
7.1
Pengertian
Ilmu Akhlak
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, pengertian ilmu diartikan sebagai pengetahuan tentang
suatu bidang yang disusun secara sistematis menurut metode ilmiah tertentu yang
dapat digunakan untuk menerangkan kondisi tertentu dalam bidang pengetahuan.
Sedangkan dalam Wikipedia Indonesia,
pengertian ilmu/ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menemukan, menyelidiki
dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai bentuk kenyataan dalam alam
manusia.
Ilmu berasal
dari bahasa Arab yang diartikan pengetahuan. Pada dasarnya, pengetahuan
memiliki tiga kriteria (Juhaya S. Pradja, 1997:6), yaitu:
1)
Adanya suatu
sistem gagasan dalam pikiran;
2)
Persesuaian
antara gagasan dan benda-benda yang sebenarnya;
3)
Adanya
keyakinan tentang persesuaian.
Gagasan dalam pikiran manusia adalah ide yang terdapat dalam alat
pikir yang disebut dengan akal dan otak. Tidak semua orang dapat
menggambarkan bentuk konkret dari akal. Yang ada hanyalah menggambarkan bentuk
fisikal otak yang terdapat di dalam kepala manusia. Sistem gagasan dalam
pikiran manusia adalah cara kerja otak dalam menangkap segala sesuatu, mengembangkan
nalar dalam sebuah ide tentang sesuatu yang dimaksudkan, dan membentuk konsep
demi pembatasan sesuatu yang digagas.
Ilmu adalah akumulasi pengetahuan yang berasal dari pengamatan
pancaindra, dari pengalaman yang sering disebut dengan pengetahuan empiris.
Ilmu juga dapat berawal dari cara berpikir manusia dengan menggunakan rasio.
Ilmu seperti ini disebut dengan pengetahuan rasional. Berikutnya adalah
ilmu yang berawal dari kekuatan merasakan dengan mata hati atau kekuatan di
luar akal dan pancaindra, sebagaimana ilmu yang berasal dari indra keenam, yang
dapat berbentuk ilham dan wahyu. Ilmu yang berasal dari kekuatan unsur-unsur
jiwa dan metafisika atau di luar jangkauan akal manusia, tetapi keberadaannya
sangat logis. Ilmu seperti ini sering disebut dengan pengetahuan intuitif
karena didasarkan pada kekuatan intuisi.
Beberapa pendekatan untuk memahami akhlak sebagai ilmu telah
menjelaskan secara mendalam bahwa akhlak adalah perilaku, tindakan, daya
kreasi, perbuatan yang menggambarkan baik dan buruk atau benar dan salah,
pahala dan dosa, surga dan neraka, dan sebagainya.
Barang siapa
menginginkan dunia, maka ia harus berilmu. Barang siapa menginginkan akhirat,
maka ia harus berilmu. Dan barang siapa menginginkan dunia akhirat, maka ia juga
harus berilmu (al hadits).
Mau jadi apa
saja, syaratnya punya ilmu. Sholat, puasa, haji bisa dilakukan dengan baik
kalau punya ilmu. Ilmu adalah pelita yang menerangi, cahaya yang mencerahkan.
Berkat ilmu, perilaku jadi terbimbing, ucapan jadi berbobot. Seperti bintang
ilmu, menunjukkan arah. Arah yang jelas membuat tujuan menjadi jelas. Maka ilmu
adalah kunci untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat sekaligus.
Kalau ilmu itu
cahaya bagi jiwa, maka kebodohan justru menjadi duri bagi jiwa. Kebodohan
merupakan bukti kegersangan jiwa, kehidupan yang sia-sia, umur yang percuma.
Kebahagian bermula dari ilmu. Ilmu yang menuntun seseorang menuju kepada
kebahagiaan. Sebab, ilmu bisa membedakan baik buruk, mengungkap yang
tersembunyi, memperjelas hal-hal yang samar. Hidup tanpa ilmu akan menjemukan.
Tak ada perkembangan, tak ada kemajuan. Dulu, kini, dan esok sama saja. Tak ada
perubahan yang berarti dalam hidup.
Ilmu lebih
utama ketimbang harta. Ilmu menjaga kita, tapi harta malah harus kita jaga.
Ilmu tak berat dipikul, tapi harta berat dibawa. Kemana pun pergi, ilmu
mengikuti dan menunjuki. Tidak demikian dengan harta. Selain berat, membawa
harta juga tidak aman. Kejahatan senantiasa mengintai.
Ketika
Rasulullah SAW ditanya tentang amal yang paling utama, beliau menjawab, “Ilmu”,
si penanya merasa heran. Yang ditanyakan amal, tapi jawaban beliau: “Ilmu”.
Menanggapi keheranan orang itu, beliau memberi penjelasan. Bahwa amal tanpa ilmu adalah
sesat.
Ilmu
menunjukkan yang hak dan yang batil. Ilmu juga membantu kita menghilangkan rasa
gundah, suntuk, dan sedih. Ilmu memberi solusi dan kemudahan. Dan kemudahan
adalah salah satu sarana untuk meraih kebahagiaan. Ketika tak ada air, tayamum diperbolehkan.
Tak perlu repot-repot mencari air, sebab tahu ada rukhsah (keringanan).
Sangatlah
beralasan kalau wahyu pertama yang diterima Nabi SAW itu adalah perintah
membaca (iqra’: bacalah). Mengapa membaca? Sebab, membaca adalah gerbang ilmu.
Orang berilmu hampir bisa dipastikan seorang kutu buku. Membaca, memiliki
banyak manfaat. Membaca dapat menghilangkan perasaan waswas, gundah dan sedih.
Membaca dapat membuat hati dan pikiran tercerahkan. Membaca dapat memperluas
cakrawala ilmu dan pemahaman. Membaca bisa membuat pikiran lebih tenang, hati
lebih terbimbing, dan waktu lebih bermanfaat.
Ilmu melandasi
semua hal. Akidah, ibadah, dan muamalah mesti berlandaskan ilmu. Maka sangatlah
beralasan kalau islam mewajibkan pemeluknya untuk menuntut ilmu, sebagaimana
disebutkan dalam Hadits: Yang artinya: “Rasulullah bersabda: “Tuntutlah ilmu
walaupun di negeri Cina, karena sesungguhnya menuntut ilmu iu wajib bagi setiap
muslim. Sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayap mereka kepada para
penuntut ilmu karena senang (rela) dengan yang ia tuntut.” (H. R. Ibnu
Abdil Bar)
Melalui hadits
yang diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Bar tersebut diatas, agama Islam memerintahkan semua pemeluknya
untuk menuntut ilmu pengetahuan walaupun harus berkelana meninggalkan
kampung-kampung halaman, karena dengan ilmu pengetahuan itu manusia dapat berkarya,
berprestasi dan beribadah dengan sempurna. Begitu pentingnya ilmu pengetahuan
bagi manusia, Rasulullah mewajibkan kepada umatnya menuntut ilmu, baik
laki-laki maupun perempuan.
Menuntut ilmu itu
wajib bagi setiap muslim laki-laki atau perempuan, karena ilmu sangat
dibutuhkan setiap saat, misalnya ilmunya sholat, puasa, zakat, haji dan lain
sebagainya. Dengan ilmu itu manusia akan dapat mengetahui batas-batas mana yang
boleh dilakukan atau mana yang tidak boleh dilakukan, baik itu yang berhubungan
dengan Allah, maupun yang berhubungan dengan sesama manusia, sebagai bekal
untuk mengarungi kehidupan manusia demi tercapainya kebahagiaan dan dan
keselamatan dunia dan akhirat.
Di dalam
menuntut ilmu tidaklah terbatas dengan ilmu yang bersifat duniawi saja tetapi
juga tentang ilmu yang bersifat ukhrawi, karena kunci kebahagiaan dan
keberhasilan seseorang adalah dengan ilmu, baik dunia maupun akhirat.
Pengertian Ilmu menurut para Ahli:
Ø Karl Pearson
Ilmu merupakan
keterangan yang konsisten dan komprehensif tentang fakta pengalaman dengan
istilah yang sederhana.
Ø Ralp Ross dan Ernest Van Den Haag
Ilmu merupakan
umum, rasional, empiris dan sistematik serta serentak.
Ø Afanasyef
Ilmu merupakan
pengetahuan manusia yang meliputi masyarakat, pikiran dan alam. Selain itu,
ilmu mencerminkan alam dan kategori, konsep-konsep dan hukum-hukum, dimana
kebenaran dan ketetapannya diuji dengan pengalaman yang praktis.
Ø Ashely Montagu
Ilmu merupakan
pengetahuan disusun dalam satu sistem yang berasal dari studi, pengamatan dan percobaan
untuk menentukan dasar prinsip tentang hal yang sedang dikaji.
Ø John G. Kemeny
Ilmu merupakan
semua pengetahuan yang dikumpulkan dengan menggunakan metode ilmiah. Dari
pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa ilmu merupakan produk atau hasil dari
sebuah proses yang dibuat dengan menggunakan metode ilmiah sebagai suatu
prosedur/cara.
Ø The Liang Gie
Ilmu merupakan
suatu rangkaian kegiatan manusia yang bersifat rasional dan kognitif dengan
metode berupa prosedur dan langkah sehingga menghasilkan kumpulan pengetahuan
yang sistematis mengenai gejala alam, masyarakat, atau keorangan guna mencapai
kebenaran. memperoleh pemahaman dan memberikan penjelasan.
Ø Shapere
Pengertian Ilmu
mencakup adanya rasionalitas, generalisasi dan sistematisasi.
Ø Schulz
Pengertian Ilmu
mencakup logika, adanya interpretasi subjektif dan konsistensi dengan realitas
sosial.
Dan pengertian akhlak itu sendiri yaitu,
kata “akhlak” berasal dari bahasa Arab “khuluq”, jamaknya “khuluqun”,
menurut lughat diartikan sebagai budi pekerti, perangai,
tingkah laku, atau tabiat. Kata “akhlak” ini lebih luas
artinya daripada moral atau etika yang sering dipakai dalam bahasa Indonesia
sebab “akhlak” meliputi segi-segi kejiwaan dari tingkah laku lahiriah
dan batiniah seseorang.
Adapun pengertian akhlak menurut ulama
akhlak, antara lain sebagai berikut:
Pertama, ilmu akhlak
adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, terpuji dan tercela,
tentang perkataan atau perbuatan manusia, lahir dan batin.
Kedua, ilmu akhlak
adalah pengetahuan yang memberikan pengertian baik dan buruk, ilmu yang
mengatur pergaulan manusia dan menentukan tujuan mereka yang terakhir dari
seluruh usaha dan pekerjaan mereka.
Iman Al-Ghazali
dalam Ihya Uumuddin menyatakan bahwa akhlak ialah daya kekuatan (sifat)
yang tertanam dalam jiwa dan mendorong perbuatan-perbuatan spontan tanpa
memerlukan pertimbangan pikiran. Jadi, akhlak merupakan sikap yang melekat pada
diri seseorang dan secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku dan perbuatan.
Jika tindakan
spontan itu baik menurut pandangan akal dan agama, tindakan tersebut dinamakan
akhlak yang baik (akhlakul karimah/akhlakul madzmudah). Perumusan
pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan
baik antara khaliq dengan makhluq dan antara makhluq dengan
makhluq.
Ilmu akhlak
adalah ilmu yang mempelajari tentang suatu perbuatan yang baik dan buruk suatu
perbuatan tersebut dan dalam ilmu akhlak mempelajari pula tentang motivasi
suatu tindakan, cara-cara bertindak, norma-norma tindakan, dampak dari tindakan
terhadap kehidupan dan sebagainya.
Dilihat dari
beberapa pengertian ilmu akhlak dan unsur-unsur yang terdapat di dalamnya, ilmu
akhlak sebagai ilmu yang tidak berdiri sendiri karena berkaitan dengan tingkah
laku manusia, dan ilmu akhlak sebagai ilmu yang memiliki karakteristik yang
sama dengan cabang ilmu lainnya dalam ilmu-ilmu sosial dilihat dari berbagai
pendekatan yang digunakan untuk mengetahui gejala jiwa manusia dengan mengacu
pada segala sesuatu yang konkret untuk mengetahui segala yang abstrak, atau
perbuatan sebagai gambaran isi hati manusia.
Dalam ilmu
akhlak, perbuatan manusia berasal dari isi hatinya, tetapi yang berhak menilai
isi hati hanya diri manusia itu sendiri, sedangkan yang paling mengetahui isi
hati adalah Allah SWT. Oleh karena itu, ilmu akhlak membahas objek penting pada
diri manusia, yaitu pengkajian tentang hati sebagai kekuatan jiwa manusia dalam
bertindak yang menjadi latar belakang diterima atau ditolaknya suatu perbuatan
oleh Allah SWT.
Sedangkan Pengertian
Ilmu Akhlak menurut Para Ahli adalah sebagai berikut :
1.
Zimbardo (1971)
Ilmu akhlak dapat diartikan sebagai suatu ilmu tentang tingkah laku
organisme manusia, apabila dipahami dalam perspektif psikologi. Tingkah laku
organisme adalah bentuk-bentuk tindakan visual manusia, yaitu sesuatu yang
tampak dari perbuatannya dalam bentuk berbagai gerakan visual, misalnya manusia
yang menggunakan pancaindranya untuk suatu perbuatan yang benar atau salah,
menggunakan tangan, kaki, tubuh, dan lainnya ke dalam berbagai bentuk aktivitas
kehidupan. Misalnya, dalam berhubungan dengan sesama manusia diperlukan budi
pekerti yang baik, tetapi ukuran baik dan buruk diatur menurut kebiasaan
masyarakat masing-masing atau diatur oleh norma agama.
2.
Hilgard dan
Atkinson (1975)
Ilmu akhlak dalam perspektif psikologi dapat diartikan sebagai ilmu
yang mempelajari tingkah laku dan proses mental. Tingkah laku manusia
berhubungan erat dengan proses perkembangan mentalitasnya, sebagaimana tingkah
laku anak di bawah umur, anak remaja, dan orang dewasa yang merupakan proses
mental yang berbeda, sehingga “seharusnya” cara bertingkah lakunya pun berbeda.
Secara singkat, definisi ilmu akhlak dapat dikemukakan kategori
pentingnya, yaitu:
1)
Ilmu akhlak
sebagai ilmu, artinya dalam ilmu akhlak terdapat ciri-ciri penting salah satu
bidang ilmu yang merupakan bagian dari disiplin ilmu-ilmu sosial. Ilmu akhlak
merupakan akumulasi pengetahuan yang sistematis dan observatif tentang tingkah
laku manusia.
2)
Manusia atau binatang,
sebagai objek yang sama dalam ilmu akhlak. Manusia bergerak dengan perilaku
yang dinamis dan berubah-ubah, sedangkan binatang bergerak mengikuti insting
yang sifatnya kebiasaan yang mengikat pada instingnya. Dalam hal ini, manusia
memiliki insting yang sama dengan binatang, yang sifatnya alamiah, misalnya
rasa lapar, haus, nafsu terhadap lawan jenisnya, dan berusaha mempertahankan
kehidupannya, berlindung dari berbagai bentuk ancaman yang membahayakan, dan
berusaha mengambil segala sesutau yang bermanfaat dan menguntungkan bagi
kehidupannya. Semua tingkah laku manusia menjadi objek materil ilmu ahlak.
3)
Ilmu akhlak
mempelajari tingkah laku manusia sebagai gejala yang tampak dan dijadikan bahan
kajian dalam melihat keadaan kejiwaan manusia yang sesungguhnya berhubungan
erat dengan psikologi.
Agar memahami ilmu akhlak dengan jelas, berikut merupakan ciri-ciri Ilmu
Akhlak :
1)
Akhlak manusia
adalah objek penelitian, yang dapat dikaji secara eksperimental dan merupakan
bagian dari disiplin ilmu-ilmu sosial.
2)
Semua perbuatan
manusia dapat diteliti dalam berbagai pendekatan, misalnya pendekatan
psikologis, sosiologis, antropologis, dan filosofis.
3)
Ilmu akhlak
dikaji secara sistematis dan logis, sebagaimana kajiannya dari unsur-unsur
internal dan eksternal yang menjadi latar belakang lahirnya suatu tindakan,
seperti kajian tentang niat atau motivasi suatu tindakan, cara-cara bertindak,
norma-norma tindakan, dampak dari tindakan terhadap kehidupan, dan sebagainya.
4)
Dapat diuji
secara ilmiah, misalnya perilaku sosial keagamaan diuji dampaknya terhadap
kehidupan individu sebagai pelakunya, yaitu dampak terhadap kehidupan keluarga,
kepemimpinan dalam rumah tangga, kesabaran menghadapi kehidupan, pola
pendidikan keluarga dan sebagainya.
Hamzah Ya’qub
(1993: 12), menjelaskan bahwa secara terminologis ilmu akhlak adalah:
1)
Ilmu yang
menentukan batas antara yang baik dan buruk, antara yang terpuji dan tercela,
tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin;
2)
Ilmu
pengetahuan yang memberikan pengetian tentang baik dan buruk, ilmu yang
mengajarkan pergaulan manusia, dan menyatakan tujuan mereka yang terakhir dari
seluruh usaha dan pekerjaan mereka.
Istilah akhlak sudah sangat akrab di
tengah kehidupan kita. Mungkin hampir semua orang mengetahui arti kata “akhlak”
karena perkataan akhlak selalu dikaitkan dengan tingkah laku manusia. Akan
tetapi, agar lebih jelas dan meyakinkan, kata “akhlak” masih perlu untuk
diartikan secara bahasa maupun istilah. Dengan demikian, pemahaman terhadap
kata “akhlak” tidak sebatas kebiasaan praktis yang setiap hari kita dengar
tetapi sekaligus dipahami secara filosofis, terutama makna substansinya.
Kata “akhlak” berasal dari bahasa Arab,
yaitu jama’ dari kata”khuluqun” yang
secara linguistik diartikan dengan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau
tabiat, tata krama, sopan santun, adab dan tindakan. Kata “akhlak” juga berasal
dari kata “khalaqa”, artinya
kejadian, serta erat hubungannya dengan “khaliq”,
artinya menciptakan, tindakan atau perbuatan, sebagaimana terdapat kata “al-khaliq”, artinya pencipta dan “mukhluq”, artinya yang diciptakan.
Sebenarnya ada dua pendekatan yanng dapat
digunakan untuk mendefinisikan kata “akhlaq” yaitu pendekatan linguistik
(kebahasaan), dan pembahasaan pendekatan terminologik (perhiasan). Dari satu
sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu isim mashdar (bentuk ifinitif) dari kata “al-akhlaqa-yukhliqu-ikhlaqan”, sesuai dengan timbangan (wazan) tsulasi majid af’ala-yuf’ilu-if
‘alan, berarti as-sajiyah
(perangai), ath-thabia’ah (kelakuan,
tabiat, watak dasar), al-adat
(kebiasaan, kelaziman), al-maru’ah
(peradaban yang baik) dan ad-din
(agama). Kata “akhlaq” juga isim masdar
dari kata “akhlaqa” yaitu “ikhlaq”. Berkenaan dengan ini, timbulah
pendapat bahwa secara linguistik, akhlak merupakan isim jamid atau isim ghair
mustaq, yaitu isim yang tidak
memiliki akar kata. Kata “akhlaq” secara etimologis, berasal dari bahasa Arab
yaitu kata “khalaqa”, kata asalnya
adalah “khuliqun” berarti adat,
perangai atau tabiat. Secara terminologis dapat dikatakan bahwa akhlak
merupakan pranata perilaku manusia dalam segala aspek kehidupan. Dalam
pengertian umum , akhlak dapat dipandankan dengan etika atau nilai moral.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata
akhlak di artikan budi pekerti, watak, atau kelakuan. Sebenarnya kata akhlak
berasal dari bahasa arab khuluq yang
jamaknya akhlaq. Manurut bahasa, akhlak adalah perangai, tabiat, dan agama.
Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan kata khaliq yang berarti “pencipta” dan, mahluq yang berarti “yang
diciptakan”. Dan menurut istilah akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa
seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa melakukan pemikiran
dan pertimbangan.
Sedangkan menurut imam Al-Ghazali
(1015-1111 M) mengatakan bahwa akhlak sifat yang tentram dalam jiwa yang
menimbulkan macam-macam perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan. Ibnu Al-Jauzi menjelaskan (wafat 597 H) bahwa al khuluk adalah
etika yang dipilih seseorang. Dinamakan khuluk karena etika bagaikan khalqah
(karakter) pada dirinya. Dengan demikian, khuluk adalah etika yang menjadi
pilihan dan di usahakan seseorang. Adapun etika yang sudah menjadi tabiat
bawaannya di namakan al khaym.
Berkaitan dengan pengertian khuluq yang
berarti agama. Al-Fairuzzabadi berkata, “ketahuilah,
agama pada dasarnya adalah akhlak. Barang siapa memiliki akhlak mulia, kualitas
agamanya pun mulia. Agama diletakan di atas empat landasan akhlak utama, yaitu
kesabaran, memelihara diri, keberanian, dan keadilan.”
Secara
sempit, pengertian akhlak dapat di artikan dengan :
Ø Kumpulan
kaidah untuk menempuh jalan yang baik.
Ø Jalan
yang sesuai untuk menuju akhlak.
Ø Pandangan
akal tentang kebaikan dan keburukan.-
Kata akhlak lebih luas artiya daripada
moral ataupun etika yang sering dipakai dalam bahasa indonesia sebab akhlak
meliputi segi-segi kejiwaan dan tingakah laku lahiriah dan batiiah seseorang.
Ada pula yang meyamakannya karena keduanya membahasa masalah baik dan buruk
tingkah laku manusia.
Perumusan pengertian akhlaq timbul sebagai media yang memungkin nya
adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluq dan antara mahluk dengan mahluk. Perkataan
ini di petik dari kalimat yang tercantum dalam al quran :

Artinya:
“Dan sesungguhnya engkau
(muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang luhur” (Q.S.
Al-Qalam [68]:4)
Demikian
juga, hadis Nabi Muhammad SAW yang artinya :
“ Aku di utus untuk
menyempurnakan perangai (budi pekerti) yang mulia.” (H.R.
Ahmad).
Adapun
pengertian akhlak menurut ulama akhlak, antara lain sebagai berikut;
Ibnu
Miskawaih
حَالٌ لِلنَّفْسِ دَاعِيَةٌ لَهَا اِلٰى
اَفْعَالِهَا مِنْ غَيْرِ فِكْرٍ وَلَا رُوِيَةٍ
Artinya:
“Sifat yang tertanam
dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan
pemikiran dan pertimbangan”.
Imam
Al-Gazali
عِبَارَةٌعَنْ
هَيْئَةٍ فِى النَّفْسِ رَاسِخَةٌ عَنْهَا تَصْدُرُ الْافْعَالُ بِسُهُوْلةٍ
وَيُسْرِ مِنْ غَيْرِحَاجَةٍ اِلٰى فِكْرٍ وَرُؤْيَةٍ
Artinya:
“Sifat yang tertanam
dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah,
tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”.
Ibrahim
Anis
حَالٌ
لِلنَّفْسِ رَاسِخَةٌ تَصْدُرُ عَنْهَا الْاَفْعَالُ مِنْ خَيْرٍ اَوْ شَرٍّ مِنْ
غَيْرِ حَاجَةٍ اِلٰى فِكْرٍ وَرُؤْيَة
Artinya:
“Sifat yang tertanam
dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk,
tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan”.
Prof.
Dr. Ahmad Amin
عَرَّ
فَ بَعْضُهُمُ الْخُلُقَ بِأَنَّهُ عَادَةُ الْاِرَادَةِ يَعْنِى أَنَّ
الْإرَادَةَ اِذَا اعْتَادَتْ شَيْأً فَعَادَتُهَا هِيَ الْمُسَمَّاةُ بِالْخُلُقِ
Artinya:
“Sementara orang membuat
definisi akhlak, bahwa yang disebut akhlak ialah kehendak yang dibiasakan.
Artinya bahwa kehendak itu bila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu
dinamakan akhlak”
Jadi, akhlak merupakan sikap yang melekat
pada diri seseorang dan secara spontan di wujudkan dalam tingkah laku dan perbuatan
atau merupakan kebiasaan yang di lakukan secara terus menerus sehingga
menjadi sebuah karakter akhlak yang baik ataupun yang buruk. Jika tindakan
spontan itu baik menurut pandangan akal dan agama, tindakan tersebut di namakan
akhlak yang baik (akhlakul karimah/
akhlakul mahmudah). Sebaliknya, jika tindakan spontan itu jelek, di sebut akhlakul madzmumah.
Setelah
diketahui makna ilmu akhlak secara linguistik maupun terminologis lalu muncul
pertanyaan, apa sebenarnya pengertian ilmu akhlak, apakah benar ilmu akhlak
telah enjadi ilmu?
Ilmu berasal dari bahasa arab yang
diartikan pengetahuan. Pada dasarnya, pengetahuan memiliki tiga kriteria (
Juhaya S.Pradja, 1997:6) yaitu:
1) Adanya
suatu sistem gagasan dalam pikiran;
2) Persesuaian
antara gagasan dan benda-benda yang sebenarnya;
3)
Adanya keyakinan tentang
persesuaian.
Gagasan dalam pikiran manusia adalah ide
yang terdapat dalam alat pikir yang di sebut dengan akal atau otak. Tidak semua
orang dapat menggambarkan bentuk konkret dari akal. Yang ada hanyalah
menggambarkan bentuk fisikal otak yang terdapat di dalam kepala manusia. Sistem
gagasan dalam fikiran manusia
adalah cara kerja otak dalam
menangkap segala sesuatu, mengembangkan nalar dalam sebuah ide tentang sesuatu
yang dimaksudkan, dan membentuk konsep demi pembatasan sesuatu yang digagas.
Ilmu adalah akumulasi pengetahuan yang
berasal dari pengamatan pancaindra, dari
pengalaman yang sering di sebut dengan pengetahuan empirik. Ilmu juga dapat berawal dari cara berpikir manusia dengan menggunakan
rasio. Ilmu seperti ini di sebut dengan pengetahuan rasional. Berikutnya adalah
ilmu yang berawal dari kekuatan merasakan dengan mata hati atau kekuatan di
luar akal dan panca indra, sebagaimana ilmu yang berasal dari indra keenam,
yang dapat berbentuk ilham dan wahyu. Ilmu yang berasal dari indra keenam, yang
dapat berbentuk ilham dan wahyu. Ilmu yang berasal dari unsur-unsur jiwa dan
metafisika atau di luar jangkauan manusia, tetapi keberadaannya sangat logis.
Ilmu seperti ini sering di sebut dengan
pengetahuan intuitif karena
didasarkan pada kekuatan intuisi.
Dengan pengertian-pengertian ilmu di atas,
sebenarnya apa arti ilmu akhlak? Beberapa pendekatan untuk memahami akhlak
sebagai ilmu telah menjelaskan secara mendalam bahwa akhlak adalah perilaku,
tindakan, daya kreasi, perbuatan yang menggambarkan baik dan buruk atau benar
dan salah, pahala dan dosa, surga dan neraka, dan sebagainya.
Beberapa pengertian akhlak merupakan
pengertian yang diadopsi dari ilmu jiwa sebagai mana di kemukakan oleh
Hendrojuwono (1994: 1), yang dapat dikemukakan sebagai berikut.
Ø Bigot,
kohnstamm, dan Palland (1954), mengartikan ilmu jiwa sebagai ilmu yang mempelajari
adanya jiwa dan kehidupan jiwa. Pengertian akhlak sebagai bentuk tindakan
manusia yang merupakan gejala jiwa, tindakan yang merupakan respons terhadap
stimulus yang dihadapi manusia
Ø Garrett
(1961), mengatakan bahwa ilmu jiwa atau psikologi adalah suatu studi sistematik
tentang tingkah laku. Lalu, ilmu akhlak diartikan sebagai ilmu yang mengkaji
tingkah laku manusia, baik dan buruknya menurut ukuran norma-norma yang
disepakati, misalnya norma agama, norma sosial dan budaya, serta norma hukum.
Psikologi atau ilmu tentang jiwa adalah
studi ilmiah tentang kegiatan-kegiatan individu hubungnnya dengan dengan
lingkungan (Woodworth dan Marquis, 1961). Demikian pula, dengan ilmu akhlak
adalah studi tentang perilaku manusia yang berhubungan dengan lingkungan tempat tinggalnya, lingkungan
tempat pergaulannya dan lingkungan tempat manusia mempertahankan kehidupannya.
Ilmu akhlak dapat diartikan suatu ilmu
tentang tingkahlaku organisme manusia, apabila dipahami dalam perspektif
psikologi (Zimbardo, 1971). Tingkahlaku organisme adalah bentuk-bentuk tindakan
manusia, yaitu sesuatu yang tampak dari perbuatannya dalam bentuk berbagai
kegiatan visual, misalnya manusia yang menggunakan panca indranya untuk suatu
perbuatan yang benar atau salah, menggunakan tangan, kaki, tubuh, dan lainya
kedalam berbagai bentuk aktivitas kehidupan misalnya, dalam berhubungan sesama
manusia diperlukan budi pekerti yang baik, tetapi ukuran baik dan buruk diatur
menurut kebiasaan masyarakat masing-masing atau diatur oleh norma agama.
Dari
definisi-definisi di atas, dapat dikemukakan kategori penting dari ilmu akhlak,
yaitu sebgai berikut :
1) Ilmu
akhlak sebagai ilmu, artinya dalam ilmu akhlak terdapat ciri-ciri penting salah
satu bidang ilmu yang merupakan bagian dari disiplin ilmu-ilmu sosial.
2) Ilmu
akhlak merupakan akumulasi pengetahuan yang sistematis dan observatif tentang
tingkah laku manusia
3) Manusia
atau binatang, sebaggai objek yang sama dalam ilmu akhlak. Manusia bergerak
dengan prilaku yang dinamis dan berubah-ubah , sedangkan binatang bergerak
mengikuti insting yang sifatnya kebiasaan yang mengikat pada instingnya.
4)
Ilmu akhlak mempelajari
tingkah laku manusia sebagai gejala yang tampak dan dijadikan bahan jadian
dalam melihat keadaan kejiwaan manusia yang sesungguhnya berhubungan erat dengan
psikologi.
Pada
dasarnya, perbuatan manusia dimotivasi oleh 3 hal yaitu :
1) Rasa
takut, yaitu perbuatan dilaksanakan karena adanya rasa takut dalam diri
manusia, seperti melaksanakan solat karena takut berdosa dan takut masuk
neraka.
2) Mengharap
keuntungan, suatu tindakan yang didorong oleh akibat pragmatis yang
menguntungkan untuk kehidupannya, misalnya orang melaksanakan solat karena ada
janji Allah SWT jika melakukannya akan masuk surga.
3)
Tanpa pamrih, yaitu
motivasi yang berbeda dengan 2 hal di atas, sering disebut sebagai bentuk
perbuatan yang didasarkan pada niat yang ikhlas dan tulus. Tidak karena atas
dasar takut atau karena adanya keuntungan yang dijanjikan. Jadi perbuatannya
merupakan cara berterimakasih kepada yang memberi kebajikan dan kasih sayang
kepada dirinya.
Sebagai
sebuah ilmu, tentu ilmu akhlak merupakan akumulasi dari berbagai pengetahuan
tentang tingkahlaku manusia yang memiliki ciri-ciri berikut :
1) Akhlak
manusia adalah objek penelitian, yang dapat dikaji secara eksperimental dan
merupakan bagian dari disiplin ilmu sosial.
2) Semua
perbuatan manusia dapat diteliti dalam berbagai pendekatan, misalnya pendekatan
psikologis, sosiologis, antropologis, dan filosofis.
3) Ilmu
akhlak dikaji secara sistematis dan logis, sebagai kajiannya dari unsur-unsur
internal dan eksternal yang menjadi latar belakang lahirnya suatu tindakan.
4)
Teori yang dirumuskan
berkaitan dengan akhlak menggambarkan eksistensi ilmu akhlak, sedangkan
konsep-konsep dari rumusan teoritis melahirkan berbagai tema atau istilah yang
baku, misalnya al akhlaq al karimah atau al akhlaq al mahmudah dan al akhlaq al mazmumah ( akhlak yang
terpuji dan akhlak yang tercela).
Ruang lingkup ilmu akhlak adalah
pembahasan tentang perbuatan-perbuatan manusia, kemudian menetapkannya apakah
perbuatan itu tergolong baik atau tergolong buruk. Ilmu Akhlak dapat pula
disebut sebagai ilmu yang berisi pembahasan dalam upaya mengenal tingkah laku
manusia, obyek pembahasan ilmu akhlak berkaitan dengan norma atau penilaian
terhadap suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang. Jika kita katakan baik
atau buruk, maka ukuran yang harus digunakan adalah ukuran normative.
Ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas tentang
perbuatan-perbuatan manusia, kemudian menetapkannya apakah perbuatan tersebut
tergolong perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Ilmu akhlak dapat pula
disebut sebagai ilmu yang berisi pembahasan dalam upaya mengenal tingkah laku
manusia, kemudian memberikan nilai atau hukum kepada perbuatan tersebut, yaitu
apakah perbuatan tersebut tergolong baik atau buruk.
Pokok-pokok masalah yang dibahas dalam
ilmu akhlak pada intinya adalah perbuatan manusia yang baik maupun yang buruk
sebagai individu maupun sosial. Tapi sebagian orang juga menyebutkan ilmu
akhlak adalah tingkah laku manusia, namun perlu ditegaskan bahwa yang dijadikan
obyek kajian ilmu akhlak adalah perbuatan yang
dilakukan atas kehendak dan kemauan, sebenarnya mendarah daging
dan telah dilakukan secara kontinu atau terus menerus sehingga mentradisi dalam
kehidupannya.
Dengan demikian objek pembahasan ilmu akhlak berkaitan
dengan norma atau penilaian terhadap suatu perbuatan yang dilakukan seseorang.
Perbuatan tersebut selanjutnya ditentukan kriterianya apakah baik atau buruk.
Dalam
hubungan ini Ahmad Amin mengatakan sebagai berikut:
“Bahwa objek ilmu akhlak adalah membahas perbuatan manusia yang selanjutnya
perbuatan tersebut ditentukan baik atau buruk”.
Dengan
demikian terdapat akhlak yang bersifat perorangan dan akhlak yang bersifat
kolektif. Jadi yang dijadikan objek kajian Ilmu Akhlak di sini adalah perbuatan
yang memiliki ciri-ciri sebagaimana disebutkan di atas, yaitu perbuatan yang
dilakukan atas kehendak dan kemauan. Sebenarnya, mendarah daging dan telah
dilakukan secara terus-menerus sehingga mentradisi dalam kehidupannya.
Perbuatan atau tingkah laku yang tidak memiliki ciri-ciri tersebut tidak dapat
disebut sebagai perbuatan yang dijadikan garapan Ilmu Akhlak, dan tidak pula
termasuk ke dalam perbuatan akhlaki.
Dengan
demikian perbuatan yang bersifat alami, dan perbuatan yang dilakukan dengan
tidak senganja, atau khilaf tidak termasuk perbuatan akhlaki, karena dilakukan
tidak atas dasar pilihan. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW yang
berbunyi:
”Bahwasanya Allah memaafkanku dan ummatku
yang berbuat salah, lupa dan dipaksa”. ( HR. Ibnu Majah dari Abi Zar )
Dengan
memperhatikan keterangan tersebut di atas kita dapat memahami bahwa yang
dimaksud dengan Ilmu Akhlak adalah ilmu yang mengkaji suatu perbuatan yang
dilakukan oleh manusia yang dalam keadaan sadar, kemauan sendiri, tidak
terpaksa dan sungguh-sungguh, bukan perbuatan yang pura-pura.
Perbuatan-perbuatan yang demikian selanjutnya diberi nilai baik atau buruk.
Untuk menilai apakah perbuatan itu baik atau buruk diperlukan pula tolak ukur,
yang baik atau buruk menurut siapa, dan apa ukurannya.
Imam
Al-Ghazali membagi tingkatan keburukan akhlak menjadi empat macam, yaitu:
1. Keburukan
akhlak yang timbul karena ketidaksanggupan seseorang mengendalikan nafsunya,
sehingga pelakunya disebut al jahil.
2. Perbuatan yang diketahui keburukannya,
tetapi ia tidak bisa meninggalkannya karena nafsunya sudah menguasai dirinya,
sehingga pelakunya disebut al jahil al dhollu.
3. Keburukan akhlak yang dilakukan oleh
seseorang, karena pengertian baik baginya sudah kabur, sehingga perbuatan
buruklah yang dianggapnya baik. Maka pelakunya disebut al jahil al dhollu al fasiq.
4. Perbuatan buruk yang sangat berbahaya
terhadap masyarakat pada umumnya, sedangkan tidak terdapat tanda-tanda
kesadaran bagi pelakunya, kecuali hanya kekhawatiran akan menimbulkan
pengorbanan yang lebih hebat lagi. Orang yang melakukannya disebut al jahil al dhollu al fasiq al syarir.
Menurut Imam
Al-Ghazali, tingkatan keburukan akhlak yang pertama, kedua dan ketiga masih
bisa dididik dengan baik, sedangkan tingkatan keempat sama sekali tidak bisa
dipulihkan kembali. Karena itu, agama Islam membolehkannya untuk memberikan
hukuman mati bagi pelakunya, agar tidak meresahkan masyarakat umum. Sebab kalu
dibiarkan hidup, besar kemungkinannya akan melakukan lagi hal-hal yang
mengorbankan orang banyak.
Banyak
sekali petunjuk dalam agama yang dapat dijadikan sarana untuk memperbaiki
akhlak manusia, antara lain anjuran untuk selalu bertobat, bersabar, bersyukur,
bertawakal, mencintai orang lain, mengasihani serta menolongnya.
Anjuran-anjuran itu sering didapatkan dalam ayat-ayat akhlak, sebagai nasihat
bagi orang-orang yang sering melakukan perbuatan.
Jadi
sekarang kita bisa memahami yang dimaksud ilmu akhlak adalah ilmu yang mengkaji
suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia yang dalam keadaan sadar, kemauan
sendiri, tidak terpaksa, dan sungguh-sungguh atau sebenarnya bukan perbuatan yang pura-pura. Perbuatan-perbuatan demikian
selanjutnya diberi nilai baik atau buruk.
Objek pembahasan ilmu akhlak adalah
perbuatan manusia untuk selanjutnya diberikan penilain apakan baik atau buruk,
dan mempunyai ciri-ciri perbuatan yang dilakukan atas kehendak dan
kemauan, telah dilakukan secara kontinyu sehingga menjadi tradisi dalam kehidupannya.
7.2 Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Sosiologi
Secara etimologis sosiologi berasal dari kata socius yang
berarti ilmu pengetahuan. Jadi sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang
berkawan atau di dalam arti luas adalah “ilmu
pengetahuan yang berobjek pada masalah hidup bermasyarakat”.
Dalam buku Selo Sumardjan dan Soelaeman Soemardi yang berjudul
Setangkai Bunga Sosiologi; Sosiologi sebagai ilmu masyarakat mempelajari
tentang struktur sosial yakni keseluruhan jalinan sosial antara unsur-unsur sosial
yang pokok, seperti kaidah-kaidah sosial, kelompok-kelompok dan lapisan-lapisan
sosial. Sosiologi juga mempelajari proses sosial yaitu pengaruh timbal balik
antara pel-bagai segi kehidupan bersama. Contoh hubungan timbal balik antara
kehidupan agama dan kehidupan politik, hubungan timbal balik antara kehidupan
agama dan segi kehidupan ekonomi.
Definisi sosiologi adalah daftar yang berisi tentang macam-macam
definisi tentang sosiologi yang dikemukakan beberapa ahli.
Ø Pitirim Sorokin
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal
balik antara aneka macam gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala
keluarga, dan gejala moral), sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan
dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala non-sosial, dan
yang terakhir, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari ciri-ciri umum semua
jenis gejala-gejala sosial lain.
Ø Roucek dan Warren
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia
dalam kelompok-kelompok.
Ø William F. Ogburn dan Mayer F. Nimkopf
Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial
dan hasilnya, yaitu organisasi sosial.
Ø J.A.A Von Dorn dan C.J. Lammers
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan
proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil.
Ø Max Weber
Sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan
sosial.
Ø Selo Sumardjan dan Soelaeman Soemardi
Sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur
sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan sosial.
Ø Paul B. Horton
Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan penelaahan pada kehidupan
kelompok dan produk kehidupan kelompok tersebut.
Ø Soejono Soekanto
Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatian pada segi-segi
kemasyarakatan yang bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan pola-pola umum
kehidupan masyarakat.
Ø William Kornblum
Sosiologi adalah suatu upaya ilmiah untuk mempelajari masyarakat
dan perilaku sosial anggotanya dan menjadikan masyarakat yang bersangkutan
dalam berbagai kelompok dan kondisi.
Ø Allan Jhonson
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan dan perilaku,
terutama dalam kaitannya dengan suatu sistem sosial dan bagaimana sistem
tersebut memengaruhi orang dan bagaimana pula orang yang terlibat didalamnya
memengaruhi sistem tersebut.
Hidup memasyarakat dapat dipahami dalam pengertian yang luas, bisa
dipahami dalam dimensi sempit. Masyarakat dalam arti luas ialah kebulatan dari
semua perhubungan didalam hidup masyarakat. Sedangkan dalam arti sempit ialah
suatu kelompok manusia yang menjadi tempat hidup bermasyarakat, tidak semua
aspeknya tetapi dalam berbagai aspek yang bentuknya tidak tertentu. Masyarakat
dalam arti sempit ini tidak mempunyai arti tertentu, misalnya masyarakat
mahasiswa, masyarakat pedagang, masyarakat tani, dan lain-lain.
Mempersoalkan hubungan antara akhlak dengan ilmu sosiologi agaknya
sangat signifikan karena ilmu akhlak membahas tentang berbagai perilaku manusia
yang ditimbulkan oleh kehendak, yang tidak dapat terlepas dari kajian kehidupan
kemasyarakatan yang menjadi kajian ilmu sosiologi.
Ilmu akhlak sebagai ilmu yang mengkaji secara ilmiah terhadap
tingkah laku manusia, sedangkan sosiologi behaviorism sebagai ilmu yang
mengkaji kompleksitas manusia sebagai masyarakat dan budaya yang terdapat di
sekitarnya yang berbentuk tindakan.
Dikatakan Ahmad Amin, bahwa pertalian antara ilmu sosiologi dengan
ilmu akhlak erat sekali. Kalau ilmu akhlak yang dikaji tentang perilaku
(suluk), artinya perbuatan dan tindakan manusia yang ditimbulkan oleh kehendak,
dimana tidak bisa terlepas kepada kajian kehidupan kemasyarakatan yang menjadi
kajian ilmu sosiologi. Hal yang demikian itu dikarenakan manusia tidak mungkin
melepaskan diri sebagai makhluk bermasyarakat.
Memang manusia adalah makhluk bersyarikat dan bermasyarakat, saling
membutuhkan diantaranya sesamanya. Hal ini jelas sekali bila kita perhatikan
firman Allah surat Al-Hujurat ayat 13, yang artinya:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal.”
7.3
Hubungan
Ilmu Akhlak dengan Ilmu Psikologi
Psikologi
adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku manusia dan proses mental.
Psikologi merupakan cabang ilmu yang masih muda atau remaja. Sebab, pada
awalnya psikologi merupakan bagian dari ilmu filsafat tentang jiwa manusia.
Menurut plato dalam buku Psikologi Umum oleh Kartini Kartono pada tahun 1996,
psikologi berarti ilmu pengetahuan yang mempelajari sifat, hakikat, dan hidup
jiwa manusia (psyche = jiwa; logos = ilmu pengetahuan).
Secara umum
ilmu psikologi bisa diartikan dengan suatu ilmu yang berkaitan dengan proses mental seseorang, baik dalam
lingkungan hidup perilaku normal ataupun perilaku abnormal. Umumnya ilmu
psikologi tidak hanya mempelajari proses mental seseorang tapi juga pengaruh
mental tersebut pada perilakunya.Sehingga bisa dikatakan juga bahwa ilmu
psikologi adalah ilmu yang berkaitan dengan gejala dan kegiatan jiwa seseorang.
Pada pokoknya,
psikologi itu menyibukkan diri dengan masalah kegiatan psikis, seperti
berpikir, belajar, menanggapi, mencinta, membenci dan lain-lain. Macam-macam
kegiatan psikis pada umumnya dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:
1)
Pengenalan atau
kognisi,
2)
Perasaan atau
emosi,
3)
Kemauan atau
konasi,
4)
Gejala
campuran.
Namun hendaknya
jangan dilupakan, bahwa setiap aktivitas psikis/jiwani itu pada waktu yang sama
juga merupakan aktifitas fisik/jasmani. Pada semua kegiatan jasmaniah kita,
otak dan perasaan selalu ikut berperan dan juga alat indera dan otot-otot ikut
mengambil bagian didalamnya.
Psikologi
secara umum dapat didefinisikan sebagai disiplin ilmu yang berfokus pada
perilaku dan berbagai proses mental serta bagaimana perilaku dan berbagai
proses mental ini dipengaruhi oleh kondisi mental organisme dan lingkungan
eksternal. Meskipun demikian defenisi ini sedikit menyerupai cara
mendefenisikan sebuah mobil sebagai sebuah kendaraan yang digunakan manusia
untuk bepergian ketempak satu dan ketempat lain, tampa menjelasan apa perbedaan
atara mobil dan kerata api atau bus, bagaimana mobil pord berbeda dengan
mobil ferrary, bagaimana cara kerja catalystic converter. Untuk
memperoleh gambaran yang lebih jelas apa itu psikologi ada perlu memahami lebih
jah mengenai metodenya, hasil-hasil temuanya dan berbagai cara yang iasa
ditempuh untuk mengiterpretasikan informasinya. Kita akan mulai dengan melihat
secara lebih deat apa yang bukan merupakan psikologi.
Sebagaimana
dengan sosiologi, ilmu akhlak berhubungan pula dengan psikologi. Psikologi
menyelidiki dan membiacarakan kekuatan perasaan, paham, mengenal, ingatan,
kehendak, kemerdekaan, khayal, dan rasa kasih sayang kesemuanya dibutuhkan oleh
ilmu ahlak.
Ada banyak ahli yang mengemukakan
pendapat tentang pengertian psikologi, diantaranya:
Ø Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 13 (1990)
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dan
binatang baik yang dapat dilihat secara
langsung maupun yang tidak dapat dilihat secara langsung.
Ø Dakir (1993)
Psikologi membahas tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan
lingkungannya.
Ø Muhibbin Syah (2001)
Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku terbuka
dan tertutup pada manusia baik selaku individu maupun kelompok, dalam
hubungannya dengan lingkungan. Tingkah laku terbuka adalah tingkah laku yang
bersifat psikomotor yang meliputi perbuatan berbicara, duduk, berjalan dan lain
sebgainya, sedangkan tingkah laku tertutup meliputi berfikir, berkeyakinan,
berperasaan dan lain sebagainya.
Dari beberapa definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa
pengertian psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku
manusia, baik sebagai individu maupun dalam hubungannya dengan lingkungannya.
Tingkah laku tersebut berupa tingkah laku yang tampak maupun tidak tampak,
tingkah laku yang disadari maupun yang tidak disadari.
Psikologi mempelajari tingkah laku manusia selaku anggota
masyarakat sebagai manifestasi dan aktivitas rohaniah, terutama yang ada
hubungannya dengan tingkah laku, baik didalam maupun luar kelompoknya, juga
interaksi (saling memengaruhi) antara satu dengan lainnya dalam masyarakat.
Adapun ilmu ahlak memberikan gambaran kepada manusia tentang pekerjaan yang
baik dan pekerjaan yang buruk pekerjaan yang halal dan pekerjaan yang haram.
Berbicara dalam hal relevansi dan hubungan ilmu akhlak dengan ilmu
psikologi sebenarnya merupakan bahasan yang sangat strategis. Karena antara
akhlak dengan ilmu psikologi memiliki hubungan yang sangat kuat dimana, objek
sasaran penyidikan psikologi adalah terletak pada domain perasaan, khayal,
paham, kamauan, ingatan, cinta dan kenikmatan. Sedangkan akhlak sangat
menghajatkan apa yang dibicarakan oleh ilmu jiwa, bahkan ilmu jiwa adalah
pendahuluan tertentu bagi akhlak.
Dengan lain perkataan, ilmu jiwa sasarannya meneliti paranan yang
dimainkan dalam perilaku manusia, karenanya dia meneliti suara hati (dhamir), kamauan (iradah), daya ingatan, hafalan dan pengertian, sangkaan yang
ringan (waham) dan
kecenderungan-kecenderungan (wathif)
manusia. Itu semua menjadi lapangan kerja jiwa, yang menggerakan manusia untuk
berbuat dan berkata. Oleh karena itu ilmu jiwa merupakan muqaddimah yang pokok
sebelum mengadakan kajian ilmu akhlak.
Akhlak akan mempersoalkan apakah jiwa mereka tersebut termasuk jiwa
yang baik atau buruk. Dengan demikian, menjadi jelas bahwa ahlak mempunyai
hubungan dengan ilmu jiwa. Dimana ilmu akhlak melihat dari segi apa yang
sepatutnya dikerjakan manusia, sedangkan ilmu jiwa meneropong dari segi apa
yang menyebabkan terjadi perbuatan itu.
Dalam psikologi mempelajari tingkah laku manusia dan dijadikan
bahan kajian dalam melihat keadaan kejiwaan manusia yang sesungguhnya
berhubungan erat dengan ilmu akhlak. Karena ilmu akhlak mempelajari tentang
perbuatan manusia pula. Namun, dalam ilmu akhlak dipelajari juga perbuatan yang
salah, benar dan perbuatan yang memang sepatutnya dilakukan sedangkan psikologi
hanya mempelajari penyebab mengapa perbuatan itu dilakukan.
7.4
Hubungan
Ilmu Akhlak dengan Ilmu Hukum
Menurut
Satjipto Rahardjo Ilmu hukum adalah ilmu pengetahuan yang berusaha menelaah
hukum. Ilmu hukum mencakup dan membicarakan segala hal yang berhubungan dengan
hukum. Ilmu hukum objeknya hukum itu sendiri. Demikian luasnya masalah yang
dicakup oleh ilmu ini, sehingga sempat memancing pendapat orang untuk
mengatakan bahwa “batas-batasnya tidak bisa
ditentukan” (Curzon, 1979).
Ilmu hukum adalah suatu pengetahuan
yang objeknya adalah hukum dan khususnya mengajarkan perihal hukum dalam segala
bentuk dan manifestasinya, ilmu hukum sebagai kaidah, ilmu hukum sebagi ilmu
pengertian dan ilmu hukum sabagai ilmu kenyataan. Ilmu hukum itu sendiri adalah
peraturan-peraturan yang berlaku di masyarakat, bersifat mengatur dan memaksa.
Curzon
berpendapat bahwa ilmu hukum adalah suatu ilmu pengetahuan yang mencakup dan
membicarakan segala hal yang berhubungan dengan hukum (Satjpto Raharjo,
1982:3). Ruang lingkup ilu hukum itu sangat kompleks, tidak hanya membicarakan
tentang peraturan perundang-undangan saja, melainkan juga sifat,
perkembangannya dari masa lalu sampai sekarang, serta fungsi-fungsi ilmu hukum
pada tingkat peradaban umat manusia. Jadi ilmu hukum tidak hanya mempersoalkan
tatanan suatu hukum tertentu disuatu Negara. Dengan demikian dapat dikatakan
dengan singkat bahwa obyek ilmu hukum ialah hukum dalam suatu fenomena dalam
kehidupan manusia di mana saja dan kapan saja. Hukum itu sebagai fenomena
universal dan bukan lokal atau regional (Satjpto Raharjo, 1982:3).
Selanjutnya
menurut J.B. Daliyo Ilmu hukum adalah ilmu pengetahuan yang objeknya hukum.
Dengan demikian maka ilmu hukum akan mempelajari semua seluk beluk mengenai
hukum, misalnya mengenai asal mula, wujud, asas-asas, sistem, macam pembagian,
sumber-sumber, perkembangan, fungsi dan kedudukan hukum di dalam masyarakat.
Ilmu hukum sebagai ilmu yang mempunyai objek hukum menelaah hukum sebagai suatu
gejala atau fenomena kehidupan manusia dimanapun didunia ini dari masa
kapanpun. Seorang yang berkeinginan mengetahui hukum secara mendalam sangat
perlu mempelajari hukum itu dari lahir, tumbuh dan berkembangnya dari masa ke
masa sehingga sejarah hukum besar perannya dalam hal tersebut.
Pokok
pembicaraan dua ilmu ini adalah perbuatan manusia. Tujuannya pun hampir sama,
yaitu mengatur perbuatan manusia demi terwujudnya keserasian, keselarasan,
keselamatan, dan kebahagiaan. Cara kita bertindak terdapat pada kaidah-kaidah
hukum dan akhlak akan tetapi, ruang lingkup akhlak lebih luas. Ilmu akhlak
memerintahkan perbuatan yang bermanfaat dan melarang perbuatan yang membahayakan,
sedangkan ilmu hukum tidak demikian karena banyak perbuatan yang jelas-jelas
bermanfaat, tetapi tidak miskin dan perlakuan baik antara suami dan istri.
Demikian pula, dicegahnya, seperti dusta dan dengki. Ilmu hukum tidak
mencampuri hal-hal seperti ini karena hukum tidak mempunyai kapasitas untuk
memerintah dan melarang.
Sekalipun
demikian, hukum islam memiliki lingkup pembahasan lebih lengkap dengan ilmu
ahlak. Sebab, semua perbuatan yang dinilai baik atau buruk oleh ahalak ternyata
mendapatkan pula kepastian hukum tertentu. Contoh, menyingkirkan duri dari
jalan raya. Untuk perbuatan baik ini, ahlak menilainya sebagai perbuatan yang
baik hukum positif menilainya tidak berarti apa-apa, sedangkan hukum islam
menilainya dianjurkan (mandub).
Dengan demikian,
pertalian atara hukum islam dan ahlak lebih erat dibandingkan dengan hukum
positif atau etika filsafat. Setiap perbuatan yang dinilai oleh akhlak pasti
mendapatkan kepastian hukum islam berupa salah satu dari lima kategori, yaitu
wajib, sunnah, mubah, haram, dan makruh. Sebaliknya untuk segala perbuatan yang
diputuskan hukumnya oleh hukum islam, akhlak selalu memberikan penilaian
tentang baik buruknya. Ini adalah manifestasi dari luasnya ruang lingkup hukum
yang menilai setiap perbuatan.
Disamping itu,
ilmu hukum hanya mempelajari atau melihat tingah laku dari segi luar saja,
sedangkan ilmu akhlak disamping melihat dari sisi luar, juga melihat dari sisi
batin.
7.5
Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Filsafat
Adapun arti
kata filsafat atau falsafah itu pada asalnya kata pinjaman dari pada bahasa
gerik-purba atau Yunani dibentuk menurut tata bahasa Arab (saraf). Asalnya
merupakan kata rangkaian, terdiri daripada kata phielin artinya gemar atau suka dan kata sophia artinya pengetahuan (ilmu). Dengan semudah-mudahnyakata itu
dapat kita bahasa indonesiakan dengan misalnya: ingin-tahu atau suka-tahu. Tapi
salinan itu sungguh pun jelas dan boleh pula dikatakan tegas, tidak terasa
tepat. Rasanya tawar atau dangkal; tidak sama rasanya dengan kata filsafat
dalam istilah.
Maknanya amat
mendalam dan nilainya amat meninggi. Bagiannya yang pertama menaikan makna
keinginan itu ketingkat yang menyamai ‘asyik disertai hasrat’, tak kurang
daripada cinta asmara. Tak mau puas, tak senang diam, jika tidak mencapai,
mendapat pokok tujuannya dengan sepenuhnya. Dan poko tujuan itu, dalam bagian
kedua kata itu, telah beroleh makna,, pengetahuan yang sempurna
sepenuh-penuhnya, yang dapat dicapai dengan pemeriksaan teliti dan dengan pikir
sedalam-dalamnya dan selanjut-lanjutnya tentang kenyataan yang sebenarnya,
sehingga mencapai tingkat tahu-kenal dan tahu-pandai.
Tahu dengan
makna yang amat cukup itu ialah yang dinamakan ma’rifat, dan kenyataan yang sebenarnya itu ialah yang dinamakan hakekat. Maka dapatlah kita makna kan
filsafat dengan: “hasrat kepada ma’rifat hakekat”. Dan dengan seluas luas
nyadapatlah kita terangkan filsafat itu sebagai hasil daripada pikir yang
sedalam-dalam dan selanjut-lanjutnya tentang masalah yang penting berkenaan
dengan wujud, asal, guna dan nilai tiap-tiap benda dan tiap-tiap peristiwa
dalam keadaan. Semata-mata karena hasrat dan ma’rifat belaka dan disamping itu
hasrat akan pengertian yang yakin tentang kelakuan yang sebaik-baiknya, dalam
segala hal ihwal kehidupan bagaimana pun juga, yang sesuai dengan ke ikhlasan
niat yang utama semata-mata karena hasrat akan kebajikan.
Adapun yan
menjadi bahan bagi filsafat adalah dua perkara: pertama, dalam keadaan yang
kita hidup ditengah-tengahnya. Kedua, pendapat akal yang kita bentuk didalam
pikiran kita. Maka bagian filsafat yang mendapatkan pengetahuan daripada
pemeriksaan alam keadaan itu dengan menggunakan pancaindra, yaitu alat
dinamakan filsafat akal.
Periksa kita
yang lima: pelihat (mata), pendengar (telinga), perasa (kulit), pembau
(hidung), dan pengecap (lidah) dinamakan filsafat alam. Dan bagian filsafat
yang mendapatkan pengetahuan dari budi pikiran atau akal kedua “taikat” itu perlu dipakai bersama-sama
hasil filsafat alam menambah jumlah pengetahuan dan menjadi ujian pendapat
akalnya, oleh karena pendapat akal tidak mungkin bertentangan dengan kenyataan
yang terbukti dengan pasti didalam alam, sebagai hasil periksa selidik dan
teliti, atau sebagai pengalaman dalam filsafat alam.
Sebaliknya
filsafat akal menjadi ujian pula bagi pendapat-pendapat filsafat alam. Periksa,
selidik dan teliti dilakukan dengan alat anggota dan alat perkakas buatan tidak
ada yang mencapai tingkat sempurna dan yang ada tidak pasti selamat semata-mata
daripada salah dan keliru. Oleh karena itu didalam alam keadaan masih terlalu
amat banyak yang luput daripada pemeriksaan manusia. Dengan tiap kemajuan
pendapat, pengetahuan dan pendapat tiap kali pula terbukti, bahwa masih sangat
banyak yang belum dapat dicapai dengan pemeriksaan manusia,dibalik segenap
jumlah yang sudah diketahui.
Disitulah
tempat himpunan antara filsafat alam (dengan makna alam kejadian atau alam
tabiat) yang dinamakan physic (sebutan fisik), dengan alam akal yang pada
hakekatnya masih bersifat alam tabiat juga oleh hubungannya dengan
otak-benak,alat pemikir manusia, tapi tidk berupa benda yang dapat
diukur,ditakar, ditimbang dengan alat pemeriksaan kebendaan dan kejasmanian
(mengenai batang tubuh dengan segala anggota dan a;atnya dan hajat kebutuhan
kehidupannya) daripada alam tabi’at. Maka dinamakanlah lanagan atau metaphysica
(sebutan metafisik) dalam ilmu filsafat. (bahasa arabnya: ‘aqliyah).
Filsafat merupakan
upaya berfikir mendalam, radikal, hingga ke akar-akarnya, universal dan
sistematik dalam rangka menemukan inti atau hakikat mengenai segala sesuatu
yang sedang dikaji. Diantara obyek yang erat kaitannya dengan ilmu akhlak
adalah manusia.
Para filosof muslim
seperti ibnu sina mengatakan kalau jiwa manusia itu merupakan satu unit
tersendiri dan memiliki wujud yang terlepas dari badan. Dan sesungguhnya jiwa
manusia itu tidak mempunyai fungsi-fungsi fisik, namun untuk menjalankan
tugasnya sebagai daya yang berfikir maka jiwa masih berhajat pada badan. Karena
pada awalnya badanlah yang membantu jiwa manusia untuk berfikir.
Pemikiran dari ibnu
sina ini memberi petunjuk bahwa dalam pemikiran filsafat terhadap bahan-bahan
atau sumber yang dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi konsep ilmu akhlak.
Sedangkan menurut Al-ghazali manusia itu terbagi atas 3 golongan. Pertama kaum awam, yaitu orang yang
berfikiran sederhana sekali. Kedua kaum pilihan, yang mempunyai akal tajam dan
berfikir secara mendalam. Ketiga kaum
penengkar. Pendapat Al-ghazali ini memberikan petunjuk adanya perbedaan cara
dan pendekatan dalam menghadapi seseorang sesuai dengan daya tangkap mereka.
Dengan pemikiran yang demikian akan membantu dalam merumuskan metode dan
pendekatan yang tepat dalam mengajarkan akhlak.
Selain itu, filsafat
juga membahas tentang Tuhan, alam, dan makhluk lainnya. Sehingga dengan
filsafat akan lebih memudahkan dalam mendalami ilmu akhlak.
7.6 Hubungan
Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tasawuf
Pengertian
tasawuf secara istilah,telah banyak di formulasikan oleh para ahli yang satu
sama lain berbeda sesuai dengan seleranya masing-masing. Adapun yang
berpendapat bahwa Tasawuf adalah aspek ajaran islam yang paling penting karena
peranan tasawuf merupakan jantung atau urat nadi pelaksanaan ajaran-ajaran
islam. Tasawuf inilah yang merupakan kunci kesempurnaan amaliah ajaran islam.
Tasawuf juga dapat dikatakan sebagai jalan spritual dan merupakan dimensi
batin. Dengan demikian, jelas bahwa tasawuf sebagai ilmu agama, khusus
berkaitan dengan aspek-aspek moral serta tingkahlaku yang merupakan substansi
islam. Hakikat tasawuf adalah perpindahan sikap mental, keadaan jiwa dari suatu
keadaan pada keadaan lain yang lebih baik, lebih tinggi, dan lebih sempurna,
suatu perpindahan dari alam kebendaan ke alam rohani. Jadi dapat disimpulkan
bahwa ilmu tasawuf adalah ilmu yang mempelajari usah membersihkan diri,
berjuang memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesucian dengan makrifat menuju
keabadian.
Pengertian ilmu tasawuf menurut para
ahli:
1. Al-jurairi
tasawuf adalah memasuki ke dalam
segala budi (akhlak) yang bersifat sunni,dan keluar, dari budi pekerti yang rendah.
2. Al-junaidi
tasawuf adalah yang mematikanmu, dan
hak lah yang menghidupknmu.
3. Amir bun Usman Al-Makki
tasawuf adalah seorang hamba yang setiap waktunya mengambil waktu yang
utama.
4. Muhammad Ali Al-Qassab
tasawuf adalah akhlak yang mulia
yang timbul pada masa yang mulia dari seorang yang mulia di tengah-tengah
kaumnya yang mulia.
5. Syamnun
menyatakan tasawuf adalah bahwa
engkau memiliki sesuatu dan tidak dimiliki sesuatu.
Karena sulit
memberikan definisi yang lengkap tentang tasawuf, Abu Al-Wafa’ Al-Ganimi
At-Taftazani (peneliti tasawuf) tidak merumuskan definisi tasawuf dalam bukunya
Madkhal ila At tashawuf Al islami (pengantar ke Tasawuf islam). Menurutnya,secara
umum, tasawuf mempunyai lima ciri umum,
yaitu memiliki moral,pemenuhan fana (sirna) dalam realitas mutlak, pengetahuan
intuitif langsung, timbulnya rasa kebahagiaan sebagai karunia Allah SWT.
Tasawuf
bertujuan memperoleh suatu hubungan khusus langsung dari tuhan. Hubungan
tersebut mempunyai makna dengan penuh kesadaran bahwa manusia sedang berada di
hadirat tuhan. Kesadaran menuju kontak komunikasidan dialog antar roh manusia
dan tuhan. Dengan cara bahwa manusia perlu mengasingkan diri. Keberadaan nya
yang dekat dengan tuhan akan membentuk ittihad
(bersatu) dengan tuhan. Demikian ini menjadi inti persoalan “sufisme”, baik
pada agama islam maupun diluarnya.
Tasawuf
beresensi pada hidup dan berkembang mulai dari bentuk hidup “kezuhudan” (menjauhi kemewahan
duniawi), dalam bentuk “tasawuf amali”
kemudian “tasawuf falsafi”. Tujuan
tasawuf untuk bisa berhubungan langsung dengan Tuhan. Ada perasaan benar –benar
berada di hadirat tuhan. Para suffi beranggapan bahwa ibadah yang
diselenggarakan dengan cara formal belum dianggap memuaskan karena belum
memenuhi kebutuhan spiritual kaum sufi.
Dewasa ini,
kajian tantang tasawuf semakin banyak diminati orang. Sebagai bukti, misalnya,
semakin banyaknya buku yang membahas tentang tasawuf yang banyak kita temui
telah mengisi berbagai perpustakaan terutama di negara-negara yang berpenduduk
muslim,juga negara-negara barat sekalipun yang mayoritas masyarakatnyaadalah
nonmuslim. Ini menjadi salah satu alasan tingginya keterkaitan mereka terhadap
tasawuf.
Adapun untuk
kecenderungan kedua, mengisyaratkan bahwa kajian tasawuf menarik untuk dikaji
secara akademis-keilmuan , boleh jadi, hanya berfungsi sebagai sebuah pengayaan
keilmuan, ditengah keilmuan- keilmuan
lain yang berkembang di dunia.
Kecenderungan-kecenderungan
tersebut menuntut keharusan adanya pengkajian tasawuf dalam kemasan yang
proporsional dan fundamental. Hal ini dimaksudkan agar tasawuf yang makin
banyak menarik peminat itu dapat dipahami dalam kerangka ideologis yang kuat,
disamping untuk memagari tasawuf dalam jalur yang benar. Jika tesis ini dapt
diterima, jelas dipandang perlu untuk merumuskan tasawuf dalam kemasan yang
dilengkapi dengan dasar-dasar atau landasan yang kuat tentang keberadaan
tasawuf itu sendiri. Untuk melihat dasar-dasar tentang tasawuf.
Hubungan antara Ilmu
Akhlak dengan Ilmu Tasawuf menurut Harun Nasution ketika beliau mempelajari tasawuf
ternyata di dalam al quran dan hadist juga mementingkan akhlak. Dalam al quran
dan hadist menekankan nilai-nilai kejujuran, kesetiakawanan, persaudaraan,
murah hati, sabar, baik sangka, berkata benar, bersih hati, berani, kesucian,
menepati janji, disiplin, mencintai ilmu, dan berfikir lurus. Diketahui bahwa
dalam tasawuf masalah ibadah sangat diutamakan, seperti shalat, puasa, haji,
dzikir, dan lain sebagainya. Di mana yang semuanya itu dilakukan dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah. Ibadah yang dilakukan dalam rangka bertasawuf
itu ternyata erat hubungannya dengan akhlak. Ibadah dalam al quran dikaitkan
dengan takwa, dan takwa sendiri berarti melaksanakan perintah Allah dan
menjauhi larangannya, yaitu orang yang berbuat baik dan jauh dari yang hal yang
buruk. Inilah yang dimksud dengan ajaran amar ma’ruf nahi munkar.
Sebagian besar
pembicaraan tasawuf berkaitan dengan pengetahuan tentang ketuhanan tetapi tidak
dengan jalan ilmu dan pembuktian ilmiah tetapi, dengan jalan penyasian esoteri.
Ini berarti bahwa hati manusia harus
berfungsi sebagai cermin yang bersih sehingga dapat menangkap hakikat dan
mengikap tirai. Dengan cara itu, hati seseorang dapat melihat esensi ketuhanan,
asma-asmanya dan sifat-sifatnya. Sebagaimana diketahui
bahwa dalam tasawuf masalah ibadah amat menonjol, karena bertasawuf itu pada hakikatnya melakukan
serangkaian perintah allah dan juga melakukan serangkaian ibadah seperti
shalat, puasa, haji, zikir, dan lain sebagainya, yang semuanya itu dilakukan
dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Ibadah yang dilakukan dalam rangka
bertasawuf itu ternyata erat hubungannya dengan akhlak. Dalam hubungan ini
Harun Nasution lebih lanjut mengatakan, bahwa ibadah dalam Islam erat sekali
hubungannya dengan pendidikan akhlak. Ibadah dalam al quran dikaitkan dengan
takwa, dan takwa berarti melaksanakan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya,
yaitu orang yang berbuat baik dan jauh dari yang tidak baik. Inilah yang
dimaksud dengan ajaran amar ma'ruf nahi munkar, mengajak orang pada
kebaikan dan mencegah orang dari hal-hal yang tidak baik. Tegasnya orang yang bertakwa adalah orang yang berakhlak mulia. Harun
Nasution lebih lanjut mengatakan, kaum sufilah, terutama yang pelaksanaan
ibadahnya membawa kepada pembinaan akhlak mulia dalam diri mereka. Hal itu,
dalam istilah sufi disebut dengan al-takhalluq bi akhlaqillah, yaitu
berbudi pekerti dengan budi pekerti Allah, atau al-attishaf bi
shifatillah, yaitu mensifati diri dengan sifat-sifat yang dimiliki Allah.
Antara Ilmu Akhlak dan
Ilmu Tasawuf memiliki hubungan yang berdekatan. Pengertian ilmu tasawuf adalah
ilmu yang dengannya dapat diketahui hal-hal yang terkait dengan kebaikan dan
keburukan jiwa. Tujuan Ilmu Tasawuf itu sendiri adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah
dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang tercela dan menghias diri
dengan perbuatan yang terpuji dan tujuan lainnya adalah membantu seseorang
untuk menghilangkan berbagai kotoran hati yang dapat menghalangi pemiliknya
dari esensi ketuhanan. Dengan demikian dalam proses pencapaian tujuan
bertasawuf seseorang harus terlebih dahulu berakhlak mulia. Pada dasarnya
bertasawuf adalah melakukan serangkaian ibadah seperti shalat, puasa, zakat,
haji, dan sebagainya.
Hubungan antara Ilmu
Akhlak dengan Ilmu Tasawuf lebih lanjutr dapat diuraikan sebagai berikut: Ketika mempelajari tasawuf ternyata pula bahwa al quran dan al hadist
mementingkan akhlak. Al quran dan al hadits menekankan nilai-nilai kejujuran,
kesetiakawanan, persaudaraan, rasa kesosialisasian, rasa keadilan,
tolong-menolong, murah hati, berani, kesuian, hemat, dan lain sebagainya.
Nilai-nilai serupa ini yang harus dimiliki oleh seseorang muslim dan dimasukkan
ke dalam dirinya dari semasa ia kecil. Jadi hubungan antara Ilmu Akhlak dan
Ilmu Tasawuf dalam Islam ialah bahwa akhlak merupakan pangkal tolak tasawuf,
sedangkan tasawuf adalah esnsi dari akhlak itu.
7.7
Hubungan
Ilmu Akhlak dengan Ilmu Pendidikan (Tarbiyah)
Hakikat
pendidikan adalah menyiapkan dan mendampingi seseorang agar memperolah kemauan
dalam menjalani kesempurnaan. Dunia pendidikan, sangat besar sekali pengaruhnya
terhadap perubahan perilaku, akhlak seseorang. Berbagai ilmu diperkenalkan,
agar siswa memahaminya dan dapat melakukan suatu perubahan pada dirinya. Semula
anak belum tau perhitungan, setelah memasuki dunia pendidikan sedikit banyak
mengetahui. Kemudian dengan bekal ilmu tersebut, mereka memiliki ilmu luas dan
diterapkan ke hal tingkah laku ekonomi.
Begitu pula
apabila, siswa diberi pelajaran “akhlak” maka memberitahu bagaimana seharusnya
manusia itu bertingkah laku, bersikap terhadap sesamanya dan penciptanya
(tuhan). Dengan demikian, strategi sekali dikalangan pendidikan dijadikan pusat
perubahan perilaku yang kurang baik untuk diarahkan menuju perilaku yang baik.
Maka dibutuhkan beberapa unsur dalam pendidikan, untuk bisa dijadikan agent
perubahan sifat dan perilaku manusia.
Ilmu pendidikan dalam
berbagai literatur banyak berbicara mengenai berbagai aspek yang ada
hubungannya dengan tercapainya tujuan pendidikan. Ahmad D.Marimba mengatakan
bahwa tujuan pendidikan adalah identik dengan tujuan hidup seorang muslim,
yaitu menjadi hamba Allah yang mengandung implikasi kepercayaan dan penyerahan
diri kepada-Nya.
Pendidikan dalam
pelaksanaanya memerlukan dukungan orang tua dirumah, guru di sekolah serta
pimpinan tokoh masyarakat di lingkungan. Semua lingkungan ini merupakan bagian
integral dari pelaksanaan pendidikan, yang berarti pula tempat dilaksanakannya
pendidikan akhlak untuk meciptakan akhlak yang baik bagi generasi bangsa. Kebutuhan manusia terhadap pendidikan beragam seiring dengan
beragamnya kebutuhan manusia yang membutuhkan pendidikan fisik untuk menjaga
kesehatan fisiknya, yang membuutuhkan pendidikan etika agar menjaga tingkah
lakunya, ia butuh pendidikan akal agar jalan pikirannya sehat, ia membutuhkan
pendidikan ilmu agar memperoleh ilmu-ilmu yang bermanfaat, ia membutuhkan
pendidikan disiplin ilmu tertentu agar dapat mengenal alam ia membutuhkan pendidikan
social agar membawanya mampu bersosialisasi ia membutuhkan pendidikan agama
untuk memmbimbing roh nya menuju allah SWT: ia membutuhkan pula pendidikan
akhlak agar prilakunya searah dengan prilaku yang baik. Pendidikan akhlak
merupakan benang perekat yang merajut semua jenis pendidikan ditas dengan kata
lain semua jenis pendidikan diatas harus nunduk pada kaidah-kaidah akhlak.
7.8
Hubungan
Ilmu Akhlak dengan Akidah dan Ibadah
Islam telah
menghubungkan secara erat antara akidah dan akhlak. Dalam islam, akhlak
bertolak dari tujuan-tujuan akidah. Akidah merupakan barometer bagi perbuatan,
ucapan, dengan segala bentuk interaksi sesama manusia. Berdasarkan terangan
al-qur’an dan as-sunnah, iman kepada allah SWT menuntut seseorang memliki
akhlak terpuji. Sebaliknay akhlak tercela membuktikan ketidak adaan iman
tersebut. Berikut ini akan di kemukakan beberapa contoh tentang pengukuran
kadar iman seseorang dengan akhlak terpujinya.
Keterkaitan
antara ahlak dan aqidah dapat didlihat ketika allah mengaitkan keimanan dengan
akhlak mulia. Ketika al quran menyuruh berlaku adil, sebelunya ia menyebutkan
tentang iman Allah yang artinya ”wahai
orang-orang yang beriman jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena allah,
(ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencanmu terhadap suatu
kaum, mendorong kamu unntuk beraku tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu
lebih dejat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada allah, sungguh allah maha
teliti apa yang kamu kerjakan” Dalam hadits lain rasulullah bersabda
yang artinya: “kebaikan itu berakhlak
baik”
Iman tidak
cukup sekedar disimpan dalam hati, tetapi harus direalisasikan dalam perbuatan
nyata dan amal soleh. Hanya iman yang melahirkan amal soleh lah yang dinamakan
iman sempurna. Akhlak mulia merupakan mata rantai keimanan. Contohnya: rasa
malu berbuat jahat merupakan salahsatu akhlak yang mulia. Nabi Muhammad dalam
salah satu haditsnya yang artinya “malu
adalah cabang iman”
Sebaliknya,
akhlak buruk adalah yang menyalahi prinsip keimanan. Sekalipun suatu perbuatan
pada lahirnya baik, tetapi jika titik tolaknya bukan keimanan, perbuatan
tersebut tidak dapat penilaian di sisi allah. Adapun kaitan ilmu akhlak
dan akidah dapat dijeaskan bahwa tujuan akhir ibadah adalah keluhuran akhlak.
Ibadah terpenting yang disyariahkan islam dan yang paling pertama dihisab pada
hari kiamat adalah solat. Hikmah di syariatkannya solat adalah menjauhi
perbuatan keji dan munkar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar