BAB III
3.1 Perbedaan Antara Akhlak, Etika, dan Moral
Secara formal
perbedaan ketiga istilah tersebut adalah antara lain sebagai berikut:
1)
Etika bertolak ukur pada akal pikiran atau rasio.
2)
Moral tolak ukurnya adalah norma-norma yang berlaku pada
masyarakat.
3)
Etika bersifat pemikiran filosofis yang berada pada tataran
konsep atau teoritis.
4)
Pada aras aplikatif, etika bersifat lokalitas dan temporer
sesuai consensus, dengan demikian dia disebut etiket (etiqqueta), etika praksis, atau dikenal juga dengan
adab/tatakrama/tatasusila.
5)
Moral berada pada dataran realitas praktis dan muncul dalam
tingkah laku yang berkembang dalam masyarakat.
6)
Etika di pakai untuk pengkajian system nilai yang ada.
7)
Moral yang di ungkapkan dengan istilah moralitas di pakai
untuk menilai suatu perbuatan.
8)
Akhlak berada pada tataran aplikatif dari suatu tindakan
manusia dan bersifat umum, namun lebih mengacu pada barometer ajaran agama.
Jadi, etika islam (termasuk salah satu dari berbagai etika relegius yang ada)
itu tidak lain adalah akhlaq itu sendiri.
9)
Susila adalah prinsip-prinsip yang menjadi landasan berpijak
masyarakat, baik dalam tindakan maupun dalam tata cara berpikir, berdasarkan
kearifan-kearifan local.
10) Akhlaq juga berada
pada level spontanitas-spesifik, karena kebiasaan individual/ komunitas yang
dapat disebut dengan “Adab” , seperti adab encari ilmu, adab pergaulan keluarga
dan lain-lain.
3.2 Persamaan Antara Akhlak, Etika dan Moral
Akhlaq,
Etika, Moral , dan Susila secara konseptual memiliki makna yang berbeda, namun
pada aras praktis, memiliki prinsip-prinsip yang sama, yakni sama-sama
berkaitan dengan nilai perbuatan manusia. Seseorang yang sering kali
berkelakuan baik kita sebut sebagai orang yan berakhlaq, beretika, bermoral,
dan sekaligus orang yang mengerti susila. Sebaliknya, orang yang perilakunnya
buruk di sebut orang yang tidak berakhlak, tidak bermoral, tidak tahu etika
atau orang yang tidak berasusila. Konotasi baik dan buruk dalam hal ini sangat
bergantung pada sifat positif atau negative dari suatu perbuatan manusia
sebagai makhluk individual dalam komunitas sosialnya.
Dalam
perspektif agama, perbuatan manusia didunia ini hanya ada dua pilihan yaitu
baik dan benar. Jalan yang di tempuh manusia adalah jalan lurus yang sesuai
dengan petunjuk ajaran agama dan keyakinannya, atau sebaliknya, yakni jalan
menyimpang atau jalan setan, kebenaran atau kesesatan. Itu sebuah logika binner
yang tidak pernah bertemu dan tidak pernah ada kompromi. Artinya, tidak boleh
ada jalan ketiga sebagai jalan tengah antara keduanya. Keempat istilah tersebut
sama-sama mengacu pada perbuatan manusia yang selanjutnya ia diberikan
kebebasan untuk menentukan apakah mau memilih jalan yang berniai baik atau
buruk, benara atau salah berdasarkan kepeutusannya. Tentu saja, masing-masing
pilihan mempunyai konsekuensi berbeda.
Ditinjau
dari aspek pembentukan karakter, keempat istilah itu merupakan suatu proses
yang tidak pernah ada kata berhenti di dalamnya. Proses itu harus terus-menerus
di dorong untuk terus menginspirasi terwujudnya manusia – manusia yang memiliki
karakter yang baik dan mulia, yang kemudian terefleksikan ke dalam bentuk
perilaku pada tataran fakta empiric di lapangan sosial dimana manusia tinggal.
Kesadaran terhadap arah yang positif ini menjadi penting ditanamkan, agar
supaya tugas manusia sebagai khalifatullah fi al-ardi menjadi kenyataan sesuai
titah Allah SWT. Bukankah Allah telah membekali manusia berupa sebuah potensi
fitri, jika manusia mampu memeliharanya, maka ia akan mencapai drajad yang
lebih mulia dari pada malaikat. Sebaliknya, jika tidak mampu, maka ia akan
jatuh ke posisi drajad binatang dan
bahkan lebih sesat lagi. Inilah di antara argumentasinya, bahwa betapa perilaku
manusia itu harus senatiasa dibina, di bombing, di arahkan bahkan harus di kontrol
melalui regulasi-regulasi, agar supaya manusia selalu berada di jalan yang
benar dan lurus. Untuk mewujudkan cita-cita luhur itu, memang dibutuhkan suatu
proses yang panjang sekaligus dengan cost yang tidak sedikit.
3.3. Hal yang Berhubungan Dengan Akhlak, Etika, Moral,
Kesusilaan dan Kesopanan
Dilihat
dari fungsi dan peranannya, dapat dikatakan bahwa akhlak, etika, moral,
kesusilaan dan kesopanan sama, yaitu menentukan hukum atau nilai dari suatu
perbuatan yang dilakukan manusia untuk ditentukan baik buruknya. Kesemua
istilah tersebut sama-sama menghendaki terciptanya keadaan masyarakat yang
baik, teratur, aman, damai, dan tentram sehingga sejahtera batiniah dan
lahiriahnya.
Objek
dari akhlak, etika, moral, kesusilaan dan kesopanan yaitu perbuatan manusia,
ukurannya yaitu baik dan buruk. Sedangkan perbedaan antara akhlak dengan etika,
moral, kesusilaan dan kesopanan dapat kita lihat pada sifat dan kawasan
pembahasannya, di mana etika lebih bersifat teoritis dan memandang tingkah laku
manusia secara umum, sedangkan moral dan susila lebih bersifat praktis, yang
ukurannya adalah bentuk perbuatan. Serta sumber yang dijadikan patokan untuk
menentukan baik dan buruk pun berbeda, di mana akhlak berdasarkan pada al
qur’an dan al sunnah, etika berdasarkan akal pikiran, sedangkan moral,
kesusilaan dan kesopanan berdasarkan kebiasaan yang berlaku pada masyarakat.
Hubungan
antara akhlak dengan etika, moral, kesusilaan dan kesopanan ini bisa kita lihat
dari segi fungsi dan perannya, yakni sama-sama menentukan hukum atau nilai dari
suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia untuk ditentukan baik dan buruknya,
benar dan salahnya sehingga dengan ini akan tercipta masyarakat yang baik,
teratur, aman, damai, dan tenteram serta sejahtera lahir dan batin.
Dari
uraian di atas, dapat dikatakan bahwa antara akhlak dengan etika, moral,
kesusilaan dan kesopanan mempunyai kaitan yang sangat erat, di mana wahyu, akal
dan adat adalah sebuah teori perpaduan untuk menentukan suatu ketentuan, nilai.
Terlebih lagi akal dan adat dapat digunakan untuk menjabarkan wahyu itu
sendiri. Rasulullah Saw bersabda, sebagaimana dikutip oleh Harun Nasution, yang
dikutip ulang oleh Abuddin Nata, yaitu :
اَلدِّيْـنُهُوَالْعَـقْلُلاَدِيْـنَلِـمَنْلاَعَـقْلَلَـــهُ
Artinya: “Agama itu adalah penggunaan akal, tidak ada
agama bagi orang yang tidak berakal.”
Dilihat dari fungsi
dan perannya, secara substansial dapat dikatakan bahwa etika, moral, susila dan
akhlak adalah identik, yaitu sama-sama mengacu kepada manusia baik dari aspek
perilaku ataupun pemikiran khususnya pada penentuan hukum atau nilai dari suatu
perbuatan yang dilakukan manusia untuk ditentukan baik-buruknya.
Kesemua istilah tersebut sama-sama
menghendaki terciptanya keadaan masyarakat yang baik, teratur, aman, damai
dantenteram sehingga sejahtera batiniah dan lahiriah. Peranan Etika, Moral, Susila,
dan Akhlak sangat penting bagi pembentukan karakter individu maupun masyarakat.
Perbedaan antara
etika, moral dan susila dengan akhlak juga terletak pada sumber yang dijadikan
patokan untuk menentukan baik dan buruk. Jika pada etika penilaian baik buruk
berdasarkan pendapat akal pikiran, dan pada moral dan susila berdasarkan
kebiasaan yang berlaku umum dimasyarakat, maka pada akhlak ukuran yang
digunakan untuk menentukan baik dan buruk itu adalahal-qur’an dan al-hadis.
Perbedaan lain antara etika, moral dan
susila terlihat pada sifat dan kawasan pembahasannya. Jika etika lebih banyak
bersifat teoritis, maka moral dan susila lebih banyak bersifat praktis. Etika
memandang tingkah laku manusia secara umum, sedangkan moral dan susila bersifat
lokal dan individual. Etika menjelaskan ukuran baik-buruk, sedangkan moral dan
susila menyatakan ukuran tersebut dalam bentuk perbuatan.
Namun demikian etika, moral, susila dan
akhlak tetap saling berhubungan dan membutuhkan. Uraian diatas menunjukkanengan
jelas bahwa etika, moral dan susila berasal dari produk rasio dan budaya
masyarakat yang secara selektif diakui sebagai yang bermanfaat dan baik bagi
kelangsungan hidup manusia. Sementara akhlak berasal dari wahyu, yakni
ketentuan yang berasal petunjuk al-qur’an dan hadis. Dengan kata lain, jika
etika, moral dan susila berasal dari manusia, sedangkan akhlak dari Tuhan.
Dengan demikian
keberadaan etika, moral dan susila sangat dibutuhkan dalam rangka menjabarkan
dan mengoperasionalisasikan ketentuan akhlak yang berada di dalam agama
khususnya pada al qur’an dan al hadits. Disinlah letak peranan dari etika,
moral dan susila terhadap akhlak. Pada sisi lain akhlak juga berperan untuk
memberikan batasan-batasan umum dan universal, agar apa yang dijabarkan dalam
etika, moral dan susila tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang luhur dan
tidak membawa manusia menjadi sesat (tetap pada koridor humanis).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar