Rabu, 04 Januari 2017



Kata Pengantar

Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami telah menyelesaikan makalah ini yang berjudul
Akhlak Para Sahabat Dalam Sejarah” kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna , oleh karena itu kritik dan saran semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan dalam menyusun makalah ini, semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita, Amiin..

Wassalamu’alaikum Wr.Wb








            Bandung,         November 2015         


Penyusun                                



Daftar Isi






BAB I

PENDAHULUAN

Utsman adalah seorang yang zuhud, tawaduk (merendahkan diri dihadapan Allah SWT), banyak mengingat Allah SWT, banyak membaca ayat-ayat Allah SWT, dan memiliki akhlak yang terpuji. Tentang ibadahnya, diriwayatkan bahwa utsman terbunuh ketika sedang membaca Al-Qur’an. Tebasan pedang para pemberontak mengenainya ketika sedang membaca surah Al-Baqarah.

Ali bin Abu Thalibadalah orang pertama yang menjadi tebusan bagi Rasulullah dalam Islam, yang rela menyerahkan jiwa dan raganya. Ia adalah sosok amanah yang bersegera menyerahkan semua titipan Rasulullah kepada para pemiliknya. Ia senantiasa bersama Rasulullah dalam setiap pertempuran dan bahkan selalu terlihat bahwa ia adalah seorang mujahid tangguh lagi handal.  Keberaniannya sangat legendaris sehingga tercatat dalam tinta emas sejarah Islam. Lidahnya sangat fasih dan memperlihatkan bahwa ilmunya bagaikan samudera lautan umat manusia harus menjadikan contoh akhlak dan keluhuran  budi. Utsman bin Affan  dan Ali bin Abu Thalib dalam kehidupan di berbagai bidang.


1.      Sebutkan keutamaan Utsman bin Affan?
2.      Sebutkan keutamaan Ali bin Abi Thalib?
3.      Bagaimana sosok kepribadian Ali bin Abi Thalib yang patut ditiru?













BAB II

PEMBAHASAN

2.2.      AKHLAK PARA SAHABAT DALAM SEJARAH

2.2.1.   Utsman bin Affan


Khalifah Islam yang ketiga ini memiliki nama panjang Ustman bin Affan al-Umawi al-Quraisyi. Ia biasa dipanggil dengan nama Abu Abdillah atau Abu’ Amr. Usianya lebih muda 5 tahun daripada Rasulullah saw.. Ia adalah saudagar kain yang kaya raya dan juga memiliki ternak yang paling banyak diantara orang-orang Arab lainnya. Ia diangkat rnenjadi khalifah oleh Majelis Syuro ketika itu. Bakat kepemimpinannya telah terlatih karena ia berpengalaman memimpin usaha dagang dan ternaknya. Utsman bin Affan yang menjadi teladan para sufi dalam banyak hal. Utsman adalah seorang yang zuhud, tawaduk (merendahkan diri dihadapan Allah SWT), banyak mengingat Allah SWT, banyak membaca ayat-ayat Allah SWT, dan memiliki akhlak yang terpuji. Diriwayatkan ketika menghadapi Perang Tabuk, sementara kaum muslimin sedang menghadapi paceklik, Utsman memberikan bantuan yang besar berupa kendaraan dan perbekalan tentara.
Diriwayatkan pula, Utsman telah membeli sebuah telaga milik seorang Yahudi untuk kaum muslimin. Hal ini dilakukan karena air telaga tersebut tidak boleh diambil oleh kaum muslimin.
Dimasa pemerintahan Abu Bakar terjadi kemarau panjang. Banyak rakyat yang mengadu kepada khalifah dengan menerangkan kesulitan hidup mereka. Seandainya rakyat tidak segera dibantu, kelaparan akan banyak merenggut nyawa. Pada saat paceklik ini Utsman menyumbangkan bahan makanan sebanyak seribu ekor unta.
Tentang ibadahnya, diriwayatkan bahwa utsman terbunuh ketika sedang membaca Al-Qur’an. Tebasan pedang para pemberontak mengenainya ketika sedang membaca surah Al-Baqarah ayat 137 yang artinya:…”Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dia lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” ketika itu ia tidak sedikitpun beranjak dari tempatnya, bahkan tidak mengijinkan orang mendekatinya. Ketika ia rebah berlumur darah, mushaf (kumpulan lembaran) Al-Qur’an itu masih tetap berada ditangannya.

2.2.2.   Keutamaan Utsman bin Affan

1.         Kemuliaan akhlak Utsman
Sifat yang paling menonjol pada diri Utsman adalah sifat malu. Sifat ini sangat mengakar pada kepribadiannya sehingga Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam pernah menyatakan, “Umatku yang paling penyayang pada sesamanya adalah Abu Bakar, yang paling keras dalam persoalan agama Allah adalah Umar, dan yang paling pemalu adalah Utsman.”
Malu merupakan sifat yang mulia yang membawa seseorang menjahui sesuatu yang buruk dan mencegahnya mengabaikan kewajiban serta mendorong untuk melakukan ketaatan dan menjauhi maksiat dan kemungkaran. Rasa malu juga menyemangati pemiliknya untuk melakukan segala bentuk kebaikan dan menghindari berbagai perkara yang syubhat. Untuk semua pengertian tersebut Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam pernah bersabda, “Malu itu baik semuanya,” “Malu hanya akan mendatangkan kebaikan,”
Dalam pengertian seperti inilah Utsman tumbuh dan menjalani hari-harinya. Rasa malu yang ada pada dirinya menguasai kepribadiannya secara menyeluruh dan membimbingnya untuk melakukan berbagai keutamaan.
Di hari saat Rasulullah menyampaikan dakwah kepadanya, dia malu pada dirinya sendiri untuk tidak segera menjawab seruan beliau, maka dia pun segera beriman dan membenarkan kerasulan beliau.
Ketika kaum musyrikin menghalang-halangi dakwah, rasa malunya membawa dirinya mengorbankan kekayaan, keluarga, dan rumahnya, lalu memilih berhijrah.Dia merasa malu kalau samapi didahulu oleh kaum yang lemah dan parah hamba dalam berhijrah.
Pada saat diserukan jihad, dia merasa malu untuk berdiam diri di rumahnya, maka dia segera memenuhi seruan tersebut.
Saat dia mendengar Rasulullah menyeruh untuk berinfak dalam rangka mempersiapkan perbekalan bagi pasukan yang tidak memiliki perbekalan dan kendaraan, rasa malunya menolak untuk bersikap kikir terhadap hartanya.
Begitu juga pada saat dia diangkat sebagai khalifah, sifat malunya semakin tumbuh dan melekat seperti rumput hijau yang terkena hujan sehingga semakin tumbuh dan menghijau.
Maka ketika dia hendak mengangkat panglima perang atau gubernur wilayah, dia memilih sosok terbaik. Dia malu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala jika dia mengangkat sesorang atas kaum muslimin padahal ada orang lain yang lebih baik darinya.
Jika ada hukum Allah yang dilanggar, rasa malunya mendesak dirinya untuk segera merealisasikan hukuman had. Dia tak ingin Allah melihatnya berlambat-lambat dalam melaksanakan hukum-Nya.
Bahkan ketika para pemberontak mengepungnya dan menuntut agar dia menanggalkan jubah kekhalifahan, dia dengan tegas menolak. Karena Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam memerintahkan padanya untuk tidak menanggalkan dirinya, maka dia merasa malu untuk mendurhakai Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam meski dia harus membayar mahal untuk itu dengan darahnya.
Inilah sosok malu yang ada pada sosok Utsman, tidak seperti yang dibayangkan oleh orang-orang bahwa Utsman adalah sosok yang lemah. Sungguh tepat penjelasan yang diberikan oleh Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam ketika menggambarkan sosok Utsman, beliau berkata, “Umatku yang paling benar sifat malunya adalah Utsman.”
2.         Kedermawanan Utsman
Terkait dengan kedermawanan dan kemurahan hati Utsman, sungguh tidak ada tandingannya.Dia telah menyumbangkan hartanya di jalan Allah di banyak kesempatan. Sehingga kedermawanannya –tentu saja beserta sifat malunya- menutupi berbagai keutamaan dan sifat malunya yang lain. Dia telah menyerahkan hartanya yang melimpah untuk kepentingan agamanya dan saudara-saudaranya seiman.Dia menginfakkanya tanpa perhitungan. Jika kita mencoba untuk mencari seseorang yang dapat menandingi kedermawanan Utsman, kita tidak akan menemukannya.
Ketika masjid Nabawi terasa sempit karena banyaknya jamaah yang ikut shalat berjamaah, Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam bermaksud membeli tanah milik salah seorang shahabat untuk keperluan perluasan masjid. Maka Rasulullah menyampaikan himbauannya untuk itu dengan imbalan pahala, “Siapa yang membeli tanah keluarga fulan lalu menambahkannya ke masjid, akan memperoleh kebaikan dari tanah itu di surga.”  Utsman pun segera membelinya dari harta pribadinya seharga 25 ribu dinar.
Setelah Fathu Makkah, Utsman membeli sebuah rumah yang cukup luas yang menempel dengan Masjidil Haram seharga 10 ribu dinar. Lalu rumah itu ditambahkan ke area masjid.
Dia juga membeli sebuah sumur yang disebut sumur Rumah seharga seribu dirham, lalu diserahkan kepad kaum muslimin, baik untuk orang kaya, miskin, maupun yang kehabisan bekal perjalanan.
Pada saat perang Tabuk, Utsman mempersiapkan untuk pasukan yang tidak memiliki bekal dan kendaraan sebanyak 950 unta ditambah 50 kuda untuk melengkapi jumlah 1000. Di samping itu dia juga menginfakkan uang sejumlah 1000 dinar dan 83,3 kilogram emas.
Diriwayatkan dari Abu Abdurrahman As-Sulami, “Ketika Utsman terkepung, dia menampakkan diri pada para pengepungnya, lalu berkata, “Saya mengingatkan kalian dengan nama Allah., bukankah kalian mengetahui bahwa Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam pernah bersabda, “Siapa yang menggali sumur Rumah akan memperoleh surga.” Lalu saya memanggilnya.Bukankah kalian mengetahui bahwa beliau bersabda, “Siapa yang mempersiapkan bekal dan kendaraan akan mendapat surga.”Lalu saya mempersiapkannya.Abu Abdurrahman berkata, “Mereka membenarkan seluruh perkataan Utsman tersebut.”
Abu mas’ud Radiyallahu ‘Anhu meriwayatkan, “Waktu itu kami sedang bersama Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam dalam suatu peperangan, semua orang mengalami kesulitan sehingga saya melihat kesedihan di wajah-wajah mereka, sebaliknya wajah-wajah orang munafik justru menampakkan raut gembira. Ketika Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam melihat kondisi seperti itu, beliau bersabda, “Demi Allah, sebelum matahari tenggelam akan mendatangkan rizki untuk kalian.” Utsman pun mengetahui bahwa Allah dan Rasul-Nya akan dibenarkan, maka dia membeli empat belas unta yang penuh dengan muatan makanan. Lalu Utsman mengirim sembilan unta kepada Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam. Ketika Rasulullah melihat kesembilan unta tersebut beliau bertanya, “Apa ini?”Orang-orang menjawab, “Utsman menghadiakannya untuk engkau.” Maka nampaklah kegembiraan di wajah kaum muslimin dan kesedihan di wajah orang-orang munafik. Saya melihat Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam mengangkat tangannya tinggi-tinggi sehingga nampak putihnya ketiak beliau, berdoa untuk Utsman dengan doa yang belum pernah saya dengar diperuntukkan pada siapa pun sebelumnya, “Ya Allah, berilah Utsman, ya Allah lakukanlah untuk Utsman.”
Kemudian pada masa kekhalifahan Abu Bakar, orang-orang mengalami masa paceklik. Abu Bakar lalu berkata, “Jika Allah menghendaki, sebelum sore besok Allah akan memberi kalian jalan keluar.” Pada keesokan paginya, datanglah kafilah dagang Utsman.Para pedagang pun bergegas mendatanginya. Ketika Utsman keluar menemui mereka, langsung diminta untuk menjual muatan kafilah dengannya kepada mereka. Namun Utsman menolak seraya berkata, “Ya Allah, saya menghibahkannya kepada orang-orang fakir Madinah tanpa harga dan tanpa perhitungan.”
Utsman sendiri pernah berkata, “Setiap kali datang hari Jum’at, saya memerdekakan seorang budak sejak saya masuk Islam.Jika saya tidak mendapatkan budak yang bisa dimerdekakan pada hari Jum’at itu, saya gabungkan ke Jum’at berikutnya.”
Bahkan pada saat genting sekalipun, yaitu ketika Utsman berada dalam kepungan para pemberontak di hari-hari terakhirnya, dia masih sempat memerdekakan dua puluh orang budak.
3.         Kasih sayang Utsman dan pergaulannya yang baik
Kasih sayang Utsman meliputi dirinya yang penyayang seperti air yang menyirami dahan pohon yang menghijau oleh dedaunan. Kita dapati Utsman pada malam hari bangun untuk melaksanakan shalat tahajjud, berjalan tertatih-tatih karena usianya yang lanjut, mengambil air wudlu sendiri dan membangunkan siapapun.Ada yang mempersalahkannya dalam hal itu seraya berkata, “Seandainya engkau membangunkan beberapa orang pelayan, tentu cukup bagimu!”
Utsman menjawab, “Tidak, waktu malam adalah untuk mereka agar mereka bisa beristirahat.”
Suatu kali Utsman memarahi seorang budak, sampai dia menjewer telinga budak tersebut hingga merasa kesakitan. Waktu itu Utsman segera teringat akan akhirat dan pembalasan, maka dia berkata kepada budak itu, “Saya baru saja menjewer telingamu, silakan membalasnya padaku.”
Pada kesempatan lain Utsman membeli sebidang tanah dari seseorang, namun orang itu tak kunjung datang untuk mengambil uangnya. Utsman pun mendatanginya dan bertanya, “Kenapa engkau tidak datang untuk mengambil uangmu?”Orang itu menjawab, “Engkau menipuku dalam jual beli ini.”Utsman bertanya lagi, “Itukah yang membuatmu tidak datang?”Orang itu mengiyakan. Maka Utsman berkata, “Kalau begitu silahkan pilih apakah engkau ingin mengambil tanah atau uangnya, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam pernah bersabda, “Allah akan memasukkan ke dalam surga orang yang memudahkan dalam urusan jual-beli dan peradilan.”
Thalhah bin Ubaidillah pernah meminjam sejumlah uang kepada Utsman. Ketika Thalhah memiliki kelapangan rizki dari Allah, dia segera hendak membayar hutangnya kepada Utsman.Thalhah pun bertemu dengan Utsman saat keluar dari masjid.Thalha berkata, “Sesungguhnya uang yang saya pinjam darimu sejumlah 50 ribu telah ada pada saya, silahkan mengutus orang untuk mengambilnya.”Utsman berkata padanya, “Sesungguhnya kami telah menghibahkannya untukmu karena kebaikanmu itu.”
4.         Ketaatan Utsman, ibadahnya, dan ketakwaannya
Utsman termasuk salah satu ahli ibadah. Dia gemar berpuasa di siang hari, bertahajjud di malam hari, dan banyak membaca mushaf Al-Qur’an.Kondisi itu terus bertahan sepanjang hidupnya yang lebih dari delapan puluh tahun.
Atha’ bin Abi Rabah meriwayatkan, “Sesungguhnya Utsman mengimami jamaah, kemudian dia melaksanakan shalat malam di belakang maqam Ibrahim dan menggabungkan seluruh isi Al-Qur’an dalam satu rakaat witirnya. Maka Utsman dijuluki Butiara.”
Abdurrahman bin Utsman At-Taimi berkata, “Saya melaksanakan shalat malam di belakang maqam Ibrahim, saya berharap tidak ada yang mengalahkan saya seorangpun malam itu. Tiba-tiba ada seseorang mencolek saya, tapi saya tidak menoleh.Orang itu terus mencolek, saya pun menoleh. Ternyata Utsman bin Affan. Maka saya pun mundur, dan Utsman maju lalu membaca seluruh Al-Qur’an dalam satu rakaat, kemudian pergi.”
Diriwayatkan dari Muhammad bin Sirin, dia berkata, “Ketika orang-orang mengepung Utsman dan menerobos masuk untuk membunuhnya, istrinya berkata, “Terserah, apakah kalian akan membunuhnya atau membiarkannya, sepanjang malam dia melaksanakan shalat satu rakaat membaca seluruh Al-Qur’an.”
Imam Ibnu Katsir berkata, “Diriwayatkan dari berbagai jalur bahwa Utsman membaca seluruh Al-Qur’an dalam satu rakaat di dekat hajar aswad pada musim haji.Ini merupakan ketekunan Utsman Radiyallahu ‘Anhu. Karena itu, kami meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa dia berpendapat mengenai firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, ”(Apakah kamu orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah pada waktu malam dengan sujud dan berdiri, karena takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya?” (QS. Az-Zumar [39]: 9). Bahwa orang itu adalah Utsman bin Affan. Sedangkan Ibnu Abbas berpendapat mengenai firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, ”Samakah orang itu dengan orang yang menyuruh berbuat keadilan, dan dia tidak berada di jalan yang lurus? (QS. An- Nahl [16]: 76), bahwa orang itu adalah Utsman.
Ketekunannya dalam melaksanakan puasa sunnah membuat orang-oarang yang hidup semasa dengannya menggambarkan seolah-olah Utsman berpuasa sepanjang tahun.
Di samping itu, hati Utsman selalu terpaut dengan Al-Qur’an.Kitab suci itu selalu menemani dan menyertainya.Utsman berkata, “Tidak ada yang aku sukai setiap kali datang hari baru kecuali menatap kitabullah.”
Hasan Al-Bashri meriwayatkan, “Utsman bin Affan Radiyallahu ‘Anhu berkata, “Meskipun hati kita telah bersih, kita tidak akan merasa puas dengan firman Tuhan kita.” Hasan Al-Bashri berkata, “Ketika Utsman meninggal dunia, mushafnya sobek karena sering dibaca.”
Sedangkan ibadah haji, selalu menjadi dambaan hatinya. Dia ikut melaksanakan haji wada’ bersama Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam. Pada masa kekhalifahan Umar dia melaksanakan haji bersama Abdurrahman bin Auf memimpin rombongan para Ummul mukminin. Sementara pada masa kekhalifahannya, dia melaksanakan haji sepuluh kali berturut-turut, kecuali pada tahun saat dia dikepung para pemberontak.Waktu itu dia mengutus Ibnu Abbas untuk memimpin orang-orang dalam pelaksanaan haji.
Pelayannya bernama Hani’ menceritakan, “Apabila Umar berdiri di samping sebuah kuburan, dia selalu menangis sampai membasahi janggutnya.”
5.         Keilmuan Utsman
Utsman bin Affan Radiyallahu ‘Anhu termasuk salah satu ulama di kalangan shahabat dan termasuk ke dalam kelompok kecil yang kerap memberi fatwa pada masa Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam.
Al-Qasim bin Muhammad menceritakan, “Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali memberi fatwa pada masa Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam.”
Diriwayatkan dari Sahal bin Abi Hatsmah, “Orang-orang yang biasa memberi fatwa pada masa Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam terdiri dari tiga orang Muhajirin dan tiga orang Anshar, yaitu Umar, Utsman, Ali bin Abi Thalib, Ubay bin Ka’Abu Bakar, Mu’adz bin Jabal, dan Zaid bin Tsabit.”
Utsman juga memberi fatwa pada masa kekhalifahan Abu Bakar. Ketika Umar menjabat sebagai khalifah, yang berhak memberi fatwa adalah Utsman, Ali, Ubay bin Ka’ab, dan Zaid bin Tsabit. Utsman merupakan shahabat yang paling mengerti manasik haji, diikuti setelahnya oleh Abdullah bin Umar.
Di antara bukti yang jelas atas kedalaman ilmunya adalah diangkatnya Utsman sebagai khalifah ketiga. Seorang khalifah haruslah diangkat dari kalangan yang paling mengerti tentang kitabullah, yang paling baik bacaannya, dan yang paling banyak pengetahuannya tentang sunnah Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam.
Namun demikian, Utsman sangat berhati-hati dalam meriwayatkan hadits dari Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam, khawatir hafalannya keliru lalu dia menambah atau mengurangi sesuatu dari hadits Nabi. Utsman berkata, “Yang menghalangi saya untuk menyampaikan hadits dari Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam bukanlah karena saya tidak termasuk shahabat yang paling memahami dari beliau, akan tetapi saya sungguh telah mendengar beliau bersabda, “Siapa yang mengatakan atas nama saya apa yang tidak pernah saya katakan, hendaklah bersiap-siap untuk menempati tempat duduk di neraka.”
Karena hal tersebut dan karena kesibukannya dengan urusan kekhalifahan pada masanya, serta keikutsertaannya dalam mengurus pemerintahan pada masa Abu Bakar dan Umar, periwayatan hadits dari Utsman sangat sedikit. Utsman hanya meriwayatkan 146 hadits dari Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam. Dia meriwayatkan hadits secara lisan dari Rasulullah, Abu Bakar, dan Umar.
Di antara shahabat yang meriwayatkan hadits dari Utsman adalah Abdullah bin Mas’ud, Zaid bin Tsabit, Umran bin Hushain, Abu Qatadah, Abu Hurairah, Anas bin Malik, Salamah bin Al-Akwa’, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Ibnu Zubair, dan lain-lain. Termasuk beberapa anaknya, pembantunya, dan sekelompok orang dari kalangan tabiin.
6.         Termasuk ahli surga
Sahabat yang termasuk paling awal memeluk Islam ini, yang hijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, pemalu yang Malaikat pun merasa malu padanya, sang dermawan yang murah hati, yang khusyu’ dalam ibadahnya, ahli puasa dan tahjjud, kira-kira di mana kedudukannya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala?
Abu Musa Al-Asy’ari Radiyallahu ‘Anhu meriwayatkan, “Waktu saya sedang bersama Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam di sebuah kebun di Madinah, tiba-tiba datang seseorang meminta dibukakan pintu. Maka Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam besabda, “Bukakan pintu untuknya dan beri dia kabar gembira berupa surga.” Saya lalu membukakan pintu untuk orang itu dan orang itu ternyata Abu Bakar. Saya pun menyampaikan kabar gembira dari Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam, dan Abu Bakar langsung mengucapkan hamdalah. Tak lama kemudian datang lagi seseorang meminta dibukakan pintu. Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam besabda, “Bukakan pintu untuknya dan beri dia kabar gembira berupa surga.” Saya lalu membukakan pintu untuk orang itu dan orang itu ternyata Umar. Saya pun menyampaikan kabar gembira dari Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam, dan Umar langsung mengucapkan hamdalah.” Kemudian datang orang ketiga yang meminta dibukakan pintu. Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam besabda, “Bukakan pintu untuknya dan beri dia kabar gembira berupa surga atas musibah yang akan menimpahnya.” Saya lalu membukakan pintu untuk orang itu dan orang itu ternyata Utsman. Saya pun menyampaikan apa yang diucapakan Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam, dan Utsman langsung mengucapkan hamdalah kemudian mengucap, “Allah-lah tempat memohon pertolongan.”
Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam pernah bersabda, “Siapa yang menggali sumur Rumah akan memperoleh surga.” Maka Utsman menggalinya.
Beliau juga bersabda, “Siapa yang mempersiapkan bekal dan kendaraan untuk pasuka yang kesulitan mendapat bekal dan kendaran akan mendapat surga.”Lalu Utsman mempersiapkannya.
Karena itulah Abu Hurairah mengatakan, “Utsman membeli surga dari Rasulullah dua kali, yaitu ketika menggali sumur Rumah dan ketika mempersiapkan perbekalan pasukan yang kesulitan mendapat bekal dan kendaraan.”
Dala hadits riwayat Sa’id bin Zaid disebutkan bahwa sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam bersabda, “Sepuluh orang dijamin masuk surga: Abu Bakar di Surga, Umar disurga, Utsman di surga, Ali.…” Rasulullah melengkapi menyebutkan sepuluh nama.
7.         Kedudukannya di sisi Nabi SAW dan para sahabat
Kelebihan dan keutamaan yang dimiliki Utsman membuatnya menempati posisi terhormat dan memperoleh simpati yang lebih dari Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam. Maka Rasulullah menikahkannya dengan putri beliau, yaitu Ruqayyah Radiyallahu ‘Anha.Ketika Ruqayyah meninggal, Utsman dinikahkan dengan putri beliau yang lain, yaitu Ummu Kultsum yang meninggal dunia pada tahun kesembilan hijriah.
Utsman juga salah satu penulis wahyu pada masa Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam. Dapat dikatakan bahwa Utsman bertindak sebagai sekertaris beliau. Jika Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam sedang duduk, maka Abu Bakar duduk di sebelah kanan beliau, Umar di sebelah kiri beliau, dan Utsman di hadapan beliau.
Mu’adz bin Jabal meriwayatkan dari Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam bahwa beliau bersabda, “Saya melihat dalam mimpi bahwa saya diletakkan di salah satu sisi timbangan dan umatku di sisi satunya, maka saya menyamai mereka. Lalu Abu Bakar diletakkan di salah satu sisi timbangan dan umatku di sisi yang lainnya, maka dia menyamai mereka.Selanjutnya Utsman diletakkan disalah satu sisi timbangan dan umatku di sisi lainnya, maka dia menyamai mereka.”
Abu Sa’id Al-Khudri mengatakan, “Saya melihat Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam berdoa untuk Utsman sejak permulaan malam hingga terbit fajar. Beliau berdoa, “Ya Allah, tolonglah Utsman, saya meridhainya maka ridhailah dia!”
Para shahabat yang mulia sangat memahami kedudukan Utsman Radiyallahu ‘Anhu, maka mereka menempatkannya pada posisi terhormat sebagaimana Rasulullah menghormatinya.Mereka juga memujinya, menyiarkan berbagai keutamaannya, mencela orang-orang yang membencinya, dan memerangi orang-orang yang memusuhinya.
Utsman sangat dekat dengan Abu Bakar dan Umar pada masa kekhalifahan keduanya.Dia kerap berkunjung ke tempat keduanya bersama beberapa orang shahabat untuk memberi saran terkait persoalan kaum muslimin dan urusan kenegaraan.Begitu juga sebaliknya, Abu Bakar dan Umar juga sering meminta pendapatnya.
Orang-orang masih membicarakan Utsman pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib Radiyallahu ‘Anhu. Hasan bin Ali bin Abi Thalib mengatakan, “Sekarang datanglah Amirul mukminin. Maka Ali  datang lalu berkata, “Utsman termasuk salah satu yang disebutkan dalam firman Allah Ta’ala, “Tidak berdosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan tentang apa yang mereka makan (dahulu), apabila mereka bertakwa dan beriman, serta mengerjakan kebajikan, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, selanjutnya mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”(QS. Al-Maidah [5]: 93)
Abdullah bin Umar berkata, “Kami pada zaman Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam tidak menyamakan Abu Bakar dengan seorang pun, kemudian Umar, lalu Utsman. Selanjutnya kami meninggalkan para shahabat Nabi yang lain, tanpa membanding-bandingkan mereka satu dengan yang lainnya.”
Ketika para pembenci Utsman mengatakan bahwa kecintaan terhadap Ali dan Utsman tidak mungkin berkumpul dalam satu hati, lalu ungkapan dusta itu samapi ke telinga pelayan Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam, Anas bin Malik, dia menjawab, “Mereka bohong. Demi Allah, kecintaan kami pada keduanya berkumpul di hati kami.

2.2.3.   Ali bin Abi Thalib


Tokoh sahabat mulia ini adalah Ali bin Abu Thalib, sepupu Rasulullah. Rasulullah menikahkan putrinya, Fatimah dengannya.Ali adalah salah seorang dari sepuluh sahabat yang mendapatkan kabar gembira berupa jaminan langsung masuk surga dari Rasulullah.

     Sejak kecil beliau dibimbing dan dididik dengan cahaya wahyu Ilahi di rumah Rasulullah, sehingga tatkala usia beliau belum mencapai usia sepuluh tahun cahaya Islam masuk di benak jiwanya. Dengan demikian, Ali adalah orang yang pertama kali masuk Islam dari kalangan anak-anak.Beliau tumbuh dan berkembang di bawah naungan etika dan moral keislaman.

     Dengan demikian, ia adalah orang pertama yang menjadi tebusan bagi Rasulullah dalam Islam, yang rela menyerahkan jiwa dan raganya. Ia adalah sosok amanah yang bersegera menyerahkan semua titipan Rasulullah kepada para pemiliknya, barulah ia hijrah ke Madinah.

     Ia senantiasa bersama Rasulullah dalam setiap pertempuran dan bahkan selalu terlihat bahwa ia adalah seorang mujahid tangguh lagi handal. Keberaniannya sangat legendaris sehingga tercatat dalam tinta emas sejarah Islam.Lidahnya sangat fasih dan memperlihatkan bahwa ilmunya bagaikan samudera lautan.

     Pada masa kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq, ia selalu menemani sang khalifah. Tatkala Umar bin Al-Khattab memegang tampuk kekhalifahan, ia adalah orang yang paling dekat dengannya. Umar selalu meminta nasehat-nasehat darinya dalam banyak urusan yang dihadapinya.Umar memandangnya sebagai sosok problem solver (pemecah masalah). Tatkala Umar bin Al-Khattab ditusuk dengan belati beracun, ia merupakan salah satu dari enam sahabat yang ditunjuk Umar untuk melakukan musyawarah dalam memilih khalifah di antara mereka.

     Kemudian ditetapkanlah Utsman bin Affan sebagai khalifah. Ali selalu setia berada di samping Utsman dan membantunya dalam menjalankan roda kekhalifahan. Pada saat terjadi pengepungan terhadap Utsman, anak-anak Ali adalah orang yang melakukan pembelaan terhadap penjagaan Utsman bin Affan.

     Ali bin Abu Thalib merupakan sahabat mulia yang memiliki berbagai keutamaan yang Allah anugerahkan kepadanya, yang tidak dimiliki oleh orang lain. Banyak riwayat yang shahih menyingkap dan menyibak tentang keutamaannya. Khalifah Ali bin Abi Thalib terkenal berani dan tegas dalam menjalankan tugas-tugas kepemimpinannya menegakkan keadilan, menjalankan undang-undang Allah SWT, dan menindak segala macam kezaliman dan kejahatan.

     Berbagai penulis tersohor menggoreskan pena emasnya untuk mengungkapkan aspek keutamaannya. Berbagai penyair ternama merangkaikan butir-butir syairnya mengungkapkan sisi kelebihannya.Berbagai pendidikan intens memperhatikan berbagai kelebihannya yang tak pernah henti diperbincangkan.

2.2.4.        Keutamaan Ali bin Abu Thalib


1.        Teman Setia Dakwah Rasulullah
    
Salah satu sahabat yang senantiasa menyertai Rasulullah dalam mengibarkan panji-panji Islam dan menegakkan bendera tauhid adalah Ali bin Abu Thalib. Ia seorang pejuang sakwah sejati, pembela kebenaran, dan pembasmi kebatilan. Oleh karena itu, ia memiliki kedudukan yang terhormat dan mulia di sisi Rasulullah.

     Ia senantiasa berada di samping Rasulullah untuk menghadapi berbagai rintangan dan tantangan dalam berdakwah.ia rela mengorbankan jiwa dan hartanya untuk mendampingi Rasulullah. Siang dan malam siap sedia untuk menunggu panggilan dan amanat dakwah yang akan diembannya. Sebelum memegang tampuk kepemimpinan, ia adalah seorang prajurit Islam militant yang siap setiap saat untuk diperintah oleh panglima perang. Pastas saja, Rasulullah menyebut kedudukan Ali sebagaimana Nabi Harun di sisi Nabi Musa.

     Sa’ad bin Abu Waqqash pernah berkata, “Bahwa Rasulullah tidak menyertakan Ali bin Abu Thalib pada Perang Tabuk. Dia berkata, ‘Wahai Rasulullah, engkau meninggalkan aku bersama para wanita dan anak-anak?’Rasulullah bersabda, ‘Apakah kamu tidak ridha terhadap kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada nabi setelahku?’.

2.        Orang yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya

            Seseorang tatkala dicintai oleh belahan hatinya (suami atau istri) sangatlah bahagia dan senang.Seakan-akan tak ada kebahagiaan yang menandinginya. Bagaimanakah bila ia dicintai oleh Dzat yang menciptakan, mengatur, dan memberinya rezeki, serta memberikan segala kenikmatan yang tak terhitung?

     Sunguh Ali bin Abu Thalib adalah salah seorang sahabat Nabi yang meraih kecintaan dari Allah dan Rasul-Nya. Bahkan, manusia yang terdekat dengan Allah, Nabi Muhammad sendiri yang telah mengabarkannya.Yang membuat kita kagum, bahwa beliau mengungkapkannya di hadapan sebaik-baik generasi umat ini, para sahabat Rasulullah.

     Sahl bin Sa’ad berkata, “Sesungguhnya Rasulullah bersabda pada saat Perang Khaibar, ‘Sungguh akan kuberikan bendera perang esok hari kepada seseorang yang Allah akan memenangkan melalui tangannya, ia mencintai Allah dan Rasul-Nya, dan Allah dan Rasul-Nya pun mencintainya.’ Malam itu para sahabat ramai memperbincangkan siapa yang yang akan mendapatkan kehormatan untuk mengemban bendera perang. Tatkala di pagi hari, semua orang pergi menghadap Rasulullah dengan mengharap akan diberikan bendera perang. Beliau bertanya, ‘Di mana Ali bin Abu Thalib?’ Dikatakan, ‘Ia sedang sakit di kedua matanya.’ Beliau bersabda, ‘Utuslah seseorang untuk menjemputnya.’ maka datanglah Ali bin Abu Thalib. Lalu Rasulullah meludahi kedua matanya dan berdoa untuknya, maka sembuhlah ia hingga seakan-akan tidak pernah sakit mata sebelumnya. Lalu beliau memberikan Ali bendera perang.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)


     Rasulullah bersabda, “’Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepadaku untuk mencintai empat orang dan Dia mengabarkan kepadaku bahwa Dia mencintai mereka’.Sahabat yang ada di tempat itu berkata, ‘Wahai Rasulullah, sebutkanlah kepada kami nama-nama mereka.’Maka Rasulullah pun bersabda, ‘Ali adalah dari mereka—beliau bersabda demikian sampai tiga kali—, Abu Dzar Al-Ghifari, Miqdad, dan Salman Al-Farisi.Allah memerintahkan kepadaku untuk mencintai mereka dan Dia mengabarkan kepadaku bahwa Dia mencintai mereka’.” (HR. At-Tirmidzi)

3.        Persaksian bahwa Ali masuk Surga

            Surga adalah tempat kebahagiaan dan kesenangan abadi.Tak ada kesusahan dan kesengsaraan sesaat pun di dalam surga.Kehidupan bermandikan kenikmatan dan penuh keamanan sejati.

     Manusia dari generasi pertama hingga akhir zaman senantiasa berlomba-lomba untuk meraih surga, bahkan mereka rela mengorbankan jiwa dan harta mereka.Mereka rela kelelahan guna merengkuh kenikmatan surga yang tak dapat dilihat dengan mata, tak dapat didengar oleh telinga dan tak terbesit sedikit pun dalam sanubari.

     Ali bin Abu Thalib adalah salah satu dari sepuluh sahabat yang diberi kabar gembira sebagai penghuni surga tempat keabadian sejati.

     Rasulullah bersabda, “(Sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga adalah):(1) Abu Bakar; (2)Umar bin Al-Khattab;(3)Utsman bin Affan; (4)Ali bin Abu Thalib; (5)Thalhah bin Ubaidullah; (6)Az-Zubair bin Al-Awwam; (7)Abdurrahman bin Auf; (8)Sa’ad bin Abu Waqqash; (9)Sa’id bin Zaid; (10)Abu Ubaidah bin Al-Jarrah.” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

4.        Kabar Gembira Berupa Mati Syahid

            Mati syahid adalah mati yang diidam-idamkan oleh setiap insane yang bertakwa. Sebab, siapa saja yang mati syahid, ia akan memperoleh keutamaan dan kebaikan yang melimpah.
     Ia berhak memberikan syafaat kepada tujuh puluh dua orang keluarganya. Tetesan darah yang mengucur akan menjadi ampunan baginya. Ia tidak akan diuji di dalam kuburnya, sebab kilatan pedang di duniaa saat berhadapan dengan musuh cukuplah sebagai penggantinya. Dan berbagai keutamaan lain yang bisa diraih oleh para syuhada.

     Sungguh beruntunglah sahabat yang mulia ini, Ali bin Abu Thalib. Ia salah satu dari deretan para syuhada yang telah dikabarkan oleh Rasulullah semasa hidupnya.

     Dari Abu Hurairah ia berkata, bahwa Rasulullah pernah berada di atas bukit Hira’ bersama Abu bajar, Umar ,Utsman, Ali, Thalhah, dan Zubair. Tiba-tiba sebuah batu besar bergerak, maka Rasulullah bersabda, “Tenanglah, tidak ada yang di atasmu kecuali seorang Nabi atau shiddiq atau syahid.” (HR. Muslim dan At-Tirmidzi)




5.        Surga Sangat Merindukan Ali.

             Kata-kata rindu, sayang, dan cinta amat lekat di telinga manusia, terutama bagi pasangan suami istri yang baru mengarungi bahtera rumah tangga.Bahkan, kata-kata yang seperti ini mebuat hati manusia berbunga-bunga.

     Seorang suami yang dirindukan oleh istrinya karena lama tak berjumpa pasti amat berharap dan menunggu-nunggu kapan waktunya perjumpaan mereka berdua tiba.

     Itulah gambaran kerinduan kehidupan di dunia yang fana, yang kenikmatannya tak sebanding sedikit pun dengan selaksa kenikmatan surga.

     Sekarang, bagaimanakah bahagianya seseorang bila ia dirindukan oleh surga yang menjadi idamannya, surga yang menjadi tujuan hidupnya, dan surga yang menjadi persinggahan terakhirnya.

     Tentunya, kebahagiaan dan kegembiraan yang tak dapat terlukiskan dan tergambarkan dengan apapun juga.

     Diriwayatkan dari Anas, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya surga sangat merindukan tiga orang, yaitu: Ali, Ammar, dan Salman” (HR. At-tirmidzi dan Al-Hakim dan dihasankan oleh Al-Albani)




6.      Ali adalah Salah Seorang Sahabat yang ikut serta dalam Perang Badar

            Perang Badar adalah perang pertama bagi kaum Muslimin dalam menghadapi musuh dakwah mereka.Perang untuk menguji keteguhan dan keimanan para sahabat Nabi Muhammad dalam aspek akidah dan loyalitas kepada Islam.

     Barisan pasukan kaum musyrikin berjumlah tiga kali lebih besar dari kaum Muslimin.Persenjataan mereka begitu lengkap dan menakjubkan.Situasi ini sangat mencekam dan begitu mengerikan.

     Saking dahsyat dan kuatnya peperangan ini, maka Allah pun memberikan banyak keutamaan bagi para mujahid kaum Muslimin yang ikut serta dan berlaga dalam medan tempur ini.

     Rasulullah telah bersabda kepada Umar bin Al-Khattab, “Tahukan kamu? Sesungguhnya Allah telah mengetahui apa yang telah dilakukan oleh para peserta Perang Badar. Sesungguhnya Allah berfirman, ‘Lakukanlah sesuka kalian. Sesungguhnya aku telah mengampuni kalian’.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

7.        Kelembutan Rasulullah kepada Ali dan Pemberian Julukan untuknya

Kepribadian Rasulullah sangat luar biasa.Akhlak karimah, moralitas penuh etika dan perilaku berbudi yang luhur tercermin dalam kehidupannya. Beliau merefleksikan apa yang ada di dalam Al-Qur’an. Di antara akhlak karimah beliau yang menonjol adalah sifat lemah lembut.

     Sifat lemah lembut beliau tercurahkan kepada seluruh Insan, terlebih kepada menantu beliau, Ali bin Abu Thalib. Marilah kita perhatikan sebuah kisah yang menunjukkan hal tersebut.

     Diriwayatkan dari Sahal bin Sa’ad, ia berkata, “Ali menemui Fatimah kemudian keluar, lalu berbaring di masjid. Rasulullah bertanya, ‘Di manakah putra pamanmu itu?’Fatimah menjawab, ‘Di masjid.’Maka Rasulullah keluar untuk menemuinya dan mendapati selendangnya jatuh dari punggungnya sehingga tanah mengotori punggungnya.Rasulullah menghapus tanah tersebut dari punggungnya seraya bersabda, ‘Duduklah, wahai Abu Turab.’Beliau mengucapkannya tiga kali.

8.        Ali adalah Seorang Sahabat yang Ikut Serta dalam Baiat Ar-Ridwan

Saat kaum Muslimin berada di Hudaibiyah, lalu ketika mereka hendak menunaikan ibadah umrah di Mekkah, mereka bertemu dengan utusan Abu Sufyan.Utusan tersebut menyampaikan pesan kepada kaum Muslimin berupa larangan bagi mereka untuk menunaikan Umrah di Mekkah.

     Mendengar berita tersebut, maka Rasulullah mengutus Utsman bin Affan untuk melakukan perundingan dengan kaum musyrikin di Mekkah bahwa mereka hanya akan menunaikan ibadah umrah, bukan untuk berperang. Maka, terjadilah perundingan yang hangat dan seru di antara mereka. Lalu tersiarlah kabar bahwa Utsman bin Affan telah terbunuh oleh mereka.

     Saat Rasulullah mendengar berita tersebut, maka beliau mengajak kaum Muslimin untuk berbaiat (berjanji setia) di bawah pohon untuk menuntut balas darah atas Utsman bin Affan dengan perbekalan dan persenjataan seadanya. Kaum Muslimin pun sepakat akan hal demikian. Dengan peristiwa ini, Allah meridhai mereka.Oleh karena itu, baiat tersebut dinamakan Baiat Ar-Ridwan.

     Allah telah berfirman kepada para peserta baiat Ridwan, dan Ali termasuk di dalamnya:

لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا
Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).
QS:Al-Fat-h | Ayat: 18

     Rasulullah pun memberikan kabar gembira bagi para sahabat yang ikut serta dalam Baiat Ridwan bahwa mereka tidak akan tersentuh api neraka sedikit pun.

     Rasulullah bersabda, “Tidak akan masuk neraka bagi orang-orang yang ikut serta dalam baiat di bawah sebuah pohon.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

9.        Barangsiapa yang Menjadikan Rasulullah sebagai Walinya, Berarti Ia telah Menjadikan Ali sebagai Walinya.

Di antara keutamaannya, khutbah Rasulullah pada hari ke delapan belas di bulan Dzulhijjah pada saat haji wada’ di tempat yang bernama Ghadir Khum, dalam khutbahnya beliau bersabda, “Barangsiapa yang menjadikan aku sebagai walinya, maka sesungguhnya ia telah menjadikan Ali sebagai walinya.” (HR. At-Tirmidzi)

     Rasulullah juga bersabda, “Ya Allah, belalah siapa saja yang membelanya (Ali), musuhilah siapa saja yang memusuhinya, tolonglah siapa siapa yang menolongnya, dan hinakanlah siapa saja yang menghinakannya.(HR. Ahmad)

10.    Keterangan Abdullah bin Umar tentang Keutamaan Ali bin Abu Thalib

Diriwayatkan dari Sa’ad bin Ubaidah, ia berkata, “Seorang lelaki datang menemui Abdullah bin Umar dan bertanya kepadanya tentang Utsman. Maka, Ibnu Umar menyebutkan tentang kebaikan-kebaikan Utsman.Beliau berkata, ‘Barangkali kamu tidak menyukainya?’‘Benar!’ sahutnya.

     Abdullah bin Umar pun berkata, ‘Semoga Allah menghinakanmu!’

     Kemudian ia bertanya tentang Ali. Ibnu Umar menyebutkan tentang kebaikan-kebaikannya.Beliau berkata, ‘Begitulah keutamaannya, rumahnya berada di tengah-tengah rumah Rasulullah.’Kemudian beliau berkata, ‘Barangkali kamu tidak menyukainya.’‘Benar!’ sahutnya kembali.

     Abdullah bin Umar pun berkata, ‘Semoga Allah menghinakanmu dan menjauhkanmu dariku dengan sejauh-jauhnya’.

     Begitulah keutamaan yang dimiliki oleh sahabat yang mulia, Ali bin Abu Thalib.

     Lalu, bagaimanakah proses pengangkatan Ali bin Abu Thalib sebagai khalifah?

     Pengangkatan Ali bin Abu Thalib sebagai khalifah tidak seperti pengangkatan khalifah yang lain. Jika Abu Bakar diangkat menjadi khalifah pada saat peristiwa di Saqifah bani Sa’idah, Umar diangkat menjadi khalifah atas wasiat dari Abu Bakar, dan Utsman diangkat dengan hasil musyawarah seperti yang diperintahkan oleh Umar, maka pengangkatan Ali sebagai khalifah adalah berbeda.Inilah fleksibelitas syariat Islam dan bukan sebaliknya bahwa Islam tidak memiliki ajaran politik sebagaimana yang disampaikan oleh orang-orang sekuler.

     Setelah terbunuhnya Utsman bin Affan, kaum Muslimin memilih Ali bin Abu Thalib untuk menjadi pemimpin mereka dengan suara mayoritas. Para sahabat mendesaknya agar ia menyelesaikan kemelut yang menimpa mereka. Kondisi saat itu telah mengalami kekacauan dan para pemberontak telah menguasai kondisi lapangan.

     Akhirnya beliau menerima tampuk kekhalifahan walaupun tidak pernah bernafsu untuk memegangnya.Pembaiatan terhadap Ali terjadi pada hari jumat 13 Dzulhijjah tahun 35 H.

     Memperbincangkan dan membicarakan sosok sahabat mulia ini dari berbagai aspek positifnya tak akan ada habisnya.

     Pesona kebaikannya yang melimpah ada pada dirinya hingga goresan tinta emas tak ada hentinya mengungkapkan sisi kepribadiannya.

     Jiwa dan hatinya begitu bersih akibat dipenuhi gizi keimanan.Memang pantas, jika terlahir darinya kepribadian yang mengagumkan lagi menyenangkan yang layak dijadikan teladan bagi kaum Muslimin.

2.2.5.        Sosok Kepribadian Ali bin Abi Thalib yang Patut bagi Kita untuk Menirunya


1.        Kepahlawanannya di Medan Jihad.

Sejak muda, Ali bin Abu Thalib adalah seorang yang merindukan mati syahid, laksana seseorang yang haus merindukan air yang segar. Lembaran-lembaran kehidupannya telah ia penuhi dengan semangat jihad. Ia adalah seorang prajurit berkuda yang tangguh dan seorang mujahid yang militan.

     Sebelum Perang Badar berlangsung, dari barisan kaum musyrikin tampil tiga orang prajurit pilihan. Mereka adalah Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, dan Walid bin Utbah. Mereka berseru, “Siapakah yang sanggup melakukan perang tanding melawan kami?”Maka, majulah beberapa pemuda dari kaum Anshar. Pada saat itu juga, Utbah bin Rabi’ah berkata, “Kami tidak menginginkan kalian! Yang kami inginkan adalah orang-orang dari suku kami!” Maka Rasulullah bersabda, “Bangunlah, wahai Hamzah bin Abdul Muthalib. Bangunlah, wahai Ali bin Abu Thalib. Dan bangunlah, wahai Ubaidah bin Harits!

     Maka, majulah Hamzah bin Abdul Muthalib menghadapi Utbah bin Rabi’ah, Ali bin Abu Thalib menghadapi Syaibah bin Utbah, dan Ubaidah bin Harits melawan Walid bin Utbah, yang masing-masing (antara Ubaidah dan Walid) melukainya lawannya. Kemudian, Hamzah dan Ali segera menghabisi Walid, lalu membawa Ubaidah ke dalam barisan kaum Muslimin. Tak lama setelah itu, Ubaidah bin Harits menghembuskan nafas terakhirnya dan mati syahid.

     Kepahlawanan Ali terulang kembali dalam perang Khandaq.Salah seorang pendekar Quraisy, Amru bin Abdul Wudd keluar dari tengan-tengah barisan Quraisy, seraya berseru kepada kaum Muslimin, “Siapakah yang sangguo melawanku?!”Maka, Ali pun berkata kepada Rasulullah, “Saya akan menghadapinya, wahai Rasulullah.”Lalu beliau bersabda, “Duduklah engkau, ia adalah Amru.”Kemudian Amru berteriak sekali lagi, “Tidak adakah seorang lelaki yang sanggup menghadapiku? Bukankah kalian megatakan bahwa jika salah seorang di antara kalian terbunuh, maka orang itu akan memasuki surga? Maka, kenapa tidak ada seorang lelaki di antara kalian yang tampil?”Ali berkata, “Saya, wahai Rasulullah!”Beliau bersabda, “Duduklah.” Kemudian Amru mengulangi kembali tantangannya dengan melantunkan bait syair yang bernuansa kesombongan. Maka Ali berkata, “Meskipun Amru sekalipun!”Akhirnya Rasulullah pun mengizinkannya.

2.        Kezuhudannya.

Ali bin Abu Thalib tak sedikit pun terpesona dan terlena dengan kehidupan dunia. Ia benar-benar mengatahui hakikat kehidupan yang sebenarnya. Oleh karena itu, ia mampu mengendalikan perhiasan dunia yang begitu menggoda.
     Itulah cahaya kezuhudan yang tertanam dalam jiwanya.Kezuhudan akibat buah tarbiyah dari madrasah nabawi.

     Dhirar bin Dhamrah Al-Kinani pernah menyifati Ali sebagai berikut:

     “Beliau adalah orang yang jauh pandangannya, kuat fisiknya, kata-katanya tegas dan jelas, menghukum dengan adil, tidak tertarik dengan dunia dan perhiasannya, akrab dengan malam dan kesunyiannya, air matanya deras mengalir, banyak berpikir, sering menghisab dirinya, seorang dengan pakaian yang kasar dan makan yang sederhana, orang yang kuat untuk tidak berhasrat akan melakukan kebatilan, aku bersaksi sungguh aku pernah melihatnya dalam kesendiriannya. Ia berdiri di mihrabnya seraya menggenggam janggutnya, tubuhnya bergoyang bukan karena sakit, atau menangis sedih, aku mendengar suaranya lirih, ‘Wahai dunia, wahai dunia, apakah kepadaku engkau hendak menggoda? Apakah kepada engkau merindu?

     Oh… jauh nian, jauh nian… godalah orang selain diriku, sungguh aku telah menceraikanmu dengan talak tiga, dan tak akan pernah rujuk kembali! Usiamu sangat singkat, kehidupanmu sungguh hina, bahayamu sangat besar. Oh… alangkah sedikit bekalku, alangkah jauh perjalananku dan alangkah sepinya titian jalan…’.

     Ketika memangku jabatan khalifah, ia diminta untuk tinggal di istana Negara sebagai Amirul Mukminin. Sebuah gedung yang tinggi, sangat indah, megah dan mempesona. Ketika melihatnya, secara spontan ia berpaling ke belakang seraya berkata, “Istana berengsek ini!!! Aku tidak sudi tinggal di dalamnya untuk selama-lamanya!

     Begitulah, beliau menolak untuk tinggal di istana.Beliau tetap tingga di rumahnya yang sangat sederhana sampai berpisah dengan dunia.

     Kekhalifahan tidak lah menambah kemuliaannya, justru beliau yang memperindah kekhalifahan dengan keadilan, zuhud, dan ilmunya. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Ahmad bin Hambal, “Sesungguhnya kekhalifahan tidaklah menghiasi Ali, justru beliaulah yang menghiasiasi kekhalifahan tersebut.

     Umar bin Abdul Aziz pernah berkata, “Manusia yang paling zuhud dengan dunia adalah Ali bin Abu Thalib.
     Amru bin Qais menyatakan bahwa sesungguhnya Ali bin Abu Thalib pernah terlihat mengenakan sarung yang bertambal. Kemudian beliau ditegur karena pakaiannya itu, maka ia menjawab, “Agar orang Mukmin mencontohnya, dan agar hatiku menjadi khusyu karenanya.” (HR. Ahmad)

3.        Sifatnya yang Rendah Hati.

Ali bin Abu Thalib adalah orang yang sangat rendah hati. Ia pernah berpakaian yang robek dan kasar, padahal ketika itu ia adalah Amirul Mukminin.

     Ia mengenakan pakaian yang robek bukan karena tidak mampu membelinya yang bagus, akan tetapi ia memaksakan diri untuk mendidik jiwanya, dan merefleksikan hatinya agar lebih dekat dan khusyu kepada Allah. Karena semakin jauh dari dunia, maka ia akan semakin dekat dan bergantung kepada Allah, sehingga membantunya untuk banyak beramal dan bertaqarrub kepada-Nya. Selain itu pula, sederhana dalam berpakaian juga akan lebih bisa dijadikan sebagai teladan oleh pengikutnya.

     Dalam kesempatan lain, Ali bin Abu Thalib pernah membeli kurma dengan harga satu dirham, maka ia menjinjingnya sendiri. Kemudian banyak orang yang menawarkan diri untuk membantunya.Maka, Ali berkata, “Tidak!Seorang kepala keluarga lebih berhak untuk membawanya sendiri.” (HR. Ahmad)

     Allahu Akbar, betapa tinggin sifatnya. Betapa jelas sikap kelembutan pada rakyatnya. Ialah Amirul Mukminin yang menjinjing belanjaannya sendiri, berjalan di pasar bersama rakyatnya, tidak ridha atas bantuan orang yang menawarkan bantuannya, sebab ia merasa mampu dan tidak membutuhkan bantuan tersebut.

     Sifat rendah hatinya ini didasari oleh keyakinannya pada urgensi dari akhlak tersebut.Ia yakin bahwa sikap rendah hati akan mempengaruhi masyarakat sekitar sehingga mereka pun merasa senang dan bahagia hidup bersama. Bahkan, inilah satu sikap yang diperintahkan oleh Allah kepada Rasul-Nya, Muhammad.

     Allah berfirman:

وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.
QS:Asy-Syu'araa | Ayat: 215

4.        Keadilannya.

Adapun akhlak beliau bersama keluarganya, dan keadilannya bersamaa para istrinya nampak jelas sekali.Ali bin Rabi’ah telah meriwayatkan bahwa Ali bin Abu Thalib memiliki dua orang istri. Ketika ia membelikan salah satu istrinya berupa daging seharga setengah dirham, maka keesokan harinya ia pun membelikan istrinya yang satunya berupa daging seharga setengah dirham pula.

     Kemudian Ashim bin Kulaib pernah meriwayatkan tentang keadilannya tentang anak-anaknya. Ia berkata, “Pada suatu hari, Ali bin Abu Thalib datang dari Ashbahan membawa harta, maka ia membagi harta itu menjadi tujuh bagian. Kemudian ia pun membagi rotinya menjadi tujuh bagian sebagaimana ia membagi hartanya. Kemudian mengundi ketujuh anaknya tersebut, siapa pun nama mereka yang keluar, maka akan mendapatkan bagian untuk pertama kali.

5.        Kebijakannya.

Sudah diketahui bahwa Ali bin Abu Thalib memiliki sikap yang tegar dan kuat pendirian dalam membela kebenaran. Setelah dipilih menjadi khalifah, ia cepat mengambil tindakan dengan segera mengambil perintah yang menunjukkan ketegasan sikapnya, di antaranya:

a.                   Memecat beberapa gubernur yang pernah diangkat oleh Utsman bin Affan yang berasal dari Bani Umayah. Sebab, menurut ijtihad Ali bin Abu Thalib mereka adalah penyebab terjadinya fitnah dan kerusuhan.

b.                  Mengembalikan tanah-tanah dan hibah dalam jumlah yang sangat besar kepada para pemilik tanah sebelumnya.

6.        Sikapnya kepada Musuh.

Akhlak Ali bin Abu Thalib sangat luas, sampai-sampai mencakup pada orang-orang yang sangat memusuhinya, bahkan yang sangat membahayakannya sekalipun,  yaitu Abdurrahman bin Muljam yang telah menikamnya. Amirul mukminin telah memerintahkan kepada anaknya untuk berbuat baik kepadanya, memberikan makanan dan minuman yang baik serta tidak memotong mayatnya jika dihukum mati.

     Ia mengatakan kepada mereka tentang Abdurrahman bin Muljam. “Sesungguhnya ia adalah tawanan, maka baguskanlah jamuannya dan muliakanlah tempatnya. Jika aku hidup, maka aku akan membunuhnya atau memaafkannya. Jika aku mati, maka bunuhlah ia dan janganlah kalian melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yeng melampaui batas.” (HR. Ahmad)

     Begitulah sifat-sifatnya yang mengagumkan yang patut kita teladani.

     Ali adalah seorang sahabat yang dikaruniai oleh Allah berupa ilmu yang luas dan pendalaman yang mendalam. Abu Sa’id Al-Khudri berkata bahwa ia pernah mendengar Umar bin Al-Khattab bertanya kepada Ali tentang sesuatu hal. Setelah dijawab oleh Ali, maka Umar berkata, “Aku berlindung kepada Allah dari hidup di tengah-tengah suatu kaum yang engkau tidak berada di situ, wahai Abu Hasan (Ali).

     Abdullah bin Mas’ud berkata, “Kami berdiskusi bahwa orang yang paling mengerti tentang peradilan di antara penduduk madinah adalah Ali bin Abu Thalib.
     Abu Al-Aswad Ad-Du’ali pernah memuji Ali dengan beberapa bait syairnya:

     Menegakkan keadilan tanpa ragu-ragu, bersikap adil baik terhadap musuh maupun kerabat…

     Sebuah jiwa yang tak pernah mencicipi dunia, tidak juga lezatnya makanan…

     Makanannya adalah agama sejak kecil, lalu tumbuh di atas ketakwaan, baik semasa penyusuan maupun setelah penyapihan…

     Agama tersebut telah mengasuhnya di atas sifat pemurah dan ringan tangan, serta membangun baginya pilar keagungan…

     Jiwa semerbak dan membumbung tinggi dari tujuan mencari dunia, yang mana kecintaan terhadapnya (dunia) telah membuat letih dan memperbudak satu kaum…

     Ia berpaling darinya (dunia) meskipun dalam penderitaan, muak terhadap para pemburunya, baik biji emas maupun kepingannya!

     Al-Hasan Al-Bashri berkata, “Semoga Allah merahmati Ali.Sesungguhnya Ali adalah panah Allah yang dibidikkan kepada musuh-musuh-Nya.Ia berada di sumber ilmu yang termulia dan terdekat dengan Rasulullah. Ia adalah ahli ibadah umat ini. Ia bukanlah orang yang gemar mencuri harta Allah, dan bukan orang yang suka tidur dalam (menegakkan) perintah Allah. Ia telah diberi Al-Qur’an, perintah-perintahnya, amal dan ilmunya, maka ia berada pada kebun-kebun yang indah dan rambu-rambu yang jelas dari Al-Qur’an. Dialah Ali bin Abu thalib.

     Setelah lima tahun memegang tampuk kekhalifahan, beliau dibunuh oleh seorang Khawarij yang bernama Abdurrahman bin Muljam pada saat sedang melaksanakan shalat subuh. Peristiwa ini terjadi pada bulan Ramadhan tahun 40 H/ 661 M.

     Ekspedisi pembunuhan Ali bin Abu Thalib yang dilakukan oleh Abdurrahman dibantu oleh dua temannya yang rela menyertai dan melindunginya. Mereka adalah Wardan, dari Bani Tamim dan Syabib bin Bajrah Al-Asyja’i Al-Haruri.

     Abdurrahman berkata kepada Syabib, “Maukan engkau memperoleh kemuliaan dunia dan akhirat?

     “Apa itu?” tanyanya.

     “Membunuh Ali!” jawab Abdurrahman.

     Ia berkata, “Celakalah engkau! Engkau telah mengatakan perkara yang besar! Bagaimana mungkin engkau akan membunuhnya?
     Abdurrahman berkata, “Aku mengintai di masjid, apabila ia keluar untuk mengerjakan shalat Shubuh, kita kepung dan bunuh dia. Bila berhasil, maka kita merasa puas dan kita telah membalas dendam.Dan bila kita terbunuh, maka apa yang ada di sisi Allah lebih baik daripada dunia.

     Ia berkata, “Celakalah engkau! Kalaulah bukan Ali tentu aku tidak keberatan untuk melakukannya.Engkau tentu mengetahui senioritasnya dalam Islam dan kekerabatannya dengan Rasulullah.Hatiku tidak terbuka untuk membunuhnya.

     Abdurrahman berkata, “Bukankan ia telah membunuh teman-teman kita di Nahrawan?

     “Benar.”Jawabnya.

     “Marilah kita bunuh ia sebagai balasan bagi teman-teman kita yang telah dibunuhnya.” Kata Abdurrahman.

     Beberapa saat kemudian, Syabib menyambutnya.

     Masuklah bulan Ramadhan.Abdurrahman membuat kesepakatan dengan teman-temannya pada malam Jumat 17 Ramadhan.Abdurrahman berkata, “Malam itulah aku membuat kesepakatan dengan teman-temanku untuk membunuh target masing-masing.”Lalu mulailah ketiga orang ini bergerak, yakni Abdurrahman, Wardan, dan Syabib, dengan menghunuskan pedangnya masing-masing.Mereka duduk di hadapan pintu yang mana Ali biasa keluar darinya. Ketika Ali keluar, ia membangunkan orang-orang untuk shalat sembari berkata, “Shalat… shalat!” dengan cepat Syabib menyerang dengan pedangnya dan memukulnya tepat mengenai leher beliau. Kemudian Abdurrahman menebaskan pedangnya ke atas kepala beliau.Darah Ali pun membasahi janggutnya. Ketika Abdurrahman menebasnya, ia berkata, “Tidak ada hukum kecuali milik Allah, bukan milikmu dan bukan milik teman-temanmu, wahai Ali!”, ia membaca firman Allah:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ
Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.
QS:Al-Baqarah | Ayat: 207
     Ali pun berteriak, “Tangkap mereka!

     Adapun Wardan yang melarikan diri, namun berhasil dikejar oleh seorang lelaki dari Hadhramaut lalu membunuhnya. Adapun Syabib, berhasil menyelamatkan diri dan selamat dari kejaran mereka. Sementara Abdurrahman berhasil ditangkap.

      Ali menyuruh Ja’dah bin Hubairah bin Abu Wahab untuk mengimami shalat Fajar.Ali pun diangkat ke rumahnya.Lalu digiring pula Abdurrahman kepadanya dan di bawa ke hadapannya dalam keadaan dibelenggu tangannya ke belakang pundak.Semoga Allah memburukkan rupanya.Ali berkata kepadanya, “Apa yang mendorongmu untuk melakukan ini?”Abdurrahman menjawab, “Aku telah mengasah pedang ini selama 40 hari.Aku memohon kepada Allah agar aku dapat membunuh makhluk-Nya yang paling buruk dengan pedang ini!

     Ali berkata kepadanya, “Munurutku, engkau harus terbunuh dengan pedang itu.Dan menurutku engkau adalah orang yang paling buruk.

     Kemudian Ali berkata, “Jika aku mati, maka bunuhlah orang ini.Dan jika aku selamat, maka aku lebih tahu bagaimana aku harus memperlakukan orang ini!

     Akhirnya Ali pun wafat. Setelah beliau wafat, kedua putranya, yakni Hasan dan Husein memandikan jenazahnya yang dibantu oleh Abdullah bin Ja’far. Kemudian jenazahnya dishalatkan oleh putra tertua beliau, yakni Hasan.Hasan bertakbir sebanyak 9 kali.

     Jenazah beliau dimakamkan di Darul Imarah di Kufah, karena kekhawatiran pada kaum Khawarij yang akan membongkar makamnya. Itulah yang mahsyur. Adapun yang mengatakan bahwa jenazahnya diletakkan di atas kendaraannya kemudian dibawa entah ke mana perginya, maka sungguh ia telah keliru dan mengada-ngada sesuatu yang tidak diketahuinya. Akal sehat dan syariat tentu tidak membenarkan hal semacam itu. Adapun keyakinan mayoritas kaum Rafidhah yang jahil bahwa makam beliau terletak di suatu tempat di Najaf, maka tidak ada dalil dan dasarnya sama sekali. Ada yang mengatakan bahwa makam yang terletak di sana adalah makam Al-Mughirah bin Syu’bah.

     Al-Khatib Al-Baghdadi meriwayatkan dari Al-Hafidz Abu Nu’aim dari Abu Bakar Ath-Thalahi dari Muhammad bin Abdullah Al-Hadhrami Al-Hafidz Muthayyin, bahwa ia berkata, “Sekiranya orang-orang Syi’ah mengetahui makam siapakah yang mereka agung-agungkan di Najaf, niscaya mereka akan melemparinya dengan batu. Sebenarnya itu adalah makam Al-Mughirah.






BAB III

PENUTUP

Utsman bin Affan yang menjadi teladan para sufi dalam banyak hal. Utsman adalah seorang yang zuhud, tawaduk (merendahkan diri dihadapan Allah SWT), banyak mengingat Allah SWT, banyak membaca ayat-ayat Allah SWT, dan memiliki akhlak yang terpuji.
Kemuliaan akhlak Utsman Sifat yang paling menonjol pada diri Utsman adalah sifat malu.Sifat ini sangat mengakar pada kepribadiannya.Kedermawanan Utsman Terkait dengan kedermawanan dan kemurahan hati Utsman, sungguh tidak ada tandingannya.Dia telah menyumbangkan hartanya di jalan Allah di banyak kesempatan.Kasih sayang Utsman meliputi dirinya yang penyayang seperti air yang menyirami dahan pohon yang menghijau oleh dedaunan.Utsman termasuk salah satu ahli ibadah.Dia gemar berpuasa di siang hari, bertahajjud di malam hari, dan banyak membaca mushaf Al-Qur’an.Kondisi itu terus bertahan sepanjang hidupnya yang lebih dari delpan puluh tahun.Utsman bin Affan Radiyallahu ‘Anhu termasuk salah satu ulama di kalangan shahabat dan termasuk ke dalam kelompok kecil yang kerap memberi fatwa pada masa Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam.
Ali bin Abu Thalib sepupu Rasulullah. Rasulullah menikahkan putrinya, Fatimah dengannya.Ali adalah salah seorang dari sepuluh sahabat yang mendapatkan kabar gembira berupa jaminan langsung masuk surga dari Rasulullah.

Salah satu sahabat yang senantiasa menyertai Rasulullah dalam mengibarkan panji-panji Islam dan menegakkan bendera tauhid adalah Ali bin Abu Thalib. Ia seorang pejuang sakwah sejati, pembela kebenaran, dan pembasmi kebatilan. Oleh karena itu, ia memiliki kedudukan yang terhormat dan mulia di sisi Rasulullah.


Daftar Pustaka

http://pendalaman-tokoh.blogspot.co.id/2014/02/ali-bin-abu-thalib-berbudi-sejak-muda.html

Syalabi, A. Sejarah dan Kebudayaan Islam 1. Jakarta: PT Pustaka Al Husna Baru. 2003.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar