Kamis, 05 Januari 2017



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Dalam setiap negara selalu memiliki hukum, untuk dapat selalu mengatur dan  juga melindungi rakyat. Agar dapat mencapai kesejahteraan untuk semua, sehingga menjadi kesamaan hak untuk semua dalam suatu negara. Dalam Hukum di Indonesia yang merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, baik itu hukum dalam bentuk Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie).
Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang  perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.
Sejalan dengan alur sejarah hukum Hindia Belanda yang banyak dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di masa VOC, Daendels, dan Raffles, berbagai perbaikan penting diperkenalkan sesudah tahun 1848. Sejenis konstitusi, kitab-kitab hukum baru, reorganisasi peradilan – sebagai akibat gelombang liberalisme yang berasal dari Belanda.
Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang terorganisasi dan kompleks, suatu himpunan atau perpaduan ha-hal atau bagian yang membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks. Terdapat komponen yang terhubung dan mempunyai fungsi masing-masing terhubung menjadi sistem menurut pola. Sistem merupakan susunan pandangan, teori, asas yang teratur.
Sistem hukum Indonesia merupakan perpaduan beberapa sistem hukum. Sistem hukum Indonesia merupakan perpaduan dari hukum agama, hukum adat, dan  hukum  negara eropa terutama Belanda sebagai Bangsa yang pernah menjajah Indonesia. Belanda berada di Indonesia sekitar 3,5 abad lamanya. Maka tidak heran apabila banyak peradaban mereka yang diwariskan termasuk sistem hukum. Bangsa Indonesia sebelumnya juga merupakan bangsa yang telah memiliki budaya atau adat yang sangat kaya. Bukti peninggalan atau fakta sejarah mengatakan bahwa di Indonesia dahulu banyak berdiri kerajaan-kerajaan hindu-budha seperti Sriwijaya, Kutai, Majapahit, dan lain-lain.
Zaman kerajaan meninggalkan warisan-warisan budaya yang hingga saat ini masih terasa. Salah satunya adalah peraturan-peraturan adat yang hidup dan bertahan hingga kini. Nilai-nilai hukum adat merupakan salah satu sumber hkum di Indonesia. Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar maka tidak heran apabila bangsa Indonesia juga menggunakan hukum agama terutama Islam sebagai pedoman dalam kehidupan dan juga menjadi sumber hukum Indonesia.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Sistem Hukum Indonesia ?
2.      Bagaimana sejarah perkembangan hukum di Indonesia ?
3.      Sistem hukum apa yang digunakan di Indonesia ?
4.      Apa yang dimaksud dengan  istilah hukum ?
5.      Apa macam-macam  hukum ?

1.3  Tujuan Penulisan
Makalah ini dibuat agar para pembaca makalah mengerti dan memahami mengenai “Hukum Indonesia” dan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Hukum Indonesia



BAB II
PEMBAHASAN
Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang terorganisasi dan kompleks, suatu himpunan atau perpaduan ha-hal atau bagian yang membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks. Terdapat komponen yang terhubung dan mempunyai fungsi masing-masing terhubung menjadi sistem menurut pola. Sistem merupakan susunan pandangan, teori, asas yang teratur.
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. Dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih. Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan militer. filsuf Aristotele menyatakan bahwa "Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela."
Hukum Indonesia adalah keseluruhan kaidah dan asas berdasarkan keadilan yang mengatur hubungan manusia dalam masyarakat yang berlaku sekarang di Indonesia. Sebagai hukum nasional, berlakunya hukum Indonesia dibatasi dalam wilayah hukum tertentu, dan ditujukan pada subyek hukum dan objek hukum tertentu pula. Subyek hukum Indonesia adalah warga negara Indonesia dan warga negara asing yang berdomisili di Indonesia. Sedangkan objek hukum Indonesia adalah semua benda bergerak atau tidak bergerak, benda berwujud atau tidak berwujud yang terletak di wilayah hukum Indonesia.
Hukum Indonesia sebagai perlengkapan masyarakat ini berfungsi untuk mengintegrasikan kepentingan-kepentingan anggota masyarakat sehingga tercipta ketertiban dan keteraturan. Karena hukum mengatur hubungan antar manusia dengan manusia, manusia dengan masyarakat dan sebaliknya, maka ukuran hubungan tersebut adalah: keadilan. Hukum Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu sistem, yang terdiri dari unsur-unsur atau bagian-bagian yang satu sama lain saling berkaitan dan berhubungan untuk mencapai tujuan yang didasarkan pada UUD 1945 dan dijiwai oleh falsafah Pancasila. Sebagai satu sistem, sistem hukum Indonesia telah menyediakan sarana untuk menyelesaikan konflik diantara unsur-unsurnya. Sistem hukum Indonesia juga bersifat terbuka, sehingga di samping faktor di luar sistem seperti: ekonomi, politik, sosial dapat mempengaruhi, sistem hukum Indonesia juga terbuka untuk penafsiran yang lain.

Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum Eropa, hukum agama, dan hukum adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana berbasis pada hukum Eropa, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum agama karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau syariat Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan, dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi,[1] yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara. Perkembangan hukum di Indonesia dibagi menjadi beberapa periode yaitu :
2.2.1                  Periode Kolonialisme
Periode kolonialisme dibedakan menjadi tiga era, yaitu: Era VOC, Liberal Belanda dan Politik etis hingga pendudukan Jepang.
·      Era VOC
-          Pada era penjajahan VOC, sistem hukum yang digunakan bertujuan untuk:
-          Keperluan ekspolitasi ekonomi untuk membantu krisis ekonomi di negera Belanda
-          Pendisiplinan rakyat asli Indonesia dengan sistem yang otoriteR perlindungan untuk orang-orang VOC, serta keluarga, dan para imigran Eropa.
Hukum Belanda diterapkan terhadap bangsa Belanda atau Eropa. Sedangkan untuk rakyat pribumi, yang berlaku ialah hukum-hukum yang dibuat oleh tiap-tiap komunitas secara mandiri. Tata politik & pemerintahan pada zaman itu telah mengesampingkan hak-hak dasar rakyat di nusantara & menjadikan penderitaan yang pedih terhadap bangsa pribumi di masa itu.
2.2.2               Era Liberal Belanda
Tahun 1854 di Hindia-Belanda dikeluarkan Regeringsreglement (kemudian dinamakan RR 1854) atau Peraturan mengenai Tata Pemerintahan (di Hindia-Belanda) yang tujuannya adalah melindungi kepentingan usaha-usaha swasta di tanah jajahan & untuk yang pertama kalinya mencantumkan perlindungan hukum untuk rakyat pribumi dari pemerintahan jajahan yang sewenang-wenang. Hal ini bisa dilihat dalam (Regeringsreglement) RR 1854 yang mengatur soal pembatasan terhadap eksekutif (paling utama Residen) & kepolisian, dan juga jaminan soal proses peradilan yang bebas. Otokratisme administrasi kolonial masih tetap terjadi pada era ini, meskipun tidak lagi sekejam dahulu. Pembaharuan hukum yang didasari oleh politik liberalisasi ekonomi ini ternyata tidak dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat pribumi, sebab eksploitasi masih terus terjadi.
2.2.3             Era Politik Etis Sampai Kolonialisme Jepang
Politik Etis diterapkan  di awal abad ke-20. Kebijakan-kebijakan awal politik etis yang berkaitan langsung dengan pembaharuan hukum antara lain:
-       Pendidikan bagi rakyat pribumi, termasuk juga pendidikan lanjutan hukum; 
-       Pendirian Volksraad, yaitu lembaga perwakilan untuk kaum pribumi; 
-       Manajemen organisasi pemerintahan, yang utama dari sisi efisiensi; 
-       Manajemen lembaga peradilan, yang utama dalam hal profesionalitas; 
-       Pembentukan peraturan perundang-undangan yg berorientasi pada kepastian hukum. 
Dalam setiap negara selalu memiliki hukum, untuk dapat selalu mengatur dan juga melindungi rakyat. Agar dapat mencapai kesejahteraan untuk semua, sehingga menjadi kesamaan hak untuk semua dalam suatu negara. Dalam Hukum di Indonesia yang merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, baik itu hukum dalam bentuk Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.
Sejalan dengan alur sejarah hukum Hindia Belanda yang banyak dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di masa VOC, Daendels, dan Raffles, berbagai perbaikan penting diperkenalkan sesudah tahun 1848. Sejenis konstitusi, kitab-kitab hukum baru, reorganisasi peradilan – sebagai akibat gelombang liberalisme yang berasal dari Belanda. Dalam setiap negara selalu memiliki hukum, untuk dapat selalu mengatur dan juga melindungi rakyat. Agar dapat mencapai kesejahteraan untuk semua, sehingga menjadi kesamaan hak untuk semua dalam suatu negara. Dalam Hukum di Indonesia yang merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, baik itu hukum dalam bentuk Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie).
Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara. Sejalan dengan alur sejarah hukum Hindia Belanda yang banyak dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di masa VOC, Daendels, dan Raffles, berbagai perbaikan penting diperkenalkan sesudah tahun 1848. Sejenis konstitusi, kitab-kitab hukum baru, reorganisasi peradilan – sebagai akibat gelombang liberalisme yang berasal dari Belanda.
Sampai saat hancurnya kolonialisme Belanda, pembaruan hukum di Hindia Belanda meninggalkan warisan: i) Pluralisme/dualisme hukum privat dan pluralisme/dualisme lembaga-lembaga peradilan; ii) Pengelompokan rakyat ke menjadi tiga golongan; Eropa dan yang disamakan, Timur Asing, Tionghoa & Non-Tionghoa, & Pribumi.
Masa penjajahan Jepang tidak banyak terjadi pembaruan hukum di semua peraturan perundang-undangan yang tidak berlawanan dengan peraturan militer Jepang, tetap berlaku sambil menghapus hak-hak istimewa orang-orang Belanda & Eropa lainnya. Sedikit perubahan perundang-undangan yang dilakukan: i) Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang awalnya hanya berlaku untuk golongan Eropa & yang setara, diberlakukan juga untuk kaum Cina; ii) Beberapa peraturan militer diselipkan dalam peraturan perundang-undangan pidana yang berlaku. Di bidang peradilan, pembaharuan yang terjadi adalah: i) Penghapusan pluralisme/dualisme tata peradilan; ii) Unifikasi kejaksaan; iii) Penghapusan pembedaan polisi kota & lapangan/pedesaan; iv) Pembentukan lembaga pendidikan hukum; v) Pengisian secara besar-besaran jabatan-jabatan administrasi pemerintahan & hukum dengan rakyat pribumi.
2.2.4             Era Revolusi Fisik Sampai Demokrasi Liberal 
·      Era Revolusi Fisik
-            Melanjutkan unfikasi badan-badan peradilan dengan melaksanakan penyederhanaan; 
-            Mengurangi serta membatasi peranan badan-badan pengadilan adat & swapraja, terkecuali badan-badan pengadilan agama yg bahkan diperkuat dengan pembentukan Mahkamah Islam Tinggi.
·      Era Demokrasi Liberal
Undang-undang Dasar Sementara 1950 yang sudah mengakui HAM. Namun pada era ini pembaharuan hukum & tata peradilan tidak banyak terjadi, yang terjadi adalah dilema untuk mempertahankan hukum & peradilan adat atau mengkodifikasi dan mengunifikasinya menjadi hukum nasional yang peka terhadap perkembangan ekonomi dan tata hubungan internasional. Selajutnya yang terjadi hanyalah unifikasi peradilan dengan menghapuskan seluruh badan-badan & mekanisme pengadilan atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan negara, yang ditetapkan melalui UU No. 9/1950 tentang Mahkamah Agung dan UU Darurat No. 1/1951 tentang Susunan & Kekuasaan Pengadilan.
2.2.5                 Era Demokrasi Terpimpin Sampai Orde Baru 
·      Era Demokrasi Terpimpin
Perkembangan dan dinamika hukum di era ini
-       Menghapuskan doktrin pemisahan kekuasaan & mendudukan MA & badan-badan pengadilan di bawah lembaga eksekutif; 
-       Mengubah lambang hukum "dewi keadilan" menjadi "pohon beringin" yang berarti pengayoman; 
-       Memberikan kesempatan kepada eksekutif untuk ikut campur tangan secara langsung atas proses peradilan sesuai UU No.19/1964 & UU No.13/1965; 
-       Menyatakan bahwa peraturan hukum perdata pada masa pendudukan tidak berlaku kecuali hanya sebagai rujukan, maka dari itu hakim harus mengembangkan putusan-putusan yang lebih situasional & kontekstual.
·      Era Orde Baru
Pembaruan hukum pada masa Orde Baru dimulai dari penyingkiran hukum dalam proses pemerintahan dan politik, pembekuan UU Pokok Agraria, membentuk UU yang mempermudah modal dari luar masuk dengan UU Penanaman modal Asing, UU Pertambangan, dan UU Kehutanan. Selain itu, orde baru juga melancarkan: i) Pelemahan lembaga hukum di bawah kekuasaan eksekutif; ii) Pengendalian sistem pendidikan & pembatasan pemikiran kritis, termasuk dalam pemikiran hukum; Kesimpulannya, pada era orba tidak terjadi perkembangan positif  hukum Nasional.
2.2.6    Periode Pasca Orde Baru (1998 – Sekarang)
Semenjak kekuasaan eksekutif beralih ke Presiden Habibie sampai dengan sekarang, sudah dilakukan 4 kali amandemen UUD RI 1945. Beberapa pembaruan formal yang terjadi antara lain: 1) Pembaruan sistem politik & ketetanegaraan; 2) Pembaruan sistem hukum & HAM; dan 3) Pembaruan sistem ekonomi.
Penyakit lama orde baru, yaitu KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) masih kokoh mengakar pada masa pasca orde baru, bahkan kian luas jangkauannya. Selain itu, kemampuan perangkat hukum pun dinilai belum memadai untuk dapat menjerat para pelaku semacam itu. Aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim (kini ditambah advokat) dilihat masih belum mampu mengartikulasikan tuntutan permbaruan hukum, hal ini dapat dilihat dari ketidakmampuan Kejaksaan Agung meneruskan proses peradilan mantan Presiden Soeharto, peradilan pelanggaran HAM, serta peradilan para konglomerat hitam. Sisi baiknya, pemberdayaan rakyat untuk menuntut hak-haknya dan mengembangkan sumber daya hukumnya secara mandiri, semakin gencar dan luas dilaksanakan. Walaupun begitu, pembaruan hukum tetap terasa lambat dan masih tak tentu arahnya.

2.3  Sistem Hukum yang dianut di Indonesia.
Dalam kajian-kajian teoretik, berdasarkan berbagai karakteristik sistem hukum dunia dibedakan antara: sistem hukum sipil; Sistem hukum anglo saxon atau dikenal juga dengan common law; hukum agama; hukum negara blok timur (sosialis). Eric L. Richard (dalam Suherman, 2004: 21) membedakan sistem hukum yang utama di dunia (TheWorld’s Major Legal Systems) menjadi: civil law; common law; Islamic law; socialist law; sub-Sahara Africa; dan Far East. Munir Fuady (2007: 32-dst.) myatakan terdapat lebih dari 11 pengelompokan sistem hukum.[3] Menurutnya tradisi hukum dunia dibedakan antara: tradisi hukum Eropah Kontinental, tradisi hukum Anglo Saxon, tradisi hukum sosialis, tradisi hukum kedaerahan, tradisi hukum keagamaan.
2.3.1        Sistem Hukum Eropa Kontinental
Di antara sistem-sistem hukum yang dikenal, sistem hukum Eropa Kontinental dan sistem hukum Anglo Saxon banyak dipakai dan cenderung berpengaruh terhadap sistem hukum yang dianut negara-negara di dunia. Sistem hukum Eropa Kontinental dikenal juga dengan sebutan Romano-Germanic Legal System adalah sistem hukum yang semula berkembang di dataran Eropa. Titik tekan pada sistem hukum ini adalah, penggunaan aturan-aturan hukum yang sifatnya tertulis, berbagai ketentuan-ketentuan hukum dikodifikasi (dihimpun) secara sistematis yang akan ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim dalam penerapannya. Hampir 60% dari populasi dunia tinggal di negara yang menganut sistem hukum ini.
Sistem Hukum Eropa Kontinental lebih mengedapankan hukum tertulis, peraturan perundang-undangan menduduki tempat penting. Peraturan perundang-undangan yang baik, selain menjamin adanya kepastian hukum, yang merupakan syarat mutlak bagi terwujudnya ketertiban, juga dapat diharapkan dapat mengakomodasi nilai-nilai keadilan dan kemanfaatan. Lembaga peradilan harus mengacu pada undang-undang. Sifat undang-undang tertulis yang statis diharapkan dapat lebih fleksibel dengan sistem bertingkat dari norma dasar sampai norma yang bersifat teknis, serta dengan menyediakan adanya mekanisme perubahan undang-undang. Sistem hukum Eropa kontinental adalah sistem hukum yang dasar atau acuan hukum yang berlaku mengutamakan sumber hukum aturan tertulis.
Sistem hukum ini berkembang di negara-negara Eropa daratan yang sering di sebut sebagai “civil law”. Semula berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku di kekaisaran Yustitianus yang mempunyai pengaruh besar dalam penyusunan kodifikasi abad VI sebelum masehi.  Prinsip utama yang menjadi dasar sistem hukum Eropa kontinental adalah “hukum memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang berbentuk undang-undang dan tersusun secara sistematik di dalam kodifikasi atau kompilasi tertentu. Prinsip dasar ini dianut mengikat bahwa nilai utama yang merupakan tujuan hukum adalah “kepastian hukum”. Dan kepastian hukum hanya dapat diwujudkan kalau tindakan-tindakan hukum manusia didalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan-peraturan yang tertulis. Contoh kodifikasi hukum di Indonesia adalah KUHP,KUHAP,BW,KUH perdata, KUH dagang, KUH pidana, KUH sipil dll.
Ciri-ciri :
  1. Membedakan secara tajam antara hukum perdata dan hukum publik.
  2. Membedakan anatar hak kebendaan dan perorangan.
  3. Menggunakan kodifikasi.
  4. Keputusan hakim terdahulu tidak mengikat.
Sumber hukum :
  1. Undang-undang dibentuk oleh legislatif (statues).
  2. Peraturan-peraturan hukum (Regulation= administrasi negara=PP dll).
  3. Kebiasaan-kebiasaan(custom) yang hidup dan diterima sebagai hukum oleh masyarakat selama tidak bertentangan dengan undang-undang.
Berdasarkan sumber hukum di atas maka sistem hukum Eropa kontinental penggolongannnya menjadi 2 yaitu :
  • Hukum publik
Hukum publik mencakup peraturan-peraturan hukum yang  mengatur kekuasaan dan wewenang penguasa/negara serta hubungan-hubungan antara masyarakat dan negara. yang  termasuk dalam hukum publik ini adalah:
  1. Hukum tata negara
  2. Hukum Administrasi Negara
  3. Hukum pidana

  • Hukum privat
Hukum privat menyangkut peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang hubungan antara individu-individu dalam memenuhi kebutuhan hidup demi hidupnya. Yang termasuk dalam hukum privat adalah:
1.    Hukum sipil
2.    Hukum dagan.
Namun dalam perkembangan hukum saat ini batas-batas antara Hukum Publik dan Hukum Privat semakin kabur. Artinya banyak bidang kehidupan yang sebenarnya merupakan kepentingan seseorang tetapi ternyata menunjukkan indikasi sebagai kepentingan umum sehingga memerlukan campur tangan pemerintah melalui kaidah-kaidah hukum publik.
2.3.2             Sistem Anglo-Saxon
       Sistem Anglo-Saxon adalah suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurisprudensi, yaitu keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar bagi putusan hakim-hakim selanjutnya. Sistem hukum ini diterapkan di Irlandia, Inggris, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Kanada (kecuali Provinsi Quebec) dan Amerika Serikat (walaupun negara bagian Louisiana mempergunakan sistem hukum ini bersamaan dengan sistim hukum Eropa Kontinental Napoleon).
Sistem Hukum Anglo Saxon cenderung lebih mengutamakan hukum kebiasaan, hukum yang berjalan dinamis sejalan dengan dinamika masyarakat. Pembentukan hukum melalui lembaga peradilan dengan sistem jurisprudensi dianggap lebih baik agar hukum selalu sejalan dengan rasa keadilan dan kemanfaatan yang dirasakan oleh masyarakat secara nyata.
Sistem hukum Anglo Amerika menganut suatu doktrin yang dikenal dengan nama “the doctrine of precedent/Stare Decisis” yang pada hakekatnya menyatakan bahwa dalam memutuskan suatu perkara, seorang hakim harus mendasarkan putusannya kepada prinsip hukum yang sudah ada didalam putusan hakim lain dari perkara sejenis sebelumnya (presedent).
Dalam hal tidak ada putusan hakim lain dari perkara atau putusan hakim yang telah ada sebelumnya kalau dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, maka hakim dapat menetapkan putusan berdasarkan nilai-nilai keadilan, kebenaran dan akal sehat (common sense) yang dimilikinya. Melihat kenyataan bahwa banyak prinsip-prinsip hukum yang timbul dan berkembang dari putusan-putusan hakim untuk suatu perkara atau kasus yang dihadapi, maka sistem hukum Anglo Amerika, secara berlebihan sering disebut sebagai Case Law.
Ciri dari common law system ini adalah :
1)      tidak ada perbedaan secara tajam antara hukum publik dan perdata
2)      tidak ada perbedaan antara hak kebendaan dan perorangan
3)      tidak ada kodifkasi
4)      keputusan hakim terdahulu mengikat hakim yang kemudian (asas precedent atau stare decisis)
Dalam perkembangannya, sistem hukum ini mengenal pembagian hukum publik dan hukum privat. Hukum Privat menurut sistem hukum ini lebih ditujukan kepada kaidah hukum tentang hak milik, hukum tentang orang, hukum perjanjian, dan hukum tentang perbuatan melawan hukum.
2.3.3    Sistem hukum adat
Sistem Hukum Adat dinyatakan dianut oleh beberapa negara di antaranya oleh Monggolia dan Srilangka (ada juga yang mengkategorikan Indonesia sebagai negara penganut sistem hukum adat). Sistem hukum agama adalah sistem hukum yang berdasarkan ketentuan agama tertentu, yang umumnya terdapat dalam Kitab Suci. Arab Saudi, Iran, Sudan, Suriah, dan Vatikan dikategorikan sebagai negara dengan sistem hukum agama. Selain negara-negara tersebut, beberapa negara lain juga menerapkan sistem hukum Anglo-Saxon campuran, misalnya Pakistan, India dan Nigeria yang menerapkan sebagian besar sistem hukum Anglo-Saxon, namun juga memberlakukan hukum adat dan hukum agama.
Apapun sistem hukum yang dianut, pada dasarnya tidak ada negara yang hanya didasarkan pada hukum tertulis atau hukum kebiasaan saja. Tidak ada negara yang sistem hukumnya menafikan pentingnya undang-undang dan pentingnya pengadilan. Kompleksitas sistem hukum Indonesia dibentuk oleh perjalanan sejarah Bangsa Indonesia. Pertama kali kebudayaan yang muncul adalah kebudayaan Indonesia asli. Sebagai produk kebudayaan asli ini adalah hukum adat. Kebudayaan ini berlangsung sebelum kedatangan kebudayaan India (Hindu). Selanjutnya Indonesia memasuki masa pengaruh kebudayaan Hindu. Pada abad ke-13 sampai ke-14 masuk pengaruh Islam, dan hukum Islam berkembang dan memperkaya sistem hukum yang ada di Indonesia. Baru pada abad ke-17 masuk kebudayaan Eropa-Amerika.
Jika hukum adat yang ada di Indonesia, dihubungkan dengan corak dasar kedua sistem hukum yang paling berpengaruh (Eropah Kontionental dan Anglo Saxon), cenderung lebih dekat dengan sistem Ango Saxon. Hukum adat terbangun dari kebiasaan-kebiasaan masyarakat dalam menghadapi situasi dan kondisi tertentu, yang kemudian oleh masyarakat ditempatkan lebih dari sekadar norma kesopanan atau kesusilaan menjadi norma hukum (opinio juris sive necessitatis). Masyarakat tradisional Indonesia yang bercorak patriarkhis, menempatkan tetua-tetua/ pemuka-pemuka adat sebagai tokoh penting yang menentukan hukum jika masyarakat menghadapi suatu persoalan. Meskipun tidak ketat mengikat, apa yang diputuskan akan diikuti jika terjadi lagi hal serupa. Jadi Mirip dengan sistem preseden. Peran tetua/ tokoh/ ketua suku menjadi sangat penting dalam membentuk hukum, sehingga dapat dipahami jika yang dipilih seharusnya yang paling berpengetahuan dan bijak.
Pada masa kolonial Belanda, dengan penerapan asas konkordansi, maka hukum yang berlaku di Hindia Belanda sejalan dengan hukum yang berlaku di Belanda. Belanda merupakan salah satu pendukung terkemuka sistem hukum Eropah Kontinental. Dengan demikian, secara mutatis mutandis sistem Eropah Kontinental dilaksanakan di Indonesia. Walaupun demikian pada dasarnya Belanda menganut politik hukum adat (adatrechtpolitiek) yang membiarkan hukum adat itu berlaku bagi golongan masyarakat Indonesia asli dan hukum Eropa berlaku bagi kalangan golongan Eropa yang bertempat tinggal di Indonesia (Hindia Belanda). Dengan demikian pada masa Hindia Belanda berlaku pluralisme hukum. Dengan adanya lembaga penundukan diri secara sukarela, banyak penduduk Indonesia saat itu menunduukan diri untuk terikat pada Hukum Barat, terutama yang berusaha di bidang perdagangan. Dalam perkembangan hukum di Indonesia selanjutnya, tampak kuatnya pengaruh hukum kolonial dan cenderung meninggalkan hukum adat (Daniel S. Lev, 1990 : 438-473).
Setelah kemerdekaan, pengaruh Sistem Eropah Kontinental tampak dalam semangat untuk melakukan kodifikasi dan unifikasi. Meskipun Hukum Adat tetap diakui, tetapi pandangan yang lebih mengemuka adalah dalam pembangunan hukum maupun optimalisasi fungsi hukum sebagai sarana untuk melakukan rekayasa sosial dilakukan melalui peraturan perundang-undangan. Ajaran yang sangat berpengaruh terhadap pola pikir masyarakat beberapa waktu sebelumnya, yaitu Mazhab Sejarah yang dipelopori oleh Von Savigny dan teori keputusan yang dikemukakan oleh Ter Haar, dianggap tidak relevan.
Mazhab sejarah menyatakan bahwa hukum itu hinkt achter de feiten aan, hukum itu tidak dibuat tetapi tumbuh secara historis atas dasar peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi. Teori keputusan menyatakan bahwa kebiasaan-kebiasaan yang diakui oleh penguasalah yang merupakan hukum. Kedua mazhab ini menyatakan bahwa hukum hanya menyangkut kejadian yang sudah sering terjadi. Kedua paham ini dianggap tidak sejalan dengan pembangunan yang identik dengan perubahan, dengan kemungkinan terjadinya hal-hal yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Dari sudut pandang ini inilah kedua mazhab ini dianggap tidak relevan (lihat antara lain Sunarjati Hartono, 1982). Dalam perkembangannya kemudian, sebagai dampak pergaulan Indonesia dalam kancah internasional, munculah bidang-bidang hukum baru seperti corporative law, computer law, cyber law, dan sebagainya. Kebijakan dalam bidang-bidang ini dan kebijakan-kebijakan global lainnya, legitimasinya banyak mengacu pada Sistem Common law. Pemberian wewenang yang lebih luas kepada Pengadilan Agama, tidak hanya sekadar menangani nikah, talak, rujuk, juga membuat pengaruh Hukum Islam bagi warga Negara Indonesia yang beragama Islam semakin luas, setelah sebelumnya memberikan warna bagi Hukum Adat di beberapa tempat di Indonesia. Sistem hukum di Indonesia dewasa ini adalah sistem hukum yang unik, sistem hukum yang dibangun dari proses penemuan, pengembangan, adaptasi, bahkan kompromi dari beberapa sistem yang telah ada.
Sistem hukum Indonesia tidak hanya mengedepankan ciri-ciri lokal, tetapi juga mengakomodasi prinsip-prinsip umum yang dianut oleh masyarakat internasional. Tidak hanya unik, sistem hukum Indonesia adalah sistem yang masih penuh dengan dinamika, untuk mencari format di mana ketertiban dan keteraturan hukum sipil mendapat tempat, dengan tidak mengesampingkan keluwesan hukum Anglo Saxon, serta tidak menghilangkan suasana kebatinan masyarakat Indonesia. Pencermatan terhadap kondisi nyata sistem Hukum Indonesia dan Sistem Hukum yang dicita-citakan seharusnya menjadi bahan pertimbangan dalam pembangunan hukum, termasuk dalam pembangunan pendidikan hukum. Legislator yang handal dan Juris yang berkemampuan sama-sama diperlukan. Tetapi, ahli mana yang jumlahnya lebih banyak dibutuhkan, keahlian apa yang lebih banyak diperlukan tentu berbeda.
Komitmen untuk menegakkan supremasi hukum selalu didengungkan, tetapi keberadaan hukum maupun sistem hukum bukanlah merupakan ciri mendasar dari supremasi hukum. Supremasi hukum ditandai dengan penegakan rule of law yang sesuai dengan, dan yang membawa keadilan sosial bagi masyarakat. Jadi yang terutama dan diutamakan adalah hukum dan sistem hukum yang membawa keadilan bagi masyarakat.


2.4 Macam-Macam Hukum

2.4.1 Hukum Perdata Indonesia

Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan. Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW) yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan asas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian. Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian yaitu :
  • Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan disahkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
  • Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
  • Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
  • Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Sistematika yang ada pada KUHP tetap dipakai sebagai acuan oleh para ahli hukum dan masih diajarkan pada fakultas-fakultas hukum di Indonesia.

2.4.2    Hukum Pidana Indonesia

Hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik. Hukum pidana terbagi menjadi dua bagian, yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materiil mengatur tentang penentuan tindak pidana, pelaku tindak pidana, dan pidana (sanksi). Di Indonesia, pengaturan hukum pidana materiil diatur dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP). Hukum pidana formil mengatur tentang pelaksanaan hukum pidana materiil. Di Indonesia, pengaturan hukum pidana formil telah disahkan dengan UU nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana (KUHAP).

 

2.4.3    Hukum tata negara

Hukum tata negara adalah hukum yang mengatur tentang negara, yaitu antara lain dasar pendirian, struktur kelembagaan, pembentukan lembaga-lembaga negara, hubungan hukum (hak dan kewajiban) antar lembaga negara, wilayah dan warga negara. Hukum tata negara mengatur mengenai negara dalam keadaan diam artinya bukan mengenai suatu keadaan nyata dari suatu negara tertentu (sistem pemerintahan, sistem pemilu, dll dari negara tertentu) tetapi lebih pada negara dalam arti luas. Hukum ini membicarakan negara dalam arti yang abstrak.

 

2.4.4    Hukum tata usaha (administrasi) negara

Hukum tata usaha (administrasi) negara adalah hukum yang mengatur kegiatan administrasi negara. Yaitu hukum yang mengatur tata pelaksanaan pemerintah dalam menjalankan tugasnya. Hukum administarasi negara memiliki kemiripan dengan hukum tata negara.kesamaanya terletak dalam hal kebijakan pemerintah ,sedangkan dalam hal perbedaan hukum tata negara lebih mengacu kepada fungsi konstitusi/hukum dasar yang digunakan oleh suatu negara dalam hal pengaturan kebijakan pemerintah,untuk hukum administrasi negara di mana negara dalam "keadaan yang bergerak". Hukum tata usaha negara juga sering disebut HTN dalam arti sempit.


2.4.5    Hukum acara perdata Indonesia

Hukum acara perdata Indonesia adalah hukum yang mengatur tentang tata cara beracara (berperkara di badan peradilan) dalam lingkup hukum perdata. Dalam hukum acara perdata, dapat dilihat dalam berbagai peraturan Belanda dulu(misalnya; Het Herziene Inlandsh Reglement/HIR, RBG, RB,RO).

 

2.4.6    Hukum acara pidana Indonesia

Hukum acara pidana Indonesia adalah hukum yang mengatur tentang tata cara beracara (berperkara di badan peradilan) dalam lingkup hukum pidana. Hukum acara pidana di Indonesia diatur dalam UU nomor 8 tahun 1981.

Asas di dalam hukum acara pidana di Indonesia adalah:
  • Asas perintah tertulis, yaitu segala tindakan hukum hanya dapat dilakukan berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang berwenang sesuai dengan UU.
  • Asas peradilan cepat, sederhana, biaya ringan, jujur, dan tidak memihak, yaitu serangkaian proses peradilan pidana (dari penyidikan sampai dengan putusan hakim) dilakukan cepat, ringkas, jujur, dan adil (pasal 50 KUHAP).
  • Asas memperoleh bantuan hukum, yaitu setiap orang punya kesempatan, bahkan wajib memperoleh bantuan hukum guna pembelaan atas dirinya (pasal 54 KUHAP).
  • Asas terbuka, yaitu pemeriksaan tindak pidana dilakukan secara terbuka untuk umum (pasal 64 KUHAP).
  • Asas pembuktian, yaitu tersangka/terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian (pasal 66 KUHAP), kecuali diatur lain oleh UU.

2.4.7    Hukum antar tata hukum

Hukum antar tata hukum adalah hukum yang mengatur hubungan antara dua golongan atau lebih yang tunduk pada ketentuan hukum yang berbeda.

2.4.8 Hukum adat di Indonesia

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Hukum Adat di Indonesia

Hukum adat adalah seperangkat norma dan aturan adat yang berlaku di suatu wilayah.

2.4.9 Hukum Islam di Indonesia

Hukum Islam di Indonesia belum bisa ditegakkan secara menyeluruh, karena belum adanya dukungan yang penuh dari segenap lapisan masyarakat secara demokratis baik melalui pemilu atau referendum maupun amendemen terhadap UUD 1945 secara tegas dan konsisten. Aceh merupakan satu-satunya provinsi yang banyak menerapkan hukum Islam melalui Pengadilan Agama, sesuai pasal 15 ayat 2 Undang-Undang RI No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman yaitu : Peradilan Syariah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darrussalam merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama, dan merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan umum sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum.
Di Indonesia memang tidak dipungkiri bahwa hukum islam menjadi salah satu sumber hukum. Hal ini disebabkan oleh penduduk Indonesia sendiri yang mayoritas bergama islam, sehingga hukum islam sendiri muncul dan mempengaruhi aturan-aturan yang berlaku di Indonesia, sebagai wujud dari kebutuhan masrakat itu sendri khususnya yang beragama islam. Hukum islam  mulai mempengaruhi aturan yang berlaku sejak agama islam memasuki negara Indonesia dibawa oleh para pedagang dari Gujarat yang datang untuk melakukan perdagangan, selain itu mereka juga menyebarkan agama islam, sehingga dengan hal ini masuklah agama islam. Maka dengan masuknya agama islam ini tentunya membawa pengaru-pengaruh dalam hal keagamaan serta di dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian hukum islam mulai memberikan pengaruhnya di Indonesia. Hal ini terbukti dengan adanya perundang-undangan yang memperkokoh hukum islam. Di Indonesia perundang-undanga tersebut terdapat dalam beberapa macam yaitu :


1.             Undang-undang perkawinan
Perkawinan merupakan suatu tindakan yang mengakibatkan adanya hukum-hukum yang harus ditaati, dan ikatan perkawinan mempunyai dampak yang luas, baik natural, sosial, mapun yuridis atau hukum, sehingga perkawinan ini pelu adanya suatu aturan-aturan yang menaunginya. Undang-undang tentang perkawinan muncul pada masa orde baru, stelah melalui barabagai lika-liku, dicetuskan dalam UU No. 1 Tahun 1974 yang kemudian ditindak lanjuti dengan Peratutan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 yang terdiri dari 14 Bab dan 67 pasal.

2.             Undang-undang Peradilan Agama
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang peradilan Agama disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Desember 1989. Jadi artinya undnad-undang tentang peradilan agama baru dissa terdihkan pada tanggal tersebut, namun sesungguhnya usaha untunk memantapkan kedudulan Peradilan Agama sebenarnya sudaha dirintis oleh Departemen Agama. Kegiatan penyusunan Rancangan Undang-undang tentang peradilan agama sudah dimulai sejak tahun 1961, namun baru secara kongkret dilaksanakan pada tahun 1971. Setelah mengalami pembahsan yang panjang Baru pada tanggal 29 Desember 1989 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989. Adapun isinya terdiri dari 7 Bab dan terdiri dari 108 pasal.

3.             Undang-undang Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Dengan penduduk Indonesia yang mayorita beragama islam, tentunya kegiatan ibadah hajipun sangat tinggi intensitasnya, untuk itu agar penyelanggaraan haji bisa berjalan lancar, tidak ada kesulitan, baik didalam negeri maupun ketika diluar negri, maka diperlukan manajemen yang baik, seihingga dibentuklah Undang-undang tentang Penyelenggaraan haji, yaitu Undang-undang Nomo 17 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Ibadah Haji disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 31 mei 1999.  Undang-undang penyelenggaraan haji terdiri dari 15 Bab dan 30 pasal.

4.        Undang-undang Pengelolaan Zakat.
Zakat adalah salah satu rukun islam yang harus dijalankan oleh selurauh umat musalim, khususnya di Indonesia yang mayoritas beragama muslim, maka sangat mutlak dibutuhan aturan-aturan yang mengatur pengelolaan zakat tersebut.  Mengacu hal ini, maka pemerintah membentuka Undang-undang tentang Pengelolaan zakat, yaitu Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tengtang Pengelolaan Zakat disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 23 Desember 1999. UU Pnegelolaan Zakat terdiri dari 10 Bab dan 25 pasal.

5.             Undang-undang Penyelenggaraan Keistimewaan DI Aceh.
Aceh yang memang memiliki keistimewaan sendiri tentang hukum-hukum yang berlaku disana, masyarakat aceh yang memang menghendaki  penetapan hukum islam, dan sealu menjunjung tinggi adat, dan telah menempatkan ulama pada peran yang sangat terhormat dalam kehidupan bermasrayarakat, berbangsa dan bernegara perlu dilestarika dan dikembangkan. Dan pemerintah juga memberika jaminan kepastian hukum dalam penyelenggaraan keistimewaan yang dimiliki rakyat aceh sebagaimana tersebut diatas dengan munculnya Undang-undang No. 44 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh. UU No. 44 tahun 1999 terdiri dari 5 Bab dan 13 pasal.

2.5 Istilah hukum

2.5.1 Advokat

Sejak berlakunya UU nomor 18 tahun 2003 tentang advokat, sebutan bagi seseorang yang berprofesi memberikan bantuan hukum secara swasta - yang semula terdiri dari berbagai sebutan, seperti advokat, pengacara, konsultan hukum, penasihat hukum - adalah advokat.

2.5.2    Advokat dan pengacara

Kedua istilah ini sebenarnya bermakna sama, walaupun ada beberapa pendapat yang menyatakan berbeda. Sebelum berlakunya UU nomor 18 tahun 2003, istilah untuk pembela keadilan plat hitam ini sangat beragam, mulai dari istilah pengacara, penasihat hukum, konsultan hukum, advokat dan lainnya. Pengacara sesuai dengan kata-kata secara harfiah dapat diartikan sebagai orang yang beracara, yang berarti individu, baik yang tergabung dalam suatu kantor secara bersama-sama atau secara individual yang menjalankan profesi sebagai penegak hukum plat hitam di pengadilan. Sementara advokat dapat bergerak dalam pengadilan, maupun bertindak sebagai konsultan dalam masalah hukum, baik pidana maupun perdata. Sejak diundangkannya UU nomor 18 tahun 2003, maka istilah-istilah tersebut distandarisasi menjadi advokat saja.
Dahulu yang membedakan keduanya yaitu :
  1. Advokat adalah seseorang yang memegang izin ber"acara" di Pengadilan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman serta mempunyai wilayah untuk "beracara" di seluruh wilayah Republik Indonesia.
  2. Pengacara Praktik adalah seseorang yang memegang izin praktik / beracara berdasarkan Surat Keputusan Pengadilan Tinggi setempat di mana wilayah beracaranya adalah "hanya" diwilayah Pengadilan Tinggi yang mengeluarkan izin praktik tersebut.
Setelah UU No. 18 th 2003 berlaku maka yang berwenang untuk mengangkat seseorang menjadi Advokat adalah Organisasi Advokat.(Pengacara dan Pengacara Praktik/pokrol dst seteah UU No. 18 tahun 2003 dihapus)

2.5.3    Konsultan hukum

Konsultan hukum atau dalam bahasa Inggris counselor at law atau legal consultant adalah orang yang berprofesi memberikan pelayanan jasa hukum dalam bentuk konsultasi, dalam sistem hukum yang berlaku di negara masing-masing. Untuk di Indonesia, sejak UU nomor 18 tahun 2003 berlaku, semua istilah mengenai konsultan hukum, pengacara, penasihat hukum dan lainnya yang berada dalam ruang lingkup pemberian jasa hukum telah distandarisasi menjadi advokat.

 

2.5.4   Jaksa dan polisi

Dua institusi publik yang berperan aktif dalam menegakkan hukum publik di Indonesia adalah kejaksaan dan kepolisian. Kepolisian atau polisi berperan untuk menerima, menyelidiki, menyidik suatu tindak pidana yang terjadi dalam ruang lingkup wilayahnya.
Apabila ditemukan unsur-unsur tindak pidana, baik khusus maupun umum, atau tertentu, maka pelaku (tersangka) akan diminta keterangan, dan apabila perlu akan ditahan. Dalam masa penahanan, tersangka akan diminta keterangannya mengenai tindak pidana yang diduga terjadi. Selain tersangka, maka polisi juga memeriksa saksi-saksi dan alat bukti yang berhubungan erat dengan tindak pidana yang disangkakan. Keterangan tersebut terhimpun dalam berita acara pemeriksaan (BAP) yang apabila dinyatakan P21 atau lengkap, akan dikirimkan ke kejaksaan untuk dipersiapkan masa persidangannya di pengadilan.
Kejaksaan akan menjalankan fungsi pengecekan BAP dan analisis bukti-bukti serta saksi untuk diajukan ke pengadilan. Apabila kejaksaan berpendapat bahwa bukti atau saksi kurang mendukung, maka kejaksaan akan mengembalikan berkas tersebut ke kepolisian, untuk dilengkapi. Setelah lengkap, maka kejaksaan akan melakukan proses penuntutan perkara. Pada tahap ini, pelaku (tersangka) telah berubah statusnya menjadi terdakwa, yang akan disidang dalam pengadilan. Apabila telah dijatuhkan putusan, maka status terdakwa berubah menjadi terpidana.







BAB III
PENTUP

3.1 Kesimpulan
Memahami hukum Indonesia harus dilihat dari akar falsafah pemikiran yang dominan dalam kenyataanya tentang pengertian apa yang dipahami sebagai hukum serta apa yang diyakini sebagai sumber kekuatan berlakunya hukum. Dari uraian pada bagian terdahulu, tidak diragukan lagi bahwa apa yang dipahami sebagai hukum dan sumber kekuatan berlakunya hukum sangat dipengaruhi oleh aliran positivisme dalam ilmu hukum yang memandang hukum itu terbatas pada apa yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan atau yang dimungkinkan berlakunya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, bahkan aliran ini akan terus mengokohkan dirinya dalam perkembagan sistem hukum Indonesia ke depan. Adapun nilai-nilai moral dan etika serta kepentingan rakyat dalam kenyataan-kenyataan sosial di masyarakat hanya sebagai pendorong untuk terbentuknya hukum yang baru melalui perubahan, koreksi serta pembentukan peraturan perundang-undangan yang baru.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa hukum adat dengan bentuknya yang pada umumnya tidak tertulis, yang sifatnya religio magis, komun, kontan dan konkrit (visual), sebagai hukum asli Indonesia semakin tergeser digantikan oleh paham positivis. Menurut Penulis, berbagai masalah kekecewaan pada penegakan hukum serta kekecewaan pada aturan hukum sebagian besarnya diakibatkan oleh situasi bergesernya pemahaman terhadap hukum tersebut serta proses pembentukan hukum dan putusan-putusan hukum yang tidak demokratis.

3.2 Saran

Kita sebagai masyarakat Indonesia seharusnya paham bagaimana sistem penerintahan di Indonesia dan bagaimanacara pengaplikasian dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, Cet. II, Penerbit Gunung Agung, Jakarta, 2002.

Bushar Muhammad, Asas_Asas Hukum Adat, Suatu Pengantar, Cet. ke 4, Pradnya Paramita, Jakarta, 1983.

Mas Marwan. 2014.Pengantar Ilmu Hukum.Bogor:Ghalia Indonesia

Amirin, Tatang M. 1987. Pokok-pokok Teori Sistem. Jakarta: CV. Rajawali.

Ali, Achmad. 2002. Keterpurukan Hukum Indonesia (Penyebab dan Solusinya). Jakarta: Ghalia Indonesia.

Fuady, Munir. 2007. Perbandingan Ilmu Hukum. Bandung: Refika Aditama.

Suherman, Ade Maman. 2004. Pengantar Perbandingan Sistem Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

                                                                                           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar