BAB IV
4.1 Pengertian Landasan
Landasan adalah dasar tempat berpijak atau
tempat dimulainya suatu perbuatan. Biasa juga dikatakan sebagai fondasi yang
menjadi titik acuan dalam kelanggengan atau keberhasilan suatu perbuatan atau
masalah. Adapun menurut S. Wojowasito, (1972: 161), bahwa landasan dapat
diartikan sebagai alas, ataupun dapat diartikan sebagai fondasi, dasar, pedoman
dan sumber.
Istilah lain yang menyerupai kata landasan
adalah kata dasar (basic). Kata dasar
adalah awal, permulaan atau titik tolak segala sesuatu. Akan tetapi kata dasar
lebih menjurus kepada referensi atau pengembangan. Jadi, kata dasar lebih luas
pengertian dari kata fondasi atau landasan. Karena itu, kata fondasi atau
landasan dengan kata dasar (basic
reference) merupakan dua hal yang berbeda wujudnya, tetapi sangat erat
hubungannya (Sanusi Uwes, 2001: 8).
4.2 Pengertian akhlak
Secara etimologis, akhlak adalah perangai,
tabiat, dan agama. Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan kata khaliq yang berarti “pencipta” dan, mahluq yang berarti “yang diciptakan”.
Dan menurut istilah akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa seseorang yang
mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa melakukan pemikiran dan
pertimbangan.
Sedangkan menurut imam Al-Ghazali
(1015-1111 M) mengatakan bahwa akhlak
sifat yang tentram dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan
mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Jika tindakan spontan itu baik menurut pandangan akal dan agama,
tindakan tersebut di namakan akhlak yang baik (akhlakul karimah/ akhlakul mahmudah). Sebaliknya, jika tindakan
spontan itu jelek disebut akhlakul
madzmumah.
Tujuan
akhlak dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1.
Tujuan
umum
Yaitu
membentuk keperibadian seorang muslim yang memiliki akhlak mulia, baik secara
lahiriah maupun batiniah.
2. Tujuan khusus
1)
Mengetahui tujuan utama
diutusnya Nabi Muhammad SAW. Tujuan utama diutusnya Nabi Muhammad SAW adalah
menyempurnakan akhlak.
2)
Menjembatani kerenggangan
antara akhlak dan ibadah. Tujuan lain mempelajari akhlak adalah menyatukan
antara akhlak dan ibadah, atau dalam ungkapan yang luas antara agama dan dunia.
3) Usaha
menyatukan antara ibadah dan akhlak, dengan bimbingan hati yang diridai Allah
swt.dengan keikhlasan, akan berwujud perbuatan-perbuatan yang terpuji, yang
seimbang antara kepentingan dunia dan akhirat serta terhindar dari perbuatan
tercela.
3.
Mengimplementasikan
pengetahuan tentang akhlak dalam kehidupan.
Tujuan lain dalam
mempelajari akhlak adalah mendorong kita menjadi orang-orang yang
mengimplementasikan akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari. Manfaat
mempelajari ilmu akhlak, Ahmad Amin mengatakan, “Tujuan mempelajari akhlak dan permasalahannya menyebabkan kita dapat
menetapkan sebagian perbuatan lainnya sebagai yang baik dan sebagian lainnya
sebagain yang buruk.Bersikap adil termasuk baik, sedangkan perbuatan zalim
termasuk buruk; membayar utang kepada pemiliknya termasuk perbuatan baik,
sedangkan mengingkari utang termasuk perbuatan buruk.”
Muhammad
Abdullah Darraz dalam buku Dzustur Al-Akhlaq Fi Al-Qu’ran membagi akhlak
atas lima bagian:
1) Akhlak pribadi:
Ø yang
diperintahkan (awamir);
Ø yang
dilarang (nawahi);
Ø yang
dibolehkan (mubahat);
Ø akhlak
dalam keadaan darurat.
2) Akhlak berkeluarga:
Ø kewajiban
antera orang tua dan anak;
Ø kewajiban
suami istri;
Ø kewajiban
terhadap karib kerabat.
3) Akhlak bermasyarakat:
Ø yang
dilarang;
Ø yang
diperintahkan;
Ø kaidah-kaidah
adab.
4) Akhlak bernegara:
Ø hubungan
antara pemimpin dan rakyat;
Ø hubungan
luar negeri.
5) Akhlak beragama:
Ø kewajiban
terhadap Allah SWT;
Ø kewajiban
terhadap Rasul.
4.3 Landasan Akhlak
Dalam islam, dasar atau alat pengukur yang
menyatakan bahwa sifat seseorang itu
baik atau buruk adalah al qur’an dan as sunnah. Segala sesuatu yang baik
menurut al qu’ran dan as sunnah, itulah yang baik untuk dijadikan pegangan
dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, segala sesuatu yang buruk menurut al qur’an
dan as sunnah, berarti tidak baik dan harus dijauhi.
Ketika ditanya tentang akhlak Rasulullah
SAW Aisyah R.A menjawab “Akhlak
Rasulullah adalah al quran.” Maksud perkataan Aisyah adalah segala tingkah
laku dan tindakan Rasulullah saw., baik yang zahir maupun yang batil senantiasa
mengikuti petunjuk dari al qur’an. Al quran selalu mengajarkan umat Islam untuk
berbuat baik dan menjauhi segala perbuatan yang buruk. Ukuran baik dan buruk
ini ditentukan oleh al quran.
Al quran menggambarkan akhlak orang-orang
beriman, kelakuan mereka yang mulia dan gambaran kehidupan meraka yang tertib,
adil, luhur, dan mulia. Berbanding terbalik dengan perwatakan orang-orang kafir
dan munafik yang jelek, zalim dan rendah hati. Gambaran akhlak mulia dan akhlak
keji begitu jelas dalam perilaku manusia di sepanjang sejarah. Al quran juga
menggambarkan perjuangan para rasul untuk menegakkan nilai-nilahi mulia dan
murni di dalam kehidupan dan ketika mereka ditenteng oleh kefasikan, kekufuran,
dan kemunafikan yang menggagalkan tegaknya akhlak yang mulia sebagait eras
kehidupan yang liuhur dan murni itu.
Allah
SWT berfirman:

“Wahai
ahli kitab! Sungguh, Rasul kami telah datang kepadamu, menjelaskan kepadamu
banyak hal dari (isi) kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula) yang dibiarkannya.Sungguh,
telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab yang menjelaskan. Dengan
kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridaan-Nya
kejalan keselamatan, dan dengan kitab itu (pula) Allah mengeluarkan orang itu
dari gelap gulita kepada cahaya dengan izin-Nya, dan menunjukkan ke jalan yang
lurus.”(Q.S. Al-Maidah [5]:15-16)
Norma berasal dari kata “norm”, artinya aturan atau yang
mengaitkan suatu tindakan dan tingkah laku manusia. Landasan normatif akhlak
manusia manusia sebagai individu atau sebagai masyarakat adalah sebagai
berikut.
1) Landasan
normatif yang berasal dari ajaran agama islam, yaitu al quran dan as sunnah,
dan berlaku pula untuk ajaran-ajaran lainnya yang dianut oleh umat manusia,
seperti umat Hindu dan umat Buddha.
2) Landasan
normatif dan adat kebiasaan atau norma budaya.
3) Landasan
normatif dari pandangan-pandangan filsafat yang kemudian menjadi pandangan
hidup dan asas perjuangan suatu masyarakat atau suatu bangsa.
4) Landasan
normatif yang memaksa dan mengikat akhlak manusia, yaitu norma hukum yang telah
diundangkan oleh Negara yang berbentuk konstitusi, undang-undang, dan peraturan
perundang-undangan lainnya, yang secara hierarkis berlaku dalam proses
penyelenggaraan Negara, seperti yang dianut oleh Negara Republik Indonesia
bahwa Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum, UUD 1945 sebaga dasar
hukum.
4.4 Kedudukan Akhlak
Istilah asas berarti dasar, prinsip,
pedoman, dan pegangan. Pasal 1 angka (6) UU No. 28 tahun 1999 menyatakan “Asas
Umum pemerintahan Negara yang baik adalah asas yang menjunjung tinggi norma
kesusilaan, kepatutan, dan norma hukum untuk mewujudkan penyelenggaraan negara
yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.”
Jadi, penyelenggara pemerintah daerah
harus orang-orang yang menjunjung norma susila, orang-orang yang bersih, jujur,
dan bebasdari segala bentuk perbuatan yang berbasis pada kolusi, korupsi, daan
nepotisme. Komisi De Monchy di negeri Belanda adalah yang pertama
memperkenalkan istilah asas-asas umum pemerintahan yang baik. Van Der Grinten
menegaskan perlunya sikap disiplin, berwibawa, jujur, adil, bersih, dan terbuka
dalam pengelolaan Negara, artinya seorang Van Der Griten saja yang mengakui
pentingnya akhlak para pengusaha.
Akhlak yang diperlukan oleh
pemimpin bangsa adalah akhlak yang berpijak pada norma hukum dan norma agama,
sehingga terbentuklah keseimbangan pembangunan, yaitu pembangunan materil dan
spiritual, pembangunan jasmaniah dan rohaniah.
Istilah asas-asas umum pemerintahan yang
baik merupakan terjemahan deri istilah “algemene van behoorlijk bestuur (bahasa
Inggris). Kemudian disusun unsur-unsur yang tercantum dalam Furinsprudensi
Hakim Administrasi dan Hakim-hakim Peradilan Umum, mengenai asas-asas umum
pemerintahan yang baik dengan lima unsur sebagai berikut.
1. Asas
kejujuran (fair play);
2. Asas
kecermatan (zorgvuldigheid);
3. Asas
kemurnian dalam tujuan (zuiverheid dan oogmerk);
4. Asas
keseimbangan (evenwichtigheid);
5. Asas
kepastian hokum (rechts zakerheid) (Amrah,1986: 140).
Solly Lubis (1992: 16) mengemukakan
pendapat Crince Ir Roy tentang beberapa asas umum pemerintahan yang baik, yaitu
sebagai berikut.
1. Asas
kepastian hukum (principle of legal security);
2. Asas
keseimbangan (principle of proportionality);
3. Asas
kesamaan (principle of equality);
4. Asas
kecermatan (principle of carefulness);
5. Asas
motivasi pada setiap keputusan pemerintah (principle of motivation);
6. Asas
tidak menyalahgunakan kewenangan (principle of nonmissuse of competence);
7. Asas
permainan yang wajar (principle of fair play);
8. Asas
keadilan atau kewajaran (principle of
reasonableness or prohibition of arbitrariness);
9. Asas
menanggapi harapan yang wajar (principle of meeting raised expectation);
10. Asas
peniadaan akibat keputusan yang batal (principle
of undoing the consequences of an annulled decision);
11. Asas
perlindungan atas pandangan hidup atau cara hidup pribadi (principle of protecting the personal way of life).
Penyelenggaraan
negara yang terdiri atas kesembilan asas, yaitu sebagai berikut.
1) Asas
kepastian hukum;
2) Asas
Tertib Penyelenggaraan Negara;
3) Asas
Kepentingan Umum;
4) Asas
Keterbukaan;
5) Asas
Proporsionalitas;
6) Asas
Profosionalitas;
7) Asas
Akuntabilitas;
8) Asas
Efisien;
9) Asas
Efektivitas.
Asas-asas tersebut berkaitan dengan konsep
penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme
(KKN), seperti tercantum dalam UU No. 28 tahun 1999, UU No. 31 tahun 1999, 1111
No. 20 tahun 2001, UU No. 30 tahun 2002, dan Inpres RI No. 5 tahun 2005 tentang
Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi.
1) Asas
kepastian hokum
2) Asas
tertib penyelenggaraan Negara
3) Asas
kepentingan umum
4) Asas
keterbukaan
5) Asas
proporsionalitas
6) Asas
profesionalitas
7) Asas
akuntabilitas
8) Asas
efisiensi dan efektivitas.
Perkembangan dari konsep pemerintah yang
bersih dan berwibawa (clean government, good government) kearah konsep mengelola
pemerintahan yang baik (good governance) dapat dilihan suatu
kecendrungan global dalam paradigm baru manajemen pembangunan.
Prinsip-prinsip
utama good governance adalah:
1) Akuntasibilitas;
2) Transparansi;
3) Keterbukaan;
4) Aturan
hokum;
5) Adanya
perlakuan yang adil (perlakuan kesetaraan).
Dalam
asas-asas pembukuan peraturan perundang-undangan terdapat beberapa asas yang
harus dilaksanakan, yaitu:
1) Asas
tujuan yeng tepat;
2) Asas
perlunya pengaturan;
3) Asas
organ/lembaga dan materi ma\uatan yang tepat;
4) Asas
dapatnya dilaksanakan;
5) Asas
dapatnya dikenali;
6) Asas
perlakuan yang sama dalam hokum;
7) Asas
kepastian hokum;
8) Asas
pelaksanaan hukup sesuai keadaan individu.
Ada
sepuluh asas untuk materi muatan peraturan perundang-undangan, yaitu sebagai
berikut.
1) Asas
pengayoman
2) Asas
kemanusiaan
3) Asas
kebangsaan
4) Asas
kekeluargaan
5) Asas
kenusantaraan
6) Asas
Bhineka Tunggal Ika
7) Asas
keadilan
8) Asas
kesamaan kedudukan dalam hukum dan
pemerintahan
9) Asas
ketertiban dan kepastian hokum
10) Asas
keseimbangan keserasian dan keselarasan.
Dalam hukum islam, konsep norma hukum
diartikan sebagai ketetapan yang mengatur tata cara parbuatan manusia. Tuntutan
dan ketetapan yang dimaksud mengatur perilaku manusia untuk meninggalkan atau
mengerjakan perbuatan tertentu (Hanife, 1988:15).
Dengan pendapat diatas, tampak bahwa fiqih
adalah hukum tentang perilaku yang menguraikan sikap mental orang-orang muslim
yang sudah terkena beban hukum, atau tentang sistem tindakan (akhlak) manusia
terhadap Allah. Dan terhadap sesama manusia. Adapun ilmu tauhid adalah
ilmu tentang tata cara berakhlak yang berkaitan dengan penguatan keyakinan
manusia kepada Allah SWT yaitu akhlak keberrimanan kepada seluruh ajaran Allah
SWT dan ajaran Rasulullah SAW.
Ø Al quran Sebagai Landasan Normatif
Dalam
agama islam, landasan normatif akhlak manusia adalah al quran dan as sunnah.
Firman Allah SWT.
“Dan
sesungguhnya, engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang luhur.”
(QS. Al-Qalam: 4)
Ayat diatas menyatakan bahwa Nabi Muhammad
memiliki akhlak yang paling mulia. Oleh karena itu, seluruh umat manusia yang
beriman kepada Nabi Muhammad SAW wajib menjadikan akhlak beliau sebagai rujukan
perilaku dan suri teladan.
Al quran adalah landasan normatif yang
benar-benar sempurna kaerna Allah SWT. adalah Dzat yang Maha sempurna, sebagaimana
disebutkan dalam surah al baqarah ayat 255:
“Allah,
tidak ada tuhan selain Dia. Yang Maha hidup, yang terus-menerus mengurus
(makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidur, Milik-Nya apa yang ada di langit dan
apa yang ada di bumi. Tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa
izin-Nya. Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka dan apa yang di belakang
mereka, dan mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun tantang ilmu-Nya, melainkan
apa yang Dia kehendaki. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Dan Dia tidak
merasa berat memelihara keduanya, dan Dia Mahatinggi, Mahabesar.”(QS. Al-Baqarah:255)
Keyakinan umat islam bahwa landasan
normatif akhlak manusia adalah Allah saw. merupakan keimanan yang terpenting
dari segala yang penting. Umat islam meyakini bahwa yang diciptakan dan
diturunkan-Nya merupakan wahyu yang terbebas dari campur tangan makhluk-Nya.
Wahyu yang dijaga dan dipelihara secara langsung oleh pembuatnya.

“Sesungguhnya
kamilah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya.” (QS. Al-Hijr: 9)
Ø
As
sunnah Sebagai Landasan Normatif
Ada perbedaan definisi as sunnah, al hadits, dan al khabar. Meskipun
di kalangan ulama hadits, ada yang menyamakannya. Perbedaan ketiga definisi
tersebut adalah as sunnah baru di
ketahui setelah ada al hadits yang
menjelaskannya. Adapun berita yang berkaitan dengan perilaku Nabi Muhammad saw.
merupakan khabar bagi semua umat
Islam, sejak para sahabat, tabi’in, tabi’it tabi’in, tabi’it tabi’it tabi’in,
dan seterusnya sehingga sampai kepada umat Isalm sekarang ini.
Akhlak
umat Islam wajib berlandasan secara normatif pada as sunnah, artinya mencontoh perilaku Nabi Muhammad SAW terutama
dalam masalah ibadah, sedangkan dalam masalah muamalah, umat Islam menjadikan
Nabi Muhammad SAW. sebagai acuan dasar yang dapat di kembangkan sepanjang tidak
menyimpang dari prinsip-prinsip akhlak Islami. Umat Islam yang beriman
berpegang teguh pada as sunnah
sebagai cermin dari ketaatan kepada Rasulullah SAW. yang juga merupakan cermin
utama dari ketaatan kepada Allah SWT.

“Wahai
orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan
Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Yangdemikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.” (QS. An-Nisa: 59)
Ayat diatas menetapkan bahwa ketaatan
kepada Allah SWT harus dibarengi dengan ketaatan kepada Rasulullah SAW siapapun
yang taat kepada Rasulullah SAW dia telah taat kepada Allah SWT secara logika
ketaatan kepada Allah adalah mengikuti semua perintah-Nya dengan
merealisasikannya kedalam kehidupan. Perintah-perintah-Nya adalah wahyu yang di
turunkan al quran. Dengan demikian, ketaatan kepada Rasulullah SAW berarti
mengikuti sunnah-sunnahnya. Sunnah-sunnah Rasulullah SAW merupakan contoh
teladan yang dijelaskan melalui semua perkataan, perbuatan, dan taqrir-nyayang
disampaikan melalui para rawi yang adil, dhabith, dan tsiqah
dengan jalan rangkaian sanad yang bersambung dan matan yang tidak cacat
dan serasi dengan al quran.
Dikatakan
bahwa as sunnah sebagai wahyu kedua setelah al quran karena alas an-alasan
berikut.
1. Allah
SWT menetapkan Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul terakhir.
2. Allah
SWT menetapkan bahwa Rasulullah SAW membawa risalah-risalah-Nya.
3. Allah
SWT menetapkan bahwa Rasulullah SAW terbebas dari kesalahan ketika berkaitan
dengan kerasulannya.
4. Karena
al quran memberikan penjelaan bahwa hak untuk menjelaskan makna-makna al quran
kepada umat manusia berada di tangan Rasulullah SAW.
Al quran dan al hadits merupakan landasan
normatif yang disepakati oleh semua ulama. Tidak ada ikhtilaf bahwa al quran dan al hadits sebagai landasan
normatif perilaku umat islam. Para ahli hukum Islam (fuqaha)
mengkelasifikasikan al quran dalam isi dan kajiannya sebagai berikut.
1. Landasan
normatif yang tertuang dalam al quran, yang pertama adalah norma-norma I’tiqadiyah,
yaitu yang berkaitan dengan kewajiban mukhallaf memercayai Allah SWT
malaikat, para nabi, kitabullah, dan hari kiamat, sebagai landasan normatif
akhlak keimanan manusia.
2. Landasan
normatif yang kedua adalah berkaitan langsung dengan prilaku.
3. Landasan
normatif ketiga adalah amaliyah, yaitu yang berkaitan denganperbuatan mukhallaf
dalam hal bermuamalah.
Landasan normatif yang tertuang dalam al
quran dan as sunnah bertitik tolak pada prinsip-prinsip berikut.
1. Landasan
ketauhidan, yaitu merupakan prinsip utama akhlak manusia dan semua perbuatan
manusia harus diniatkan karena Allah.
2. Landaan
kemanusiaan.
3. Landasan
kemanusiaan melahirkan landasan keadilan, persamaan, tolong-menolong, saling
berrsilaturahmi, saling mengawasi, dan landasan kemerdekaan serta toleransi.
Ø Ayat
al quran dan hadis yang dijadikan landasan dalam akhlak
1. Sabar
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
(153)
“Hai orang-orang yang
beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmusesungguhnya Allah
beserta orang-orang yang sabar”. (Al Baqoroh:
153)
2. Dermawan
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا
السَّمَوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (133) الَّذِينَ يُنْفِقُونَ
فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنْ
النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (134)
“Dan bersegeralah kamu
kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan
bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang
menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang
yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai
orang-orang yang berbuat kebajikan”.
(Al Imran: 133-134)
3. Jujur
“Sesungguhnya kejujuran
itu akan mengantarkan kepada jalan kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan itu akan
mengantarkan kedalam al jannah (surga), sesungguhnya orang yang benar-benar
jujur akan dicatat disisi Allah sebagai ash shidiq (orang yang jujur). Dan
sesungguhnya orang yang dusta akan mengantarkan ke jalan kejelekan, dan
sesungguhnya kejelekan itu akan mengantarkan kedalam an naar (neraka),
sesungguhnya orang yang benar-benar dusta akan dicatat disisi Allah sebagai
pendusta.” (HR. Al Bukhari no. 6094 dan Muslim
no. 2606).
4. Menepati
janji
”Berjanjilah kepadaku
bahwa kamu akan mengerjakan enam perkara ini niscaya kamu masuk surga. Berkata
benar, tepatilah apabila berjanji, kerjakanlah apabila diamanati orang, jagalah
kehormatan, tundukkanlah pandanganmu dan jangan suka memukul orang”. (Hentikan
lancang tanganmu)”.(HR. Ahmad,
101 hadits.hal:24-25)
5. Menjaga
lisan
QS. An
nisa’ 148
لا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنْ
الْقَوْلِ إِلاَّ مَنْ ظُلِمَ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعاً عَلِيماً
“Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang
diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
( An Nisa’: 148 )
6.
Berlebihan

“Hai anak Adam, pakailah
pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan” (Q.S Al-A’raf : 31)
7.
Gibah

“Hai orang-orang yang
beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari
purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah
menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.
Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”
( Q.S Al-Hujurrat:12)
( Q.S Al-Hujurrat:12)
8. Meninggikan
Suara

Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah
kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara
sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu
sedangkan kamu tidak menyadari.(Q.S Al-Hujurat:
2)
9. Mengadu
domba

“Sesungguhnya orang-orang
yang memanggil kamu dari luar kamar(mu) kebanyakan mereka tidak mengerti.(
Q.S Al-hujurrat:4)
10.
Fitnah

Dan barangsiapa yang
mengerjakan kesalahan atau dosa, kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak
bersalah, maka sesungguhnya ia telah berbuat suatu kebohongan dan dosa yang
nyata. (Q.S An-nisa : 112)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar