Rabu, 04 Januari 2017

Konstitusi, Demokrasi, Legislasi, Ummah, Syura’



Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah S.W.T. Karena berkat rahmat dan hidayah-Nya jualah, makalah ini bisa kami selesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Shalawat dan salam tak pula kita haturkan kepada Nabi besar Muhammad Saw, beserta segenap keluarga dan sahabatnya yang telah mewariskan berbagai macam hukum sebagai pedoman umatnya.
Selanjutnya dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran-saran yang sifatnya membangun guna kesempurnaan makalah ini.
Kami Segenap penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingannya kepada kami semua.
Dan akhirnya penulis berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat umum, terutama bagi kami sebagai penulis. Semoga apa yang kami perbuat mendapat pahala serta ridha dari Allah S.W.T. Amin.
Palu, 1 Juni 2012
Penyusun,





DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………          i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………         ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….         iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang………………………………………………………………….         1
1.2         Rumusan Masalah………………………………………………………………         2
1.3         Tujuan Penulisan………………………………………………………………..         2
1.4         Metode Penulisan………………………………………………………………         2
BAB II Konstitusi, Demokrasi, Legislasi, Ummah, Syura’
2.1   Pengertian konstitusi…………………………………………………………….        3
2.2   Macam – macam konstitusi……………………………………………………        4
2.3   Pengertian legislasi……………………………………………………………….        5
2.4   Pengertian demokrasi……………………………………………………………        6
2.5   Macam – macam demokrasi………………………………………………….         7
2.6   Pengertian ummah……………………………………………………………….         8
2.6   Pengertian syura’…………………………………………………………………        10
2.7   Perbedaan syura’ dengan demokrasi……………………………………..         11
BAB III PENUTUP
3.1 … Simpulan…………………………………………………………………………..        14
3.2 … Saran………………………………………………………………………………..        14
DAFTAR PUSTAKA



PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Fiqih Siyasah adalah bukan kajian yang baru di antara ilmu pengetahuan yang lainnya, keberadaan Fiqih Siyasah sejalan dengan perjalan agama Islam itu sendiri. Karena Fiqih Siyasah ada dan berkembang sejak Islam menjadi pusat kekuasaan dunia. Perjalanan hijrahnya Rasullulah ke Madinah, penyusunan Piagam Madinah, pembentukan pembendaharaan Negara, pembuatan perjanjian perdamaian, penetapan Imama, taktik pertahanan Negara dari serangna musuh yang lainnya. Pembuatan kebijakan bagi kemaslahatan masyrakat, umat, dan bangsa, dan kemudian pada masa itu semua dipandang sebagai upaya-upayah siyasah dalam mewujudkan Islam sebagai ajaran yang adil, memberi makna bagi kehidupan dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Semua proses tersebut merupakan langkah awal berkembangnya kajian fiqih siyasah, dimana fiqih siyasah menerimah dengan tangan terbuka apa yang datang dari luar selama itu untuk kemaslahatan bagi kehidupan umat. Bahkan menjadikannya sebagai unsur yang akan bermamfaat dan akan menambah dinamika kehidupannya serta menghindarkan kehidupan dari kekakuan dan kebekuan.
Luasnya pembahasan tentang kajian fiqih siyasah, maka pemakalah membuat tema dengan mengankat judul yakni “Konstitusi, Demokrasi, Legislasi, Ummah, Dan Syura’”. Kritik dan saran sangat diharapkan dari saudara-saudara semuanya agar kedepannya dapat menyelesaikan tugas dengan lebih baik lagi.
b. Rumusan Masalah
Adapun rumusan permasalahan yang akan di bahas meliputi mengkhususkan pembahasan fiqh siyasah mengenai Konstitusi, Demokrasi, Legislasi, Ummah, Dan Syura’ berdasarkan :
  1. Apa sajakah komponen dasar Konstitusi, Demokrasi, Legislasi, Ummah, Dan Syura’ ?
  2. Bagaimanakah pembagian bidang-bidang Konstitusi, Demokrasi, Legislasi, Ummah, Dan Syura’ ?
c. Tujuan Penulis
Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas dan sebagai karakteristik penilaian.
d. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini kami menggunakan metode kajian kepustakaan terhadap buku-buku yang berhubungan dengan tema makalah yang kami buat dan juga bersumber dari beberapa artikel dari internet.














Konsep Konstitusoi, Legislasi, Demokrasi, Ummah Dan Syura’
A. Konstitusi
Dalam fiqh siyasah Konstitusi disebut juga dustur, dustur berarti kumpulan kaedah yang mengatur dasar dan hubungan kerja sama antara sesama anggota masyarakat dalam sebuah negara, baik yang tidak tertulis (konvensi) maupun yang tertulis (konstitusi).
Menurut ulama fiqh siyasah, pada awalnya pola hubungan antara pemerintah dan rakyat ditentukan oleh adat istiadat. Dengan demikian, hubungan antara kedua belah pihak berbeda-beda pada masing-masing negara, sesuai dengan perbedaan masing-masing negara. Akan tetapi karena adat istiadat ini tidak tertulis, maka dalam hubungan tersebut tidak terdapat batasan-batasan yang tegas tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak. Akibatnya, karena pemerintah memegang kekuasaan, tidak jarang pemerintah bersikap absolut dan otoriter terhadap rakyat yang dipimpinnya. Mereka berlaku sewenang-wenang dan melanggar hak-hak asasi rakyatnya. Sebagai reaksi, rakyatpun melakukan pemberontakan, perlawanan, bahkan revolusi untuk menjatuhkan pemerintah yang berkuasa secara absoplut tersebut. Dari revolusiini kemudian lahirlah pemikiran untuk menciptakan undang-undang dasar atau konstitusi sebagai pedoman dan aturan main dalam hubungan antara pemerintah dan rakyat. Namun, tidak selamanya konstitusi dibentuk berdasarkan revolusi. Ada juga pembuatan konstitusi karena lahirnya sebuah negara baru.
Perpaduan antara politik dan agama yang merupakana akibat lagsung dari hakikat teologi Islam jugs terungkap dalam kawasan teori konstitusioanal.
AI-Quran sebagai undang-undang, perilaku keagamaan, tetapi yang lebih tinggi, kitab suci itu merupakan hukum dasar dan tertinggi yang tidak dapat digolongkan sebagai argumen serius tentang konstitusi Negara Islam.
Sumber hukum konstitusi Islam ada 3
  1.  yang tidak kalah penting adalah Sunah atau segala perkataan danpraktek kehidupan Nabi Muhammad saw, manusia yang dipilih Allah untuk menyampaikan risalah-Nya kepada sernua. manusia.
2. Ijma’ yang berarti kesepakatan universal atau kosensus yang bersifat umum. Ijma’ melibatkan upaya kolektif yang terdiri dari anggota-anggota suatu kelompok atau keseluruhan masyarakat untuk meraih sebuah kesepakatan hukum tentang suatu masalah tertentu.
3.Qiyas yaitu metode yang digunakan untuk memecahkan suatu masalah yang berkenaan dengan legalitas suatu bentuk perilaku tertentu. Dalam Islam metode ini digunakan untuk memperluas hukum­hukum syariab yang bersifat umum kepada berbagai kasus individu yang tak terbatas atas dasar kesamaan atau ketidakselarasan dengan beberapa kasus lama yang telah dijelaskan dalam Qur’an dan Sunnah.
Macam-macam konstitusi
  1. 1. konstitusi tertulis dan tidak tertulis
  2. konstitusi fleksibel (luwes) dan konstitusi rigid (tegas/kaku)
  3. konstitusi derajat tinggi dan konstitusi bukan derajat tinggi
  4. konstitusi serikat dan konstitusi kesatuan
  5. konstitusi sistem pemerintahan presidensial dan konstitunsi sistem pemerintahan parlementer.
penggolongan konstitusi fleksibel dan kaku di dasarkan pada cara mengubah konstitusi tersebut
2. konstitusi fleksibel (luwes) adalah konstitusi yang dapat diubah melalui proses yang sama dengan undang-undang. Artinya, perubahan itu dilakukan melalui cara yang tidak, seperti melalui pemungutan suara dengan sistem suara terbanyak mutlak. Konstitusi Inggris dan konstitusi selandia baru adalah contoh konstitusi jenis ini.
3. konstitusi rigid ( tegas/kaku) adalah suatu konstitusi dimana perubahannya dilakukan melalui suatu cara-cara atau proses khusus (special/process). Konstitusi AS, Australia, Swiss, Prancis, dan Norwegia adala contoh jenis ini.


B. Legislasi
Di dalam Islam, Legislasi ( perundang-undangan ) terbagi ke dalam empat bentuk. Dalam kajian fiqh siyasah, legislasi atau kekuasaan legislasi disebut juga dengan istilah al-sulthah al-tasyri’iyah, yaitu kekuasaan pemerintah islam dalam membuat dan menetapkan hukum. Kekuasaan legislasi berarti kekuasaan atau kewenangan pemerintah Islam untuk menetapkan hukum yang akan diberlakukan dan dilaksanakan oleh masyarakatnya berdasarkan ketentuan yang telah diturunkan Allah SWT. dalam syariat Islam. Dengan demikian, unsur-unsur legislasi dalam islam meliputi:
a.       Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan untuk menetapkan hukum yang akan diberlakukan dalam masyarakat Islam.
b.      Masyarakat Islam yang akan melaksanakannya.
c.       Isi peraturan atau hukum itu sendiri yang harus sesuai dengan nilai-nilai dasar syari’at Islam

C. demokrasi
Dalam hal ini demokrasi berasal dari pengertian bahwa kekuasaan ada di tangan rakyat. Maksudnya kekuasaan yang baik adalah kekuasaan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
.Sejarah demokrasi berasal dari sistem yang berlaku di negara-negara kota (city state) Yunani Kuno pada abad ke 6 sampai dengan ke 3 sebelum masehi. Waktu itu demokrasi yang dilaksanakan adalah demokrasi langsung yaitu suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat keputusan politik dan dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negaranya yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas hal tersebut dimungkinkan karena negara kota mempunyai wilayah yang relatif sempit dan jumlah penduduk tidak banyak (kurang lebih 300 ribu jiwa). Sedangkan waktu itu tidak semua penduduk mempunyai hak :
bersifat langsung dari demokrasi Yunani Kuno dapat diselenggarakan secara efektif karena berlangsung dalam kondisi sederhana, wilayahnya terbatas serta jumlah penduduknya sedikit (kurang lebih 300 ribu jiwa dalam satu kota). Ketentuan demokrasi yang hanya berlaku untuk warga negara resmi. Hanya bagian kecil dari penduduk.
Gagasan demokrasi Yunani hilang dari dunia Barat ketika Romawi Barat dikalahkakn oleh suku German. Dan Eropa Barat memasukkan Abad Pertengahan (AP).
Abad pertengahan di Eropa Barat dicirikan oleh struktur total yang feodal (hubungan antara Vassal dan Lord). Kehidupan sosial dan spiritual dikuasai Paus dan pejajabat agama lawuja. Kehidupan politiknya ditandai oleh perebutan kekuasaan antar bangsawan.
Dari sudut perkembangan demokrasi AP menghasilkan dokumen penting yaitu Magna Charta 1215. Ia semacam contoh antara bangsawan Inggris dengan Rajanya yatu John . Untuk pertama kali seorang raja berkuasa mengikatkan diri untuk mengakui dan menjamin beberapa hak bawahannya.
Mungkin Anda belum tahu siapa pemikir-pemikir yang mendukung berkembangnya demokrasi. pemikir-pemikir yang mendukung berkembangnya demokrasi antara lain: John Locke dari Inggris (1632-1704) dan Mostesquieu dari Perancis (1689-1755).
Menurut Locke hak-hak politik mencakup atas hidup, hak atas kebebasan dan hak untuk mempunyai milik (life, liberty and property). Montesquieu, menyusun suatu sistem yang dapat menjamin hak-hak politik dengan pembatasan kekuasaan yang dikenal dengan Trias Politica. Trias Politica menganjurkan pemisahan kekuasaan, bukan pembagian kekuasaan. Ketiganya terpisah agar tidak ada penyalahgunaan wewenang. Dalam perkembangannya konsep pemisahan kekuasaan sulit dilaksanakan, maka diusulkan perlu meyakini adanya keterkaitan antara tiga lembaga yaitu eksekutif, yudikatif dan legislatif.
Pengaruh paham demokrasi terhadap kehidupan masyarakat cukup besar, contohnya:
perubahan sistem pemerintahan di Perancis melalui revolusi.
revolusi kemerdekaan Amerika Serikat (membebaskan diri dari dominasi Inggris).
1.Demokrasi Parlementer, adalah suatu demokrasi yang menempatkan kedudukan badan legislatif lebih tinggi dari pada badan eksekutif. Kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Perdana menteri dan menteri-menteri dalam kabinet diangkat dan diberhentikan oleh parlemen. Dalam demokrasi parlementer Presiden menjabat sebagai kepala negara.
Menurut Anda, apakah Indonesia pernah menganut pemerintah demokrasi Parlementer? Silahkan Anda diskusikan dengan teman-teman Anda. Dan silahkan lanjutkan dengan uraian materi berikutnya.
2.Demokrasi dengan sistem pemisahan kekuasaan, dianut sepenuhnya oleh Amerika Serikat. Dalam sistem ini, kekuasaan legislatif dipegang oleh Kongres, kekuasaan eksekutif dipegang Presiden, dan kekuasaan yudikatif dipegang oleh Mahkamah Agung.
3.Demokrasi melalui Referendum. Yang paling mencolok dari sistem demokrasi melalui referendum adalah pengawasan dilakukan oleh rakyat dengan cara referendum. Sistem referendum menunjukkan suatu sistem pengawasan langsung oleh rakyat. Ada 2 cara referendum, yaitu referendum obligator dan fakultatif.
Ciri-Ciri Negara Yang Memiliki SistemPolitik ´DEMOKRASI´
  1. Adanya pembatasan terhadapan tindakan pemerintah untukmemberikan perlindungan bagi individu & kelompokdalampenyelenggaraan pergantian pemimpin secara berkala ,tertib ,damai & memalui alat-alat perwakilan rakyat yang efektif
b. Prasarana pendapat umum ,baik pers ,televisi ,maupun radioharus diberi kesempatan untuk mencari berita secara bebasdalam merumuskan pendapat mereka.kebebasan untukmengeluarkan pendapat , berserikat , & berkumpul merupakanhak-hak politik & sipil sangat mendasar .
  1. Sikap menghargai hak-hak minoritas & perorangan , lebihmengutamakan musyawarah daripada paksaan dalammenyelesaikan perselisiihan ,sikap menerima, legistimas darisistem pemerintah.
Dalam bukunya Introduction todemocratic Theory  henry B.maryo
  1. Menyelesaikan perselisihan degan damai secara melembaga bibitpertikaian dapat berupa perbedaan pendapat & kepentingan.Demokrasi merupakan sistem yang menagakui sahnya ekspresipositif dalam pertikaian .demokrasi mengadakan suatu cara yangunik untuk menyelesaikan pertikaian secara damai,meanegakkan ketertiban umum,dan membuat kebijaksanaaanumum dengan fungsi kompromi terlembaga dalam legislatif.
  2. Menjamin terselenggara nya perubahan secara damai dalamsuatu masyarakat yang sedang berubah ciri* UUD(KONSTITUSI)memuat prosedur untuk mengubah UUD ciri*semacam ini mengisyaratkan bahwa dalam rangka aspirasimasyarakat yg berubah & berkembang maka UUD harus di beriterbuka.
D. Ummah
Dalam piagam madinah, pemakaian kata ummah mengandung dua pengertian.
1. organisasi yang diikat oleh akidah islam. kedua, organsasi umat yang menghimpun jamaah atau komunitas yang beragam atas dasar ikatan sosial politik. Dari ayat-ayat Alqur’an dan piagam madinah dapat di catat beberapa ciri esensi yang menggambarkan ummah (Islam). pertama, ummah memiliki kepercayaan kepada Allah dan keyakinan kepada Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir, memiliki kitab yang satu dan bentuk pengabdian yang satu pula kepada Allah.
2. Islam yang memberiakn identitas pada ummah mengajarkan semangat universal. Ketiga, karena umat islam bersifat universal, maka secara alamiah umat islam juga bersifat organik. Keempat, berdasarkan prinsip ketiga, maka Islam tidka dapat mendukung ajaran kolektivitas komunisme dan individualisme kaum kapitalis. Kelima, dari prinsip tersebut, maka sistem politik yang digariskan Islam tidak sama dengan pandnagan Barat.
Kata-kata umat ternyata memiliki ruang lingkup yang berlapis. Lapisan pertama, kata umat bisa disamakan dengan makhluk Tuhan, sehingga burungpun disebut umat, semut yang berkeliaran pun jugs bisa disebut umat dari umat-umat Allah. Lapisan kedua, kata umat berarti umat manusia secara keseluruhan. Lapisan ketiga, kata umat berarti suatu kemunitas manusia. Dalam lapisan ini bare bisa dibedakan antara umat Islam dan umat non-muslim.
Konsep terpenting dalam pemikiran politik Islam adalah konsep Ummah atau komunitas orang-orang beriman.
Permulaan kata Ummah diterjemahkan sebagai suatu kesatuan yang menimbulkan kesatuan semua warga muslim. Jika tubuh Ummah yang konkret muncul ke permukaan sebagai suatu konsep kehidupan dengan mempert-imbangkan budaya, maka Ummah dapat berlaku sebagai suatu kekuatan yang memelihara dan memN&uat-1esaU_dan kekuatan. Jadi, konsep tersebut berperan sebagai simbul kesatuan dan kekuatan yang mewujudkan kesatuan secara bersamaan.
Menurut makna istilah, Ummah “meliputi totalitas (jamaah ) individu-individu yang Baling terkait oleh tali atau ikatan agama, bukan kekeluargaan maupun ras. Di dalam Ummah itu segenap anggota bersaksi sepenuhnya bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad adalah Rasul-Nya. Dihadapan Allah, semua anggota mempunyai derajat yang sama, tidak ada perbedaan tingkatan, kelas atau ras. ”
Sedangkan makna Ummah dalam arti lebih luas tidak hanya terbatas pads masyarakat madinah. Dalam dokumen yang disebut ” Konstitusi Madinah” istilah Ummah digunakan dalam dua arti yang berbeda dalam dua bagian dokumen:
a. pada bagian awal istilah itu digunakan dalam arti khusus, yakni masyarakat keagamaan orang-orang yang beriman; dan
b. pada bagian kedua, kata itu diartikan sebagai masyarakat persekutuan secara umum.
Namun demikian, corak dengan masyarakat non-muslim itu dipandang tidak merubah keunikan dasar dan kekhususan umat Islam.
Sisi paling penting peran Ummah sama dengan solidaritas mekanis yang muncul dari keberadaan manusia dalam suatu dalam Islam adalah tingkat solidaritasnya yang tinggi. Bentuk solidaritas itu tid masyarakat dengan faktor-faktor yang umum seperti wilayah, budaya dan bahasa ( faktor-faktor yang lazim ada pads sebuah bangsa ). Solidaritas Islam adalah sebuah solidaritas organik ( keluarga ) yang menciptakan dan berupaya menggayuh tujuan yang bersifat umum dan menghendaki parsitifasi setiap warganya untuk merealisasikan tujuan itu dalam batas-batas perangkat yang dimiliki sejalan dengan keragaman tugas ( kewajiban ) masing-masing.

E. Syura
Kata Syura berasal dari sya-wa-ra, yang secara etimologis berarti mengeluarkan madu dari sarang lebah. Kata syura dalam bahasa indonesia menjadi musyawarah mengandung makna segala sesuatu yang dapat diambil atau dikeluarkan dari yang lain (termasuk pendapat) untuk memperoleh kebaikan. Al-Quran mengunakan kata Syura dalam tiga ayat. Dan al-quran tidak menjelaskan secara rinci mengenai syura. Namun etika musyawarah dijelaskan dalam surat ‘Ali ‘imran yaitu, pertama berlaku lemah lembut. Kedua, memberi maaf. Ketiga, hubungan vertikal dengan Allah. Sedangkan bagaimana cara melakuakn musyawarah, Allah tidka menjelaskan secara rinci. Ini diserahkan sepenuhnya kepada manusia. Dalam suatu pemerintahan atau negara, boleh saja musyawarah ini dilakuakn dengan membentuk suatu lembaga kekuasaan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat tersendiri, seperti parlemen atau apapun namanya. Sebagaimana halnya syura, demokrasi juga menekankan unsur musyawarah dalam mengambil keputusan. Demokrasi juga diartikan sebagi bentuk dan untuk rakyat.
Sistem kenegaraan yang dianjurkan oleh Islam harus memegang prinsip syura. Allah SWT telah mewajibkan berlakunya sistern syura kepada umat manusia dalam dun ayat Al-Quran. Teks kedua ayat tersebut cukup jelas dalam mewajibkan untuk mengikuti prinsip syura. Ayat pertama disampaikan dalam bentuk perintah terhadap Rasulullah saw. Untuk menjalankan syura. Jika demikian, tentu umatnya lebih pantas untuk diperintah melakukannya. Sementara ayat yang kedua menerangkan bagaimana sifat utama dari kaum muslimin dalam menghadapi berbagai persoalan dan memutuskan permasalahan dengan selalu saling memahami satu sama lainnya dan saling tukar pikiran melalui syura.
Firman Allah SWT, dalam surah Ali Imran : 159, yaitu Artinya :
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap kerns lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karen itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu..”.
Ayat kedua, dalam surah asy-syuura : 36-38, yaitu
Artinya :
“ maka sesuatu apapun yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup didunia; dan yang ada pads sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakal, dan ( bagi ) orang-orang yang menjahui doss-doss besar dan pebuatan­perbuatan keji, dan apabila mereka marsh mereka memberi manfaat. Dan ( bagi ) orang-orang yang menerima ( mematuhi ) seruan Tithannya dan mendirikan shalat, Belong urusan mereka ( diputuskan ) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang kamu berikan kepada mereka “.
Dalam ayat itu menjelaskan bahwa salah satu sifat orang mukmin diantara yang lain adalah bermusyawarah dengan yang lainnya.
Ada juga beberapa hadits yang menyuruh dan memperkuat pentingnya bermusyawarah, juga menjelaskan keutamaannya. Rasulullah saw bersabda; ” minta bantuanlah dalam menyelesaikan permasalahan kalian melalui musyawarah.” .. tidak akan berhasil seorang yang hanya mengikuti pendapatnya sendiri dan tidak ada seorangpun yang akan hancur hanya karena
bermusyawarah.
Perbedaan Syura dengan Demokrasi
Dari uraian di atas tentang syura, dapat kita pahami adanya perbedaan fundamental antara syura dan demokrasi. Seperti telah dikutip sebelumnya, Abdul Qadim Zallum (1990) secara ringkas membandingkan sekaligus membedakan demokrasi dan syura dengan perkataannya, ”Demokrasi bukanlah syura karena syura adalah meminta pendapat (thalab ar-ra’y), sedangkan demokrasi adalah suatu pandangan hidup dan kumpulan ketentuan untuk seluruh konstitusi, undang-undang, dan sistem [pemerintahan] …”
Ini berarti, menyamakan syura dengan demokrasi bagaikan menyamakan sebuah sekrup dengan sebuah mobil. Tidak tepat dan tidak proporsional. Mengapa? Sebab, syura hanyalah sebuah mekanisme pengambilan pendapat dalam Islam, sebagai bagian dari proses sistem pemerintahan Islam (Khilafah). Adapun  demokrasi bukan sekadar proses pengambilan pendapat berdasarkan mayoritas, namun sebuah jalan hidup (the way of life) yang holistik yang terrepresentasikan dalam sistem pemerintahan menurut peradaban Barat. Falta bahwa demokrasi adalah sebuah tipe sistem pemerintahan dapat dibuktikan, misalnya, dengan pernyataan mantan Presiden AS Lincoln pada peresmian makam nasional Gettysburg (1863) di tengah berkecamuknya Perang Saudara di AS. Lincoln menyatakan, ”Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.” (Melvin I. Urofsky, 2003: 2).
Karena itu, menyamakan syura dengan demokrasi tidaklah tepat dan jelas tak proporsional. Jika ingin tepat dan proporsional, sistem demokrasi seharusnya dibandingkan dengan sistem Khilafah, bukan dengan syura; atau syura seharusnya dibandingkan dengan prinsip suara mayoritas, bukan dengan demokrasi.
Memang, ada kemiripan antara syura dan demokrasi, yang mungkin dapat menyesatkan orang untuk menganggap syura identik dengan demokrasi. Kemiripan itu ialah, dalam syura ada proses pengambilan pendapat berdasarkan suara mayoritas, seperti terjadi dalam Perang Uhud, identik dengan yang ada dalam demokrasi (An-Nahwi, 1985: 93-94). Namun, dengan mencermati penjelasan tentang syura di atas, masalah kemiripan ini akan gamblang dengan sendirinya. Sebab, tak selalu syura berpatokan pada suara mayoritas. Ini sangat berbeda dengan demokrasi yang selalu menggunakan kriteria suara mayoritas untuk segala bidang permasalahan. Selain itu, syura hanyalah hak kaum Muslim yang dilaksanakan di antara sesama umat Islam ketika mereka bertukar pikiran untuk mengambil suatu pendapat. Orang kafir tidak boleh ikut serta dalam proses syura. Ini jelas berbeda dengan demokrasi yang menjadikan Muslim dan non-Muslim bisa bercampur-aduk untuk menetapkan suatu pendapat. Jika demikian kontras bedanya, sekontras perbedaan warna putih dan hitam, lalu di mana lagi letak kesamaan syura dan demokrasi? Samakah yang putih dengan yang hitam?
Kemiripan syura dengan demokrasi dalam tersebut menjadi lebih tak bermakna jika kita mengkaji ciri-ciri sistem demokrasi secara lebih mendasar dan komprehensif. Menurut Zallum (1990) sistem demokrasi mempunyai ciri-ciri: berlandaskan pada falsafah sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan); dibuat oleh manusia; didasarkan pada 2 (dua) ide pokok: (1) kedaulatan di tangan rakyat; (2) rakyat sebagai sumber kekuasaan, memegang prinsip suara mayoritas dan menuntut kebebasan individu (freedom) agar kehendak rakyat dapat diekspresikan tanpa tekanan.
Hanya dengan memperhatikan falsafah demokrasi, yaitu sekularisme, maka jurang perbedaan syuradan demokrasi akan semakin lebar. Sedemikian lebarnya sehingga mustahil terjembatani. Sebab, syuratidak lahir dari akidah (falsafah) sekularisme, melainkan lahir dari akidah Islam. Syura adalah hukum syariah yang dilaksanakan sebagai bagian dari perintah Allah. Sebaliknya, demokrasi lahir dari rahim ide sekularisme yang kufur. Sebab, setelah terjadi sekularisasi, yakni setelah agama dipisahkan dari kehidupan sehingga agama tidak lagi mengatur urusan kehidupan manusia seperti politik, maka dengan sendirinya manusia itu sendirilah yang membuat aturan hidupnya. Inilah asal-usul ideologis lahirnya demokrasi di negara-negara Eropa pasca Abad Pertengahan (V-XV M), setelah sebelumnya masyarakat Eropa ditindas oleh kolaborasi antara raja/kaisar–yang berkuasa secara despotik dan absolut–dengan para agamawan Katolik yang korup dan manipulatif (An-Nabhani, 2001: 27).








Bab III
penutup

Kesimpulan
            Kelembagaan dalam politik Islam antara lain terdiri dari adanya konsep-konsep mengenai konstitusi, legislasi, syura dan demokrasi dan juga mengenai ummah. Konstitusi dibuat dalam Islam adalah dalam rangka sebagai pedoman dan aturan main dalam hubungan antara pemerintah dan rakyat. Legislasi dibuat untuk mengurusi masalah kenegaraan dan pemerintah menetapkan hukum yang akan diberlakukan dan dilaksanakan oleh rakyatnya. Sementara itu syura dan demokrasi merupakan dua hal yang saling berkaitan, syura merupakan musyawarah dan dalam demokrasi juga menekankan unsur musyawarah. Dan ummah atau umat dapat diartikan bangsa, rakyat, kaum, komunitas dan sebagainya. Bisa dikatakan bahwa umat merupakan organisasi yang diikat oleh kaidah Islam.

Perbedaan Syura’ Dengan Demokrasi
Menyamakan syura dengan demokrasi bagaikan menyamakan sebuah sekrup dengan sebuah mobil. Tidak tepat dan tidak proporsional. Mengapa? Sebab, syura hanyalah sebuah mekanisme pengambilan pendapat dalam Islam, sebagai bagian dari proses sistem pemerintahan Islam (Khilafah). Adapun  demokrasi bukan sekadar proses pengambilan pendapat berdasarkan mayoritas, namun sebuah jalan hidup (the way of life) yang holistik yang terrepresentasikan dalam sistem pemerintahan menurut peradaban Barat. Falta bahwa demokrasi adalah sebuah tipe sistem pemerintahan dapat dibuktikan, misalnya, dengan pernyataan mantan Presiden AS Lincoln pada peresmian makam nasional Gettysburg (1863) di tengah berkecamuknya Perang Saudara di AS. Lincoln menyatakan, ”Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.” (Melvin I. Urofsky, 2003: 2).



DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar