BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sebelum melangkah lebih jauh membahas
materi, seyogyanya perlu dimengerti bahwa ahlak merupakan suatu sifat yang
tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah,
dengan tidak memerlukan pertimbangan terlebih dahulu. Sedangkan ilmu
akhlak adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, dan menerangkan apa
yang harus diperbuat oleh sebagian manusia terhadap sesamanya dan menjelaskan
tujuan yang hendak dicapai oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan
yang lurus yang harus diperbuat. Ilmu Akhlak sering disamakan dengan ethika,
namun diantara keduanya memiliki perbedaan yaitu etika menentukan baik dan
buruk perbuatan manusia dengan tolak ukur akal pikiran, sedangkan ilmu akhlak menentukannya
dengan tolak ukur ajaran agama. Dengan demikian objek pembahasan ilmu
akhlak berkaitan dengan norma atau penilaian terhadap suatu perbuatan yang
dilakukan oleh seseorang.
Kaitannya dengan akhlak seseorang, itu
tidak terlepas dari tingkah laku (sikap) dengan sesama dan penciptanya
(Tuhannya). Maka dalam hal ini ilmu akhlak tentunya mempunyai hubungan-hubungan
yang terkait dengan ilmu-ilmu lainnya, baik dari segi tujuan, konsep dan
kontribusi ilmu akhlak terhadap ilmu-ilmu tersebut dan sebaliknya bagaimana
kontribusi ilmu lain terhadap ilmu akhlak.
B. Rumusan
masalah
1. Bagaimana
Hubungan ilmu ahklak dengan ilmu tasawuf?
2. Bagaimana
hubungan ilmu akhlak dengan ilmu filsafat?
3. Bagaimana
hubungan ilmu akhlak dengan ilmu pendidikan?
4. Bagaimana
hubungan ilmu akhlak dengan kaidah dan ibadah?
C. Tujuan
Mengetahui korelasi ilmu akhlak dengan ilmu
tasawuf, ilmu pendidikan, ilmu filsafat dan kaidah & ibadah. Serta
kontribusi antara ilmu akhlak dengan ilmu-ilmu tersebut dan sebaliknya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
RUANG LINGKUP
MENGENAI ILMU AKHLAK
Sebagaimana
kita maklumi bahwa ilmu akhlak itu adalah ilmu yang membicarakan tentang
perbuatan manusia ditinjau dari segi pihak baik dan buruk. Apa yang harus dilakukan
dan bagaimana cara untuk diri sendiri, dan orang lain, dalam mencapai tujuan,.
Maka sudah barang tentu ruang lingkup yang akan dibicrakan oleh ilmu akhlak
adalah sekitar materi yang berhubungan dengan pengertian yang kita sebutkan
diatas.
Materi
yang telah dibicarakan dalam pengertian tersebut meliputi segala tingkah laku
manusia sebagai makhluk Tuhan yang diberi akal dan perasaan dengan segala
kelengkapannya. Perbuatan dan tingkah laku yang menjadi sasaran ilmu akhlak ini
adalah sekitar perbuatan yang ada dalam arena baik dan buruk sedangkan benar
dan salah itu adalah lapngan ilmu logika (Manthiq).
Akhlak
yang membicarakan tentang tingkah laku baik dan buruk tidak berkuasa untuk
memaksa manusia dalam menjalankan pekerjaan, namun ia hanya sekedar ibarat
seorang guru yang memberikan petunjuk mana yang harus dilakukan oleh seorang
murid itu sendiri.
Selanjutnya
yang menjadi obyek ilmu akhlak yaitu hal
yang berkaitan dengan sosial dimana kita ketahui bahwa manusia tidak mungkin
kan hidup sendirian tanpa masyarakat dimana manusia hidup ditengah-tengahnya.
Selanjutnya, manusia hidup pasti mempunyai tujuan yang jelas dan tujuan itu
pasti dilakukan dengan segala upaya tingkah lakunya. Dalam pencapaian tujuan
itu ada yang merasa puas dengan mendapatkannya hanya lahiriyah, atau juga ada
yang sampai kepada batiniyah, ada yang meninjau dari segi kemanfaatan dari
perbuatan manusia, sehingga kalau perbuatan itu tidak ada manfaatnya dianggap
sia-sia belaka. Ada pula yang ukuran tujuan berhasil atau tidaknya ditinjau
dari segi agama, manakala seseorang telah mengembalikan sesuatu kepada agama,
maka ia mendapatkan nilai tertinggi dalam tujuan hidup ini. Juga dibicarakan
hal-hal yang berkaitan segi-segi kehidupan manusia dalam berbagai segi.
A.
HUBUNGAN ILMU
AKHLAK DENGAN FILSAFAT
Filsafat sebagaimana
diketahui adalah suatu upaya berfikir mendalam, radikal, sampai ke akarnya,
universal dan sitematik dalam rangka menemukan inti atau hakikat mengenai
segala sesuatu. Dalam filsafat segala sesuatu dibahas untuk ditemukan
hakikatnya. Kita misalnya melihat berbagai merk kendaraan, lalu kita
memikirkannya, membandingkan antara yang satu dengan yang lainnya, kemudian
kita menemukan inti tau hakikat kendaraan, yaitu sebagai sarana transformasi.
Dengan menyebut sarana tranformasi, maka seluruh jenis dan merk mobil apapun
sudah tercukup didalamnya.
Diantara obyek pemikiran filsafat yang erat kaitannya dengan ilmu
akhlak adalah tentang manusia. Para filosof muslim seperti Ibn Sina (9980-1037
M) dan Al-Ghzali (1059-1111 M) memiliki pemikiran tentang manusia sebagaimana
terlihat dalam pemikirannya tentang jiwa. Ibn Sina misalnya mengatakan bahwa
jiwa manusia merupakan satu unit yang tersendiri dan mempunyai wujud terlepas
dari badan. Jiwa manusia timbul dan tercipta tiap kali ada badan, yang sesuai
dan dapat menerima jiwa, lair didunia ini. Sengguh pun jiwa manusia jiwa
manusia tidak mempunyai fungsi-fungsi fisik dan dengan demikian tak berhajat
pada badan namun untukmenjalankan tugasnya sebagai daya yang berpikir, jiwa
masih berhajat pada badan. Karena pada permulaan wujudnya badanlah yang
menolong jiwa manusia untuk dapat berfikir. Panca indera yang lima dan
daya-daya batin dari jiwa binatanglah seperti indera bersama, estimasi dan
rekoleksi yang menolong jiwa manusia untuk memperoleh konsep-konsep dan ide-ide
dari alam sekelilingnya. Jika jiwa manusia telah mencapai kesempurnaan sebelum
ia berpisah dengan badan, maka selamanya
akan berada dalam kesenangan, dan jika ia berpisah dengan badan dalam keadaan
tidak sempurna, karena semasa bersatu dengan badan ia selalu dipengaruhi oleh
ahwa nafsu badan, maka ia akan hidup dalam keadaan menyesal dan terkutuk
selama-lamanya di akhirat.
Pemikiran filsafat tentang jiwa yang dikemukakan Ibn Sina tersebut
memberi petunjuk bahwa dalam pemikiran filsafat terdapat bahan-bahan atau
sumber yang dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi konsep Ilmu Akhlak.
Dalam pada itu al-Ghazali membagi umat manusia ke dalam tiga
golongan. Pertama kaum awam, yang berpikirnya sederhana sekali. Kedua kaum
pilihan, yang akalnya tajam dan berpikir secara mendalam. Ketiga kaum
penengkar. Kaum awam dengan daya akalnya yang sederhana sekali tidak dapat
menangkap hakikat-hakikat. Mereka mempunyai sikaf lekas percaya dan penurut.
Golongan ini harus dihadapi dengan sikap memberi nasihat dan petunjuk. Kaum
pilihan yang daya akalnya kuat dan mendalam harus dihadapi dengan sikap
memtahkan argumen-argumen. Pemikiran al-Ghazali tersebut memberi petunjuk
adanya perbedaan cara dan pendekatan dalam menghadapi seseorang sesuai dengan
tingkat dan daya tangkapnya. Pemikiran yang demikian akan membantu dalam
memutuskan metode dan pendekatan yang tepat dalam mengajarkan akhlak.
Pemikiran tentang manusia dapat pula dijumpai pada Ibn Khaldun.
Dalam melihat manusia, Ibnu Khaldun mendasarkan diri pada asumsi-asumsi
kemanusiaan yang sebelumnya lewat pengetahuan yang ia peroleh dalam ajaran
Islam. Ia melihat manusia sebagai makhluk berpikir. Oleh karena itu, manusia
mampu melahirkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Sifat-sifat semacam ini tidak
dimiliki oleh makhluk lainnya, lewat kemampuan berpikirnya itu manusia hanya
membuat kehidupannya, tetapi juga menaruh perhatian terhadap berbagai cara guna
memperoleh makna hidup. Proses-proses semacam ini melahirkan peradaban.
Tetapi dalam kacamata Ibn Khaldun, kelengkapan serta kesempurnaan
manusia tidak lahir dengan begitu saja, melainkan dengan suatu proses tertentu.
Proses tersebut dikenal dengan nama evolusi. Berbeda dengan Charles Darwin
(1809-1882 M) yang melihat proses kejadian manusia sebagai hasil evolusi
makhluk-makhluk organik. Khaldun menghubungkan kejadian manusia (sempurna)
dalam perkembangan dan pertumbuhan alam semesta.
Dalam pemikiran Ibnu Khaldun tersebut tampak bahwa manusia adalah
makhluk budaya yang kesempurnaannya baru akan terwujud manakala ia berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Ini menunjukan
tentang perlunya pembinaan manusia, termasuk dalam pembinaan akhlak. Jauh
sebelum itu, al-Quran telah pula menggambarkan manusia dalam sosoknya yang
sempurna melalui istilah basyar, insan
dan al-nas. Musa Asy’ari melalui penelitiannya yang mendalam terhadap al-Quran
berkesimpulan bahwa melalui aktivitas basyarianya manusia dalam kehidupannya
sehari-hari yang berkaitan dengan aktiitas lahiriah yang dipengaruhi oleh
dorongan kodrat alamiahnya, seperti makan, minum, bersetubuh, dan mati
mengakhiri kegiatannya.
Manusia dalam konteks insan adalah manusia yang berakal yang
memerankan diri sebagai subyek kebudayaan dalam pengertian ideal. Sementara
kata al-nas mengacu kepada manusia sebagai makhluk sosial. Gambaran tentang
manusia yang terdapat dalam pemikiran filosofis itu akan memberikan masukan
yang amat berguna dalam merancang dan merencanakan tentang cara-cara membina
manusia, memperlakukannya, berkomunikasi dengannya dan sebagainya. Dengan cara
demikian akan tercipta pola hubungan yang dapat dilakukan dalam menciptakan
kehidupan yang aman dan damai.
Selain itu filsafat juga membahas tentang Tuhan, alam dan makhluk
lainnya. Dari pembahasan ini akan dapat diketahui dan dirumuskan tenatng
cara-cara berhubungan dengan Tuhan dan meperlakukan makhluk serta alam lainnya.
Dengan itu, akan dapat diwujudkan akhlak yang baik terhadap Tuhan, terhadap
manusia, alam dan makhluk Tuhan lainnya. Dengan mengetahui berbagai ilmu yang
berkaitan dengan Ilmu Akhlak tersebut, maka sesorang yang akan memperdalam imu
pengetahuan yang disebutkan diatas. Selain itu uraian tersebut diatas
menunjukan dengan jelas bahwa Ilmu Akhlak adalah ilmu yang sangat akrab atau
berdekatan dengan berbagai permasalahan lainnya ayng ada disekitar kehidupan manusia.
Berdasarkan makna dan konsepsinya
yang umum, filsafat merupakan upaya mengetahui dan menggali potensi yang di
miliki manusia. Pengertian ini
memungkinkan semua ilmu berada di bawahnya. Kita lihat pada masa lalu ketika
ilmu-ilmu sangat terbatas, ternyata filsafat menaungi semuanya . Saat itu,
filsuf memiliki penguasaan terhadap semua ilmu. Pada saat itu, objek filsafat
di bagi ke dalam dua bagian. Pertama, hal-hal
yang manusia tidak dapat melakukan intervensi di dalamnya, kecuali yang berkaitan
dengan perbuatan manusia. Kedua, hal-hal
yang bergantung dengan usaha manusia, yaitu tindakan-tindakan manusia.
Bagian pertama dinamakan filsafat
teoritis ( alhikmah annazhariyyah ) dan terbagi ke dalam tiga bagian:
1.
Filsafat
ketuhanan ( al-hikmah al-ilahiyyah ), yaitu
yang berkaitan dengan aturan-aturan umum tentang eksistensi,awal mula
eksistenis dan akhir eksistensi;
2.
Fisika
(thabi’iyat) yang terbagi kedalam
beberapa bagian lagi;
3.
Matematika
yang terbagi ke dalam beberapa bagian .
Bagian kedua (tindakan – tindakan
manusia) dinamakan filsafat praktisi (al-hikmah
al-amaliyyah) yang terbagi ke dalam tiga bagian:
1. Akhlak yang menjadi penyebab bagi
kebahagiaan atau kesesatan manusia;
2. Manajeman rumah tangga (tadbir al-manzil) serta segala sesuatu
yang berkaitan dengan keluarga;
3. Politik dan manajemen negara;
Karya-karya khusus dibidang akhlak
bahkan berbicara dengan manajemen rumah dan politik negara. Oleh karena itu,
dapat dikatakan bahwa ilmu akhlak merupakan cabang ilmu filsafat praktisi. Akan
tetapi, karena sekarang jumlah ilmu sedemikian banyak, ilmu akhlak berdiri
menjadi ilmu tersendiri.
B.
HUBUNGAN ILMU
AKHLAK DENGAN TASAWUF
Sebagian besar pembicaraan tasawuf berkaitan dengan pengetahuan
tentang ketuhanan (al-ma’arif
al-ilahiyyah), tetapi tidak dengan jalan ilmu dan pembuktian ilmiah,tetapi
dengan penyaksian esoteric (al-syuhud
al-bathini). Ini berarti bahwa hati manusisa harus berfungsi bagaikan
cermin yang bersih sehingga dapat menangkap hakikat dan menyingkap tirai.
Dengan cara itu, hati seseorang dapat melihat esensi ketuhanan,asma-asma dan
sifat-sifatnya.
Untuk tujuan ilmu
tasawuf ini, ilmu akhlak dapat membantu seseorang untuk menghilakan berbagai
kotoran hati yang dapat menghalangi pemiliknya dari esensi ketuhanan. Dapat
dikatakan bahwa akhlak merupakan pintu gerbang ilmu tasawuf.
Kata-kata
tasawuf dalam bahasa arab tidak terdapat qiyas dan istiqaq, yang jelas bahwa
kata-kata ini hanya semacam laqab (julukan, sebutan, gelar). Gelar ini diperuntukan
bagi perorangan yang disebut dengan istilah sufi, dan bagi jama’ah disebut
sufiyah. Orang yang sudah mencapai derajat (usaha ke arah) tasawuf disebut
mutasawwif, sedangkan bagi jama’ah disebut mutasawwifah.
Al-Jurairi
ketika ditanya tentang tasawuf, beliau menjawab: “Memasuki ke dalam budi
pekerti (Akhlak) yang bersifat sunni, dan keluar dari budi pekerti (akhlak)
yang rendah”. Sedangkan Muhammad ‘Ali Al-Qassab menyatakan: “Tasawuf adalah
akhlak yang mulia, yang timbul pada masa mulia, dari seorang yang mulia,
ditengah-tengah kaum-kaum mulia”.
Dari kumpulan
pengertian yang kita dapati, kiranya dapat kita ambil inti pokok pengertian,
bahwa ilmu tasawuf adalah ilmu yang mempelajari tentang usaha membersihkan diri
berjuang memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesucian dengan ma’rifat menuju
keabadian, saling ingat mengingatkan antar manusia, serta berpegang teguh
kepada janji Allah dan mengikuti syariat Rasulullah dalam mendekatkan diri
kehadirat Allah, demi mencapai keridhoan-Nya.
Obyek pembicaraan ilmu tasawuf ini
meliputi:
1.
Akal dan ma’rifat
2.
Hati dan latihan
Adapun status ilmu tasawuf meliputi:
1.
Menuntun sesuai dengan petunjuk, dan
membuang dengan apa yang tak sesuai dengan tuntunan yang berlaku.
2.
Berusaha dengan tenaga menuju ke
jalan illahi.
Dalam dunia
tasawuf, diketahui ada dua corak pemikiran yang masing-masing diwakili oleh
Al-Ghazali dan Ibnu Arabi. Al-Ghazali lebih condong berfikir falsafi, sedangkan
Ibnu Arabi lebih condong dengan Hikmatul-Ilahiyah. Al-Ghazali yang
menitikberatkan kepada akaliyah, mengambil keraguan sebagai dasar tingkat
pertama dalam jenjang keyakinan, manakala manusia sudah sampai kepada batasnya,
maka ia akan bertemu dengan keimanan, dan kesibukan akal akan berhenti dengan
latihan jiwa dan raga. Ibnu arabi yang menitikberatkan kepada hati (Qolbu)
dengan hikmatul Ilahiyah, manusia akan mendapatkan pengetahuan dengan melatih
jiwa dan menekan hawa nafsu, dimana hawa nafsu merupkan penghalang antara
manusia dengan Nur Illahi, manakala manusia sampai ke taraf ‘arifin maka ia
akan dapat mempelajari dan meneliti segala ragamnya.
Pada hakekatnya
dasar-dasar Ulumul Tasawuf itu tercermin dalam ajaran-ajarannya, dengan segala
bentuk dan menifestasinya, apakah itu merupakan jenjang tangga atau terminal
yang harus dilalui oleh para ahli tasawuf, yang disebut muqamat atau mujahadat,
disamping secara perasaan mereka telah mengubah tingkah sedikit demi sedikit
dalam mencapai tujuan, atau semuanya ajaran itu dikembalikan kepada usul
(pokok) syara’.
Walaupun
demikian titik berat dasar yang mereka pegang pada umumnya berlandaskan kepada
kefakiran, sebagaimana diungkapkan oleh Ma’ruf Al-Karakhi mengatakan:
“Tasawuf adalah
mengambil hakekat sesuatu, dan berputus asa dari apa yang ada ditangan manusia
(makhluk), barangsiapa yang tidak berpegang kepada kefakiran, maka dia tidak
berpegang kepada tasawuf”.
Lalu apa itu
kefakiran? Kefakiran atau fakir menurut Abil Hasan An-Nawari dikatakan: “Sifat
orang fakir ialah berdiam diri dikala dia tidak punya, dan memberikan serta
mendahulukan kepentingan orang lain dikala berada”. Begitu mulia dan akhlak
yang tepuji sifat fakir tersebut, patut dijadikan acuan sebagai dasar dalam
perilaku sehari-hari. Karena mencintai, membanggkan orang miskin dan fakir
sebagai kunci terhadap masuknya syurga. Sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Umar
ra: “Setiap segala sesuatu ada kuncinya, dan kunci syurga adalah cinta
kepada orang miskin dan fakir yang shabar, mereka berada di majlis Allah pada
hari kiamat”.
Dalam
ajaran-ajaran tasawuf pun dapat dikaji dengan menurut Ali Thantawi dalam
kitabnya Ta’rif ‘Am bi Dinil Islam sebagai berikut:
1.
Dzikir
Buah keimanan yang pertama ialah dzikir. Allah memerintahkan dalam
Al-Quran untuk berdzikir dan Allah sangat memuji terhadap orang-orang yang
berdzikir. Dzikir menurut bahasa Arab yang terdapat dalam Al-Quran mengandung
dua pengertian, yakni berdzikir dengan hati dan berdzikir dengan lisan.
Jika kamu ingin
membuktikan sebagai orang yang berdzikir, maka hendaklah kamu selalu ingat
dalam hatimu dikala kamu sendirian, dikeramaian, dipasar dan jalanan, ingat
setiap waktu, setiap keadaan, bahwa Allah melihat kepadamu. Kamu tak akan
berbuat kecuali apa yang Allah sukai, menjalankan kewajiban itu karena menuruti
perintah-Nya., jika kamu meninggalkan keharaman, itu mengikuti larangan-Nya.
Kadang-kadang
berdzikir dengan lisan terdapat kemaksiyatan, seperti membaca basmalah ketika
minum khamar. Barangsiapa menyebut nama Allah dalam nyanyian yang dibawakan
penyanyi yang fasik dengan maksud mengejek dengan terang-terangan, maka
dzikirnya adalah ke kufuran. Berdzikir yang paling utama adalah membaca
Al-Quran, kecuali pada tempat tertentu yang ditetapkan oleh Allah swt, seperti
tasbih dalam ruku’ dan sujud dan dzikir yang masyur dari Rasulullah.
Adapun yang ada
pada masa kita seperti pesta dzikir yang disebut “Raqash”, terdiri dari
gerakan-gerakan seperti berdiri, ruku, jongkok dibarengi dengan gerakan yang
serasi serta lagu-lagu tertentu, dengan tidak tegas-tegas diucapkan kalimat
tahlil atau tahmid, dibawakan dengan suara-suara yang samar seperti: Ah, Akh
(menurut kahsiyah Ibnul Abidin) itu merupakan haram.
2.
Antara Cemas dan Harapan
Seorang mukmin
hendaknya berada diantara cemas dari siksa Allah dan harapan atas ampunan-Nya.
Ingatlah bahwa Allah adalah Dzat yang cepat memberikan perhitungan, disinilah
timbulnya kecemasan, dan ingat bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha Pengampun dan
Pengasih, Dzat Yang Maha Penyayang dari segala penyayang, disinilah timbulnya
adanya harapan. Jika hati dipenuhi oleh rasa kecemasan maka bisa jadi akan
timbul keputus-putusan dari Rahmat Allah swt. Sebaliknya jika hati dipenuhi
oleh rasa harapan maka akan timbulnya rasa aman dari kemurkaan Allah swt.
Telah kita terangkan bahwa Allah adalah Maha Pencipta, tidak
menyerupai makhluk-Nya, dan takut kepada Allh bukan seperti takut kepada
makhluk, engkau takut kepada harimau yang menunjukan taringnya dengan geram
menyeramkan, kau sendirian mengahadapinya tanpa senjata, namun takut kepada
Allah bukan seperti takut kepada harimau, karena harimau bisa dikhawatirkan
akan menerkamu, maka Allah Tuhan harimau dan penciptanya, tidak memberikan
putusan jika Dia telah memastikan untukmu.
3.
Syukur
Seorang yang
bertawakal akan rela kepada Allah manakala Dia mencegah dan memberi, dan
disinilah sifat syuur yang sebenarnya. Syukur adalah salah satu buah keimanan.
Apabila seseorang berbuatt baik kepadamu, kemudian kamu tidak bersyukur
kepadanya, maka kamu termasuk orang yang keterlaluan, dianggap buruk, padahal
itu biasa-biasa saja.
Jika seseorang
membutuhkan uang serupiah (dinar) kemudian dia akan mendapatkannya, dia merasa
betapa nikmatnya orang yang mempunyai uang, tetapi apabila uang tersebut telah
didapati, maka lupalah dia.
Barangsiapa
terkumpul antara syukur hati dan rela kepada Allah, bersykur amal dengan
memberikan kelebihan kepada orang lain yang membutuhkan dan bersyukur lisan
dengan mengucapkan Allhamdulillah maka dia termasuk bersyukur dengan
sebenar-benarnya.
4.
Shabar
Seorang muslim
itu berada diantara dua nikmat, jika mendapatkan kebaikan dia bersyukur, dia
mendapat pahala; jika mendapat ke madharatan lantas bersabar, maka dia juga
endapat pahala. Imbalan pahala orang kaya yang bersyukur atau orang yang
berkelebihan, itu sama dengan pahala orang fakir yang sabar.
Hidup di dunia
ini bukanlah kampung kesenangan ia tidak terlepas dari segala keruwetan, kurang
sehat, kehilangan harta, ditinggalkan kekasih, tipuan kawan, atau kehilangan
keamanan.semua ini meliputi tabeat manusia yang tak berubah. Kesulitan dan
musibah tidak bisa dihindari, adakalanya bisa terobati dengan kesabaran. Sabar
berpegang kepada agama di masa sekarang yang penuh dengan percobaan, hampir kembali
agama ini dalam keasingan. Orang yng tekun dalam agama ibarat orang yang
menggemgam bara, orang yang berpegang agama menjadi cacian dan hinaan, kambing
hitam para pejabat, kurang tertib. Barangsiapa yang berpegang teguh hanya
kepada Allah semata karena mengharap pahala, mereka adalah sebagian dari apa
yang di gambarkan dalam firman Allah dalam Surah An-Nahl ayat 42:
“Mereka adalah orang-orang yang sabar dan kepada Tuhan mereka
berserah diri”
5.
Menuruti Hukum Syara’
Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa iman adalah pekerjaan hati,
rahasia dari segala rahasia, tidak ada yang mengetahui kecuali Allah, manusia
melihat hanya lahirnya, oleh karenanya kita hanya bisa mebedakan antara orang
kafir dan mu’min hanya dari perkataan dan perbuatannya.
Seorang anak
yang menyrahkan diri lepada orang tua, karena kepercayaan; seorang yang
mencintai menyerahkan diri kepada yang dicintainya, karena simpati; orang yang
diculik menyerahkan kepada penculik, karena takut. Sedangkan penyerahan diri
ada dua aspek :
a.
Yang bersifat amali, yaitu menuruti
dengan perkataan dan perbuatan.
b.
Yang bersifat kejiwaan.
6.
Tegas dan Lemah-lembut
Kita cinta
terhadap orang yang taat dan taqwa meskipun kita tidak mendapat manfaat dari
padanya. Kita benci kepada orang kafir yang durhaka, meskipun kita tidak pernah
mendapat madarat dari padanya, bahkan kita membenci dan menghindarinya.
Meskipun ada faedahnya bagi kita walaupun pertalian kita dengannya mempunyai
ikatan pertalian yang kuat. Oleh karenanya pertalian persatuan beragama lebih
kuat daripada ikatan darah, hubungan keturunan.
Seorang mu’min yang cinta karena agama dan bencinya hanya karena
agama, apabila cinta maka lahirlah kemuliaan jiwa lemah-lembut, timbul
toleransi dan kesungguhan, merendah diri dihadapan saudaranya dan tidak minder,
mendahulukan kepentingan orang lain dan kepentingan diri sendiri, walaupun
dirinya sendiri membutuhkan. Seorang mu’min berada diantara lemah-lembut dan sikap lunak dan keras, lunak
dan lembut terhadap saudaranya yang seiman, sedangkan tegas dan keras kepada
musuh-musuh agama dimana mereka itu
sebenarnya pembela-pembela syaitan.
7.
Taubat dan Istighfar
Allah
menciptakan manusia, dan menumbuhkan dalam dirinya suk tergesa-gesa,
angan-angan yang panjang, suka mengumpulkan harta, selalu ingin didampingi
dengan wanita-wanita cantik, marah, condong, kepada kemurkaan dan celaan,
dikuasai oleh syaitan yang menghiasi dengan segala keburukan yang ada pada
dirinya.
Allah
mengatakan pada manusia; sesungguhnya kau sanggup mengahapus dosa yang telah
kau perbuat sehingga bersi seperti sediakala, namun dapat dituliskan kebaikan
berdampingan ditempat keburukan yang telah kau lakukan, seperti catatan seorang
pedagang yang mempunyai utang-piutang denganmu, tidaklah cukup begitu saja
dengan penuh toleransi dan mengahpuskan utang-piutang, namun catatn piutang itu
dipindahkan ke dalam catatan piutang.
Dalam taubat
syarat pertama ialah memutuskan perbuatan buruk dan ber’azam (berniat) tidak
mengulangi lagi. Taubat itu mempunyai ruh dan jasad. Ruhnya adalah mencegah
dari padanya, dan sedangkan jasad adalah penggerak dari padanya. Taubat ialah
meninggalkan keburukan dan kembali ke dalam kebenaran, adapun istighfar adalah
meminta ampunan dari Allah swt. Syara’ telah memerintahkan dan mendorongnya
sebagai firman Allah:
“Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu
pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertabatlah kepada-Nya”.
C.
ILMU AKHLAK DENGAN ILMU
PENDIDIKAN ( TARBIYAH )
Hakikat pendidikan adalah menyiapkan dan mendampingi seseorang agar
memperoleh kemajuan dalam menjalani kesempurnaan. Kebutuhan manusia
terhadap pendidikan beragam seiring
beragamnya kebutuhan manusia. Ia membutuhkan pendidikan fisik untuk menjaga
kesehatan fisiknya, ia membutuhkan pendidikan etika agar dapat menjaga tingkah
lakunya, ia membutuhkan akal agar jalan fikirannya sehat; ia membutuhkan
pendidikan ilmu agar dapat memperoleh
ilmu-ilmu yang bermanfaat, membutuhkan pendidikan disiplin ilmu tertentu agar
dapat mengenal alam, membutuhkan pendidikan sosial agar membawanya mampu
bersosialisasi, membutuhksn pendidikan agama untuk membimbing ruhnya menuju
allah SWT, membutuhkan pendidikan akhlak agar perilakunya seirama dengan akhlak
yang baik.
Hubungan antara Ilmu Akhlak dengan Ilmu
Pendidikan merupakan hubungan yang bersifat berdekatan, sebelum membahas lebih
jauh apa hubungan antara Ilmu Akhlak dengan Ilmu Pendidikan terlebih dahulu
kita mengingat kembali apa pengertian Ilmu Akhlak dan Ilmu Pendidikan.
Menurut Ibn Maskawih Akhlak adalah sifat
yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan mudah
tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbamgan. Sedangkan ilmu
pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dl usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan; proses, cara, pembuatan mendidik.
Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam,
Menurut Langgulung pendidikan Islam tercakup dalam delapan pengertian, yaitu
At-Tarbiyyah Ad-Din (Pendidikan keagamaan), At-Ta’lim fil Islamy (pengajaran
keislaman), Tarbiyyah Al-Muslimin (Pendidikan orang-orang islam), At-tarbiyyah
fil Islam (Pendidikan dalam islam), At-Tarbiyyah ‘inda Muslimin (pendidikan
dikalangan Orang-orang Islam), dan At-Tarbiyyah Al-Islamiyyah (Pendidikan
Islami).
Arti pendidikan Islam itu sendiri adalah
pendidikan yang berdasarkan Islam. Isi ilmu adalah teori. Isi ilmu bumi adalah
teori tentang bumi. Maka isi Ilmu pendidikan adalah teori-teori tentang
pendidikan, Ilmu pendidikan Islam secara lengkap isi suatu ilmu bukanlah hanya
teori.
·
Relevansi Ilmu Ahlaq dengan Ilmu Pendidikan
Islam merupakan agama yang sempurna,
sehingga setiap ajaran yang ada dalam Islam memiliki dasar pemikiran, begitu
pula dengan pendidikan akhlak. Adapun yang menjadi dasar pendidikan akhlak
adalah al-Qur.an dan al-Hadits, dengan kata lain dasar-dasar yang lain
senantiasa dikembalikan kepada al-Qur.an dan al-Hadits.
Adapaun definisi akhlak menurut istilah ialah kehendak jiwa manusia yang
menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan, tanpa memerlukan
pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Senada dengan hal ini Abd Hamid Yunus
mengatakan bahwa akhlak ialah:
Sikap mental yang mengandung daya dorong untuk berbuat tanpa berfikir dan
pertimbangan.
Ilmu pendidikan sebagai dijumpai dalam
berbagai literatur banyak berbicara mengenai berbagai aspek yang ada
hubungannya dengan tercapainya tujuan pendidikan. Dalam ilmu ini antara lain
dibahas tentang rumusan tujuan pendidikan, materi pelajaran (kurikulum), guru,
metode, sarana dan prasarana, lingkungan, bimbingan, proses belajar-mengajar,
dan lain sebagainya. Semua aspek pendidikan ditujukan pada tercapainya tujuan
pendidikan.
Tujuan pendidikan ini dalam pandangan Islam
banyak berhubungan dengan kualitas mansuia yang berakhlak. Ahmad D. Marimba
misalnya mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah identik dengan tujuan hidup
seorang muslim, yaitu menjadi hamba Allah yang mengandung implikasi kepercayaan
dan penyerahan diri kepada-Nya. Sementara itu Mohd. Athiyah al-Abrasyi,
mengatakan bahwa pendidikan budi pekerti adalah adalah jiwa dari pendidikan
islam, dan islam telah menyimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak
adalah jiwa pendidikan Islam. Mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan
sebenarnya dari pendidikan. Selanjutnya al-Attas mengatakan bahwa tujuan
pendidikan Islam adalah manusia yang baik. Kemudian Abdul fatah jalal
mengatakan bahwa tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sebagai
hamba Allah.
Jika rumusan dari tujuan pendidikan Islam
itu dihubungkan antara satu dengan yang lainnya. Maka dapat diketahui bahwa
tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya seorang hamba Allah yang patut dan
tunduk melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangannya serta
memiliki sifat-sifat dan akhlak yang mulia. Rumusan ini menggambarkan bahwa
antara Pendidikan Islam dan Ilmu Akhlak ternyata sangat berkaitan erat.
Pendidikan Islam merupakan sarana yang mengantarkan anak didik agar menjadi
orang yang berakhlak.
Setiap kegiatan yang dilakukan seseorang
ataupun sekelompok orang sudah barang tentu mempunyai suatu tujuan yang hendak
dicapai, termasuk juga dalam kegiatan pendidikan, yaitu pendidikan akhlak.
Tujuan merupakan landasan berpijak, sebagai sumber arah suatu kegiatan,
sehingga dapat mencapai suatu hasil yang optimal.
Akhlak manusia yang ideal dan mungkin dapat
dicapai dengan usaha pendidikan dan pembinaan yang sungguh-sungguh, tidak ada
manusia yang mencapai keseimbangan yang sempurna kecuali apabila ia mendapatkan
pendidikan dan pembinaan akhlaknya secara baik. Menurut M.Ali hasan yang
dikutip oleh Akmal Hawi, tujuan pokok akhlak ialah "agar setiap manusia
berbudi pekerti (berakhlak), bertingkah laku, berperangai atau beradat istiadat
yang baik, yang sesuai dengan ajaran Islam". Masih mengenai tujuan akhlak
menurut Akmal Hawi ialah "agar setiap manusia dapat bertingkah laku dan
bersifat baik serta terpuji. Akhlak yang mulia terlihat dari penampilan sikap
pengabdianya kepada Allah SWT, dan kepada lingkungannya baik kepada sesama
manusia maupun terhadap alam sekitarnya. Dengan akhlak yang mulia manusia akan
mendapatkan kebahagian dunia dan akhirat.
Pendidikan akhlak merupakan benang yang merajut semua jenis
pendidikan di atas. Dengan kata lain, semua jenis pendidikan di atas harus
tunduk pada kaidah – kaidah akhlak.
D.
ILMU AKHLAK
DENGAN AKIDAH DAN IBADAH
Islam telah menghubungkan secara erat antara akidah dan akhlak.
Dalam islam, akhlak bertolang dengan tujuan–tujuan akidah. Akidah merupakan
barometer bagi perbuatan, ucapan, dengan segala bentuk interaksi sesama
manusia. Berdasarkan keterangan Al-Quran dan Assunnah, iman kepada
allah SWT. Menuntut seseorang mempunyai akhlak yang terpuji. Sebaliknya akhlak
tercela membuktikan ketiadaan iman tersebut.
Keterkaitan antara akhlak dan akidah dapat dilihat ketika allah SWT mengaitkan
keimanan dengan akhlak mulia. Ketika Al-Quran menyuruh berlaku adil. Sebelumnya
telah disebutkan tentang iman, allah SWT berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman
jadilah kamu sebagai
penegak (keadilan) karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. dan
janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak
adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan
bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”
(Q.S
AL-MAIDAH 5:8 )
Al-Quran juga
menghubungkan antara amal saleh dan perbuatan baik. Allah SWT berfirman dalam
surah An-Nisa ayat 124 -125:
“Barang
siapa mengerjakan amal-amal kebajikan ,
baik laki-laki maupun perempuan ,sedang d ia beriman, Maka mereka itu akan
masuk ke dalam surga dan mereka tidak di dzalimi sedikitpun.”
“dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas
berserah diri kepada allah SWT , sedang
dia mengerjakan kebaikan, dan mengikuti
agama Ibrahim yang lurus? dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.” (QS: An-nisa 4: 124-125)
Demikian pula
Rasulullah SAW. Mengaitkan keimanan dengan akhlak mulia. Dalam sebuah hadist di
sebutkan :
“Rasulullah SAW. Di Tanya, siapa diantara kaum mukmin yang
paling utama keimananya ? Beliau menjawab, yang paling baik akhlaknya .”
(H.R At-tarmidzi)
Dalam hadist lain Rasulullah SAW
bersabda:
“Iman itu memiliki tujuh puluh cabang ( riwayat lain tujuh puluh
tujuh cabang ) dan yang paling utama ialah
la ilaha illa allah , dan yang terendah ialah membuang duri dari jalan .
malu juga merupakan salah satu cabang iman.” (Muttafaq
‘alaih)
Iman tidak
cukup sekedar di simpan di dalam hati, tetapi harus direalisasikan dalam
perbuatan nyata dan amal saleh. Hanya iman yang melahirkan amal shalehlah yang dinamakan iman yang sempurna. Akhlak
mulia merupakan mata rantai keimanan, contoh rasa malu berbuat jahat merupakan
salah satu akhlak yang mulia. Nabi Muhammad SAW dalam salah satu hadist menegaskan:
“Malu adalah cabang iman.” (H.R Tirmidzi dan yang lainnya)
Sebaliknya, akhlak buruk adalah yang
menyalahi prinsip-prinsip keimanan. Sekalipun suatu perbuatan pada lahirnya
baik, tetapi titik tolaknya bukan keimanan, perbuatan tersebut tidak
mendapatkan penilaian di sisi Allah SWT.
Adapun kaitan ilmu
akhlah dan ibadah dapat di jelaskan bahwa tujuan akhir ibadah adalah keluhuran
akhlak. Ibadah yang terpenting yang di syariatkan islam dan yang paling pertama
di hisab pada hari kiamat adalah shalat. Hikmah di syariatkannya shalat adalah
menjauhi perbuatan keji dan munkar.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari uraian materi diatas penulis menyimpulkan :
a. ILMU AKHLAK DAN FISAFAT
Dapat dikatakan bahwa ilmu akhlak merupakan cabang filsafat
praktisi. Akan tetapi, sekarang jumlah
ilmu sedemikan banyak sehingga ilmu akhlak pun berdiri menjadi ilmu tersendiri
b. ILMU AKHLAK DENGAN TASAWUF
Sebagian besar pembicaraan ilmu tasawuf ( irfan) berkaitan dengan
pengetahuan tentang ketuhanan (al-ma’arif
al-ilahiyyah ), tetapi bukan denga jalan ilmu dan pembuktian ilmiah,
melaikan dengan jalan penyaksian esoteric (asy-syuhud
al-bathini). Ini berarti bahwa hati manusia harus berfungsi bagaikan cermin
yang bersih sehingga dapat menangkap hakikat dan menyikapi tirai .
c. ILMU AKHLAK DENGAN PENDIDIKAN ( TARBIYAH )
Pendidikan akhlak merupakan benang perarat yang merajut semua jenis
pendidikan, seperti pendidikan etika, pendidikan akal, pendidikan ilmu, dan sebagiannya. Semua jenis
pendidikan di atas harus tunduk kepada kaidah – kaidah akhlak.
d. ILMU AKHLAK DENGAN AKIDAH DAN IBADAH
Islam telah menghubungkan secara erat antara akidah dan akhlak.
Dalam Islam, akhlah bertolak dari tujuan – tujuan akidah. Akidah merupakan
barometer dari perbuatan, ucapan, dengan segala bentuk interaksi sesame manusia.
Berdasarkan keterangan Al-Quran dan As-sunnah , iman kepada Allah SWT. Menuntut
seseorang mempunyai akahlak yang terpuji.
B.
SARAN
Demikianlah makalah tentang hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu lainnya yang
telah penulis paparkan. Kami menyadari makalah ini jauh dari sempurna maka dari
itu kritik yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan untuk perbaikan.
Harapan pemakalah, semoga makalah ini dapat memberi pengetahuan baru dan
bermanfaat bagi kita semua
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Bangun
Nasution, Rayani Hanum Siregar. Ahlak Tasawuf pengenalan, pemahaman dan
pengaplikasiannya. (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar