhari no. 6094 dan Muslim no. 2606).

4.      Menepati janji
”Berjanjilah kepadaku bahwa kamu akan mengerjakan enam perkara ini niscaya kamu masuk surga. Berkata benar, tepatilah apabila berjanji, kerjakanlah apabila diamanati orang, jagalah kehormatan, tundukkanlah pandanganmu dan jangan suka memukul orang”. (Hentikan lancang tanganmu)”.(HR. Ahmad, 101 hadits.hal:24-25)
5.      Menjaga lisan
QS. An nisa’ 148
لا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنْ الْقَوْلِ إِلاَّ مَنْ ظُلِمَ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعاً عَلِيماً
“Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. ( An Nisa’: 148 )
6.      http://c00022506.cdn1.cloudfiles.rackspacecloud.com/7_31.pngBerlebihan



Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (Q.S Al-A’raf : 31)
7.      http://c00022506.cdn1.cloudfiles.rackspacecloud.com/49_12.pngGibah






“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”
(  Q.S Al-Hujurrat:12)
8.      Meninggikan Suara
http://c00022506.cdn1.cloudfiles.rackspacecloud.com/49_2.png






Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari.(Q.S Al-Hujurat: 2)
9.      Mengadu domba
http://c00022506.cdn1.cloudfiles.rackspacecloud.com/49_4.png

“Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar(mu) kebanyakan mereka tidak mengerti.( Q.S Al-hujurrat:4)
10.  http://c00022506.cdn1.cloudfiles.rackspacecloud.com/4_112.pngFitnah


Dan barangsiapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa, kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah, maka sesungguhnya ia telah berbuat suatu kebohongan dan dosa yang nyata. (Q.S An-nisa : 112)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar