Kamis, 05 Januari 2017

ULUM QUR’AN DAN PRKEMBANGANNYA



BAB I

A.     Pengertian ‘ulum qur’an
            Ulumul qur’qn berasal dari bahasa arab yang terdiri dari dua kata yaitu “ ulum “ dan “qur’an “ . kata “lum“ merupakan bentuk  Jamak dari kata “ ilmu” yaitu sejumlah materi  pembahasan yang dibatasi kesatuan tema atau tujuan,  sedangkan al qur’an adalah kalam allah yang diturunkan kepada nabinya, muhammad, dan lafaz-lafaznya mengandung  mukjizat, membacanya mempunyai niali ibadah, yang diturunkan ssecara mutawatir, dan yang  ditulis pada mushaf  dari mulai awal surah al-fatihah dan diakhiri dengan surah an-nas.
            Adapun ulumul qur’an yang definisikan oleh ulama secara istilah adalah sebagai berikut :
1.      Menurut manna’Al-qaththan ulumul qur’an adalah ilmu yang mencakup pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan al-qur’an , kodifikasi  dan tertip penulisan.
2.      Menurut az-zarqani ulumul qur’an adalah beberapa pembahasan yang berkaitan dengan al qur’an dari sisi turun, urutan penulisan, kodifikasi cara membaca, kemukjizatan, nasik, mansuk, dan penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya, serta hal lainnya.
3.      Menurut abu  syahbah ulumul qur’an adalah subuah ilmu yang banyak memiliki objek pembahasan dengan al qur’an, mulai proses penurunan, urutan penulisan, penulisan, kodofikasi, cara ,membaca, penafsiran , kemukjizatan, nasikh, mansukh, mubkam,mutsyabih, sampai pembahsan-pembahsan lain.
Walaupun redaksi sedikit berbeda definisi diatas tapi maksudnya sama, Dari ketiga pendapat ulama diatas baik menurut al qathan, al zarqani, maupun abbu syabbah ulumul qur’an adalah sejumlahan pembahasan yang berkaitan dengan al qur’an, dan pembahsan itu menyangkut materi-materi yang selanjutnya menjadi pokok-pokok bahasan ‘ulum qur’an yang pembahsannya akan diutarakan nanti.     
Mengenai kemunculan istilah ‘ulum qur’an untuk pertama kalinya, para penulis menyatakan bahwa istilah ini muncul pada abad VI H. Oleh Abu al-fajr bin al-jauzi.
Analisis lain dikemukakan oleh abu syahbah dengan merujuk kepada kitab muqaddimatani fi ‘Ulum qur’an yang dicetak tahun 1954 dan diedit oleh Arthur jeffri, seorang penulis kenamaan.
B.       ruang lingkup pembahasan ‘ulum al-qur’an
            Menurut abu bakar al ‘arabi ilmu-ilmu al qur’an itu mencapai 77.457. hitungan ini diperoleh dari hasil perkalian jumlah kalimat al-qur’an dengan empat, karena masing-masing kalimat mempunyai makna zhahir, batin, hadd, dan mathla’.
            M. hasbi ash-shiddieqy berpendapat bahwa ruang lingkup pembahsan ‘ulum qur’an terdiri dari enam hal pokok yaitu :
1.      persoalan turunnya Al Qur’an ( nuzul Al Qur’an )
2.      persoalan sanad ( rangkaian para periwayat )
3.      persoalan qira’at ( cara pembacaan AL Qur’an )
4.      persoalan kata-kata Al Qur’an
5.      persoalan mak-makna Al Qur’an yang berkaitan dengan hukum
6.      persoalan makna-makna Al Qur’an yang berpautan dengan kata-kata Al Qur’an.
C.     cabang-cabang ( pokok bahasan ) ‘ulum Qur’an
            Adapun cabang-cabang Al Qur’an sebagai berikut
1.      ilmu adab tilawat Al Qur’an yaitu ilmu-ilmu yang menerangkan aturan-aturan dalam pembacaan Al-Qur’an.
2.      ilmu tajwid yaitu ilmu yang menerangkan cara-cara membaca Al-Qur’ann tempat memulai, tempat berhenti (waqaf).
3.      ilmu mawathin an-nuzul yaitu ilmu yang menerangkan tempat-tempat, musim, awal, dan akhir turun ayat.
4.      ilmu tawarikh an-nuzul yaitu imu yang menerangkan dan masa dan urutan turun ayat  satu demi satu demi awal hingga akhir turunya.
5.      ilmu azbab an-nuzul yaitu ilmu yang menerangkan sebab-sebab turunya ayat.
6.      ilmu qira’at yaitu ilmu yang menerangkan ragam Qira’at (pembacaan Al-Qur’an) yang diterima oleh rasulallah SAW.
7.      ilmu gharib Al Qur’an yaitu ilmu yang menerangkan makna kata-kata yang ganjil yang tidak terdapat dalam kitab-kitab konvensional, ayau tidak terdapat dalam percakapan sehari-hari.
8.      ilmu I’rab Al Qur’an  yaitu ilmu yang menerangkan harakat Al-Qur’an dan kedudukan sebuah kata dalam kalimat.
9.      ilmu wujuh wa an nazaha’ir yaitu ilmu yang menerangkan kata-kata Al-Qur’an yang mempunyai makna lebih dari satu.
10.  ilmu ma’rifat al –muhkam wa al-mutasyabih yaitu ilmu yang menerangkan kata-kata yang dipandang muhkam dan dipandang mutasyabih.
11.  ilmu nasikh wa al-mansukh yaitu ilmu yang menerangkan ayat-ayat yang mansukh oleh sebagian mufassir.
12.  ilmu badai’u Al Qur’an yaitu ilmu yang menerangkan keindahan susunan bahasa Al-Qur’an.
13.  ilmu i’jaz Al Qur’an  yaitu ilmu yang menerangkan segi-segi kekuatan Al-Qur’an sehingga dipandang sebagai suatu mukjizat dan dapat melemahkan pantangan-pantangannya.
14.  ilmu tanasub ayat Al Qur’an yaitu ilmu yang menerangkan persesuaian antara suatu ayat dengan ayat sebelum dan sesudahnya.
15.  ilmu aqsam Al Qur’an yaitu ilmu yang menerangkan arti dan maksud-maksud sumpah allah yang terdapat didalam Al-Qur’an.
16.  ilmu amtsal Al Quran yaitu ilmu yang menerangkan perumpamaan-perumpamaan Al-Qur’an yakni menerangkan ayat-ayat perumpamaan yang dikemukakan Al-Qur’an.
17.  ilmu jaddal Al qur’an yaitu ilmu yang menerangkan macam-macam perdebatan yang telah dihadapkan Al-Qur’an kepada segenap kaum musyirikin dan kelompok lainnya.
D.     perkembangan ‘ulum Al qur’an
A. Fase sebelum kodifikasi ( qabl ‘asrh at-tadwin )
            Pada fase sebelum kodifikasi, ‘ulum Al-Qur’an kurang lebih mudah merupakan benih yang kemunculannya sangat dirasakan semenjak nabi masih ada. Hal itu ditandai dengan kegairahan para sahabat untuk mempelajari Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh. Mereka pempelajari sekaligus mengamalkan ayat yang sedang dipelajarinnya, kagairahan para sahabat untuk mempelajari dan mengamalkan Al-Qur’an tampaknya lebih kuat lagi ketika nabi hadir ditengah-tengah mereka.
                        Beberapa riwayat dibawah ini membuktikan adanya penjelasan nabi kepada para sahabat menyangkut penafsiran Al-Qur’an.
1.      Riwayat yang dikeluarkan  oleh ahmad,tirmidzi, dan yang lainnya dari ‘adi bin hayyan. Ia berkata bahwa rasulallah SAW.bersabda :
Artinya : yang dimaksud dengan orang-orang yang dimurkai allah adalah orang-orang yahudi, sedangkan yang dimaksud dengan orang-orang yang tersesat adalah orang-orang nasrani
2.      Riwayat yang disampaikan oleh at-tirmidzi dan ibn hibban, didalam sahih-nya dari ibn mas’ud yang mengatakan bahwa rasulallah SAW bersabda
Artinya : yang dimaksud dengan shalat mustha adalah shalat ashr.
3.      Riwayat yang disampaikan oleh ahmad, Al-bukhari, muslim, dan yang lainnya dari ibn mas’ud yang menceritakan bahwa tatkala turun ayat :
Artinya : orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman ( syirik )
B.  Fase Kodefikasi
Ulum Qur’an juga ilmu-ilmu lainnya belum kodifikasi dalam bentuk kitab atau mushaf. satu-satunya yang mudah dikodefikasi saat itu hanyalah al-qur’an. Pengodefikasian itu semakin marak dan meluas ketika islam berada pada tangan pemerintahan bani umayyah dan bani abbasiyah pada periode-periode awal pemerintahannya.
a.       Perkembangan ‘ulum Al-qur’an abad II H.
b.      Perkembangan ‘ulum qur’an abad III H.
c.       Perkembangan ‘ulum qur’an abad IV H.
d.      Perkembangan ‘ulum qur’an abad V H.
e.       Perkembangan ‘ulum qur’an abad VI H.
f.        Perkembangan ‘ulum qur’an abad VII H.
g.      Perkembangan ‘ulum qur’an abad VIII H.
h.      Perkembangan ‘ulum qur’an abad IX dan X H.
i.        Perkembangan ‘ulum qur’an abad XIV H.
BAB II
SEJARAH TURUN DAN PENULISAN AL-QUR’AN
A.    Pengertian al-qur’an
1.      Menurut manna’ Al-Qathtahan : kitab allah yang diturunkan kepada  nabi muhammad SAW. Dan membacanya memperoleh pahala.
2.      Menurut al-jurjani : yang diturunkan baik lafaz maupun maknanya kepada nabi terakhir, muhammad SAW, yang diriwayatkan secara mutawatir, yakni denagn penuh kepastian dan keyakinan.
3.      Menurut kalangan pakar usul fiqih, fiqih, dan bahasa arab : kalam allah yang diturunkan kepada nabinnya muhammad SAW , yang lafaz-lafaznya mengandung mukjizat, membacanya mempunyai nilai ibadah, diturunkan secara mutawatir dan tulis pada mushaf mulai dari awal surat al-fatihah sampai akhir surat an-nas (114).
B.      Proses turunnya al-qur’an kepada nabi muhammad SAW.
1.      Pertama, al-qur’an teurn secara sekaligus dari allah kelauh al-mahfuzh, yaitu suatu tempat yang merupakan catatan tentang segala ketentuan dan kepastian allah.
2.      Tahap kedua, al-qur’an diturunkan dari lauh al-mahfuzh itu kebait al-izzah.
3.      Tahap ketiga, al-qur’an diturunkan dari bait al-izzah kedalam hati nabi dengan jalan berangsur-angsur sesuai dengan kebutuhan.
C.    Hikmah Al-Qur’an diturunkan secara barangsur-angsur
1.      Memantapkan hati nabi.
2.      Menentang dan melemahkan para penentang Al-Qur’an.
3.      Memudahkan untuk dihafal dan dipahami
4.      Mengikuti setiap kejadian ( yang karenannya ayat-ayat Al-Qur’an turun ) dan melakukan pentahapan dalam menetapkan syari’at.
5.      Membuktikan dengan pasti bahwa Al-Qur’an turun dari allah yang maha bijaksana.
D.    Pengetian rasm al-qur’an
Ram Al-Qur’an adalah tata  cara menuliskan Al-Qur’an yang ditetapkan pada masa khalifah utsman bin affan. Istilah yang terakhir lahir bersamaan dengan lahirnya mushaf utsman, yaitu mushaf yang ditulis panitia empat terdiri dari zaid bin al-harits, abdullah bin zubair, said bin al-ash, dan abdurrahman bin al-harits. Para ulama meringkas kaidah-kaidah itu menjadi enam istilah. Yaitu :
a.       Al-hadzf ( membuang, menghilangkan, atau meniadakan huruf  )
b.      Al-jiyadah ( penambahan )
c.       Al-hamzah.
d.      Badal ( penggantian )
e.       Washal dan fashl ( penyambung dan pemisahan )
f.        Kata yang dapat dibaca dua bunyi 
E.     Pendapat para ulama sekitar rams Al-Qur’an
a.       Sebagian dari mereka berpendapat bahwa rams “ utsmani bersifat tauqifi.
b.      Sebagian besar ulama berpendapat bahwa rams “utsmani bukan tauqifi, tetapi merupakan kesepakatan cara penulisan (ishthilahi) yang disutujui ‘utsmani dan diterima umat, sehingga wajib diikuti dan ditaati siapapun ketika menulis Al-Qur’an. Tidak boleh yang ada yang menyalahinya.     













BAB III
ASBAB An-NUZUL
A.    Pengertian Asbab An-Nuzul
1.      Menurut az-zarqani asbab an-nuzul adalah khusus atau sesuatu yang terjadi serta ada hubungannya dengan turunnya ayat Al-Qur’an sebagai penjelasan hukum pada saat peristiwa itu terjadi.
2.      Menurut Ash-Shabuni asbab an-nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat mulia yang berhubungan dengan peristiwa dan kejadian tersebut, baik berupa pertanyaan yang diajukan krpada nabi atau kejadian yang berkaitan dengan urusan agama.
3.      Menurut Shuhi Shalih asbab an-nuzul adalah sesuatu yang menjadi sebab turunnya satu atau beberapa ayat Al-Qur’an terkadang menyiratkan peristiwa itu, sebagai respons atasnya. Atau sebagai penjelas terhadap ter hadap hukum-hukum disaat peristiwa itu terjadi.
4.      Menurut mana’ As-Qthathan asbab an-nuzul adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan turunnya as-quran berkenaan dengannya waktu peristiwa terjadi, baik berupa satu kejadiam atau berupa pertanyaan yang diajukan kepada nabi.
B.     Urgensi dan kegunaan asbab an-nuzul
1.      Membantu dalam memahami sekaligus mengatasi ketidak pastian dalam menangkap pesan ayat-ayat al-qur’an.
2.      Mengatasi keraguan ayat yang diduga mengandung pengertian umum.
3.      Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam ayat al-qur’an, abgi ulama yang berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah sebab yang bersifat umum.
4.      Memudahkan untuk menghafal dan memahami ayat, serta untuk memantapkan wahyu kedalam hati orang yang mendengarnya
C.    Cara mengetahui riwayat asbab an-nuzul
Asbab an-nuzul adalah peristiwa yang terjadi pada aman rasulallah SAW. Oleh karena itu, tidak ada lagi jalan lain untuk mengetahuinya selain berdasarkan periwayatan yang benar dari orang-orang yang melihat dan mendengar langsung tentang turunnya ayat Al-Qur’an.
D.    Macam-macam asbab an- nuzul
1.      Dilihat dari sudut pandang redaksi-redaksi yang dipergunakan dalam riwayat asbab an-nuzul
a.       Sharih ( visionable/jelas )
b.      Muhtamilah ( impossible/kemungkinan )
2.      Dilihat dari sudut pandang berbilangnya asbab an-nuzul untuk satu ayat atau berbilangnnya ayat untuk satu asbab an-nuzul.
a.       Berbilangnya asbab an-nuzul untuk satu ayat “ta’addud al-sabab wa nazil al-wahid
b.      Variasi ayat untuk satu sebab “ ta’addud al-nazil wa as-sabab al wahid”
E.     Kaidah “L-‘Ibrah”
Manyoritas ulama berpendapat bahwa pertimbangan untuk satu lafazh Al-Qur’an adalah keumuman lafazh dan bukannya kekhusukan sebab ( al-‘ibrahbi’umum al-lafzhi la bi khusus as-sabab ). Disisi lain, ada juga ulama yang berpendapat bahwa ungkapan sata lafazh Al-Qur’an harus dipandang dari segi kekhusukan sebab bukan dari segi keumuman lafazh ( al-‘ibrah bi khusus as-sabab la bi bi’umum al-lafazh.




















BAB IV
MUNASABAH AL-QUR’AN
A.    Pengertian munasabah
a.       Secara etimologi munasabah adalah al-musyakalah (keserupaan) dan al-mukarabah (kedekatan)
b.      Secara terminologi :
1.      Menurut az-zarkasyi munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami. Tatkala dihadapkan pada akal, pastikan itu akan menerimannya.
2.      Menurut anna’al-qahtthan munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan didalam satu ayat atau antar ayat pada beberapa ayat, atau antar surat (didalam al-qur’an)
3.      Menurut ibn al-‘arabi munasabah adalah keterikatan ayat-ayat al-qur’an sehingga seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyai satu kesatuan makna dan keteraturan redaksi. Munasabah merupakan ilmu yang sangat agung.
4.      Menurut al-biqa’i munasabah adalah suatu ilu yang mencoba mengetahui alasan-alasan dibalik susunan atau urutan bagian-bagian al-qur’an, baik ayat dengan ayat atau surat dengan surat.
B.     Cara mengetahui munasabah
1.      Harus diperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang akan menjadi objek pencarian.
2.      Memperhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat.
3.      Menetukan tingkatan uraian-uraian itu apakah ada hubungannya atau tidak.
4.      Dalam mengambil kesimpulannya hendaknya memperhatikan ungkapan-ungkapan bahasanya dengan benar dan tidak berlebihan.
C.    Macam-macam munasabah
1.       Munasabah antar surat dengan surat sebelumnya.
2.         Munasabah antar nama surat dan tujuan turunnya.
3.       Muanasabah antar bagian suatu ayat.
4.       Munasabah antar ayat yang letaknya berdampingan.
5.       Munasabah antar suatu kelompok ayat dengan kelompok ayat disampingnya
6.       Munasabah antar fashilah (pemisah) dan isi ayat.
7.       Munasabah antar awal surat dengan akhir surat yang sama.
8.      antar penutup suatu surat dengan awal surat berikutnya.
D.    Urgensi dan kegunaan mempelajari unasabah
1.      Dapat mengembangkan sementara anggapan orang yang menganggap bahwa tema-tema al-qur’an kehilangan revelansi antara suatu bagian dengan bagian yang lainnya.
2.      Mengetahui persambungan atau hubungan antara bagian al-qur’an, baik antara kalimat-kalimat atau ayat-ayat maupun surat-suratnya yang satu dengan yang lain, sehingga lebih memperdalam pengetahuan dalam pengenalan terhadap kitab al-qur’an dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya.
3.      Dapat diketahui mutu dan tingkat kemubalaghahnnya bahasa al-qur’an dan konteks kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lain serta dengan persesuaian ayat/surat yang satu dari yanng lain.
4.      Dapat membantu dalam menafsirkan ayat-ayat al-qur’an setalah diketahui hubungan suatu kalimat atau ayat dengan kalimat atau ayat yang lain.

















BAB V
MAKKIYYA DAN MADANIYYAH
A.    Pengertian makkiyyah
1.      Dari perspektif masa turun makkiyyah ialah ayat-ayat yang turun sebelum rasulallah hijrah ke madinah, kendatipun bukan turun dimekah, adapun madaniyyah adalah ayat-ayat yang turun sesudah rasulallah hijrah ke madinah, kendatipun bukan turun di madinah. Ayat-ayat yang turun setelah peristiwa hijrah disebut madaniyyah walaupun turun dimekah atau arafah.
2.      Dari perspektif tempat turun makkiyyah ialah ayat-ayat yang turun di mekah dan sekitarnya seperti mina, arafah, dan hudaibiyyah. Adapun madaniyyah adalah ayat-ayat yang turun dimadinah dan sekitarnya. Seperti uhud, quba’, sul’a.
3.      Dari perspektif objek pembicaraan makkiyyah adalah ayat-ayat yang menjadi kitab bagi orang-orang mekah, sedangkan madaniyyah adalah ayat-ayat yang khitab bagi orang-orang madinah.
B.     Cara-cara mengetahui makkiyyah dan madaniyyah
1.      Pendekatan tranmisi (periwayatan)
2.      Pendekatan (qiyas)
C.    Ciri-ciri spesifik makiyyah dan madaniyyah
1.      Makkiyyah  :
a.       Didalamnya terdapat ayat sajadah
b.      Ayat-ayatnya dimulai dengan kata “kalla”
c.       Dimulai dengan ungkapan “ya ayyuha an-nas
d.      Ayat-ayatnya mengandung tema kisah para nabi dan umat-umat  terdahulu
e.       Ayat-ayatnya berbicara tentang kisah nabi adam dan iblis, kecuali surat al-baqarah (2).
f.        Ayat-ayatnya dimulai dengan huruf-huruf terpotong-potong ( huruf at-tahajji ) serti alif lam mim dan sebagainya, kecuali surat al-baqarah (2) dan ali-imran (3)
2.      Madaniyyah :
a.       Mengandung ketentuan-ketentuan farai’d dan had
b.      Mengandung sindiran-sindiran terhadap kaum munafik, kecuali surat al-ankabut (29)
c.       Mengandung uraian tentang perdebatan dengan ahli kitabin
D.    Urgensi pengetahuan tentang makkiyyah dan madaniyyah
1.      Membantu dalam menafsirkan al-qur’an.
2.      Pedoman bagi langkah-langkah dakwah.
3.      Memberi informasi tentang sirah kenabian.




















BAB VI
MUHKAM DAN MUTASYABIH
A.    Pengertian muhkam dan mutasyabih
1.      Ayat-ayat muhkam adalah  ayat yang maksudnya dapat diketahui dengan gemblang, baik melalui takwil (metafora) ataupun tidak, adapun mutasyabih adalah ayat yang maksudnya hanya dapat diketahui allah.
2.      Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang maknanya jelas, sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah ayat yang maksudnya tidak jelas.
3.      Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang tidak memunculkan kemungkinan sisi arti lain, sedangkan ayat-ayat mutasyabih mempunyai kemungkinan sisi arti banyak, definisi ini dikemukakan ibn’abbas.
4.      Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang maknanya dapat dipahami akal, seperti bilangan rakaat shalat, kekhususan bulan ramadhan untuk pelaksanaan puasa wajib, sedangkan ayat-ayat mutasyabih sebaliknya. Pendapat ini di kemukakan Al-mawardi.
5.      Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang dapat berdiri sendiri  (dalam pemaknaannya), sedangkan ayat-ayat mutasyabih bergantung pada ayat yang lain.
6.      Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang maksudnya segera dapat diketahui tanpa penakwilan, sedangkan ayat-ayat mutasyabih memerlukan penakwilan untuk mengetahui maksudnya.
7.      Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang lafaz-lafaznya tidak berulang-ulang, sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah sebaliknya.
8.      Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang berbicara tentang kefarduan, ancaman, dan janji, sedangkan ayat-ayat mutasyabih  berbicara tentang kisah-kisah dan perumpamaan-perumpamaan.
9.      Ibn abi hatim mengeluarkan sebuah  riwayat dari ‘ali bin abi thalib dari ibn’abbas yang mengatakan bahwa ayat-ayat muhkam adalah ayat yang menghapus (nasikh), berbicar tentang halal-haram, ketentuan-ketentuan (hudud), kefarduan, serta yang harus diimani  dan diamalkan. Adapun ayat-ayat mutasyabih adalah ayat yang dihapus (mansukh) yang berbicara tentang perumpamaan-perumpamaan (amtsal), sumpah (aqsam), dan yang harus diimani, tetapi tidak harus diamalkan.


B.     Sikap para ulama terhadap ayat-ayat muhkam dan mutasyabih
1.      Madzhab salaf yaitu ulama yang mempercayai dan mengimani ayat-ayat mutasyabih dan menyerahkan sepenuhnya kepada allah sendiri (tafwidh ilallah).
2.      Madzhab khalaf, yaitu para ulama yang berpendapat perlunya menakwilan ayat-ayat mutasyabih yang menyangkut sifat allah sehingga melahirkan arti yang sesuai dengan kelujaran allah.
C.    Fawatih as-suwar
Bentuk redaksi fawatih as-suwardi didalam al-qur’an
a.       Terdiri atas satu huruf
b.      Terdiri atas dua huruf
c.       Terdiri atas tiga huruf
d.      Terdiri atas empat huruf
e.       Terdiri atas lima huruf.
D.    Hikmah keberadaab ayat mjtasyabih dalam al-qur’an
1. memperlihatkan kelemahan akal manusia.
2. teguran bagi orang-orang yang mengotak,atik ayat mutasyabih.
3.memberikan pemahaman abstarak-ilahiah kepada manusia melalui pengalaman indrawi yang biasa disaksikannya.
BAB 7
QIRA’AT AL-QUR’AN
A.    Pengertian Al-Qur’an
1.      Menurut  az-zarqani  qir’at  adalah suatu mazhab yang dianut seorang imam qira’at yang berbeda dengan lainnya dalam pengucapan Al-Qur’an serta sepakat riwayat-riwayat dan jalur-jalurnya baik perbedaan itu dalam pengucapan huruf-huruf ataupun dalam pengucapan bentuk-bentuknnya.
2.      Menurut ibn Al-jazari Qira’at adalah ilmu yang menyangkut cara-cara mengucapakan kata-kata Al-Qur’an dan perbedaan-perbedaannya dengan cara menisbatkan kepada penukilnya.
3.      Menurut Al-Qasthalani Qira’at adalah suatu ilmu yang mempelajari hal-hal yang disepakati atau diperselisihkan ulama yang meyangkut persoalan lughat, hadzaf, i’rab, itsbat, fashl, dan washl yang kesemuanya diperoleh secara periwayatan.
4.      Menurut Az-Zarkasyi Qir’at adalah perbedaan (cara mengucapkan) lafazd-lafazd Al-Qur’an, baik menyangkut huruf-hurufnya atau cara pengucapan huruf-huruf tersebut, seperti takhif (meringankan), tatsqil (memberatkan) dan atau yang lainya.
5.      Menurut Ash-Shabuni Qira’at adalah suatu mazdhab cara pelafalan Al-Qur’an yang dianut salah seorang imam berdasarkan sanad-sanad yang bersambung kepada rasulallah SAW.
B.     Latar belakang timbulnya perbedaan Qira’at
1.      Latar belakang historis
2.      Latar belakang cara penyampaian (kaifayat Al-Ada’)
a.       Perbedaan dalam i’rab atau harakat kalimat tanpa perubahan makna dan bentuk kalimat.
b.      Perbedaan pada i’rab dan harakat (baris) kalimat sehingga mengubah maknanya.
c.       Perbedaan pada perubahan huruf tanpa perubahan i’rab dan bentuk tulisannya, sementara maknanya berubah.
d.      Perubahan pada kalimat dengan perubahan pada bentuk dan maknanya, tetapi maknanya tidak berubah.
e.       Perbedaan pada kalimat diman bentuk dan maknanya berupah pula.
f.        Perbedaan dengan mendahulukan dan mengakhirkannya.
g.      Perbedaan dengan menambah dan mengurangi huruf.
C.    Sebab-sebab perbedaan Qira’at
1.      Perbedaan Qira’at nabi.
2.      Pengakuan dari nabi terhadap berbagai Qira’at yang berlaku dikalangan kaum muslimin waktu itu.
3.      Adanya riwayat dari para sahabat nabi menyangkut berbagai versi qira’at yang ada.
4.      Adanya lajah atau dielek kebahsaan dikalangan bangsa arab pada masa turunnya Al-Qur’an.

D.    Macam-macam Qir’at
1.      Dari segi kuantitas :
a.       Qira’ah Sab’ah (Qira’ah tujuh)
b.      Qira’at  Asyrah ( Qira’at sepuluh)
c.       Qira’at Arba’at Asyrah (Qira’at empat belas)
2.      Dari segi kualitas :
a.       Qira’ah mutawatir
b.      Qira’ah mansyur
c.       Qira’ah ahad
d.      Qira’ah syadz (mnyimpang)
e.       Qira’at  maudu’(palsu), seperti Qira’at Al-Kazzani.
f.        Qira’at yang menyerupai hadis mudraj (sisipan).
E.     Urgensi mempelajari Qira’at dan penagruhnya dan istinbat (penetapan) hukum.
1.      Dapat menguatkan ketentuan-ketentuan haukum yang telah disepakati para para ulama.
2.      Dapat men-tarjih hukum yang diperselisihkan para ulama.
3.      Dapat menggabungkan ketentuan hukum yang berbeda.
4.      Dapat menunjukkan dua hukum yang berbeda dalam kondisi berbeda pula.
5.      Dapat memberikan penjelasan terhadap suatu kata did alam Al-Qur’an yang mungkin sulit dipahami maknanya.














BAB VIII
NASIK –MANSUKH
A.    Pengertian Naskh
1.      Pengertian naskh menurut etimologi adalah penghilangan (izalah), penggantian (tabdil)
2.      Secara terminologi naskh adalah “raf’u Al-Hukm Al-syar’i bi Al-khitab Al’syar’i” (menghapuskan hukum syara’ dengan kitab saya pula)  atau “raf’u Al-hukm bil Al-dalil Al-syar’i ( menghapus hukum syara’a dengan dalil syara yang lain).
B.     Rukun Naskh
1.      Rukun naskh ada empat :
a.       Adat naskh
b.      Nasikh
c.       Mansukh
d.      Mansukh ‘ansh
C.    Syarat Naskh
1.      Yang dibatalkan hukum syara’
2.      Pembatalan itu datangnya dari tuntutan syara
3.      Pembatalan hukum tidak disebabkan oleh berakhirnya waktu pemberlakuan hukum.
4.      Tuntutan yang mengandung naskh harus datang kemudian.
D.    Cara Mengetahui Nasikh Dan Mansukh
1.      Penjelasan langsung dari rasulullah SAW.
2.      Dalam suatu naskh terkadang terdapat keterangan yang menyatakan bahwa salah satu nash diturunkan terlebih dahulu.
3.      Berdasarkan keterangan dan periwayat hadis yang menyatakan satu hadist dikeluarkan tahun sekian dan hadist lain dikeluarkan tahun sekian.
E.     Dasar-Dasar Penetapan Nasikh Dam Mansukh
1.      Melalui Pentranmisian yang jelas (an-naql Al-syarih) dari nabi atau sahabatnya.
2.      Melalui kesepakatan umat bahwa ayat ini nasikh dan ayat itu mansukh
3.      Melaui studi sejarah mana ayat yang lebih belakang turun, karenaya disebut mansukh.
F.     Bentuk-Bentuk Dan Macam-Macam Naskh Dalam Al-Qur’an
1.      Naskh sharih
2.      Naskh dimmy
3.      Naskh kully
4.      Nasksh juz’iy.    
G.    Hikmah Keberdaan Naskh
1.      Menjaga kemaslahatan hamba.
2.      Pengembangan pensyariatan hukum sampai pada tingkat kesempurnaan seiring dengan perkembangan dakwah dan kondisi manusia itu sendiri.
3.      Menguji kualitas keimanan mukallaf dengan cara adanya suruhan yang kemudian dihapus.
4.      Merupakan kebaikan dan kemudahan bagi umat.


























BAB IX
MUKJIZAT     
A.    Pengertian mukjizat
            Mukjizat adalah suatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seorang yang mengaku nabi, sebagai bukti kenabiannya yang ditantangkan kepada yang ragu untuk melakukan atau mendatangkan hal serupa tetapi mereka tidak mampu melayani tantangan itu.Sesuatu kejadian yang keluar dari kebiasaan disertai dengan unsur tantangan, dan tidak dapat ditandingi.”
B.     Unsur-unsur yang terdapat pada mukjizat :
1.      Hal atau peristiwa yang luar biasa, peristiwa-peristiwa alam, misalnya yang terlihat sehari-hari walaupun menakjubkan, tidak dinamai mukjizat karena merupakan sesuatu yang biasa
2.      Terjadi atau dipaparkan oleh seorang yang mengaku nabi, tidak mustahil terjadi hal-hal diluar kebiasaan pada diri siapapun. Namun apabila bukan dari seorang yang mengaku nabi, tidak dinamai mukjizat.
3.      Mengandung tantangan terhadap yang meragukan kenabian,tentu saja tantangan ini harus berbarengan dengan pengakuannya sebagai nabi, bukan sebelum atau sesudahnya. Disisi lain, tantangan tersebut harus pula merupakan sesuatu yang sejalan dengan ucapan sang nabi.
4.      Tantangan tersebut tidak mampu atau gagal dilayani, bila yang ditantang berhasil melakukan hal serupa, ini berarti bahwa pengakuan sang penentang tidak terbukti, perlu digaris bawahi bahwa kandungan tantangan harus benar-benar dipahami oleh ditantang
C.    Macam-macam mukjizat :
1.      Gaya bahasa, Al-Qur’an banyak membuat orang arab saat itu kagum dan terpesona, kehalusan ungkapan bahasanya membuat banyak manusia masuk islam.
2.      Susunan kalimat, kendatipun Al-Qur’an, hadist qudsi dan hadis nabawi sama-sama keluar dari mulut nabi, uslub (style) atau susunan bahasanya sangat jauh berbeda uslub bahasa Al-Qur’an jauh tinggi kualitasnya bila dibandingkan dengan dua yang lainnya.
3.      Hukum ilahi yang sempurna :
a.       Secara global , persoalan ibadah umumnya diterangkan secara global, sedangkan perinciannya diserahkan kepada para ulama melalui ijtihad.
b.      Secara terperinci, hukum yang dijelaskan yang berkaitan dengan utang-piutang, makan yang halal dan yang haram, memelihara kehormatan wanita dan masalah perkawinan.
4.       Ketelitian redaksinya :
a.       Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya
b.      Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan sinonimnya/makna yang dikandungnya
c.       Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjukkan kepada akibatnya
d.      Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya
e.       Disamping keseimbangan-keseimbangan tersebut, ditemukan juga keseimbangan khusus.
5.      Berita tentang hal-hal yang gaib
6.      Isyarat-isyarat ilmiah :
a.       Cahaya matahari bersumber dari dirinya dan cahaya bulan merupakan pantulan
b.      Kurangnya oksigen pada ketinggian dapat menyesakkan  napas.
c.       Perbedaan sidik jari manusia
d.      Aroma/bau manusia berbeda-beda
e.       Masa penyusuan ideal 2  tahun dan masa kehamilan 9 bulan
f.        Adanya nurani (superego) dan bawah sadar manusia
g.      Yang merasa nyeri adalah kulit.
7.      Perbedaan pendapat dikalangan ulama
Para ulama telah berbeda pendapat ketika menjelaskan aspek-aspek kemukjizatan Al-Qur’an.
a.       Menurut golongan sharfah
b.      Menurut imam fakhruddin
c.       Menurut ibn’athiyyah
d.      Menurut sebagian ulama
e.       Menurut sebagian ulama lain.
BAB X
TAFSIR, TAKWIL, DAN TERJEMAH
A.    Pengertian tafsir
Adapun Tafsir menurut bahasa adalah Al-idhah (menjalankan), Al-bayan (menerangkan), Al-kasyf (mengungkap), dan Al-ibanah (menjelaskan).
Adapun tafsir menurut istilah adalah :
·         Menurut Al-kilabi, tafsir adalah menjelaskan Al-Qur’an menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yang dikehendaki dengan nashnya atau dengan isyarat atau tujuannya.
·         Menurut Syekh Al-Jazairi dalam Shahib At-taujih, tafsir adalah menjelaskan lafazh yang sukar dipahami oleh pendengar dengan mengemukakan lafazh sinonimnya atau makna yang mendekatinya, atau dengan jalan yang mengemukakan satu dialah lafazh tersebut.
·         Menurut abu hayyan, tafsir adalah ilmu yang mengenai cara pengucapan lafazh-lafazh Al-Qur’an serta cara mengungkapkan petunuk, kandungan-kandungan hukum, dan makna-makna yang terkandung didalamnya.
·         Menurut Az-zarkasyi, tafsir adalah ilmu yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan makna-makna kitab allah yang diturunkan kepada nabinya, muhammad SAW, serta menyimpulkan kandungan-kandungan hukum dan hikmahnya.
B.     Pengertian takwil
Arti takwil menurut lughat adalah menerangkan, menjelaskan. Diambil dari kata “ awwala-yu’awwilu-takwilan”. Al-Qathan dan Al-Jurjani berpendapat bahwa arti takwil menurut lughat adalah “al-ruju’ ila Al-ashl” berarti kembali pada pokoknya.sedangkan menurut Az-zarqani adalah sama dengan arti tafsir
Takwil menurut istilah adalah : dalam hal ini banyak para ulama memberikan pendapatnya, antara lain:
·         Menurut Al-jurzani takwil adalah : memalingkan suatu lafazh dari makna lahirnya terhadap makna yang dikandungnya, apabila makna alternatif yang dipandangnya sesuai dengan Al-kitab dan As-sunnah.
·         Menurut devenisi lain takwil adalah mengembalikan suatu pada ghayahnya (tujuannya) yakni menerangi apa yang dimaksud.
·         Menurut ulama salaf  L
a.       Menafsirkan dan menjelaskan makna suatu ungkapan, baik bersesuai dengan makna lahirnya ataupun bertentangan. Definisi takwil seperti ini sama dengan definisi tafsir
b.      Hakikat sebenarnya yang dikehendaki suatu ungkapan.
·         Menurut ulama khalaf takwil adalah mengalihkan suatu lafazh dari maknanya yang rajih pada makna yang marjuh karena ada indikasi untuk itu
            Jadi ringkasnya pengertian takwil dalam penggunaan istilah adalah suatu usaha untuk memahami lafazh-lafazh (ayat-ayat) Al-Qur’an melalui pendekatan memahami arti atau maksud sebagai kandungan sari lafazh itu.
1.      Pemgertian Terjemah
Menurut bahasa terjemah adalah salinan dari suatu bahasa kebahasa lain. Atau berarti mengganti menyalinkan memindahkan kalimat dari suatu bahasa kebahasa lain.
Adapun yag dimaksud dengan terjemahan Al-Qur’an adalah seperti dikemukakan oleh Ash-shabuni yaitu memindahkan Al-Qur’an kepada bahasa lain yang bukan bahasa arab dan mencetak terjemah ini kedalam beberapa naskah agar dibaca orang tidak mengerti bahsa arab sehingga ia dapat memahami kitab allah SWT.
Pada dasarnya, ada tiga corak terjemahan, yaitu
a.       Terjemah maknawiyyah tafsiriyyah, yaitu menerangkan makna atau kalimat dan mesyarahkan, tidak terikat oleh leterlek-nya, melainkan oleh makna dan tujuan kalimat aslinya.
b.      Terjemah harfiyyah bi Al-mitsli, yaitu menyalin atau mengganti kata-kata dari bahsa asli dengan kata sinonim (muradif)-nya kedalam bahsa baru dan terikat oleh bahsa aslinya
c.       Terjemah harfiyyah bi dzuni Al-mitli, yaitu menyalin atau mengganti  kata-kata bahasa asli kedalam bahasa lain dengan memerhatikan urutan makna dan segi sastranya.
Perbedaan tafsir, takwil, dan terjemah
Perbedaan tafsir dan takwil di satu pihak dan terjemah dipihal lain adalah bahwa yang pertama berupaya menjelaskan makna-makna setiap kata didalam Al-Qur’an. Yang kedua hanya mengalihkan bahasa Al-Qur’an yang nota bene bahasa arab kebahasa non-arab.
2.      Klasifikasa tafsir : bi Al-ma’tsur dan bi Ar-ra’yi
a.       Tafsir bi Al-ma’tsur
Penafsiran Al-Qur’an yang mendasarkan pada penjelasan Al-Qur’an sendiri, penjelasan nabi, penjelasan para sahabat melalui ijtihatnya dan aqwal tabi’innya.
Satu-satu kitab tafsir bi Al-ma’tsur yang barang kali asli adalah tafsir Ad-dur Al-mantsur, karya As-suyuthi. Diantara keistimewaan itu, sebagaimana dicatat quraish shihab, adalah sebagai berikut.
·         Menekan pentingnya bahasa bahasa memahami Al-Qur’an
·         Memaparkan ketelitian redaksi ayat ketika menyampaikan pesan-pesannya
·         Mengikat mufassir dalam bingkai ayat-ayat sehingga membatasinya untuk tidak terjerumus dan subjektiitas yang berlebihan.
Sementara itu adz-dzahabi mencatat kelemahan-kelemahan tafsir bi Al-ma’tsur:
§  Terjadi pemalsuan (wadh) dalam tafsir
§  Masuknya unsur israiliyat yang difinisikan sebagai unsur-unsur yahudi dan nashrani kedalam penafsiran Al-Qur’an
§  Penghilangan sanad
§  Terjerumusnya sang mufassir kedalam uraian kebahasaan dan kesatraan yang bertele-tele sehingga pesan pokok Al-‘Qur’an menjadi kabur
§  Sering konteks teurunya ayat atau isi kronologi turunnya ayat-ayat hukum yang dipahami dan uraian (nasikh-mansukh) hampir dapat dikatakan terabaikan sama sekali sehingga ayat-ayat tersebut bagaikan turun di tengah-tengah masyarakat hamba budaya.
b.       Tafsir bi Ar-ra’yi
Secara etimologi tafsir Ar-ra’yi yaitu berasal dari kata “ra’yi” berarti keyakinan (i’tihad), anologi, (qiyas), dan secacra terminologi tafsir adalah ijtihad
Mengenai keabsahan tafsir bi Ar-ra’yi, para ulama terbagi kedalam dua kelompok diantaranya :
a.       Kelompok yang melarangnya, ulama yang menolak penggunaan  “corak” tafsir ini mengemukakan argumentasi-argumentasi sebagai berikut.
§  Menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan ra’yi berarti membicarakan (firman) allah tanpa pengetahuan.
§  Yang berhak menjelaskan Al-Qur’an hanyalah nabi.
§  Siapa saja yang menafsirkan Al-Qur’an atas dasar pikiranya semata, atas dasar sesuatu yang belum diketahuinya, maka mempersiapakanlah mengambil tempat dineraka.
§  Sudah merupakan tradisi dikalangan sahabat dan tabi’in untuk berhati-hati ketika berbicara tentang penafsiran Al-Qur’an
b.      Kelompok yang mengizinkannya
§  Didalam Al-Qur’an banyak ditemukan ayat-ayat yang menyerukan untuk mendalami kandungan-kandungan Al-Qur’an.
§  Seandainya tafsir bi Ar-ra’yi dilarang
§  Para sahabat sudah biassa berselisih pendapat mengenai penafsiran suatu ayat
§  Rasulallah berdo’a untuk ibn abbas : ya-allah berilah pemahaman agam kepada ibn abbas dan ajarilah dia takwil.


                       








Tidak ada komentar:

Posting Komentar