BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam setiap
negara selalu memiliki hukum, untuk dapat selalu mengatur dan juga melindungi rakyat. Agar dapat mencapai
kesejahteraan untuk semua, sehingga menjadi kesamaan hak untuk semua dalam
suatu negara. Dalam Hukum di Indonesia yang merupakan campuran dari sistem
hukum hukum Eropa, baik itu hukum dalam bentuk Agama dan hukum Adat. Sebagian
besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa
kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia
yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda
(Nederlandsch-Indie).
Hukum Agama,
karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum
atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain
itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat yang diserap dalam
perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari
aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah
Nusantara.
Sejalan
dengan alur sejarah hukum Hindia Belanda yang banyak dipengaruhi oleh
perkembangan yang terjadi di masa VOC, Daendels, dan Raffles, berbagai
perbaikan penting diperkenalkan sesudah tahun 1848. Sejenis konstitusi,
kitab-kitab hukum baru, reorganisasi peradilan – sebagai akibat gelombang
liberalisme yang berasal dari Belanda.
Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang terorganisasi
dan kompleks, suatu himpunan atau perpaduan ha-hal atau bagian yang membentuk
suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks. Terdapat komponen yang
terhubung dan mempunyai fungsi masing-masing terhubung menjadi sistem menurut
pola. Sistem merupakan susunan pandangan, teori, asas yang teratur.
Sistem hukum Indonesia merupakan
perpaduan beberapa sistem hukum. Sistem hukum Indonesia merupakan perpaduan
dari hukum agama, hukum adat, dan hukum negara eropa terutama Belanda sebagai
Bangsa yang pernah menjajah Indonesia. Belanda berada di Indonesia sekitar 3,5
abad lamanya. Maka tidak heran apabila banyak peradaban mereka yang diwariskan
termasuk sistem hukum. Bangsa Indonesia sebelumnya juga merupakan bangsa yang
telah memiliki budaya atau adat yang sangat kaya. Bukti peninggalan atau fakta
sejarah mengatakan bahwa di Indonesia dahulu banyak berdiri kerajaan-kerajaan
hindu-budha seperti Sriwijaya, Kutai, Majapahit, dan lain-lain.
Zaman kerajaan meninggalkan warisan-warisan budaya
yang hingga saat ini masih terasa. Salah satunya adalah peraturan-peraturan
adat yang hidup dan bertahan hingga kini. Nilai-nilai hukum adat
merupakan salah satu sumber hkum di Indonesia. Indonesia merupakan negara dengan
penduduk muslim terbesar maka tidak heran apabila bangsa Indonesia juga
menggunakan hukum agama terutama Islam sebagai pedoman dalam kehidupan dan juga
menjadi sumber hukum Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian Sistem Hukum Indonesia ?
2.
Bagaimana sejarah perkembangan hukum di
Indonesia ?
3.
Sistem hukum apa yang digunakan di
Indonesia ?
4.
Apa yang dimaksud dengan istilah hukum ?
5.
Apa macam-macam hukum ?
1.3 Tujuan Penulisan
Makalah ini dibuat agar para pembaca makalah mengerti
dan memahami mengenai “Hukum Indonesia” dan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Sistem Hukum Indonesia
BAB
II
PEMBAHASAN
Sistem adalah suatu
kebulatan atau keseluruhan yang terorganisasi dan kompleks, suatu himpunan atau
perpaduan ha-hal atau bagian yang membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan
yang kompleks. Terdapat komponen yang terhubung dan mempunyai fungsi
masing-masing terhubung menjadi sistem menurut pola. Sistem merupakan susunan
pandangan, teori, asas yang teratur.
Hukum
adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan
kelembagaan. Dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi
dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam
hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana,
hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam
konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan
hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di
mana mereka yang akan dipilih. Administratif hukum digunakan untuk meninjau
kembali keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur
persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan
lingkungan peraturan atau tindakan militer. filsuf Aristotele menyatakan bahwa
"Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dibandingkan dengan peraturan
tirani yang merajalela."
Hukum
Indonesia adalah keseluruhan kaidah dan asas berdasarkan keadilan yang mengatur
hubungan manusia dalam masyarakat yang berlaku sekarang di Indonesia. Sebagai
hukum nasional, berlakunya hukum Indonesia dibatasi dalam wilayah hukum
tertentu, dan ditujukan pada subyek hukum dan objek hukum tertentu pula. Subyek
hukum Indonesia adalah warga negara Indonesia dan warga negara asing yang
berdomisili di Indonesia. Sedangkan objek hukum Indonesia adalah semua benda
bergerak atau tidak bergerak, benda berwujud atau tidak berwujud yang terletak
di wilayah hukum Indonesia.
Hukum
Indonesia sebagai perlengkapan masyarakat ini berfungsi untuk mengintegrasikan
kepentingan-kepentingan anggota masyarakat sehingga tercipta ketertiban dan
keteraturan. Karena hukum mengatur hubungan antar manusia dengan manusia,
manusia dengan masyarakat dan sebaliknya, maka ukuran hubungan tersebut adalah:
keadilan. Hukum Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu
sistem, yang terdiri dari unsur-unsur atau bagian-bagian yang satu sama lain
saling berkaitan dan berhubungan untuk mencapai tujuan yang didasarkan pada UUD
1945 dan dijiwai oleh falsafah Pancasila. Sebagai satu sistem, sistem hukum Indonesia telah
menyediakan sarana untuk menyelesaikan konflik diantara unsur-unsurnya. Sistem
hukum Indonesia juga bersifat terbuka, sehingga di samping faktor di luar
sistem seperti: ekonomi, politik, sosial dapat mempengaruhi, sistem hukum
Indonesia juga terbuka untuk penafsiran yang lain.
Hukum di Indonesia merupakan
campuran dari sistem hukum Eropa, hukum agama, dan hukum adat. Sebagian besar
sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana berbasis pada hukum Eropa,
khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan
wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie).
Hukum agama karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka
dominasi hukum atau syariat Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan,
kekeluargaan, dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum
adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi,[1]
yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan
budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara. Perkembangan hukum di Indonesia
dibagi menjadi beberapa periode yaitu :
2.2.1
Periode Kolonialisme
Periode
kolonialisme dibedakan menjadi tiga era, yaitu: Era VOC, Liberal Belanda dan
Politik etis hingga pendudukan Jepang.
·
Era VOC
-
Pada era penjajahan VOC, sistem hukum yang digunakan
bertujuan untuk:
-
Keperluan ekspolitasi ekonomi untuk membantu krisis
ekonomi di negera Belanda
-
Pendisiplinan rakyat asli Indonesia dengan sistem yang
otoriteR perlindungan untuk orang-orang VOC, serta keluarga, dan para imigran
Eropa.
Hukum Belanda diterapkan terhadap bangsa Belanda atau Eropa. Sedangkan
untuk rakyat pribumi, yang berlaku ialah hukum-hukum yang dibuat oleh tiap-tiap
komunitas secara mandiri. Tata politik & pemerintahan pada zaman itu telah
mengesampingkan hak-hak dasar rakyat di nusantara & menjadikan penderitaan
yang pedih terhadap bangsa pribumi di masa itu.
2.2.2
Era Liberal
Belanda
Tahun 1854 di Hindia-Belanda
dikeluarkan Regeringsreglement (kemudian dinamakan RR 1854) atau Peraturan
mengenai Tata Pemerintahan (di Hindia-Belanda) yang tujuannya adalah melindungi
kepentingan usaha-usaha swasta di tanah jajahan & untuk yang pertama kalinya
mencantumkan perlindungan hukum untuk rakyat pribumi dari pemerintahan jajahan
yang sewenang-wenang. Hal ini bisa dilihat dalam (Regeringsreglement) RR 1854
yang mengatur soal pembatasan terhadap eksekutif (paling utama Residen) &
kepolisian, dan juga jaminan soal proses peradilan yang bebas. Otokratisme
administrasi kolonial masih tetap terjadi pada era ini, meskipun tidak lagi
sekejam dahulu. Pembaharuan hukum yang didasari oleh politik liberalisasi
ekonomi ini ternyata tidak dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat pribumi,
sebab eksploitasi masih terus terjadi.
2.2.3
Era Politik Etis Sampai Kolonialisme Jepang
Politik Etis diterapkan di
awal abad ke-20. Kebijakan-kebijakan awal politik etis yang berkaitan langsung
dengan pembaharuan hukum antara lain:
-
Pendidikan bagi rakyat pribumi, termasuk juga
pendidikan lanjutan hukum;
-
Pendirian Volksraad, yaitu lembaga perwakilan untuk
kaum pribumi;
-
Manajemen organisasi pemerintahan, yang utama dari
sisi efisiensi;
-
Manajemen lembaga peradilan, yang utama dalam hal profesionalitas;
-
Pembentukan peraturan perundang-undangan yg
berorientasi pada kepastian hukum.
Dalam setiap negara selalu memiliki
hukum, untuk dapat selalu mengatur dan juga melindungi rakyat. Agar dapat
mencapai kesejahteraan untuk semua, sehingga menjadi kesamaan hak untuk semua
dalam suatu negara. Dalam Hukum di Indonesia yang merupakan campuran dari
sistem hukum hukum Eropa, baik itu hukum dalam bentuk Agama dan hukum Adat.
Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada
hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu
Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda
(Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia
menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama
di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga
berlaku sistem hukum Adat yang diserap dalam perundang-undangan atau
yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari
masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.
Sejalan dengan alur sejarah hukum
Hindia Belanda yang banyak dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di masa
VOC, Daendels, dan Raffles, berbagai perbaikan penting diperkenalkan sesudah
tahun 1848. Sejenis konstitusi, kitab-kitab hukum baru, reorganisasi peradilan
– sebagai akibat gelombang liberalisme yang berasal dari Belanda. Dalam setiap
negara selalu memiliki hukum, untuk dapat selalu mengatur dan juga melindungi
rakyat. Agar dapat mencapai kesejahteraan untuk semua, sehingga menjadi
kesamaan hak untuk semua dalam suatu negara. Dalam Hukum di Indonesia yang
merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, baik itu hukum dalam bentuk
Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun
pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena
aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan
Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie).
Hukum Agama, karena sebagian besar
masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam
lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain
itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat yang diserap dalam
perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari
aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah
Nusantara. Sejalan dengan alur sejarah hukum Hindia Belanda yang banyak
dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di masa VOC, Daendels, dan Raffles,
berbagai perbaikan penting diperkenalkan sesudah tahun 1848. Sejenis
konstitusi, kitab-kitab hukum baru, reorganisasi peradilan – sebagai akibat
gelombang liberalisme yang berasal dari Belanda.
Sampai saat hancurnya kolonialisme
Belanda, pembaruan hukum di Hindia Belanda meninggalkan warisan: i)
Pluralisme/dualisme hukum privat dan pluralisme/dualisme lembaga-lembaga
peradilan; ii) Pengelompokan rakyat ke menjadi tiga golongan; Eropa dan yang
disamakan, Timur Asing, Tionghoa & Non-Tionghoa, & Pribumi.
Masa penjajahan Jepang tidak banyak
terjadi pembaruan hukum di semua peraturan perundang-undangan yang tidak
berlawanan dengan peraturan militer Jepang, tetap berlaku sambil menghapus
hak-hak istimewa orang-orang Belanda & Eropa lainnya. Sedikit perubahan
perundang-undangan yang dilakukan: i) Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang
awalnya hanya berlaku untuk golongan Eropa & yang setara, diberlakukan juga
untuk kaum Cina; ii) Beberapa peraturan militer diselipkan dalam peraturan
perundang-undangan pidana yang berlaku. Di bidang peradilan, pembaharuan yang
terjadi adalah: i) Penghapusan pluralisme/dualisme tata peradilan; ii)
Unifikasi kejaksaan; iii) Penghapusan pembedaan polisi kota &
lapangan/pedesaan; iv) Pembentukan lembaga pendidikan hukum; v) Pengisian
secara besar-besaran jabatan-jabatan administrasi pemerintahan & hukum
dengan rakyat pribumi.
2.2.4
Era Revolusi Fisik Sampai Demokrasi Liberal
·
Era Revolusi Fisik
-
Melanjutkan unfikasi badan-badan peradilan dengan
melaksanakan penyederhanaan;
-
Mengurangi serta membatasi peranan badan-badan
pengadilan adat & swapraja, terkecuali badan-badan pengadilan agama yg
bahkan diperkuat dengan pembentukan Mahkamah Islam Tinggi.
·
Era Demokrasi Liberal
Undang-undang Dasar Sementara 1950 yang sudah mengakui
HAM. Namun pada era ini pembaharuan hukum & tata peradilan tidak banyak
terjadi, yang terjadi adalah dilema untuk mempertahankan hukum & peradilan
adat atau mengkodifikasi dan mengunifikasinya menjadi hukum nasional yang peka
terhadap perkembangan ekonomi dan tata hubungan internasional. Selajutnya yang
terjadi hanyalah unifikasi peradilan dengan menghapuskan seluruh badan-badan
& mekanisme pengadilan atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan
negara, yang ditetapkan melalui UU No. 9/1950 tentang Mahkamah Agung dan UU
Darurat No. 1/1951 tentang Susunan & Kekuasaan Pengadilan.
2.2.5
Era Demokrasi Terpimpin Sampai Orde Baru
·
Era Demokrasi Terpimpin
Perkembangan dan dinamika hukum di era ini
-
Menghapuskan doktrin pemisahan kekuasaan &
mendudukan MA & badan-badan pengadilan di bawah lembaga eksekutif;
-
Mengubah lambang hukum "dewi keadilan"
menjadi "pohon beringin" yang berarti pengayoman;
-
Memberikan kesempatan kepada eksekutif untuk ikut
campur tangan secara langsung atas proses peradilan sesuai UU No.19/1964 &
UU No.13/1965;
-
Menyatakan bahwa peraturan hukum perdata pada masa
pendudukan tidak berlaku kecuali hanya sebagai rujukan, maka dari itu hakim
harus mengembangkan putusan-putusan yang lebih situasional & kontekstual.
·
Era Orde Baru
Pembaruan hukum pada masa Orde Baru
dimulai dari penyingkiran hukum dalam proses pemerintahan dan politik,
pembekuan UU Pokok Agraria, membentuk UU yang mempermudah modal dari luar masuk
dengan UU Penanaman modal Asing, UU Pertambangan, dan UU Kehutanan. Selain
itu, orde baru juga melancarkan: i) Pelemahan lembaga hukum di bawah kekuasaan
eksekutif; ii) Pengendalian sistem pendidikan & pembatasan pemikiran
kritis, termasuk dalam pemikiran hukum; Kesimpulannya, pada era orba tidak
terjadi perkembangan positif hukum Nasional.
2.2.6 Periode
Pasca Orde Baru (1998 – Sekarang)
Semenjak kekuasaan eksekutif beralih
ke Presiden Habibie sampai dengan sekarang, sudah dilakukan 4 kali amandemen
UUD RI 1945. Beberapa pembaruan formal yang terjadi antara lain: 1) Pembaruan
sistem politik & ketetanegaraan; 2) Pembaruan sistem hukum & HAM; dan
3) Pembaruan sistem ekonomi.
Penyakit lama orde
baru, yaitu KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) masih kokoh mengakar pada masa
pasca orde baru, bahkan kian luas jangkauannya. Selain itu, kemampuan perangkat hukum pun dinilai
belum memadai untuk dapat menjerat para pelaku semacam itu. Aparat penegak
hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim (kini ditambah advokat) dilihat masih
belum mampu mengartikulasikan tuntutan permbaruan hukum, hal ini dapat dilihat
dari ketidakmampuan Kejaksaan Agung meneruskan proses peradilan mantan Presiden
Soeharto, peradilan pelanggaran HAM, serta peradilan para konglomerat hitam.
Sisi baiknya, pemberdayaan rakyat untuk menuntut hak-haknya dan mengembangkan
sumber daya hukumnya secara mandiri, semakin gencar dan luas dilaksanakan.
Walaupun begitu, pembaruan hukum tetap terasa lambat dan masih tak tentu
arahnya.
Dalam
kajian-kajian teoretik, berdasarkan berbagai karakteristik sistem hukum dunia
dibedakan antara: sistem hukum sipil;
Sistem
hukum anglo saxon
atau dikenal juga dengan common law; hukum agama; hukum
negara blok timur (sosialis). Eric
L. Richard (dalam Suherman, 2004: 21) membedakan sistem hukum yang utama di
dunia (TheWorld’s Major Legal Systems) menjadi: civil law; common
law; Islamic law; socialist law; sub-Sahara Africa; dan Far East.
Munir Fuady (2007: 32-dst.) myatakan terdapat lebih dari 11 pengelompokan
sistem hukum.[3] Menurutnya tradisi hukum dunia dibedakan antara: tradisi
hukum Eropah Kontinental, tradisi hukum Anglo Saxon, tradisi hukum sosialis,
tradisi hukum kedaerahan, tradisi hukum keagamaan.
2.3.1
Sistem Hukum Eropa Kontinental
Di antara
sistem-sistem hukum yang dikenal, sistem hukum Eropa Kontinental dan sistem
hukum Anglo Saxon banyak dipakai dan cenderung berpengaruh terhadap sistem
hukum yang dianut negara-negara di dunia. Sistem hukum Eropa Kontinental dikenal juga dengan sebutan Romano-Germanic Legal
System adalah sistem hukum yang semula berkembang di dataran Eropa. Titik
tekan pada sistem hukum ini adalah, penggunaan aturan-aturan hukum yang
sifatnya tertulis, berbagai
ketentuan-ketentuan hukum dikodifikasi (dihimpun) secara sistematis yang akan
ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim dalam penerapannya. Hampir 60% dari
populasi dunia tinggal di negara yang menganut sistem hukum ini.
Sistem Hukum Eropa Kontinental lebih mengedapankan hukum
tertulis, peraturan perundang-undangan menduduki tempat penting. Peraturan
perundang-undangan yang baik, selain menjamin adanya kepastian hukum, yang
merupakan syarat mutlak bagi terwujudnya ketertiban, juga dapat diharapkan
dapat mengakomodasi nilai-nilai keadilan dan kemanfaatan. Lembaga peradilan
harus mengacu pada undang-undang. Sifat undang-undang tertulis yang statis
diharapkan dapat lebih fleksibel dengan sistem bertingkat dari norma dasar
sampai norma yang bersifat teknis, serta dengan menyediakan adanya mekanisme
perubahan undang-undang. Sistem
hukum Eropa kontinental adalah sistem hukum yang dasar atau acuan hukum yang
berlaku mengutamakan sumber hukum aturan tertulis.
Sistem
hukum ini berkembang di negara-negara Eropa daratan yang sering di sebut
sebagai “civil law”. Semula berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku di
kekaisaran Yustitianus yang mempunyai pengaruh besar dalam penyusunan
kodifikasi abad VI sebelum masehi. Prinsip utama yang menjadi dasar
sistem hukum Eropa kontinental adalah “hukum memperoleh kekuatan mengikat,
karena diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang berbentuk undang-undang dan
tersusun secara sistematik di dalam kodifikasi atau kompilasi tertentu. Prinsip
dasar ini dianut mengikat bahwa nilai utama yang merupakan tujuan hukum adalah
“kepastian hukum”. Dan kepastian hukum hanya dapat diwujudkan kalau
tindakan-tindakan hukum manusia didalam pergaulan hidup diatur dengan
peraturan-peraturan yang tertulis. Contoh kodifikasi hukum di Indonesia adalah
KUHP,KUHAP,BW,KUH perdata, KUH dagang, KUH pidana, KUH sipil dll.
Ciri-ciri :
- Membedakan secara tajam antara hukum perdata dan hukum publik.
- Membedakan anatar hak kebendaan dan perorangan.
- Menggunakan kodifikasi.
- Keputusan hakim terdahulu tidak mengikat.
Sumber
hukum :
- Undang-undang dibentuk oleh legislatif (statues).
- Peraturan-peraturan hukum (Regulation= administrasi negara=PP dll).
- Kebiasaan-kebiasaan(custom) yang hidup dan diterima sebagai hukum oleh masyarakat selama tidak bertentangan dengan undang-undang.
Berdasarkan sumber hukum di atas maka sistem hukum Eropa
kontinental penggolongannnya menjadi 2 yaitu :
- Hukum publik
Hukum
publik mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur kekuasaan dan
wewenang penguasa/negara serta hubungan-hubungan antara masyarakat dan negara.
yang termasuk dalam hukum publik ini adalah:
- Hukum tata negara
- Hukum Administrasi Negara
- Hukum pidana
- Hukum privat
Hukum privat menyangkut peraturan-peraturan hukum yang
mengatur tentang hubungan antara individu-individu dalam memenuhi kebutuhan
hidup demi hidupnya. Yang termasuk dalam hukum privat adalah:
1. Hukum
sipil
2. Hukum
dagan.
Namun dalam perkembangan hukum saat ini batas-batas
antara Hukum Publik dan Hukum Privat semakin kabur. Artinya banyak bidang
kehidupan yang sebenarnya merupakan kepentingan seseorang tetapi ternyata
menunjukkan indikasi sebagai kepentingan umum sehingga memerlukan campur tangan
pemerintah melalui kaidah-kaidah hukum publik.
2.3.2
Sistem Anglo-Saxon
Sistem Anglo-Saxon adalah suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurisprudensi, yaitu keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian
menjadi dasar bagi putusan hakim-hakim selanjutnya. Sistem hukum ini diterapkan
di Irlandia, Inggris, Australia, Selandia
Baru, Afrika
Selatan, Kanada (kecuali Provinsi Quebec) dan Amerika
Serikat (walaupun negara
bagian Louisiana mempergunakan sistem hukum ini bersamaan dengan sistim hukum
Eropa Kontinental Napoleon).
Sistem Hukum Anglo Saxon cenderung lebih mengutamakan
hukum kebiasaan, hukum yang berjalan dinamis sejalan dengan dinamika
masyarakat. Pembentukan hukum melalui lembaga peradilan dengan sistem
jurisprudensi dianggap lebih baik agar hukum selalu sejalan dengan rasa
keadilan dan kemanfaatan yang dirasakan oleh masyarakat secara nyata.
Sistem hukum Anglo
Amerika menganut suatu doktrin yang dikenal dengan nama “the doctrine of precedent/Stare
Decisis” yang pada hakekatnya menyatakan
bahwa dalam memutuskan suatu perkara, seorang hakim harus mendasarkan
putusannya kepada prinsip hukum yang sudah ada didalam putusan hakim lain dari
perkara sejenis sebelumnya (presedent).
Dalam hal tidak
ada putusan hakim lain dari perkara atau putusan hakim yang telah ada
sebelumnya kalau dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, maka
hakim dapat menetapkan putusan berdasarkan nilai-nilai keadilan, kebenaran dan
akal sehat (common
sense) yang dimilikinya. Melihat kenyataan bahwa banyak
prinsip-prinsip hukum yang timbul dan berkembang dari putusan-putusan hakim
untuk suatu perkara atau kasus yang dihadapi, maka sistem hukum Anglo Amerika,
secara berlebihan sering disebut sebagai Case Law.
Ciri dari common law system ini adalah :
1)
tidak ada perbedaan secara tajam antara hukum publik dan perdata
2)
tidak ada perbedaan antara hak kebendaan dan perorangan
3)
tidak ada kodifkasi
4)
keputusan hakim terdahulu mengikat hakim yang kemudian (asas precedent atau
stare decisis)
Dalam
perkembangannya, sistem hukum ini mengenal pembagian hukum publik dan hukum
privat. Hukum Privat menurut sistem hukum ini lebih ditujukan kepada kaidah
hukum tentang hak milik, hukum tentang orang, hukum perjanjian, dan hukum
tentang perbuatan melawan hukum.
2.3.3 Sistem hukum adat
Sistem Hukum Adat dinyatakan dianut oleh beberapa negara
di antaranya oleh Monggolia dan Srilangka (ada juga yang mengkategorikan
Indonesia sebagai negara penganut sistem hukum adat). Sistem hukum agama adalah sistem hukum yang berdasarkan ketentuan agama
tertentu, yang umumnya terdapat dalam Kitab
Suci. Arab Saudi, Iran, Sudan, Suriah, dan Vatikan
dikategorikan sebagai negara dengan sistem hukum agama. Selain negara-negara tersebut, beberapa negara lain juga
menerapkan sistem hukum Anglo-Saxon campuran, misalnya Pakistan, India dan
Nigeria yang menerapkan sebagian besar sistem hukum Anglo-Saxon, namun juga
memberlakukan hukum adat dan hukum agama.
Apapun sistem hukum yang dianut, pada dasarnya tidak ada
negara yang hanya didasarkan pada hukum tertulis atau hukum kebiasaan saja.
Tidak ada negara yang sistem hukumnya menafikan pentingnya undang-undang dan
pentingnya pengadilan. Kompleksitas sistem hukum Indonesia dibentuk oleh
perjalanan sejarah Bangsa Indonesia. Pertama kali kebudayaan yang muncul adalah
kebudayaan Indonesia asli. Sebagai produk kebudayaan asli ini adalah hukum
adat. Kebudayaan ini berlangsung sebelum kedatangan kebudayaan India (Hindu).
Selanjutnya Indonesia memasuki masa pengaruh kebudayaan Hindu. Pada abad ke-13
sampai ke-14 masuk pengaruh Islam, dan hukum Islam berkembang dan memperkaya
sistem hukum yang ada di Indonesia. Baru pada abad ke-17 masuk kebudayaan
Eropa-Amerika.
Jika hukum adat yang ada di Indonesia, dihubungkan dengan
corak dasar kedua sistem hukum yang paling berpengaruh (Eropah Kontionental dan
Anglo Saxon), cenderung lebih dekat dengan sistem Ango Saxon. Hukum adat
terbangun dari kebiasaan-kebiasaan masyarakat dalam menghadapi situasi dan
kondisi tertentu, yang kemudian oleh masyarakat ditempatkan lebih dari sekadar
norma kesopanan atau kesusilaan menjadi norma hukum (opinio juris sive
necessitatis). Masyarakat tradisional Indonesia yang bercorak patriarkhis,
menempatkan tetua-tetua/ pemuka-pemuka adat sebagai tokoh penting yang menentukan
hukum jika masyarakat menghadapi suatu persoalan. Meskipun tidak ketat
mengikat, apa yang diputuskan akan diikuti jika terjadi lagi hal serupa. Jadi
Mirip dengan sistem preseden. Peran tetua/ tokoh/ ketua suku menjadi sangat
penting dalam membentuk hukum, sehingga dapat dipahami jika yang dipilih
seharusnya yang paling berpengetahuan dan bijak.
Pada masa kolonial Belanda, dengan penerapan asas
konkordansi, maka hukum yang berlaku di Hindia Belanda sejalan dengan hukum
yang berlaku di Belanda. Belanda merupakan salah satu pendukung terkemuka
sistem hukum Eropah Kontinental. Dengan demikian, secara mutatis mutandis
sistem Eropah Kontinental dilaksanakan di Indonesia. Walaupun demikian pada
dasarnya Belanda menganut politik hukum adat (adatrechtpolitiek) yang
membiarkan hukum adat itu berlaku bagi golongan masyarakat Indonesia asli dan
hukum Eropa berlaku bagi kalangan golongan Eropa yang bertempat tinggal di
Indonesia (Hindia Belanda). Dengan demikian pada masa Hindia Belanda berlaku
pluralisme hukum. Dengan adanya lembaga penundukan diri secara sukarela, banyak
penduduk Indonesia saat itu menunduukan diri untuk terikat pada Hukum Barat,
terutama yang berusaha di bidang perdagangan. Dalam perkembangan hukum di
Indonesia selanjutnya, tampak kuatnya pengaruh hukum kolonial dan cenderung
meninggalkan hukum adat (Daniel S. Lev, 1990 : 438-473).
Setelah kemerdekaan, pengaruh Sistem Eropah Kontinental
tampak dalam semangat untuk melakukan kodifikasi dan unifikasi. Meskipun Hukum
Adat tetap diakui, tetapi pandangan yang lebih mengemuka adalah dalam
pembangunan hukum maupun optimalisasi fungsi hukum sebagai sarana untuk
melakukan rekayasa sosial dilakukan melalui peraturan perundang-undangan.
Ajaran yang sangat berpengaruh terhadap pola pikir masyarakat beberapa waktu
sebelumnya, yaitu Mazhab Sejarah yang dipelopori oleh Von Savigny dan teori
keputusan yang dikemukakan oleh Ter Haar, dianggap tidak relevan.
Mazhab sejarah menyatakan bahwa hukum itu hinkt
achter de feiten aan, hukum itu tidak dibuat tetapi tumbuh secara historis
atas dasar peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi. Teori keputusan menyatakan
bahwa kebiasaan-kebiasaan yang diakui oleh penguasalah yang merupakan hukum.
Kedua mazhab ini menyatakan bahwa hukum hanya menyangkut kejadian yang sudah
sering terjadi. Kedua paham ini dianggap tidak sejalan dengan pembangunan yang
identik dengan perubahan, dengan kemungkinan terjadinya hal-hal yang sebelumnya
tidak pernah terjadi. Dari sudut pandang ini inilah kedua mazhab ini dianggap
tidak relevan (lihat antara lain Sunarjati Hartono, 1982).
Dalam perkembangannya
kemudian, sebagai dampak pergaulan Indonesia dalam kancah internasional,
munculah bidang-bidang hukum baru seperti corporative law, computer
law, cyber law, dan sebagainya. Kebijakan dalam bidang-bidang ini
dan kebijakan-kebijakan global lainnya, legitimasinya banyak mengacu pada Sistem Common law. Pemberian wewenang yang lebih luas kepada Pengadilan
Agama, tidak hanya sekadar menangani nikah, talak, rujuk, juga membuat pengaruh
Hukum Islam bagi warga Negara Indonesia yang beragama Islam semakin luas,
setelah sebelumnya memberikan warna bagi Hukum Adat di beberapa tempat di
Indonesia. Sistem
hukum di Indonesia dewasa ini adalah sistem hukum yang unik, sistem hukum yang
dibangun dari proses penemuan, pengembangan, adaptasi, bahkan kompromi dari beberapa
sistem yang telah ada.
Sistem hukum Indonesia tidak hanya mengedepankan
ciri-ciri lokal, tetapi juga mengakomodasi prinsip-prinsip umum yang dianut
oleh masyarakat internasional. Tidak hanya unik, sistem hukum Indonesia adalah sistem
yang masih penuh dengan dinamika, untuk mencari format di mana ketertiban dan
keteraturan hukum sipil mendapat tempat, dengan tidak mengesampingkan keluwesan
hukum Anglo Saxon, serta tidak menghilangkan suasana kebatinan masyarakat
Indonesia. Pencermatan terhadap kondisi nyata sistem Hukum Indonesia dan Sistem Hukum
yang dicita-citakan seharusnya menjadi bahan pertimbangan dalam pembangunan
hukum, termasuk dalam pembangunan pendidikan hukum. Legislator yang handal dan
Juris yang berkemampuan sama-sama diperlukan. Tetapi, ahli mana yang jumlahnya
lebih banyak dibutuhkan, keahlian apa yang lebih banyak diperlukan tentu
berbeda.
Komitmen untuk menegakkan supremasi hukum selalu
didengungkan, tetapi keberadaan hukum maupun sistem hukum bukanlah merupakan
ciri mendasar dari supremasi hukum. Supremasi hukum ditandai dengan penegakan rule
of law yang sesuai
dengan, dan yang membawa keadilan sosial bagi masyarakat. Jadi yang terutama
dan diutamakan adalah hukum dan sistem hukum yang membawa keadilan bagi
masyarakat.
2.4
Macam-Macam Hukum
2.4.1 Hukum Perdata Indonesia
Salah satu bidang hukum yang mengatur hak
dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum
dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata
disebut pula hukum
privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik
mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara
serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari
(hukum administrasi atau tata usaha negara),
kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk
atau warga negara
sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian,
kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang
bersifat perdata lainnya.
Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda,
khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan. Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia
tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek
(atau dikenal dengan BW) yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di
Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan asas konkordansi. Untuk
Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai
1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis
dengan beberapa penyesuaian. Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat
KUHPer) terdiri dari empat bagian yaitu :
- Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan disahkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
- Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
- Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
- Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Sistematika
yang ada pada KUHP tetap dipakai sebagai acuan oleh para ahli hukum dan masih
diajarkan pada fakultas-fakultas hukum di Indonesia.
2.4.2 Hukum Pidana Indonesia
Hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik. Hukum pidana terbagi menjadi dua bagian, yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materiil mengatur tentang penentuan tindak pidana, pelaku tindak pidana, dan pidana (sanksi). Di Indonesia, pengaturan hukum pidana materiil diatur dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP). Hukum pidana formil mengatur tentang pelaksanaan hukum pidana materiil. Di Indonesia, pengaturan hukum pidana formil telah disahkan dengan UU nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana (KUHAP).
2.4.3 Hukum tata negara
Hukum tata negara adalah hukum yang mengatur tentang negara, yaitu antara lain dasar pendirian, struktur kelembagaan, pembentukan lembaga-lembaga negara, hubungan hukum (hak dan kewajiban) antar lembaga negara, wilayah dan warga negara. Hukum tata negara mengatur mengenai negara dalam keadaan diam artinya bukan mengenai suatu keadaan nyata dari suatu negara tertentu (sistem pemerintahan, sistem pemilu, dll dari negara tertentu) tetapi lebih pada negara dalam arti luas. Hukum ini membicarakan negara dalam arti yang abstrak.
2.4.4 Hukum tata usaha (administrasi) negara
Hukum tata usaha (administrasi) negara adalah hukum yang mengatur kegiatan administrasi negara. Yaitu hukum yang mengatur tata pelaksanaan pemerintah dalam menjalankan tugasnya. Hukum administarasi negara memiliki kemiripan dengan hukum tata negara.kesamaanya terletak dalam hal kebijakan pemerintah ,sedangkan dalam hal perbedaan hukum tata negara lebih mengacu kepada fungsi konstitusi/hukum dasar yang digunakan oleh suatu negara dalam hal pengaturan kebijakan pemerintah,untuk hukum administrasi negara di mana negara dalam "keadaan yang bergerak". Hukum tata usaha negara juga sering disebut HTN dalam arti sempit.
2.4.5 Hukum acara perdata Indonesia
Hukum acara perdata Indonesia adalah hukum yang mengatur tentang tata cara beracara (berperkara di badan peradilan) dalam lingkup hukum perdata. Dalam hukum acara perdata, dapat dilihat dalam berbagai peraturan Belanda dulu(misalnya; Het Herziene Inlandsh Reglement/HIR, RBG, RB,RO).
2.4.6 Hukum acara pidana Indonesia
Hukum acara pidana Indonesia adalah hukum yang mengatur tentang tata cara beracara (berperkara di badan peradilan) dalam lingkup hukum pidana. Hukum acara pidana di Indonesia diatur dalam UU nomor 8 tahun 1981.
Asas
di dalam hukum acara pidana di Indonesia adalah:
- Asas perintah tertulis, yaitu segala tindakan hukum hanya dapat dilakukan berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang berwenang sesuai dengan UU.
- Asas peradilan cepat, sederhana, biaya ringan, jujur, dan tidak memihak, yaitu serangkaian proses peradilan pidana (dari penyidikan sampai dengan putusan hakim) dilakukan cepat, ringkas, jujur, dan adil (pasal 50 KUHAP).
- Asas memperoleh bantuan hukum, yaitu setiap orang punya kesempatan, bahkan wajib memperoleh bantuan hukum guna pembelaan atas dirinya (pasal 54 KUHAP).
- Asas terbuka, yaitu pemeriksaan tindak pidana dilakukan secara terbuka untuk umum (pasal 64 KUHAP).
- Asas pembuktian, yaitu tersangka/terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian (pasal 66 KUHAP), kecuali diatur lain oleh UU.
2.4.7 Hukum antar tata hukum
Hukum antar tata hukum adalah hukum yang mengatur hubungan antara
dua golongan atau lebih yang tunduk pada ketentuan hukum yang berbeda.
2.4.8 Hukum adat di Indonesia
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Hukum Adat di Indonesia
Hukum
adat adalah
seperangkat norma dan aturan adat yang berlaku di suatu wilayah.
2.4.9 Hukum Islam di Indonesia
Hukum Islam di Indonesia
belum bisa ditegakkan secara menyeluruh, karena belum adanya dukungan yang
penuh dari segenap lapisan masyarakat secara demokratis baik melalui pemilu atau
referendum
maupun amendemen
terhadap UUD 1945
secara tegas dan konsisten. Aceh merupakan satu-satunya provinsi yang banyak menerapkan
hukum Islam melalui Pengadilan Agama, sesuai pasal 15 ayat 2 Undang-Undang RI
No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman yaitu : Peradilan Syariah
Islam di Provinsi Nanggroe Aceh
Darrussalam merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan
peradilan agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama,
dan merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan umum sepanjang
kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum.
Di Indonesia memang tidak dipungkiri bahwa hukum islam
menjadi salah satu sumber hukum. Hal ini disebabkan oleh penduduk Indonesia
sendiri yang mayoritas bergama islam, sehingga hukum islam sendiri muncul dan
mempengaruhi aturan-aturan yang berlaku di Indonesia, sebagai wujud dari
kebutuhan masrakat itu sendri khususnya yang beragama islam. Hukum
islam mulai mempengaruhi aturan yang berlaku sejak agama islam
memasuki negara Indonesia dibawa oleh para pedagang dari Gujarat yang datang
untuk melakukan perdagangan, selain itu mereka juga menyebarkan agama islam,
sehingga dengan hal ini masuklah agama islam. Maka dengan masuknya agama islam
ini tentunya membawa pengaru-pengaruh dalam hal keagamaan serta di dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan demikian hukum islam mulai memberikan pengaruhnya
di Indonesia. Hal ini terbukti dengan adanya perundang-undangan yang
memperkokoh hukum islam. Di Indonesia perundang-undanga tersebut terdapat dalam
beberapa macam yaitu :
1.
Undang-undang perkawinan
Perkawinan merupakan suatu tindakan yang mengakibatkan adanya
hukum-hukum yang harus ditaati, dan ikatan perkawinan mempunyai dampak yang
luas, baik natural, sosial, mapun yuridis atau hukum, sehingga perkawinan ini
pelu adanya suatu aturan-aturan yang menaunginya. Undang-undang tentang
perkawinan muncul pada masa orde baru, stelah melalui barabagai lika-liku,
dicetuskan dalam UU No. 1 Tahun 1974 yang kemudian ditindak lanjuti dengan
Peratutan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 yang terdiri dari 14 Bab dan 67 pasal.
2.
Undang-undang Peradilan Agama
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang peradilan Agama
disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Desember 1989. Jadi artinya
undnad-undang tentang peradilan agama baru dissa terdihkan pada tanggal
tersebut, namun sesungguhnya usaha untunk memantapkan kedudulan Peradilan
Agama sebenarnya sudaha dirintis oleh Departemen Agama. Kegiatan
penyusunan Rancangan Undang-undang tentang peradilan agama sudah dimulai sejak
tahun 1961, namun baru secara kongkret dilaksanakan pada tahun 1971. Setelah mengalami
pembahsan yang panjang Baru pada tanggal 29 Desember 1989 Undang-undang Nomor 7
Tahun 1989. Adapun isinya terdiri dari 7 Bab dan terdiri dari 108 pasal.
3.
Undang-undang Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Dengan penduduk Indonesia yang mayorita beragama islam,
tentunya kegiatan ibadah hajipun sangat tinggi intensitasnya, untuk itu agar
penyelanggaraan haji bisa berjalan lancar, tidak ada kesulitan, baik didalam
negeri maupun ketika diluar negri, maka diperlukan manajemen yang baik,
seihingga dibentuklah Undang-undang tentang Penyelenggaraan haji, yaitu
Undang-undang Nomo 17 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Ibadah Haji disahkan
dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 31 mei 1999. Undang-undang
penyelenggaraan haji terdiri dari 15 Bab dan 30 pasal.
4.
Undang-undang Pengelolaan Zakat.
Zakat adalah salah satu rukun islam yang harus dijalankan
oleh selurauh umat musalim, khususnya di Indonesia yang mayoritas beragama
muslim, maka sangat mutlak dibutuhan aturan-aturan yang mengatur pengelolaan
zakat tersebut. Mengacu hal ini, maka pemerintah membentuka
Undang-undang tentang Pengelolaan zakat, yaitu Undang-undang Nomor 36 Tahun
1999 tengtang Pengelolaan Zakat disahkan dan diundangkan di Jakarta pada
tanggal 23 Desember 1999. UU Pnegelolaan Zakat terdiri dari 10 Bab dan 25
pasal.
5.
Undang-undang Penyelenggaraan Keistimewaan
DI Aceh.
Aceh yang memang memiliki keistimewaan sendiri tentang
hukum-hukum yang berlaku disana, masyarakat aceh yang memang
menghendaki penetapan hukum islam, dan sealu menjunjung tinggi adat,
dan telah menempatkan ulama pada peran yang sangat terhormat dalam kehidupan
bermasrayarakat, berbangsa dan bernegara perlu dilestarika dan dikembangkan.
Dan pemerintah juga memberika jaminan kepastian hukum dalam penyelenggaraan
keistimewaan yang dimiliki rakyat aceh sebagaimana tersebut diatas dengan
munculnya Undang-undang No. 44 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Keistimewaan
Propinsi Daerah Istimewa Aceh. UU No. 44 tahun 1999 terdiri dari 5 Bab dan 13
pasal.
2.5 Istilah hukum
2.5.1 Advokat
Sejak berlakunya UU nomor 18 tahun 2003 tentang advokat,
sebutan bagi seseorang yang berprofesi memberikan bantuan hukum secara swasta -
yang semula terdiri dari berbagai sebutan, seperti advokat, pengacara,
konsultan hukum, penasihat hukum - adalah advokat.
2.5.2 Advokat dan pengacara
Kedua istilah ini sebenarnya bermakna sama, walaupun ada
beberapa pendapat yang menyatakan berbeda. Sebelum berlakunya UU nomor 18 tahun
2003, istilah untuk pembela keadilan plat hitam ini sangat beragam, mulai dari
istilah pengacara, penasihat hukum, konsultan hukum, advokat dan lainnya. Pengacara
sesuai dengan kata-kata secara harfiah dapat diartikan sebagai orang yang
beracara, yang berarti individu, baik yang tergabung dalam suatu kantor secara
bersama-sama atau secara individual yang menjalankan profesi sebagai penegak
hukum plat hitam di pengadilan. Sementara advokat dapat bergerak dalam pengadilan,
maupun bertindak sebagai konsultan dalam masalah hukum, baik pidana maupun
perdata. Sejak diundangkannya UU nomor 18 tahun 2003, maka istilah-istilah
tersebut distandarisasi menjadi advokat saja.
Dahulu
yang membedakan keduanya yaitu :
- Advokat adalah seseorang yang memegang izin ber"acara" di Pengadilan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman serta mempunyai wilayah untuk "beracara" di seluruh wilayah Republik Indonesia.
- Pengacara Praktik adalah seseorang yang memegang izin praktik / beracara berdasarkan Surat Keputusan Pengadilan Tinggi setempat di mana wilayah beracaranya adalah "hanya" diwilayah Pengadilan Tinggi yang mengeluarkan izin praktik tersebut.
Setelah UU No. 18 th 2003 berlaku maka yang berwenang untuk
mengangkat seseorang menjadi Advokat adalah Organisasi Advokat.(Pengacara dan
Pengacara Praktik/pokrol dst seteah UU No. 18 tahun 2003 dihapus)
2.5.3 Konsultan hukum
Konsultan hukum atau dalam bahasa Inggris counselor at law
atau legal consultant adalah orang yang berprofesi memberikan pelayanan
jasa hukum dalam bentuk konsultasi, dalam sistem hukum yang berlaku di negara
masing-masing. Untuk di Indonesia, sejak UU nomor 18 tahun 2003 berlaku, semua
istilah mengenai konsultan hukum, pengacara, penasihat hukum dan lainnya yang
berada dalam ruang lingkup pemberian jasa hukum telah distandarisasi menjadi
advokat.
2.5.4 Jaksa dan polisi
Dua institusi publik yang berperan aktif dalam menegakkan
hukum publik di Indonesia adalah kejaksaan dan kepolisian.
Kepolisian atau polisi berperan untuk menerima, menyelidiki, menyidik suatu
tindak pidana yang terjadi dalam ruang lingkup wilayahnya.
Apabila
ditemukan unsur-unsur tindak pidana, baik khusus maupun umum, atau tertentu, maka pelaku
(tersangka) akan diminta keterangan, dan apabila perlu akan ditahan. Dalam masa
penahanan, tersangka akan diminta keterangannya mengenai tindak pidana yang
diduga terjadi. Selain tersangka, maka polisi juga memeriksa saksi-saksi dan alat bukti
yang berhubungan erat dengan tindak pidana yang disangkakan. Keterangan
tersebut terhimpun dalam berita acara
pemeriksaan (BAP) yang apabila dinyatakan P21 atau lengkap, akan
dikirimkan ke kejaksaan untuk dipersiapkan masa persidangannya di pengadilan.
Kejaksaan akan menjalankan fungsi pengecekan BAP dan analisis
bukti-bukti serta saksi untuk diajukan ke pengadilan. Apabila kejaksaan
berpendapat bahwa bukti atau saksi kurang mendukung, maka kejaksaan akan
mengembalikan berkas tersebut ke kepolisian, untuk dilengkapi. Setelah lengkap,
maka kejaksaan akan melakukan proses penuntutan perkara. Pada tahap ini, pelaku
(tersangka) telah berubah statusnya menjadi terdakwa, yang akan disidang dalam
pengadilan. Apabila telah dijatuhkan putusan, maka status terdakwa berubah
menjadi terpidana.
BAB
III
PENTUP
3.1 Kesimpulan
Memahami hukum
Indonesia harus dilihat dari akar falsafah pemikiran yang dominan dalam
kenyataanya tentang pengertian apa yang dipahami sebagai hukum serta apa yang
diyakini sebagai sumber kekuatan berlakunya hukum. Dari uraian pada bagian
terdahulu, tidak diragukan lagi bahwa apa yang dipahami sebagai hukum dan
sumber kekuatan berlakunya hukum sangat dipengaruhi oleh aliran positivisme
dalam ilmu hukum yang memandang hukum itu terbatas pada apa yang tertuang dalam
peraturan perundang-undangan atau yang dimungkinkan berlakunya berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan, bahkan aliran ini akan terus
mengokohkan dirinya dalam perkembagan sistem hukum Indonesia ke depan. Adapun
nilai-nilai moral dan etika serta kepentingan rakyat dalam kenyataan-kenyataan
sosial di masyarakat hanya sebagai pendorong untuk terbentuknya hukum yang baru
melalui perubahan, koreksi serta pembentukan peraturan perundang-undangan yang
baru.
Kenyataan ini
menunjukkan bahwa hukum adat dengan bentuknya yang pada umumnya tidak tertulis,
yang sifatnya religio magis, komun, kontan dan konkrit (visual), sebagai hukum
asli Indonesia semakin tergeser digantikan oleh paham positivis. Menurut
Penulis, berbagai masalah kekecewaan pada penegakan hukum serta kekecewaan pada
aturan hukum sebagian besarnya diakibatkan oleh situasi bergesernya pemahaman
terhadap hukum tersebut serta proses pembentukan hukum dan putusan-putusan
hukum yang tidak demokratis.
3.2 Saran
Kita sebagai masyarakat Indonesia seharusnya paham bagaimana sistem penerintahan di Indonesia
dan bagaimanacara pengaplikasian dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Ali, Menguak
Tabir Hukum, Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, Cet. II, Penerbit
Gunung Agung, Jakarta, 2002.
Bushar
Muhammad, Asas_Asas Hukum Adat, Suatu Pengantar, Cet. ke 4, Pradnya
Paramita, Jakarta, 1983.
Mas Marwan. 2014.Pengantar Ilmu Hukum.Bogor:Ghalia Indonesia
Amirin,
Tatang M. 1987. Pokok-pokok Teori Sistem. Jakarta: CV. Rajawali.
Ali, Achmad.
2002. Keterpurukan Hukum Indonesia (Penyebab dan Solusinya). Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Fuady, Munir.
2007. Perbandingan Ilmu Hukum. Bandung: Refika Aditama.
Suherman, Ade
Maman. 2004. Pengantar Perbandingan Sistem Hukum. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar