KATA
PENGANTAR
Puji
serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt. Berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam
semoga selalu tercurah limpah kepada nabi Muhammad Saw. kepada keluarganya, sahabatnya dan kepada
seluruh umatnya. Kami juga tidak lupa
mengucapkan Alhamdulillah atas terselesaikannya makalah ini dengan judul
“LANDASAN dan KEDUDUKAN AKHLAK” untuk memenuhi tugas kelompok sebagai bahan
diskusi yang akan di presentasikan pada jam mata kuliah Akidah Akhlak.
Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan, oleh karenanya kritik dan saran dari pembaca sangat
diharapkan dan akan diterima penulis dengan senang hati demi penyempurnaan
makalah ini di masa mendatang.Kemudian, kami
mengucapkan terimakasih atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan oleh
rekan kelas dan dosen mata kuliah ini semoga Allah swt. membalas lebih dari apa
yang telah diberikan.
Bandung,
20 September 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR...................................................................................
DAFTAR
ISI...................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Landasan..............................................................................
2.2
Pengertian akhlak..................................................................................
2.3
Landsan Akhlak.....................................................................................
2.4
Kedudukan Akhlak................................................................................
BAB
III PENUTUP
3.1
Kesimpulan............................................................................................
3.2
Saran......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kedudukan akhlak sangatlah penting dalam kehidupan
manusia, akhlak juga merupakan rukun agama islam. Bahkan akhlak dapat dijadikan
sebagai ujung tombak ataupun cerminan diri. Karena, penilaian orang terhadap
diri seseorang itu salah satunya adalah dengan memerhatikan akhlak yang tampak
dari seseorang itu. Akan tetapi pada zaman sekarang, tidak sedikit dari manusia
yang menyalahgunakan akhlak. Salah satu penyebab yang mendasarinya adalah
sumber atau acuan dalam pengmabilan ilmu akhlak.
Sumber yang dijadikan dasar sekarang bukan seperti apa
yang dibawa oleh Nabi saw. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan zaman dan
pengaruh dari dunia barat yang terkenal akan kebiasaan ataupun akhlak yang
buruk dan melenceng dari ajaran agama islam. Oleh karenanya banyak manusia yang
mengaku berakhlak tapi mempersekutukan Allah, mencuri, berjudi dan lain
sebagainya.
Maka dari itu sesuai dengan persoalan yang telah kami
paparkan diatas, kami akan menjelaskan apa yang menjadi dasar Akhlak dan
bagaimana kedudukannya dalam agama islam.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Landasan?
2. Apa yang dimaksud dengan akhlak?
3. Apa
landasan akhlak?
4. Bagaimana kedudukan akhlak?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Landasan
Landasan
adalah dasar tempat berpijak atau tempat dimulainya suatu perbuatan. Biasa juga
dikatakan sebagai fondasi yang menjadi titik acuan dalam kelanggengan atau
keberhasilan suatu perbuatan atau masalah. Adapun menurut S. Wojowasito, (1972:
161), bahwa landasan dapat diartikan sebagai alas, ataupun dapat diartikan
sebagai fondasi, dasar, pedoman dan sumber.
Istilah
lain yang menyerupai kata landasan adalah kata dasar (basic). Kata dasar adalah
awal, permulaan atau titik tolak segala sesuatu. Akan tetapi kata dasar lebih
menjurus kepada referensi atau pengembangan. Jadi, kata dasar lebih luas
pengertian dari kata fondasi atau landasan. Karena itu, kata fondasi atau
landasan dengan kata dasar (basic reference) merupakan dua hal yang berbeda
wujudnya, tetapi sangat erat hubungannya (Sanusi Uwes, 2001: 8).
2.2 Pengertian akhlak
Secara
etimologis , akhlak adalah perangai, tabiat, dan agama. Kata tersebut
mengandung segi-segi persesuaian dengan kata khaliq yang berarti “pencipta” dan, mahluq yang berarti “yang diciptakan”. Dan menurut istilah akhlaq
adalah sifat yang tertanam dalam jiwa seseorang yang mendorongnya untuk
melakukan perbuatan tanpa melakukan pemikiran dan pertimbangan.
Sedangkan
menurut imam Al-Ghazali (1015-1111 M) mengatakan bahwa akhlak sifat yang tentram dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam
perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Jika tindakan spontan itu baik menurut pandangan akal dan agama,
tindakan tersebut di namakan akhlak yang baik (akhlakul karimah/ akhlakul
mahmudah). Sebaliknya, jika tindakan spontan itu jelek, di sebut akhlakul
madzmumah.
Tujuan
pokok akhlak adalah agar setiap muslim berbudi pekerti, bertingkah laku,
berperangi atau beradat-istiadat yang baik sesuai dengan ajaran Islam. Kalau
diperhatikan, ibadah-ibadah inti dalam islam memiliki tujuan pembinaan akhlak
mulia. Shalat bertujuan mencegah seseorang untuk melakukan perbuatan-perbuatan
tercela; zakat disamping bertujuan menyucikan harta juga bertujuan
menyucikan diri dengan memupuk keperibadian mulia dengan cara membantu sesama; puasa
bertujuan mendidik diri untuk menahan diri dari berbagai syahwat; haji
bertujuan diantaranya memunculkan tenggang rasa dan kebersamaan dengan sesama.
Tujuan akhlak dapat
dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1. Tujuan
umum
Yaitu
membentuk keperibadian seorang muslim yang memiliki akhlak mulia, baik secara
lahiriah maupun batiniah.
2. Tujuan
khusus
a. Mengetahui
tujuan utama diutusnya Nabi Muhammad saw. Tujuan utama diutusnya Nabi Muhammad
saw. adalah menyempurnakan akhlak.
b. Menjembatani
kerenggangan antara akhlak dan ibadah. Tujuan lain mempelajari akhlak adalah
menyatukan antara akhlak dan ibadah, atau dalam ungkapan yang luas antara agama
dan dunia.
Usaha menyatukan antara
ibadah dan akhlak, dengan bimbingan hati yang diridai Allah swt.dengan
keikhlasan, akan berwujud perbuatan-perbuatan yang terpuji, yang seimbang
antara kepentingan dunia dan akhirat serta terhindar dari perbuatan tercela.
3. Mengimplementasikan
pengetahuan tentang akhlak dalam kehidupan. Tujuan lain dalam mempelajari
akhlak adalah mendorong kita menjadi orang-orang yang mengimplementasikan
akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari.
Manfaat mempelajari ilmu
akhlak, Ahmad Amin mengatakan, “Tujuan mempelajariakhlak dan permasalahannya
menyebabkan kita dapat menetapkan sebagian perbuatan lainnya sebagai yang baik
dan sebagian lainnya sebagain yang buruk.Bersikap adil termasuk baik, sedangkan
perbuatan zalim termasuk buruk; membayar utang kepada pemiliknya termasuk
perbuatan baik, sedangkan mengingkari utang termasuk perbuatan buruk.
Muhammad
Abdullah Darraz dalam buku Dzustur Al-Akhlaq Fi Al-Qur’an membagi akhlak
atas lima bagian:
1. Akhlak
pribadi:
a. yang
diperintahkan (awamir);
b. yang
dilarang (nawahi);
c. yang
dibolehkan (mubahat);
d. akhlak
dalam keadaan darurat.
2. Akhlak
berkeluarga:
a. kewajiban
antera orang tua dan anak;
b. kewajiban
suami istri;
c. kewajiban
terhadap karib kerabat.
3. Akhlak
bermasyarakat:
a. yang
dilarang;
b. yang
diperintahkan;
c. kaidah-kaidah
adab.
4. Akhlak
bernegara:
a. hubungan
antara pemimpin dan rakyat;
b. hubungan
luar negeri.
5. Akhlak
beragama:
a. kewajiban
terhadap Allah swt;
b. kewajiban
terhadap Rasul.
2.3 Landasan Akhlak
Dalam
islam, dasar atau alat pengukur yang menyatakan bahwa sifat seseorang itu baik atau buruk adalah
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Segala sesuatu yang baikmenurut Al-Qu’ran dan
As-Sunnah, itulah yang baik untuk dijadikan pegangan dalam kehidupan
sehari-hari. Sebaliknya, segala sesuatu yang buruk menurut Al-Qur’an dan
As-Sunnah, berarti tidak baik dan harus dijauhi.
Ketika
ditanya tentang akhlak Rasulullah saw., Aisyah r.a menjawab “Akhlak Rasulullah
adalah Al-Qur’an.” Maksud perkataan Aisyah adalah segala tingkah laku dan
tindakan Rasulullah saw., baik yang zahir maupun yang batil senantiasa
mengikuti petunjuk dari Al-Qur’an. Al-Qur’an selalu mengajarkan umat Islam
untuk berbuat baik dan menjauhi segala perbuatan yang buruk. Ukuran baik dan
buruk ini ditentukan oleh Al-Qur’an.
Al-Qur’an
menggambarkan akhlak orang-orang beriman, kelakuan mereka yang mulia dan
gambaran kehidupan meraka yang tertib, adil, luhur, dan mulia.Berbanding
terbalik dengan perwatakan orang-orang kafir dan munafik yang jelek, zalim dan
rendah hati. Gambaran akhlak mulia dan akhlak keji begitu jelas dalam perilaku
manusia di sepanjang sejarah. Al-Qur’an juga menggambarkan perjuangan para
rasul untuk menegakkan nilai-nilahi mulia dan murni di dalam kehidupan dan
ketika mereka ditenteng oleh kefasikan, kekufuran, dan kemunafikan yang
menggagalkan tegaknya akhlak yang mulia sebagait eras kehidupan yang liuhur dan
murni itu.
Allah SWT. Berfirman:

“Wahai ahli
kitab!Sungguh, Rasul kami telah datang kepadamu, menjelaskan kepadamu banyak
hal dari (isi) kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula) yang
dibiarkannya.Sungguh, telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab yang
menjelaskan. Dengan kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang
mengikuti keridaan-Nya kejalan keselamatan, dan dengan kitab itu (pula) Allah
mengeluarkan orang itu dari gelap gulita kepada cahaya dengan izin-Nya, dan
menunjukkan ke jalan yang lurus.”(Q.S. Al-Maidah
[5]:15-16)
A. Landasan Sosial Normatif
Norma
berasal dari kata “norm”, artinya aturan atau yang mengaitkan suatu tindakan
dan tingkah laku manusia..Landasan normatif akhlak manusia manusia sebagai
individu atau sebagai masyarakat adalah sebagai berikut.
a. Landasan
normatif yang berasal dari ajaran agama islam, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah,
dan berlaku pula untuk ajaran-ajaran lainnya yang dianut oleh umat manusia,
seperti umat Hindu dan umat Buddha.
b. Landasan
normatif dan adat kebiasaan atau norma budaya.
c. Landasan
normatif dari pandangan-pandangan filsafat yang kemudian menjadi pandangan
hidup dan asas perjuangan suatu masyarakat atau suatu bangsa.
d. Landasan
normatif yang memaksa dan mengikat akhlak manusia, yaitu norma hokum yang telah
diundangkan oleh Negara yang berbentuk konstitusi, undang-undang, dan peraturan
perundang-undangan lainnya, yang secara hierarkis berlaku dalam proses
penyelenggaraan Negara, seperti yang dianut oleh Negara Republik Indonesia
bahwa Pancasila sebagai sumber segala sumber hokum, UUD 1945 sebaga dasar
hukum.
Norma
hukum dibuat untuk membentuk akhlak
warga Negara yang baik, yaitu memberikan kemaslahatan pada kehidupan individu
dan masyarakat. Demikian pula, undang-undang dan sistem penyelenggaraan Negara,
yang rumusannya senantiasa mengacu para paradigm tentang akhlak mulia, baik
secara politik maupun secara ideologis.
Istilah
asas berarti dasar, prinsip, pedoman, danpegangan. Pasal 1 angka (6) UU No. 28
tahun 1999 menyatakan “Asas Umum pemerintahan Negara yang baik adalah asas
yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan, dan norma hukum untuk
mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi,
dan nepotisme.”
Jadi,
penyelenggara pemerintah daerah harus orang-orang yang menjunjung norma susila,
orang-orang yang bersih, jujur, dan bebasdari segala bentuk perbuatan yang
berbasis pada kolusi, korupsi, daan nepotisme..
Komisi
De Monchy di negeri Belanda adalah yang pertama memperkenalkan istilah
asas-asas umum pemerintahan yang baik. Van Der Grinten menegaskan perlunya
sikap disiplin, berwibawa, jujur, adil, bersih, dan terbuka dalam pengelolaan
Negara, artinya seorang Van Der Griten saja yang mengakui pentingnya akhlak
para pengusaha.
Akhlak
yang diperlukan oleh pemimpin bangsa adalah akhlak yang berpijak pada norma
hukum dan norma agama, sehingga terbentuklah keseimbangan pembangunan, yaitu
pembangunan materil dan spiritual, pembangunan jasmaniah dan rohaniah.
Istilah
asas-asas umum pemerintahan yang baik merupakan terjemahan deri istilah “algemene
van behoorlijk bestuur (bahasa Inggris). Kemudian disusun unsur-unsur yang
tercantum dalam Furinsprudensi Hakim Administrasi dan Hakim-hakim Peradilan
Umum, mengenai asas-asas umum pemerintahan yang baik dengan lima unsur
sebagai berikut.
1. asas
kejujuran (fair play);
2. asas
kecermatan (zorgvuldigheid);
3. asas
kemurnian dalam tujuan (zuiverheid dan oogmerk);
4. asas
keseimbangan (evenwichtigheid);
5. asas
kepastian hokum (rechts zakerheid) (Amrah,1986: 140).
Solly
Lubis (1992: 16) mengemukakan pendapat Crince Ir Roy tentang beberapa asas umum
pemerintahan yang baik, yaitu sebagai berikut.
1. asas
kepastian hukum (principle of legal security);
2. asas
keseimbangan (principle of proportionality);
3. asas
kesamaan (principle of equality);
4. asas
kecermatan (principle of carefulness);
5. asas
motivasi pada setiap keputusan pemerintah (principle of motivation);
6. asas
tidak menyalahgunakan kewenangan (principle of nonmissuse of competence);
7. asas
permainan yang wajar (principle of fair play);
8. asas
keadilan atau kewajaran (principle of
reasonableness or prohibition of arbitrariness);
9. asas
menanggapi harapan yang wajar (principle of meeting raised expectation);
10. asas
peniadaan akibat keputusan yang batal (principle
of undoing the consequences of an annulled decision);
11. asas
perlindungan atas pandangan hidup atau cara hidup pribadi (principle of protecting the personal way of life).
Penyelenggaraan negara
yang terdiri atas kesembilan asas, yaitu sebagai berikut.
1. asas
kepastian hokum;
2. asas
tertib penyelenggaraan Negara;
3. asas
kepentingan umum;
4. asas
keterbukaan;
5. asas
proporsionalitas;
6. asas
profosionalitas;
7. asas
akuntabilitas;
8. asas
efisien;
9. asas
efektivitas.
Asas-asas
tersebut berkaitan dengan konsep penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas
dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), seperti tercantum dalam UU No. 28
tahun 1999, UU No. 31 tahun 1999, 1111 No. 20 tahun 2001, UU No. 30 tahun 2002,
dan Inpres RI No. 5 tahun 2005 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi.
1. Asas
kepastian hokum
2. Asas
tertib penyelenggaraan Negara
3. Asas
kepentingan umum
4. Asas
keterbukaan
5. Asas
proporsionalitas
6. Asas
profesionalitas
7. Asas
akuntabilitas
8. Asas
efisiensi dan efektivitas.
Perkembangan
dari konsep pemerintah yang bersih dan berwibawa (clean government, good
government) kea rah konsep mengelola pemerintahan yang baik (good
governance) dapat dilihan suatu kecendrungan global dalam paradigm baru
manajemen pembangunan.
Prinsip-prinsip utama good
governance adalah:
1. Akuntasibilitas;
2. Transparansi;
3. Keterbukaan;
4. Aturan
hokum;
5. Adanya
perlakuan yang adil (perlakuan kesetaraan).
Dalam
asas-asas pembukuan peraturan perundang-undangan terdapat beberapa asas yang
harus dilaksanakan, yaitu:
1. Asas
tujuan yeng tepat;
2. Asas
perlunya pengaturan;
3. Asas
organ/lembaga dan materi ma\uatan yang tepat;
4. Asas
dapatnya dilaksanakan;
5. Asas
dapatnya dikenali;
6. Asas
perlakuan yang sama dalam hokum;
7. Asas
kepastian hokum;
8. Asas
pelaksanaan hukup sesuai keadaan individu.
Ada
sepuluh asas untuk materi muatan peraturan perundang-undangan, yaitu sebagai
berikut.
1. Asas
pengayoman
2. Asas
kemanusiaan
3. Asas
kebangsaan
4. Asas
kekeluargaan
5. Asas
kenusantaraan
6. Asas
Bhineka Tunggal Ika
7. Asas
keadilan
8. Asas
kesamaan kedudukan dalam hukum dan
pemerintahan
9. Asas
ketertiban dan kepastian hokum
10. Asas
keseimbangan keserasian dan keselarasan.
Dalam
hukum islam, konsep norma hokum diartikan sebagai ketetapan yang mengatur tata
cara parbuatan manusia. Tuntutan dan ketetapan yang dimaksud mengatur perilaku
manusia untuk meninggalkan atau mengerjakan perbuatan tertentu (Hanife,
1988:15).
Dengan
pendapat diatas, tmpak bahwa fiqih adalah hokum tentang perilaku yang
menguraikan sikap mental orang-orang muslim yang sudah terkena beban hokum,
atau tentang sistem tindakan (akhlak) manusia terhadap Allah. Dan terhadap
sesama manusia. Adapun ilmu tauhid adalah ilmu tentang tata cara
berakhlak yang berkaitan dengan penguatan keyakinan manusia kepada Allah swt.,
yaiyu akhlak keberrimanan kepada seluruh ajaran Allah swt. dan ajaran
Rasulullah saw.
Gejala
social yang muncul demi terselenggarakannya suatu kaidah social merupakan
kajian ilmu akhlak.Oleh karena itu, ilmu akhlak secara etimologis mengkaji dua
hal mendasar, yaitu sebagai berikut.
1. Gejala
social dan hubungan timbal balik dalam kehidupan masyarakat yang melahirkan
norma atau kaidah social guna memagari perilaku manusia di luar batas, sehingga
ketentuam-ketentuan dalam kaidah social disepakati secara turun-temurun.
2. Hukum
yang berlaku sebagai produk pemerintah atau penyelenggara Negara atau lembaga
yang memiliki wewenang untuk itu, yang kemudian menjadi hokum positif atau
peraturan yang mengikat kehidupan masyarakat dalam aktivitas social, ekonomi,
politik, dan beragama, serta hukum yang mengendalikan dan bersifat mencegah
terjadinya tindakan criminal atau mengatur hubungan antarindividu dalam
keperdataan.
Ilmu
akhlak adalah ilmu yang paling rasional dan actual karena membahas tingkah laku
manusia yang tidak hengkang oleh perubahan zaman, bahkan perubahan kehidupan
manusia tidak dapat dibatasi pendekatan-pendekatan yang bersifat kuantitatif,
ia bergulir mengikuti sejaran yang memuatnya sendiri.
Secara
ontologis, ilmu akhlak merupakan ilmu pengetaahuan yang memikirkan hakikat
kehidupan manusia dalam bertingkah laku, terutama dalam masyarakat.Secara
epistemologis, ilmu akhlak merupakan ilmu pengetahuan yang mengkaji kehidupan
masyarakat dalam kaitannya dengan berbagai unsur yang menjadi kebutuhan
hidupnya, yaitu kebutuhan untuk saling berinteraksi atau beasosiasi.
B.
Al-Qur’an
Sebagai Landasan Normatif
Dalam
agama islam, landasan normatif akhlak manusia adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Firman Allah swt.
“Dan sesungguhnya, engkau
(Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang luhur.”
(QS. Al-Qalam: 4)
Ayat
diatas menyatakan bahwa Nabi Muhammad sw. memiliki akhlak yang paling mulia.
Oleh karena itu, seluruh umat manusia yang beriman kepada Nabi Muhammad saw.
wajib menjadikan akhlak beliau sebagai rujukan perilaku dan suri teladan.
Al-Qur’an
adalah landasan normatif yang benar-benar sempurna kaerna Allah swt. adalah
Dzat yang Maha sempurna, sebagaimana disebutkan dalam surah Al-Baqarah ayat
255:
“Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Yang
Maha hidup, yang terus-menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan
tidur, Milik-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tidak ada
yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-Nya. Dia mengetahui apa yang
di hadapan mereka dan apa yang di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui
sesuatu apa pun tantang ilmu-Nya, melainkan apa yang Dia kehendaki. Kursi-Nya
meliputi langit dan bumi. Dan Dia tidak merasa berat memelihara keduanya, dan
Dia Mahatinggi, Mahabesar.”(QS.
Al-Baqarah:255)
Keyakinan
umat islam bahwa landasan normatif akhlak manusia adalah Allah saw. merupakan
keimanan yang terpenting dari segala yang penting. Umat islam meyakini bahwa
yang diciptakan dan diturunkan-Nya merupakan wahyu yang terbebas dari campur
tangan makhluk-Nya. Wahyu yang dijaga dan dipelihara secara langsung oleh
pembuatnya.

“Sesungguhnya kamilah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr: 9)
C.
As-Sunnah
Sebagai Landasan Normatif
Ada
perbedaan definisi As-Sunnah, Al-Hadits, dan Al-Khabar, meskipun di kalangan
ulama hadits, ada yang menyamakannya. Perbedaan ketiga definisi tersebut adalah
As-Sunnah baru di ketahui setelah ada Al-Hadits yang menjelaskannya. Adapun berita
yang berkaitan dengan perilaku Nabi Muhammad saw. merupakan khabar bagi semua
umat Islam, sejak para sahabat, tabi’in, tabi’it tabi’in, tabi’it tabi’it
tabi’in, dan seterusnya sehingga sampai kepada umat Isalm sekarang ini.
Akhlak umat Islam wajib berlandasan secara normatif
pada As-Sunnah, artinya mencontoh perilaku Nabi Muhammad saw., terutama dalam
masalah ibadah, sedangkan dalam masalah muamalah, umat Islam menjadikan Nabi
Muhammad saw. sebagai acuan dasar yang dapat di kembangkan sepanjang tidak
menyimpang dari prinsip-prinsip akhlak Islami. Umat Islam yang beriman
berpegang teguh pada As-Sunnah sebagai cermin dari ketaatan kepada Rasulullah
saw. yang juga merupakan cermin utama dari ketaatan kepada Allah swt.

“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah
Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di
antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yangdemikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
(QS. An-Nisa: 59)
Ayat
diatas menetapkan bahwa ketaatan kepada Allah swt. harus dibarengi dengan
ketaatan kepada Rasulullah saw. siapapun yang taat kepada Rasulullah saw., dia
telah taat kepada Allah swt.Secara logika ketaatan kepada Allah swt.adalah
mengikuti semua perintah-Nya dengan merealisasikannya kedalam kehidupan.
Perintah-perintah-Nya adalah wahyu yang di turunkan Al-Qur’an. Dengan demikian,
ketaatan kepada Rasulullah saw. berarti mengikuti sunnah-sunnahnya.
Sunnah-sunnah Rasulullah saw. merupakan contoh teladan yang dijelaskan melalui
semua perkataan, perbuatan, dan taqrir-nyayang disampaikan melalui para rawi
yang adil, dhabith, dan tsiqah dengan jalan rangkaian sanad
yang bersambung dan matan yang tidak cacat dan serasi dengan Al-Qur’an.
Dikatakan
bahwa As-Sunnah sebagai wahyu kedua setelah Al-Qur’an karena alas an-alasan
berikut.
1. Allah
swt. menetapkan Muhammad saw. sebagai Nabi dan Rasul terakhir.
2. Allah
swt. menetapkan bahwa Rasulullah saw. membawa risalah-risalah-Nya.
3. Allah
swt. menetapkan bahwa Rasulullah saw. terbebas dari kesalahan ketika berkaitan
dengan kerasulannya.
4. Karena
Al-Qur’an memberikan penjelaan bahwa hak untuk menjelaskan makna-makna Al-Qu’an
kepada umat manusia berada di tangan Rasulullah saw.
Al-Qur’an
dan Al-Hadits merupakan landasan normatif yang disepakati oleh semua ulama.
Tidak ada ikhtilaf bahwa Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai landasan
normatif perilaku umat islam. Para ahli hukum Islam (fuqaha)
mengkelasifikasikan Al-Qur’an dalam isi dan kajiannya sebagai berikut.
1. Landasan
normatif yang tertuang dalam Al-Qur’an, yang pertama adalah norma-norma I’tiqadiyah,
yaitu yang berkaitan dengan kewajiban mukhallaf memercayai Allah
swt., malaikat, para nabi, kitabullah, dan hari kiamat, sebagai landasan
normatif akhlak keimanan manusia.
2. Landasan
normatif yang kedua adalah berkaitan langsung dengan prilaku.
3. Landasan
normatif ketiga adalah amaliyah, yaitu yang berkaitan denganperbuatan mukhallaf
dalam hal bermuamalah.
Landasan
normatif yang tertuang dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah bertitik tolak pada
prinsip-prinsip berikut.
1. Landasan
ketauhidan, yaitu merupakan prinsip utama akhlak manusia dan semua perbuatan
manusia harus diniatkan kaarena Allah.
2. Landaan
kemanusiaan.
3. Landasan
kemanusiaan melahirkan landasan keadilan, persamaan, tolong-menolong, saling
berrsilaturahmi, saling mengawasi, dan landasan kemerdekaan serta toleransi.
D. Ayat
Al-quran dan hadis yang dijadikan landasan dalam akhlak
1. Sabar
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاةِ إِنَّ اللَّهَ
مَعَ الصَّابِرِينَ (153)
“Hai
orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmusesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. (Al Baqoroh: 153)
2. Dermawan
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ
رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
(133) الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ
الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنْ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (134)
“Dan
bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya
seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu)
orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit,
dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.
(Al Imran: 133-134)
3. Jujur
إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ
الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يَكُونَ يُكْتَبَ
عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ
يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ
كَذَّابًا
“Sesungguhnya kejujuran itu akan mengantarkan
kepada jalan kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan itu akan mengantarkan kedalam
al jannah (surga), sesungguhnya orang yang benar-benar jujur akan dicatat
disisi Allah sebagai ash shidiq (orang yang jujur). Dan sesungguhnya orang yang
dusta akan mengantarkan ke jalan kejelekan, dan sesungguhnya kejelekan itu akan
mengantarkan kedalam an naar (neraka), sesungguhnya orang yang benar-benar
dusta akan dicatat disisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Al Bukhari no.
6094 dan Muslim no. 2606).
4. Menepati
janji
اضمنوا لي ستا أضمن لكم الجنة اصدقوا اذاحدثتم
وأوفو اذا وعدتم وادوا اذاؤتمنتم وحفظوا فروجكم وغضوا ابصاركم وكفوا ايديكم. (رواه
أحمد)
Artinya:
”Berjanjilah
kepadaku bahwa kamu akan mengerjakan enam perkara ini niscaya kamu masuk surga.
Berkata benar, tepatilah apabila berjanji, kerjakanlah apabila diamanati orang,
jagalah kehormatan, tundukkanlah pandanganmu dan jangan suka memukul orang”.
(Hentikan lancang tanganmu)”.(HR. Ahmad, 101 hadits.hal:24-25)
5. Menjaga
lisan
QS. An
nisa’ 148
1. لا
يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنْ الْقَوْلِ إِلاَّ مَنْ ظُلِمَ وَكَانَ
اللَّهُ سَمِيعاً عَلِيماً (148)
Allah tidak menyukai
ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang
dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
( An Nisa’: 148 )
6.
Berlebihan

“Hai anak Adam, pakailah
pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan
janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan” (Q.S Al-A’raf : 31)
7.
Gibah

“Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena
sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang
dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang
suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima
Taubat lagi Maha Penyayang”
( Q.S Al-Hujurrat:12)
( Q.S Al-Hujurrat:12)
8. Meninggikan
Suara

Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara
Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana
kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus
(pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari.(Q.S
Al-Hujurat: 2)
9. Mengadu
domba

Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar(mu) kebanyakan mereka tidak mengerti.( Q.S Al-hujurrat:4)
10.
Fitnah

Dan
barangsiapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa, kemudian dituduhkannya kepada
orang yang tidak bersalah, maka sesungguhnya ia telah berbuat suatu kebohongan
dan dosa yang nyata.
(Q.S An-nisa : 112)
2.4 Kedudukan Akhlak
BAB III
PENUTUP
2.5 Kesimpulan
Kesimpulan dari materi Landasan dan
Kedudukan Akhlak adalah, Al-quran dan As-sunnah lah yang maendjadi landasan
atapun titik ukur dan panduan yang dipakai oleh akhlak karena al-quran dan
as-sunah merupakan pedoman hidup bagi umat manusia. Jadi segala sesuatu yang
berhubungan dengan kehidupan manusia sudah dijelaskan secara lengkap dan
terpirinci di dalam keduanya.Sehingga fondasi akhlak itu bersumber dari
keduanya. Kemudian untuk kedudukan Akhlak dalam agama islam itu sangatlah
tinggi karena dengan ahlak maka identitas seseorang itu akan diketahui dan juga
akhlak merupakan salah satu pertimbangan untuk memberatkan amal.
2.6 Saran
Setelah adanya makalah ini, kami sebagai
penulis menyarankan kepada pembaca untuk menjadikan Al-quran dan assunah sebagi
landasan akhlak mahmudah. Karena dengan pedoman keduanya maka akhlak kita akan
menjurus kepada ahli jannah. Junjung tinggi akhlak mahmudah dan jauhi akhlak
majmumah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hidayat
nur, Akhlak Tasawuf,
(Yogyakarta:Penerbit Ombak, 2013)
2.
Ahmad beni saebani dan Hamid abdul, Ilmu akhlak, (Bandung: CV Pustaka Setia,
2010)
3.
Anwar rasihon, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia,2010)
4.
http://arti-definisi-pengertian.info/makna-kedudukan/ Akses
tanggal 19 september 2015 pukul 13.00 wib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar