BAB I
A. Pengertian ‘ulum qur’an
Ulumul qur’qn berasal dari bahasa
arab yang terdiri dari dua kata yaitu “ ulum “ dan “qur’an “ . kata “lum“
merupakan bentuk Jamak dari kata “ ilmu”
yaitu sejumlah materi pembahasan yang dibatasi
kesatuan tema atau tujuan, sedangkan al
qur’an adalah kalam allah yang diturunkan kepada nabinya, muhammad, dan
lafaz-lafaznya mengandung mukjizat,
membacanya mempunyai niali ibadah, yang diturunkan ssecara mutawatir, dan
yang ditulis pada mushaf dari mulai awal surah al-fatihah dan diakhiri
dengan surah an-nas.
Adapun ulumul qur’an yang
definisikan oleh ulama secara istilah adalah sebagai berikut :
1. Menurut
manna’Al-qaththan ulumul qur’an adalah ilmu yang mencakup pembahasan-pembahasan
yang berkaitan dengan al-qur’an , kodifikasi
dan tertip penulisan.
2. Menurut
az-zarqani ulumul qur’an adalah beberapa pembahasan yang berkaitan dengan al
qur’an dari sisi turun, urutan penulisan, kodifikasi cara membaca,
kemukjizatan, nasik, mansuk, dan penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan
keraguan terhadapnya, serta hal lainnya.
3. Menurut
abu syahbah ulumul qur’an adalah subuah
ilmu yang banyak memiliki objek pembahasan dengan al qur’an, mulai proses
penurunan, urutan penulisan, penulisan, kodofikasi, cara ,membaca, penafsiran ,
kemukjizatan, nasikh, mansukh, mubkam,mutsyabih, sampai pembahsan-pembahsan
lain.
Walaupun redaksi sedikit berbeda definisi
diatas tapi maksudnya sama, Dari ketiga pendapat ulama diatas baik menurut al
qathan, al zarqani, maupun abbu syabbah ulumul qur’an adalah sejumlahan
pembahasan yang berkaitan dengan al qur’an, dan pembahsan itu menyangkut
materi-materi yang selanjutnya menjadi pokok-pokok bahasan ‘ulum qur’an yang
pembahsannya akan diutarakan nanti.
Mengenai kemunculan istilah ‘ulum qur’an
untuk pertama kalinya, para penulis menyatakan bahwa istilah ini muncul pada
abad VI H. Oleh Abu al-fajr bin al-jauzi.
Analisis lain dikemukakan oleh abu syahbah
dengan merujuk kepada kitab muqaddimatani fi ‘Ulum qur’an yang dicetak tahun
1954 dan diedit oleh Arthur jeffri, seorang penulis kenamaan.
B. ruang lingkup pembahasan ‘ulum al-qur’an
Menurut abu bakar al ‘arabi
ilmu-ilmu al qur’an itu mencapai 77.457. hitungan ini diperoleh dari hasil
perkalian jumlah kalimat al-qur’an dengan empat, karena masing-masing kalimat
mempunyai makna zhahir, batin, hadd, dan mathla’.
M. hasbi ash-shiddieqy berpendapat
bahwa ruang lingkup pembahsan ‘ulum qur’an terdiri dari enam hal pokok yaitu :
1. persoalan
turunnya Al Qur’an ( nuzul Al Qur’an )
2. persoalan
sanad ( rangkaian para periwayat )
3. persoalan
qira’at ( cara pembacaan AL Qur’an )
4. persoalan
kata-kata Al Qur’an
5. persoalan
mak-makna Al Qur’an yang berkaitan dengan hukum
6. persoalan
makna-makna Al Qur’an yang berpautan dengan kata-kata Al Qur’an.
C. cabang-cabang ( pokok bahasan ) ‘ulum Qur’an
Adapun cabang-cabang Al Qur’an
sebagai berikut
1. ilmu
adab tilawat Al Qur’an yaitu ilmu-ilmu yang menerangkan aturan-aturan dalam
pembacaan Al-Qur’an.
2. ilmu
tajwid yaitu ilmu yang menerangkan cara-cara membaca Al-Qur’ann tempat memulai,
tempat berhenti (waqaf).
3. ilmu
mawathin an-nuzul yaitu ilmu yang menerangkan tempat-tempat, musim, awal, dan
akhir turun ayat.
4. ilmu
tawarikh an-nuzul yaitu imu yang menerangkan dan masa dan urutan turun
ayat satu demi satu demi awal hingga
akhir turunya.
5. ilmu
azbab an-nuzul yaitu ilmu yang menerangkan sebab-sebab turunya ayat.
6. ilmu
qira’at yaitu ilmu yang menerangkan ragam Qira’at (pembacaan Al-Qur’an) yang
diterima oleh rasulallah SAW.
7. ilmu
gharib Al Qur’an yaitu ilmu yang menerangkan makna kata-kata yang ganjil yang
tidak terdapat dalam kitab-kitab konvensional, ayau tidak terdapat dalam
percakapan sehari-hari.
8. ilmu
I’rab Al Qur’an yaitu ilmu yang
menerangkan harakat Al-Qur’an dan kedudukan sebuah kata dalam kalimat.
9. ilmu
wujuh wa an nazaha’ir yaitu ilmu yang menerangkan kata-kata Al-Qur’an yang
mempunyai makna lebih dari satu.
10. ilmu
ma’rifat al –muhkam wa al-mutasyabih yaitu ilmu yang menerangkan kata-kata yang
dipandang muhkam dan dipandang mutasyabih.
11. ilmu
nasikh wa al-mansukh yaitu ilmu yang menerangkan ayat-ayat yang mansukh oleh
sebagian mufassir.
12. ilmu
badai’u Al Qur’an yaitu ilmu yang menerangkan keindahan susunan bahasa
Al-Qur’an.
13. ilmu
i’jaz Al Qur’an yaitu ilmu yang
menerangkan segi-segi kekuatan Al-Qur’an sehingga dipandang sebagai suatu
mukjizat dan dapat melemahkan pantangan-pantangannya.
14. ilmu
tanasub ayat Al Qur’an yaitu ilmu yang menerangkan persesuaian antara suatu
ayat dengan ayat sebelum dan sesudahnya.
15. ilmu
aqsam Al Qur’an yaitu ilmu yang menerangkan arti dan maksud-maksud sumpah allah
yang terdapat didalam Al-Qur’an.
16. ilmu
amtsal Al Quran yaitu ilmu yang menerangkan perumpamaan-perumpamaan Al-Qur’an
yakni menerangkan ayat-ayat perumpamaan yang dikemukakan Al-Qur’an.
17. ilmu
jaddal Al qur’an yaitu ilmu yang menerangkan macam-macam perdebatan yang telah
dihadapkan Al-Qur’an kepada segenap kaum musyirikin dan kelompok lainnya.
D. perkembangan ‘ulum Al qur’an
A.
Fase sebelum kodifikasi ( qabl ‘asrh at-tadwin )
Pada fase sebelum kodifikasi, ‘ulum
Al-Qur’an kurang lebih mudah merupakan benih yang kemunculannya sangat
dirasakan semenjak nabi masih ada. Hal itu ditandai dengan kegairahan para
sahabat untuk mempelajari Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh. Mereka pempelajari
sekaligus mengamalkan ayat yang sedang dipelajarinnya, kagairahan para sahabat
untuk mempelajari dan mengamalkan Al-Qur’an tampaknya lebih kuat lagi ketika
nabi hadir ditengah-tengah mereka.
Beberapa riwayat dibawah
ini membuktikan adanya penjelasan nabi kepada para sahabat menyangkut
penafsiran Al-Qur’an.
1. Riwayat
yang dikeluarkan oleh ahmad,tirmidzi,
dan yang lainnya dari ‘adi bin hayyan. Ia berkata bahwa rasulallah SAW.bersabda
:
Artinya : yang dimaksud
dengan orang-orang yang dimurkai allah adalah orang-orang yahudi, sedangkan
yang dimaksud dengan orang-orang yang tersesat adalah orang-orang nasrani
2. Riwayat
yang disampaikan oleh at-tirmidzi dan ibn hibban, didalam sahih-nya dari ibn
mas’ud yang mengatakan bahwa rasulallah SAW bersabda
Artinya : yang dimaksud
dengan shalat mustha adalah shalat ashr.
3. Riwayat
yang disampaikan oleh ahmad, Al-bukhari, muslim, dan yang lainnya dari ibn
mas’ud yang menceritakan bahwa tatkala turun ayat :
Artinya : orang-orang yang beriman
dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman ( syirik )
B. Fase Kodefikasi
Ulum Qur’an juga ilmu-ilmu lainnya belum
kodifikasi dalam bentuk kitab atau mushaf. satu-satunya yang mudah dikodefikasi
saat itu hanyalah al-qur’an. Pengodefikasian itu semakin marak dan meluas
ketika islam berada pada tangan pemerintahan bani umayyah dan bani abbasiyah
pada periode-periode awal pemerintahannya.
a. Perkembangan
‘ulum Al-qur’an abad II H.
b. Perkembangan
‘ulum qur’an abad III H.
c. Perkembangan
‘ulum qur’an abad IV H.
d. Perkembangan
‘ulum qur’an abad V H.
e. Perkembangan
‘ulum qur’an abad VI H.
f.
Perkembangan ‘ulum qur’an abad VII H.
g. Perkembangan
‘ulum qur’an abad VIII H.
h. Perkembangan
‘ulum qur’an abad IX dan X H.
i.
Perkembangan ‘ulum qur’an abad XIV H.
BAB II
SEJARAH TURUN DAN PENULISAN AL-QUR’AN
A. Pengertian
al-qur’an
1. Menurut
manna’ Al-Qathtahan : kitab allah yang diturunkan kepada nabi muhammad SAW. Dan membacanya memperoleh
pahala.
2. Menurut
al-jurjani : yang diturunkan baik lafaz maupun maknanya kepada nabi terakhir,
muhammad SAW, yang diriwayatkan secara mutawatir, yakni denagn penuh kepastian
dan keyakinan.
3. Menurut
kalangan pakar usul fiqih, fiqih, dan bahasa arab : kalam allah yang diturunkan
kepada nabinnya muhammad SAW , yang lafaz-lafaznya mengandung mukjizat,
membacanya mempunyai nilai ibadah, diturunkan secara mutawatir dan tulis pada
mushaf mulai dari awal surat al-fatihah sampai akhir surat an-nas (114).
B. Proses turunnya al-qur’an kepada nabi
muhammad SAW.
1. Pertama,
al-qur’an teurn secara sekaligus dari allah kelauh al-mahfuzh, yaitu suatu
tempat yang merupakan catatan tentang segala ketentuan dan kepastian allah.
2. Tahap
kedua, al-qur’an diturunkan dari lauh al-mahfuzh itu kebait al-izzah.
3. Tahap
ketiga, al-qur’an diturunkan dari bait al-izzah kedalam hati nabi dengan jalan
berangsur-angsur sesuai dengan kebutuhan.
C. Hikmah
Al-Qur’an diturunkan secara barangsur-angsur
1. Memantapkan
hati nabi.
2. Menentang
dan melemahkan para penentang Al-Qur’an.
3. Memudahkan
untuk dihafal dan dipahami
4. Mengikuti
setiap kejadian ( yang karenannya ayat-ayat Al-Qur’an turun ) dan melakukan
pentahapan dalam menetapkan syari’at.
5. Membuktikan
dengan pasti bahwa Al-Qur’an turun dari allah yang maha bijaksana.
D. Pengetian
rasm al-qur’an
Ram
Al-Qur’an adalah tata cara menuliskan
Al-Qur’an yang ditetapkan pada masa khalifah utsman bin affan. Istilah yang
terakhir lahir bersamaan dengan lahirnya mushaf utsman, yaitu mushaf yang
ditulis panitia empat terdiri dari zaid bin al-harits, abdullah bin zubair,
said bin al-ash, dan abdurrahman bin al-harits. Para ulama meringkas
kaidah-kaidah itu menjadi enam istilah. Yaitu :
a. Al-hadzf
( membuang, menghilangkan, atau meniadakan huruf )
b. Al-jiyadah
( penambahan )
c. Al-hamzah.
d. Badal
( penggantian )
e. Washal
dan fashl ( penyambung dan pemisahan )
f.
Kata yang dapat dibaca dua bunyi
E. Pendapat
para ulama sekitar rams Al-Qur’an
a. Sebagian
dari mereka berpendapat bahwa rams “ utsmani bersifat tauqifi.
b. Sebagian
besar ulama berpendapat bahwa rams “utsmani bukan tauqifi, tetapi merupakan
kesepakatan cara penulisan (ishthilahi) yang disutujui ‘utsmani dan diterima
umat, sehingga wajib diikuti dan ditaati siapapun ketika menulis Al-Qur’an.
Tidak boleh yang ada yang menyalahinya.
BAB
III
ASBAB
An-NUZUL
A. Pengertian
Asbab An-Nuzul
1. Menurut
az-zarqani asbab an-nuzul adalah khusus atau sesuatu yang terjadi serta ada
hubungannya dengan turunnya ayat Al-Qur’an sebagai penjelasan hukum pada saat
peristiwa itu terjadi.
2. Menurut
Ash-Shabuni asbab an-nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan
turunnya satu atau beberapa ayat mulia yang berhubungan dengan peristiwa dan
kejadian tersebut, baik berupa pertanyaan yang diajukan krpada nabi atau
kejadian yang berkaitan dengan urusan agama.
3. Menurut
Shuhi Shalih asbab an-nuzul adalah sesuatu yang menjadi sebab turunnya satu
atau beberapa ayat Al-Qur’an terkadang menyiratkan peristiwa itu, sebagai
respons atasnya. Atau sebagai penjelas terhadap ter hadap hukum-hukum disaat
peristiwa itu terjadi.
4. Menurut
mana’ As-Qthathan asbab an-nuzul adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan
turunnya as-quran berkenaan dengannya waktu peristiwa terjadi, baik berupa satu
kejadiam atau berupa pertanyaan yang diajukan kepada nabi.
B. Urgensi
dan kegunaan asbab an-nuzul
1. Membantu
dalam memahami sekaligus mengatasi ketidak pastian dalam menangkap pesan
ayat-ayat al-qur’an.
2. Mengatasi
keraguan ayat yang diduga mengandung pengertian umum.
3. Mengkhususkan
hukum yang terkandung dalam ayat al-qur’an, abgi ulama yang berpendapat bahwa
yang menjadi pegangan adalah sebab yang bersifat umum.
4. Memudahkan
untuk menghafal dan memahami ayat, serta untuk memantapkan wahyu kedalam hati
orang yang mendengarnya
C. Cara
mengetahui riwayat asbab an-nuzul
Asbab an-nuzul adalah peristiwa yang terjadi pada aman
rasulallah SAW. Oleh karena itu, tidak ada lagi jalan lain untuk mengetahuinya
selain berdasarkan periwayatan yang benar dari orang-orang yang melihat dan
mendengar langsung tentang turunnya ayat Al-Qur’an.
D. Macam-macam
asbab an- nuzul
1. Dilihat
dari sudut pandang redaksi-redaksi yang dipergunakan dalam riwayat asbab
an-nuzul
a. Sharih
( visionable/jelas )
b. Muhtamilah
( impossible/kemungkinan )
2. Dilihat
dari sudut pandang berbilangnya asbab an-nuzul untuk satu ayat atau
berbilangnnya ayat untuk satu asbab an-nuzul.
a. Berbilangnya
asbab an-nuzul untuk satu ayat “ta’addud al-sabab wa nazil al-wahid
b. Variasi
ayat untuk satu sebab “ ta’addud al-nazil wa as-sabab al wahid”
E. Kaidah
“L-‘Ibrah”
Manyoritas ulama
berpendapat bahwa pertimbangan untuk satu lafazh Al-Qur’an adalah keumuman
lafazh dan bukannya kekhusukan sebab ( al-‘ibrahbi’umum al-lafzhi la bi khusus
as-sabab ). Disisi lain, ada juga ulama yang berpendapat bahwa ungkapan sata
lafazh Al-Qur’an harus dipandang dari segi kekhusukan sebab bukan dari segi
keumuman lafazh ( al-‘ibrah bi khusus as-sabab la bi bi’umum al-lafazh.
BAB
IV
MUNASABAH
AL-QUR’AN
A. Pengertian
munasabah
a. Secara
etimologi munasabah adalah al-musyakalah (keserupaan) dan al-mukarabah
(kedekatan)
b. Secara
terminologi :
1. Menurut
az-zarkasyi munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami. Tatkala dihadapkan
pada akal, pastikan itu akan menerimannya.
2. Menurut
anna’al-qahtthan munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan
didalam satu ayat atau antar ayat pada beberapa ayat, atau antar surat (didalam
al-qur’an)
3. Menurut
ibn al-‘arabi munasabah adalah keterikatan ayat-ayat al-qur’an sehingga
seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyai satu kesatuan makna dan
keteraturan redaksi. Munasabah merupakan ilmu yang sangat agung.
4. Menurut
al-biqa’i munasabah adalah suatu ilu yang mencoba mengetahui alasan-alasan
dibalik susunan atau urutan bagian-bagian al-qur’an, baik ayat dengan ayat atau
surat dengan surat.
B. Cara
mengetahui munasabah
1. Harus
diperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang akan menjadi objek pencarian.
2. Memperhatikan
uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat.
3. Menetukan
tingkatan uraian-uraian itu apakah ada hubungannya atau tidak.
4. Dalam
mengambil kesimpulannya hendaknya memperhatikan ungkapan-ungkapan bahasanya
dengan benar dan tidak berlebihan.
C. Macam-macam
munasabah
1. Munasabah
antar surat dengan surat sebelumnya.
2.
Munasabah antar nama surat dan tujuan turunnya.
3. Muanasabah
antar bagian suatu ayat.
4. Munasabah
antar ayat yang letaknya berdampingan.
5. Munasabah
antar suatu kelompok ayat dengan kelompok ayat disampingnya
6. Munasabah
antar fashilah (pemisah) dan isi ayat.
7. Munasabah
antar awal surat dengan akhir surat yang sama.
8. antar
penutup suatu surat dengan awal surat berikutnya.
D. Urgensi
dan kegunaan mempelajari unasabah
1. Dapat
mengembangkan sementara anggapan orang yang menganggap bahwa tema-tema
al-qur’an kehilangan revelansi antara suatu bagian dengan bagian yang lainnya.
2. Mengetahui
persambungan atau hubungan antara bagian al-qur’an, baik antara kalimat-kalimat
atau ayat-ayat maupun surat-suratnya yang satu dengan yang lain, sehingga lebih
memperdalam pengetahuan dalam pengenalan terhadap kitab al-qur’an dan memperkuat
keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya.
3. Dapat
diketahui mutu dan tingkat kemubalaghahnnya bahasa al-qur’an dan konteks
kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lain serta dengan persesuaian
ayat/surat yang satu dari yanng lain.
4. Dapat
membantu dalam menafsirkan ayat-ayat al-qur’an setalah diketahui hubungan suatu
kalimat atau ayat dengan kalimat atau ayat yang lain.
BAB V
MAKKIYYA DAN MADANIYYAH
A. Pengertian
makkiyyah
1. Dari
perspektif masa turun makkiyyah ialah ayat-ayat yang turun sebelum rasulallah
hijrah ke madinah, kendatipun bukan turun dimekah, adapun madaniyyah adalah
ayat-ayat yang turun sesudah rasulallah hijrah ke madinah, kendatipun bukan
turun di madinah. Ayat-ayat yang turun setelah peristiwa hijrah disebut
madaniyyah walaupun turun dimekah atau arafah.
2. Dari
perspektif tempat turun makkiyyah ialah ayat-ayat yang turun di mekah dan
sekitarnya seperti mina, arafah, dan hudaibiyyah. Adapun madaniyyah adalah ayat-ayat
yang turun dimadinah dan sekitarnya. Seperti uhud, quba’, sul’a.
3. Dari
perspektif objek pembicaraan makkiyyah adalah ayat-ayat yang menjadi kitab bagi
orang-orang mekah, sedangkan madaniyyah adalah ayat-ayat yang khitab bagi
orang-orang madinah.
B. Cara-cara
mengetahui makkiyyah dan madaniyyah
1. Pendekatan
tranmisi (periwayatan)
2. Pendekatan
(qiyas)
C. Ciri-ciri
spesifik makiyyah dan madaniyyah
1. Makkiyyah :
a. Didalamnya
terdapat ayat sajadah
b. Ayat-ayatnya
dimulai dengan kata “kalla”
c. Dimulai
dengan ungkapan “ya ayyuha an-nas
d. Ayat-ayatnya
mengandung tema kisah para nabi dan umat-umat
terdahulu
e. Ayat-ayatnya
berbicara tentang kisah nabi adam dan iblis, kecuali surat al-baqarah (2).
f.
Ayat-ayatnya dimulai dengan huruf-huruf
terpotong-potong ( huruf at-tahajji ) serti alif lam mim dan sebagainya,
kecuali surat al-baqarah (2) dan ali-imran (3)
2. Madaniyyah
:
a. Mengandung
ketentuan-ketentuan farai’d dan had
b. Mengandung
sindiran-sindiran terhadap kaum munafik, kecuali surat al-ankabut (29)
c. Mengandung
uraian tentang perdebatan dengan ahli kitabin
D. Urgensi
pengetahuan tentang makkiyyah dan madaniyyah
1. Membantu
dalam menafsirkan al-qur’an.
2. Pedoman
bagi langkah-langkah dakwah.
3. Memberi
informasi tentang sirah kenabian.
BAB
VI
MUHKAM
DAN MUTASYABIH
A. Pengertian
muhkam dan mutasyabih
1. Ayat-ayat
muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat
diketahui dengan gemblang, baik melalui takwil (metafora) ataupun tidak, adapun
mutasyabih adalah ayat yang maksudnya hanya dapat diketahui allah.
2. Ayat-ayat
muhkam adalah ayat yang maknanya jelas, sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah
ayat yang maksudnya tidak jelas.
3. Ayat-ayat
muhkam adalah ayat yang tidak memunculkan kemungkinan sisi arti lain, sedangkan
ayat-ayat mutasyabih mempunyai kemungkinan sisi arti banyak, definisi ini
dikemukakan ibn’abbas.
4. Ayat-ayat
muhkam adalah ayat yang maknanya dapat dipahami akal, seperti bilangan rakaat
shalat, kekhususan bulan ramadhan untuk pelaksanaan puasa wajib, sedangkan
ayat-ayat mutasyabih sebaliknya. Pendapat ini di kemukakan Al-mawardi.
5. Ayat-ayat
muhkam adalah ayat yang dapat berdiri sendiri
(dalam pemaknaannya), sedangkan ayat-ayat mutasyabih bergantung pada
ayat yang lain.
6. Ayat-ayat
muhkam adalah ayat yang maksudnya segera dapat diketahui tanpa penakwilan,
sedangkan ayat-ayat mutasyabih memerlukan penakwilan untuk mengetahui
maksudnya.
7. Ayat-ayat
muhkam adalah ayat yang lafaz-lafaznya tidak berulang-ulang, sedangkan
ayat-ayat mutasyabih adalah sebaliknya.
8. Ayat-ayat
muhkam adalah ayat yang berbicara tentang kefarduan, ancaman, dan janji, sedangkan
ayat-ayat mutasyabih berbicara tentang
kisah-kisah dan perumpamaan-perumpamaan.
9. Ibn
abi hatim mengeluarkan sebuah riwayat
dari ‘ali bin abi thalib dari ibn’abbas yang mengatakan bahwa ayat-ayat muhkam
adalah ayat yang menghapus (nasikh), berbicar tentang halal-haram,
ketentuan-ketentuan (hudud), kefarduan, serta yang harus diimani dan diamalkan. Adapun ayat-ayat mutasyabih
adalah ayat yang dihapus (mansukh) yang berbicara tentang
perumpamaan-perumpamaan (amtsal), sumpah (aqsam), dan yang harus diimani,
tetapi tidak harus diamalkan.
B. Sikap
para ulama terhadap ayat-ayat muhkam dan mutasyabih
1. Madzhab
salaf yaitu ulama yang mempercayai dan mengimani ayat-ayat mutasyabih dan
menyerahkan sepenuhnya kepada allah sendiri (tafwidh ilallah).
2. Madzhab
khalaf, yaitu para ulama yang berpendapat perlunya menakwilan ayat-ayat
mutasyabih yang menyangkut sifat allah sehingga melahirkan arti yang sesuai
dengan kelujaran allah.
C. Fawatih
as-suwar
Bentuk
redaksi fawatih as-suwardi didalam al-qur’an
a. Terdiri
atas satu huruf
b. Terdiri
atas dua huruf
c. Terdiri
atas tiga huruf
d. Terdiri
atas empat huruf
e. Terdiri
atas lima huruf.
D. Hikmah
keberadaab ayat mjtasyabih dalam al-qur’an
1. memperlihatkan
kelemahan akal manusia.
2. teguran bagi
orang-orang yang mengotak,atik ayat mutasyabih.
3.memberikan
pemahaman abstarak-ilahiah kepada manusia melalui pengalaman indrawi yang biasa
disaksikannya.
BAB 7
QIRA’AT AL-QUR’AN
A. Pengertian
Al-Qur’an
1. Menurut az-zarqani
qir’at adalah suatu mazhab yang
dianut seorang imam qira’at yang berbeda dengan lainnya dalam pengucapan Al-Qur’an
serta sepakat riwayat-riwayat dan jalur-jalurnya baik perbedaan itu dalam
pengucapan huruf-huruf ataupun dalam pengucapan bentuk-bentuknnya.
2. Menurut
ibn Al-jazari Qira’at adalah ilmu yang menyangkut cara-cara mengucapakan
kata-kata Al-Qur’an dan perbedaan-perbedaannya dengan cara menisbatkan kepada
penukilnya.
3. Menurut
Al-Qasthalani Qira’at adalah suatu ilmu yang mempelajari hal-hal yang
disepakati atau diperselisihkan ulama yang meyangkut persoalan lughat, hadzaf,
i’rab, itsbat, fashl, dan washl yang kesemuanya diperoleh secara periwayatan.
4. Menurut
Az-Zarkasyi Qir’at adalah perbedaan (cara mengucapkan) lafazd-lafazd Al-Qur’an,
baik menyangkut huruf-hurufnya atau cara pengucapan huruf-huruf tersebut,
seperti takhif (meringankan), tatsqil (memberatkan) dan atau yang lainya.
5. Menurut
Ash-Shabuni Qira’at adalah suatu mazdhab cara pelafalan Al-Qur’an yang dianut
salah seorang imam berdasarkan sanad-sanad yang bersambung kepada rasulallah
SAW.
B. Latar
belakang timbulnya perbedaan Qira’at
1. Latar
belakang historis
2. Latar
belakang cara penyampaian (kaifayat Al-Ada’)
a. Perbedaan
dalam i’rab atau harakat kalimat tanpa perubahan makna dan bentuk kalimat.
b. Perbedaan
pada i’rab dan harakat (baris) kalimat sehingga mengubah maknanya.
c. Perbedaan
pada perubahan huruf tanpa perubahan i’rab dan bentuk tulisannya, sementara
maknanya berubah.
d. Perubahan
pada kalimat dengan perubahan pada bentuk dan maknanya, tetapi maknanya tidak
berubah.
e. Perbedaan
pada kalimat diman bentuk dan maknanya berupah pula.
f.
Perbedaan dengan mendahulukan dan
mengakhirkannya.
g. Perbedaan
dengan menambah dan mengurangi huruf.
C. Sebab-sebab
perbedaan Qira’at
1. Perbedaan
Qira’at nabi.
2. Pengakuan
dari nabi terhadap berbagai Qira’at yang berlaku dikalangan kaum muslimin waktu
itu.
3. Adanya
riwayat dari para sahabat nabi menyangkut berbagai versi qira’at yang ada.
4. Adanya
lajah atau dielek kebahsaan dikalangan bangsa arab pada masa turunnya Al-Qur’an.
D. Macam-macam
Qir’at
1. Dari
segi kuantitas :
a. Qira’ah
Sab’ah (Qira’ah tujuh)
b. Qira’at Asyrah ( Qira’at sepuluh)
c. Qira’at
Arba’at Asyrah (Qira’at empat belas)
2. Dari
segi kualitas :
a. Qira’ah
mutawatir
b. Qira’ah
mansyur
c. Qira’ah
ahad
d. Qira’ah
syadz (mnyimpang)
e. Qira’at maudu’(palsu), seperti Qira’at Al-Kazzani.
f.
Qira’at yang menyerupai hadis mudraj
(sisipan).
E. Urgensi
mempelajari Qira’at dan penagruhnya dan istinbat (penetapan) hukum.
1. Dapat
menguatkan ketentuan-ketentuan haukum yang telah disepakati para para ulama.
2. Dapat
men-tarjih hukum yang diperselisihkan para ulama.
3. Dapat
menggabungkan ketentuan hukum yang berbeda.
4. Dapat
menunjukkan dua hukum yang berbeda dalam kondisi berbeda pula.
5. Dapat
memberikan penjelasan terhadap suatu kata did alam Al-Qur’an yang mungkin sulit
dipahami maknanya.
BAB VIII
NASIK –MANSUKH
A. Pengertian
Naskh
1. Pengertian
naskh menurut etimologi adalah penghilangan (izalah), penggantian (tabdil)
2. Secara
terminologi naskh adalah “raf’u Al-Hukm Al-syar’i bi Al-khitab Al’syar’i” (menghapuskan
hukum syara’ dengan kitab saya pula)
atau “raf’u Al-hukm bil Al-dalil Al-syar’i ( menghapus hukum syara’a
dengan dalil syara yang lain).
B. Rukun
Naskh
1. Rukun
naskh ada empat :
a. Adat
naskh
b. Nasikh
c. Mansukh
d. Mansukh
‘ansh
C. Syarat
Naskh
1. Yang
dibatalkan hukum syara’
2. Pembatalan
itu datangnya dari tuntutan syara
3. Pembatalan
hukum tidak disebabkan oleh berakhirnya waktu pemberlakuan hukum.
4. Tuntutan
yang mengandung naskh harus datang kemudian.
D. Cara
Mengetahui Nasikh Dan Mansukh
1. Penjelasan
langsung dari rasulullah SAW.
2. Dalam
suatu naskh terkadang terdapat keterangan yang menyatakan bahwa salah satu nash
diturunkan terlebih dahulu.
3. Berdasarkan
keterangan dan periwayat hadis yang menyatakan satu hadist dikeluarkan tahun
sekian dan hadist lain dikeluarkan tahun sekian.
E. Dasar-Dasar
Penetapan Nasikh Dam Mansukh
1. Melalui
Pentranmisian yang jelas (an-naql Al-syarih) dari nabi atau sahabatnya.
2. Melalui
kesepakatan umat bahwa ayat ini nasikh dan ayat itu mansukh
3. Melaui
studi sejarah mana ayat yang lebih belakang turun, karenaya disebut mansukh.
F. Bentuk-Bentuk
Dan Macam-Macam Naskh Dalam Al-Qur’an
1. Naskh
sharih
2. Naskh
dimmy
3. Naskh
kully
4. Nasksh
juz’iy.
G. Hikmah
Keberdaan Naskh
1. Menjaga
kemaslahatan hamba.
2. Pengembangan
pensyariatan hukum sampai pada tingkat kesempurnaan seiring dengan perkembangan
dakwah dan kondisi manusia itu sendiri.
3. Menguji
kualitas keimanan mukallaf dengan cara adanya suruhan yang kemudian dihapus.
4. Merupakan
kebaikan dan kemudahan bagi umat.
BAB IX
MUKJIZAT
A. Pengertian
mukjizat
Mukjizat
adalah suatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seorang yang
mengaku nabi, sebagai bukti kenabiannya yang ditantangkan kepada yang ragu
untuk melakukan atau mendatangkan hal serupa tetapi mereka tidak mampu melayani
tantangan itu.Sesuatu kejadian yang keluar dari kebiasaan disertai dengan unsur
tantangan, dan tidak dapat ditandingi.”
B. Unsur-unsur
yang terdapat pada mukjizat :
1. Hal
atau peristiwa yang luar biasa, peristiwa-peristiwa alam, misalnya yang
terlihat sehari-hari walaupun menakjubkan, tidak dinamai mukjizat karena
merupakan sesuatu yang biasa
2. Terjadi
atau dipaparkan oleh seorang yang mengaku nabi, tidak mustahil terjadi hal-hal
diluar kebiasaan pada diri siapapun. Namun apabila bukan dari seorang yang mengaku
nabi, tidak dinamai mukjizat.
3. Mengandung
tantangan terhadap yang meragukan kenabian,tentu saja tantangan ini harus
berbarengan dengan pengakuannya sebagai nabi, bukan sebelum atau sesudahnya.
Disisi lain, tantangan tersebut harus pula merupakan sesuatu yang sejalan
dengan ucapan sang nabi.
4. Tantangan
tersebut tidak mampu atau gagal dilayani, bila yang ditantang berhasil
melakukan hal serupa, ini berarti bahwa pengakuan sang penentang tidak
terbukti, perlu digaris bawahi bahwa kandungan tantangan harus benar-benar
dipahami oleh ditantang
C. Macam-macam
mukjizat :
1. Gaya
bahasa, Al-Qur’an banyak membuat orang arab saat itu kagum dan terpesona,
kehalusan ungkapan bahasanya membuat banyak manusia masuk islam.
2. Susunan
kalimat, kendatipun Al-Qur’an, hadist qudsi dan hadis nabawi sama-sama keluar
dari mulut nabi, uslub (style) atau susunan bahasanya sangat jauh berbeda uslub
bahasa Al-Qur’an jauh tinggi kualitasnya bila dibandingkan dengan dua yang
lainnya.
3. Hukum
ilahi yang sempurna :
a. Secara
global , persoalan ibadah umumnya diterangkan secara global, sedangkan
perinciannya diserahkan kepada para ulama melalui ijtihad.
b. Secara
terperinci, hukum yang dijelaskan yang berkaitan dengan utang-piutang, makan
yang halal dan yang haram, memelihara kehormatan wanita dan masalah perkawinan.
4. Ketelitian redaksinya
:
a. Keseimbangan
antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya
b. Keseimbangan
jumlah bilangan kata dengan sinonimnya/makna yang dikandungnya
c. Keseimbangan
antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjukkan kepada
akibatnya
d. Keseimbangan
antara jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya
e. Disamping
keseimbangan-keseimbangan tersebut, ditemukan juga keseimbangan khusus.
5. Berita
tentang hal-hal yang gaib
6. Isyarat-isyarat
ilmiah :
a. Cahaya
matahari bersumber dari dirinya dan cahaya bulan merupakan pantulan
b. Kurangnya
oksigen pada ketinggian dapat menyesakkan
napas.
c. Perbedaan
sidik jari manusia
d. Aroma/bau
manusia berbeda-beda
e. Masa
penyusuan ideal 2 tahun dan masa
kehamilan 9 bulan
f.
Adanya nurani (superego) dan bawah sadar
manusia
g. Yang
merasa nyeri adalah kulit.
7. Perbedaan
pendapat dikalangan ulama
Para
ulama telah berbeda pendapat ketika menjelaskan aspek-aspek kemukjizatan
Al-Qur’an.
a. Menurut
golongan sharfah
b. Menurut
imam fakhruddin
c. Menurut
ibn’athiyyah
d. Menurut
sebagian ulama
e. Menurut
sebagian ulama lain.
BAB
X
TAFSIR,
TAKWIL, DAN TERJEMAH
A. Pengertian
tafsir
Adapun Tafsir menurut bahasa adalah
Al-idhah (menjalankan), Al-bayan (menerangkan), Al-kasyf (mengungkap), dan
Al-ibanah (menjelaskan).
Adapun tafsir menurut istilah adalah :
·
Menurut Al-kilabi, tafsir adalah
menjelaskan Al-Qur’an menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yang dikehendaki
dengan nashnya atau dengan isyarat atau tujuannya.
·
Menurut Syekh Al-Jazairi dalam Shahib
At-taujih, tafsir adalah menjelaskan lafazh yang sukar dipahami oleh pendengar
dengan mengemukakan lafazh sinonimnya atau makna yang mendekatinya, atau dengan
jalan yang mengemukakan satu dialah lafazh tersebut.
·
Menurut abu hayyan, tafsir adalah ilmu
yang mengenai cara pengucapan lafazh-lafazh Al-Qur’an serta cara mengungkapkan
petunuk, kandungan-kandungan hukum, dan makna-makna yang terkandung didalamnya.
·
Menurut Az-zarkasyi, tafsir adalah ilmu
yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan makna-makna kitab allah yang
diturunkan kepada nabinya, muhammad SAW, serta menyimpulkan kandungan-kandungan
hukum dan hikmahnya.
B. Pengertian
takwil
Arti takwil menurut lughat adalah menerangkan,
menjelaskan. Diambil dari kata “ awwala-yu’awwilu-takwilan”. Al-Qathan dan Al-Jurjani
berpendapat bahwa arti takwil menurut lughat adalah “al-ruju’ ila Al-ashl”
berarti kembali pada pokoknya.sedangkan menurut Az-zarqani adalah sama dengan
arti tafsir
Takwil menurut istilah adalah : dalam hal ini banyak
para ulama memberikan pendapatnya, antara lain:
·
Menurut Al-jurzani takwil adalah :
memalingkan suatu lafazh dari makna lahirnya terhadap makna yang dikandungnya,
apabila makna alternatif yang dipandangnya sesuai dengan Al-kitab dan
As-sunnah.
·
Menurut devenisi lain takwil adalah mengembalikan
suatu pada ghayahnya (tujuannya) yakni menerangi apa yang dimaksud.
·
Menurut ulama salaf L
a. Menafsirkan
dan menjelaskan makna suatu ungkapan, baik bersesuai dengan makna lahirnya
ataupun bertentangan. Definisi takwil seperti ini sama dengan definisi tafsir
b. Hakikat
sebenarnya yang dikehendaki suatu ungkapan.
·
Menurut ulama khalaf takwil adalah
mengalihkan suatu lafazh dari maknanya yang rajih pada makna yang marjuh karena
ada indikasi untuk itu
Jadi
ringkasnya pengertian takwil dalam penggunaan istilah adalah suatu usaha untuk
memahami lafazh-lafazh (ayat-ayat) Al-Qur’an melalui pendekatan memahami arti
atau maksud sebagai kandungan sari lafazh itu.
1. Pemgertian
Terjemah
Menurut bahasa terjemah adalah salinan
dari suatu bahasa kebahasa lain. Atau berarti mengganti menyalinkan memindahkan
kalimat dari suatu bahasa kebahasa lain.
Adapun yag dimaksud dengan terjemahan
Al-Qur’an adalah seperti dikemukakan oleh Ash-shabuni yaitu memindahkan
Al-Qur’an kepada bahasa lain yang bukan bahasa arab dan mencetak terjemah ini
kedalam beberapa naskah agar dibaca orang tidak mengerti bahsa arab sehingga ia
dapat memahami kitab allah SWT.
Pada dasarnya, ada tiga corak terjemahan,
yaitu
a. Terjemah
maknawiyyah tafsiriyyah, yaitu menerangkan makna atau kalimat dan mesyarahkan,
tidak terikat oleh leterlek-nya, melainkan oleh makna dan tujuan kalimat
aslinya.
b. Terjemah
harfiyyah bi Al-mitsli, yaitu menyalin atau mengganti kata-kata dari bahsa asli
dengan kata sinonim (muradif)-nya kedalam bahsa baru dan terikat oleh bahsa aslinya
c. Terjemah
harfiyyah bi dzuni Al-mitli, yaitu menyalin atau mengganti kata-kata bahasa asli kedalam bahasa lain
dengan memerhatikan urutan makna dan segi sastranya.
Perbedaan tafsir, takwil, dan terjemah
Perbedaan tafsir dan takwil di satu pihak dan
terjemah dipihal lain adalah bahwa yang pertama berupaya menjelaskan
makna-makna setiap kata didalam Al-Qur’an. Yang kedua hanya mengalihkan bahasa
Al-Qur’an yang nota bene bahasa arab kebahasa non-arab.
2. Klasifikasa
tafsir : bi Al-ma’tsur dan bi Ar-ra’yi
a. Tafsir
bi Al-ma’tsur
Penafsiran
Al-Qur’an yang mendasarkan pada penjelasan Al-Qur’an sendiri, penjelasan nabi,
penjelasan para sahabat melalui ijtihatnya dan aqwal tabi’innya.
Satu-satu kitab tafsir bi Al-ma’tsur yang
barang kali asli adalah tafsir Ad-dur Al-mantsur, karya As-suyuthi. Diantara
keistimewaan itu, sebagaimana dicatat quraish shihab, adalah sebagai berikut.
·
Menekan pentingnya bahasa bahasa memahami
Al-Qur’an
·
Memaparkan ketelitian redaksi ayat ketika
menyampaikan pesan-pesannya
·
Mengikat mufassir dalam bingkai ayat-ayat
sehingga membatasinya untuk tidak terjerumus dan subjektiitas yang berlebihan.
Sementara itu adz-dzahabi mencatat
kelemahan-kelemahan tafsir bi Al-ma’tsur:
§ Terjadi
pemalsuan (wadh) dalam tafsir
§ Masuknya
unsur israiliyat yang difinisikan sebagai unsur-unsur yahudi dan nashrani
kedalam penafsiran Al-Qur’an
§ Penghilangan
sanad
§ Terjerumusnya
sang mufassir kedalam uraian kebahasaan dan kesatraan yang bertele-tele
sehingga pesan pokok Al-‘Qur’an menjadi kabur
§ Sering
konteks teurunya ayat atau isi kronologi turunnya ayat-ayat hukum yang dipahami
dan uraian (nasikh-mansukh) hampir dapat dikatakan terabaikan sama sekali
sehingga ayat-ayat tersebut bagaikan turun di tengah-tengah masyarakat hamba
budaya.
b. Tafsir bi Ar-ra’yi
Secara
etimologi tafsir Ar-ra’yi yaitu berasal dari kata “ra’yi” berarti keyakinan
(i’tihad), anologi, (qiyas), dan secacra terminologi tafsir adalah ijtihad
Mengenai
keabsahan tafsir bi Ar-ra’yi, para ulama terbagi kedalam dua kelompok diantaranya
:
a. Kelompok
yang melarangnya, ulama yang menolak penggunaan
“corak” tafsir ini mengemukakan argumentasi-argumentasi sebagai berikut.
§ Menafsirkan
Al-Qur’an berdasarkan ra’yi berarti membicarakan (firman) allah tanpa
pengetahuan.
§ Yang
berhak menjelaskan Al-Qur’an hanyalah nabi.
§ Siapa
saja yang menafsirkan Al-Qur’an atas dasar pikiranya semata, atas dasar sesuatu
yang belum diketahuinya, maka mempersiapakanlah mengambil tempat dineraka.
§ Sudah
merupakan tradisi dikalangan sahabat dan tabi’in untuk berhati-hati ketika
berbicara tentang penafsiran Al-Qur’an
b. Kelompok
yang mengizinkannya
§ Didalam
Al-Qur’an banyak ditemukan ayat-ayat yang menyerukan untuk mendalami
kandungan-kandungan Al-Qur’an.
§ Seandainya
tafsir bi Ar-ra’yi dilarang
§ Para
sahabat sudah biassa berselisih pendapat mengenai penafsiran suatu ayat
§ Rasulallah
berdo’a untuk ibn abbas : ya-allah berilah pemahaman agam kepada ibn abbas dan
ajarilah dia takwil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar