Kamis, 05 Januari 2017




BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejarah Agama menunjukkan bahwa kebehagiaan yang ingin dicapai dengan menjalankan syariah agama itu hanya dapat terlaksana dengan adanya akhlak yang baik. Kepercayaan yang hanya berbentuk pengetahuan tentang keesaan Tuhan, ibadah yang dilakukan hanya sebagai formalitas belaka, muamalah yang hanya merupakan peraturan yang tertuang dalam kitab saja, semua itu bukanlah merupakan jaminan untuk tercapainya kebahagiaan tersebut.
Timbulnya kesadaran akhlak dan pendirian manusia terhadap-Nya adalah pangkalan yang menetukan corak hidup manusia. Akhlak, atau moral, atau susila adalah pola tindakan yang didasarkan atas nilai mutlak kebaikan. Hidup susila dan tiap-tiap perbuatan susila adalah jawaban yang tepat terhadap kesadaran akhlak, sebaliknya hidup yang tidak bersusila dan tiap-tiap pelanggaran kesusilaan adalah menentang kesadaran itu.
Kesadaran akhlak adalah kesadaran manusia tentang dirinya sendiri, dimana manusia melihat atau merasakan diri sendiri sebagai berhadapan dengan baik dan buruk. Disitulah membedakan halal dan haram, hak dan bathil, boleh dan tidak boleh dilakukan, meskipun dia bisa melakukan. Itulah hal yang khusus manusiawi. Dalam dunia hewan tidak ada hal yang baik dan buruk atau patut tidak patut, karena hanya manusialah yang mengerti dirinya sendiri, hanya manusialah yang sebagai subjek menginsafi bahwa dia berhadapan pada perbuatannya itu, sebelum, selama dan sesudah pekerjaan itu dilakukan. Sehingga sebagai subjek yang mengalami perbuatannya dia bisa dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya itu.






 

1.2 Rumusan Masalah


1)    Apa pengertian Akhlak?
2)    Apa pengertian Akhlak secara Terminologis?
3)    Apa yang dimaksud Ilmu Akhlak?
4)    Apa pengertian Etika?
5)    Apa peranan dan fungsi etika?
6)    Bagaimana penerapan etika dalam kehidulpan sehari hari?
7)    Apa pengertian moral?
8)    Apa saja Persamaan dan Perbedaan antara etika, Akhlak dan Moral?

















BAB II

PEMBAHASAN



2.1 Pengertian Akhlak


            Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistik (etimologi, kebahasaan,lughat) dan pendekatan Terminologik (peristilahan). Kata Akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu isim masdar (bentuk infinitif) dari kata akhlaqa-yukhliqu-ikhlaqan, yang berarti al-sajiyah (perangai), al-thabi’ah (tabiat, watak dasar), al-‘adat (kebiasaan), al-maru’ah (peradaban yang baik) dan al-diin (agama).
Kata Akhlak mempunyai jamak, yaitu khuluq. Kata tersebut mengandung segi segi persesuaian dengan kata khalq yang berarti “kejadian” juga erat hubungannya dengan kata khaliq yang berarti “pencipta” dan kata makhluq yang berarti “yang diciptakan”. Baik kata Akhlak dan Khuluq, keduanya dapat dijumpai dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah, seperti dalam Al-Qur’an surah Al-Qalam ayat 4, mempunyai arti “budi pekerti” dan dalam surat Al-Syu’ara ayat 137 mempunyai arti “adat istiadat”. Sedangkan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata Akhlak diartikan sebagai budi pekerti, watak, tabiat.
Al-Fairuzzabadi berkata, “Ketahuilah, agama pada dasarnya adalah akhlak. Barang siapa memiliki akhlak mulia, kualitas agamanya pun mulia. Agama diletakkan diatas empat landasan akhlak utama, yaitu kesabaran, memelihara diri, keberanian, dan keadilan.”
Secara sempit, pengertian akhlak dapat diartikan dengan:
a.    Kumpulan kaidah untuk menempuh jalan yang baik.
b.    Pandangan akal tentang kebaikan dan keburukan.
Kata Akhlak memiliki arti lebih luas daripada moral atau etika, sebab akhlak meliputi segi segi kejiawaan dan tingkah laku lahiriyah dan batiniyah seseorang. Namun ada pula yang menyamakannya, karena keduanya membahas masalah baik dan buruk tingkah laku manusia.
Ada beberapa definisi “akhlak” dan “khuluq” menurut beberapa ulama dan cendekiawan. Diantaranya yaitu:
1.    Ibn Miskawaih (941-1030 M)
Dalam kitabnya Tahdzaab al-Akhlaaq wa al-Tathhiir al-‘Araq, ia mengartikan khuluq sebagai “keadaan jiwa seseorang yang mendorong untuk melakukan perbuatan perbuatan tanpa melalui pertimbangan pemikiran terlebih dahulu”.
2.    Imam Al-Ghazali (1055-1111 M)
Dalam Ihya Ulumuddin ia menyatakan bahwa “Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dapat memunculkan perbuatan perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pertimbangan pemikiran”.
3.    Muhyiddin Ibnu Arabi (1165-1240 M)
Ia mengatakan bahwa “Keadaan jiwa seseorang yang mendorong manusia untuk berbuat tanpa melalui pertimbangan dan pilihan terlebih dahulu. Keadaan tersebut boleh jadi merupakan tabiat atau bawaan, dan boleh jadi juga merupakan kebiasaan melalui latihan dan perjuangan”.
Dari beberapa pendapat tersebut memberi gambaran bahwa akhlak merupakan kepribadian seseorang tanpa dibuat buat atau spontan atau tanpa dorongan dari luar. Jika menurut pandangan akal dan agama baik, maka tindakan spontan tersebuat dinamakan akhlak yang baik (akhlaqul karimah/akhlaqul mahmudaah), namun sebaliknya jika tindakan spontan itu buruk, dinamakan akhlaqul mazmudah.
Jadi dapat dikatakan bahwa Akhlak adalah perbuatan yang disengaja. Jika tidak disengaja atau dilakukan dengan terpaksa atau dibawah tekanan, maka perbuatan tersebut bukanlah gejala Akhlak.
Menurut Abudin Nata, setidaknya ada lima Ciri Ciri akhlak, yaitu:
1.    Akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang dan telah menjadi bagian dari kepribadian.
2.    Akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran.
3.    Akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri seseorangyang mengerjakannya tanpa ada paksan atau tekanan dari luar.
4.    Akhlak adalah perbuatan yang dilakukan secara sungguh sungguh, bukan main main atau bersandiwara seperti dalam film.
5.    Perbuatan akhklak adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang.

2.2 Definisi Terminologis


Seorang khalifah di bidang akhlak pernah mengutip pendapat Ibnu Syadaruddin Asy Syarwan (wafat, 1036 H.) yang berkata,” akhlak adalah ilmu tentang perbuatan-perbuatan mulia serta cara memiliki perbuatan tersebut agar menghiasi diri, dan ilmu tentang perbuatan-perbuatan buruk serta cara menjauhinya agar diri bersih darinya”.
Ibnu Maskawaih dalam kitabnya, Tahzib Al Akhlak menyebutkan bahwa akhlak adalah “suatu keadaan dalam diri yang mengajaknya kepada berbagai tindakan tanpa perlu berpikir dan pertimbangan”. Setelah itu ia menjelaskan bahwa keadaan tersebut terbagi dua. Yang menjadi suatu tabiat sejak lahir, seperti yang tergerak bangkit karna hal sepele lalu marah. Yang diperoleh melalui pembiasaan, latihan, pikiran dan pertimbangan. Tindakan ini dilakukan terus-menerus hingga menjadi kebiasaan dan akhirnya menjadi akhlak. Yang demikian ini disebut pula akhlak-akhlak yang diupayakan, yang berkembang secara menyenangkan sert berkelanjutan.
Kemudian Al Ghazali dalam Al Ihya berkata pula tentang arti akhlak yang baik, khuluq dan khalqu merupakan dua kata yang pemakaiannya sama. Jika orang berkata, “ sifulan itu orang yang baik khuluq dan khalqu nya” maksudnya baik secara lahir batin jadi yang dimaksud dengan khalqu adalah gambaran lahiriyahnya, sedang yang dimaksud dengan khuluq adalah gambaran batiniahnya hal ini disebabkan karna manusia itu tersusun dari tubuh yang bisa dilihat dengan mata, dan dari ruh yang hanya bisa ditembus oleh pengetahuan mendalam. Masing-msing dari yang dua ini mempunyai keadaan dan gambaran baik yang buruk maupun yang bagus.
Akhlak adalah kondisi dalam diri yang melahirkan tindakan-tindakan tanpa perlu berpikir dan pertimbangan. Jika keadaan itu melahirkn tindakan-tindakan yang baik menurut akal dan syariah, maka tindakan tersebut disebut akhlak yang baik, dan jika melahirkan tindakan tindakan yang buruk maka tindakan tersebut disebut akhlak yang buruk.
Berdasarkan definisi itu maka akhlak menurut Al Ghazali mesti mencakup 4 hal:
1.    Kekuatan pengetahuan,
2.    Kekuatan emosi,
3.    Kekuatan keinginginan atau nafsu, dan
4.    Kekuatan keadilan
Berdasarkan definisi itu akhlak menurut Al Ghazali bukan perbuatan yang baik atau buruk, atau membedakan antara keduanya, tetapi merupakan sifat yang melahirkan tindakan baik atau buruk.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa akhlak, yaitu ilmu yang membahas tentang perbuatan mulia serta cara mengupayakan perbuatan tersebut dan tentang perbuatan buruk serta cara menjauhinya. Atau ilmu yang menunjukan batasan guna mengukur tindakan-tindakan sesuka hati dari sisi baik dan buruknya disertai ketentuan tanggung jawab dan balasan pelaku tindkan tersebut. Sedngkan tujuan ilmu ini adalah mencapai kebahagiaan dan keselamatan diri di dunia dan akhirat.
Demikian pula terdapat kaitan erat antara pengertian akhlak dan pengertian iman. Karna itu jika salahsatu dari yang dua ini berkurang maka pasti menggelincirkan yang lainnya. Sebab itu Rasullah saw bersabda:” orang mmukmin yang paling sempurna imannya addalah yang paling baik akhlaknya”.
Karna itu pula maka akhlak mulia dan terpuji itu kembali kepada iman dan kepada pengamalan tuntutan iman tersebut. Sebagaimana ia kembali kepada pikiran-pikiran yang mulia atau kepada perasaan-perasaan yang sangat dalam, hubungannya dengan Allah SWT.

2.3 Ilmu Akhlak

Ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa pakar tentang pengrtian ilmu Akhlak, diantaranya yaitu
a)    Menurut Imam Al Ghazali: Ilmu menuju jalan ke akhirat yang dapat disebut ilmu sifat hati dan ilmu rahasia.
b)    Menurut Ahmad Amin: Suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada sesamanya, menjelaskan tujuan manusia melakukan sesuatu, dan menjelaskan apa yang harus diperbuat.
c)    Menurut R.Jolivet: Ilmu yang membahas hal hal yang wajib dan patut bagi manusia hingga persoalan persoalan yang dilarang.
d)    Menurut G.Gusdorof: Jalan untuk menentukan suatu kebaikan sehingga menerangkan kehidupan manusia dalam kehidupan sehari hari.
e)    Menurut Barmawi Umarie: Ilmu Akhlak adalah ilmu yang menetukan batas antara yang baik dan yang buruk, terpuji dan tercela, tentang perbuatan dan perkataan manusia, lahir dan batin.
Dengan memperhatikan definisi definisi Ilmu Akhlak tersebut, maka tampak bahwa ruang lingkup bahsaan Ilmu Akhlak adalah tentang perbuatan perbutan manusia serta kategorisasinya apakah perbuatan tersebut tergolong baik atau buruk. Dengan demikian, maka obyek pembahasan ilmu Akhlak itu berkaitan dengan norma atau penilaian terhadap suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseoarang. Untuk menilai sesuatu baik atau buruk maka kita menggunakan ukuran yang bersifat normatif. Sedangkan untuk menilai sesuatu benar atau slah, maka kita menggunakan kalkulasi yang dilakukan akal pikiran.
Kaitannya dengan hal ini, Ahmad Amin mengatakan bahwa “obyek ilmu akhlak adalah membahas perbuatan manusia, lalu menentukannya mana yang baik dan mana yang buruk”. Sedangkan Muhammad Al Ghazali menjelaskan bahwa kawasan pembahasan ilmu akhlak adalah seluruh aspek kehidupan manusia baik sebagai individu maupun sebagai kelompok.
Dari keterangan keterangan yang telah diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud ilmu akhlak adalah ilmu yang mengkaji suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia dalam keadaan sadar, atas kemauan sendiri, bukan karena paksaan dan tekanan, secara sungguh sungguh dan sebenar benarnya dan bukan perbuatan yang pura pura dan bersandiwara. Perbuatan perbuatan tersebut kemudian diberi nilai baik atau buruk. Untuk menilaii apakah suatu perbuatan itu baik atau buruk, diperlukan tolak ukur, yaitu baik dan buruk menurut siapa dan apa ukurannya.

2.4 Pengertian Etika


Etika adalah suatu ajaran yang berbicara tentang baik dan buruknya yang menjadi ukuran baik buruknya atau dengan istilah lain ajaran tenatang kebaikan dan keburukan, yang menyangkut peri kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam.
         Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa yunani, ”ethos” yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan. Etika membicarakan kebiasaan (perbuatan), tetapi bukan menurut arti tata-adat, melainkan tata-adab. Yaitu berdasarkan sifat dasar manusia, yakni baik-buruk.
Haidar Bagir menulis:
Etika pada umumnya diidentikan dengan moral atau moralitas. Namun, meskipun sama terkait dengan baik buruk tindakan manusia, etika dan moral memiliki perbedaan pengertian. Secara singkat, jika moral lebih condong kepada pengertian “nilai baik dan buruk setiap perbuatan manusia”, maka etika berarti “Ilmu yang mempelajari tentang baik dan buruk”. Jadi, bisa dikatakan bahwa etika berfungsi sebagai teori dari perbuatan baik dan buruk (ethics atau ‘ilm al akhlaaq), sedangkan moral (akhlaq) adalah praktiknya. Dalam disiplin filsafat, terkadang etika disamakan dengan filsafat moral”.
Dari  definisi Haidar Bagir diatas, etika berada dalam dataran teori,  dan moral berada dalam jajaran praktik, sedangkan filsafat juga berada dalam dataran teori atau pemikiran. Jadi dapat dikatakan bahwa etika merupakan bagian dari filsafat. Dan hal hal yang dibicarakan adalah tentang nilai, norma dan teori etika itu sendiri.
 Sedangkan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).
Etika sebagai cabang ilmu pengetahuan, tidak berdiri sendiri. Sebagai ilmu yang membahas manusia, ia berhubungan dengan seluruh ilmu tentang manusia, seperti Antropologi, psikolologi, sosiologi, ekonomi, hukum dan lainnya.
Etika menurut filasafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran.
Etika dan akhklak mempunyai persamaan dan perbedaan. Persamaanya adalah sama sama membahas masalah baik dan buruknya tingkah laku manusia sehingga akhlak sering disebut dengan etika islam. Sedangkan perbedaannya adalah etika bertolak ukur pada akal pikiran, tidak dari agama, sedangkan akhlak berdasarkan ajaran Allah SWT dan Rasul-Nya.

v  Etika Dibagi Atas Dua Macam

1. Etika deskriptif                         
Etika yang berbicara mengenai suatu fakta yaitu tentang nilai dan pola perilaku manusia terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya dalam kehidupan masyarakat.

2. Etika Normatif
Etika yang memberikan penilaian serta himbauan kepada manusia tentang bagaimana harus bertindak sesuai norma yang berlaku. Mengenai norma norma yang menuntun tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari hari.

Etika dalam keseharian sering dipandang sama denga etiket, padahal sebenarnya etika dan etiket merupakan dua hal yang berbeda. Dimana etiket adalah suatu perbuatan yang harus dilakukan. Sementa etika sendiri menegaskan bahwa suatu perbuatan boleh atau tidak. Etiket juga terbatas pada pergaulan. Di sisi yang lain etika tidak bergantung pada hadir tidaknya orang lain. Etiket itu sendiri bernilairelative atau tidak sama antara satu orang dengan orang lain. Sementa itu etika bernilaiabsolute atau tidak tergantung dengan apapun. Etiket memandang manusia dipandang dari segi lahiriah. Sementara itu etika manusia secara utuh.

Dengan ciri-ciri yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia.

2.5 Peranan dan fungsi Etika


1. Dengan etika seseorang atau kelompok dapat menegemukakan penilaian tentang perilaku manusia
2. Menjadi alat kontrol atau menjadi rambu-rambu bagi seseorang atau kelompok dalam melakukan suatu tindakan atau aktivitasnya sebagai mahasiswa
3. Etika dapat memberikan prospek untuk mengatasi kesulitan moral yang kita hadapi sekarang.
4. Etika dapat menjadi prinsip yang mendasar bagi mahasiswa dalam menjalankan aktivitas kemahasiswaanya.
5. Etika menjadi penuntun agar dapat bersikap sopan, santun, dan dengan etika kita bisa di cap sebagai orang baik di dalam masyarakat.

2.6  Penenerapan Etika dalam kehidupan sehari hari


1. Etika bergaul dengan orang lain
a) Hormati perasaan orang lain, tidak mencoba menghina atau menilai mereka cacat.
b) Jaga dan perhatikanlah kondisi orang, kenalilah karakter dan akhlaq mereka, lalu pergaulilah mereka, masing-masing menurut apa yang sepantasnya.
c) Bermuka manis dan senyumlah bila anda bertemu orang lain. Berbicaralah kepada mereka sesuai dengan kemampuan akal mereka.
d) Berbaik sangkalah kepada orang lain dan jangan memata-matai mereka.
e) Mema`afkan kekeliruan mereka dan jangan mencari-cari kesalahankesalahannya, dan tahanlah rasa benci terhadap mereka.

 2. Etika bertamu
a) Untuk orang yang mengundang:
- Jangan hanya mengundang orang-orang kaya untuk jamuan dengan mengabaikan orang-orang fakir.
- Jangan anda membebani tamu untuk membantumu, karena hal ini bertentangan dengan kewibawaan.
- Jangan kamu menampakkan kejemuan terhadap tamumu, tetapi tampakkanlah kegembiraan dengan kahadirannya, bermuka manis dan berbicara ramah.
- Hendaklah segera menghidangkan makanan untuk tamu, karena yang demikian itu berarti menghormatinya.
- Disunnatkan mengantar tamu hingga di luar pintu rumah. Ini menunjukkan penerimaan tamu yang baik dan penuh perhatian.



b) Bagi tamu:
- Hendaknya tidak membedakan antara undangan orang fakir dengan undangan orang yang kaya, karena tidak memenuhi undangan orang faqir itu merupakan pukulan (cambuk) terhadap perasaannya.
- Jangan tidak hadir sekalipun karena sedang berpuasa, tetapi hadirlah pada waktunya.
- Bertamu tidak boleh lebih dari tiga hari, kecuali kalau tuan rumah memaksa untuk tinggal lebih dari itu.
- Hendaknya pulang dengan hati lapang dan memaafkan kekurang apa saja yang terjadi pada tuan rumah.

3. Etika di jalan
a) Berjalan dengan sikap wajar dan tawadlu, tidak berlagak sombong di saat berjalan atau mengangkat kepala karena sombong atau mengalihkan wajah dari orang lain karena takabbur.
b) Memelihara pandangan mata, baik bagi laki-laki maupun perempuan.
c) Menyingkirkan gangguan dari jalan. Ini merupakan sedekah yang karenanya seseorang bisa masuk surga.
d) Menjawab salam orang yang dikenal ataupun yang tidak dikenal.

4. Etika makan dan minum
a) Berupaya untuk mencari makanan yang halal.
b) Hendaknya mencuci tangan sebelum makan jika tangan kamu kotor, dan begitu juga setelah makan untuk menghilangkan bekas makanan yang ada di tanganmu.
c) Hendaklah kamu puas dan rela dengan makanan dan minuman yang ada, dan jangan sekali-kali mencelanya.
d) Hendaknya jangan makan sambil bersandar atau dalam keadaan menyungkur.
e) Hendaklah makan dan minum yang kamu lakukan diniatkan agar bisa dapat beribadah kepada Allah, agar kamu mendapat pahala dari makan dan minummu itu.
f) Hendaknya memulai makanan dan minuman dengan membaca Bismillah dan diakhiri dengan Alhamdulillah.
g) Tidak berlebih-lebihan di dalam makan dan minum.



5. Etika berbicara
a) Hendaknya pembicaraan selalu di dalam kebaikan..
b) Menghindari perdebatan dan saling membantah, sekali-pun kamu berada di fihak yang benar dan menjauhi perkataan dusta sekalipun bercanda. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Aku adalah penjamin sebuah istana di taman surga bagi siapa saja yang menghindari bertikaian (perdebatan) sekalipun ia benar; dan (penjamin) istana di tengah-tengah surga bagi siapa saja yang meninggalkan dusta sekalipun bercanda". (HR. Abu Daud dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
c) Menghindari sikap memaksakan diri dan banyak bicara di dalam berbicara. Di dalam hadits Jabir Radhiallaahu 'anhu disebutkan: "Dan sesungguhnya manusia yang paling aku benci dan yang paling jauh dariku di hari Kiamat kelak adalah orang yang banyak bicara, orang yang berpura-pura fasih dan orang-orang yang mutafaihiqun". Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulllah, apa arti mutafaihiqun? Nabi menjawab: "Orang-orang yang sombong". (HR. At-Turmudzi, dinilai hasan oleh Al-Albani).
d) Tenang dalam berbicara dan tidak tergesa-gesa.
e) Menghindari perkataan jorok (keji).
f) Jangan membicarakan sesuatu yang tidak berguna bagimu.
g) Jangan memonopoli dalam berbicara, tetapi berikanlah kesempatan kepada orang lain untuk berbicara.
h) Menghindari perkataan kasar, keras dan ucapan yang menyakitkan perasaan dan tidak mencari-cari kesalahan pembicaraan orang lain dan kekeliruannya, karena hal tersebut dapat mengundang kebencian, permusuhan dan pertentangan.

6. Etika bertetangga
a) Menghormati tetangga dan berprilaku baik terhadap mereka.
b) Bangunan yang kita bangun jangan mengganggu tetangga kita, tidak membuat mereka tertutup dari sinar mata hari atau udara, dan kita tidak boleh melampaui batasnya, apakah merusak atau mengubah miliknya, karena hal tersebut menyakiti perasaannya.
c) Jangan kikir untuk memberikan nasihat dan saran kepada mereka, dan seharusnya kita ajak mereka berbuat yang ma`ruf dan mencegah yang munkar dengan bijaksana (hikmah) dan nasihat baik tanpa maksud menjatuhkan atau menjelek-jelekkan mereka.
d) Hendaknya kita selalu memberikan makanan kepada tetangga kita.
e) Hendaknya kita tidak mencari-cari kesalahan/kekeliruan mereka dan jangan pula bahagia bila mereka keliru, bahkan seharusnya kita tidak memandang kekeliruan dan kealpaan mereka.
f) Hendaknya kita sabar atas prilaku kurang baik mereka terhadap kita.

8. Etika menjenguk orang sakit
a) Untuk orang yang berkunjung (menjenguk):
-Hendaknya tidak lama di dalam berkunjung, dan mencari waktu yang tepat untuk berkunjung, dan hendaknya tidak menyusahkan si sakit, bahkan berupaya untuk menghibur dan membahagiakannya.
- Mendo`akan semoga cepat sembuh, dibelaskasihi Allah, selamat dan disehatkan.
- Mengingatkan si sakit untuk bersabar atas taqdir Allah SWT.

b) Untuk orang yang sakit:
- Hendaknya segera bertobat dan bersungguh-sungguh beramal shalih.
- Berbaik sangka kepada Allah, dan selalu mengingat bahwa ia sesungguhnya adalah makhluk yang lemah di antara makhluk Allah lainnya, dan bahwa sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak membutuhkan untuk menyiksanya dan tidak mem-butuhkan ketaatannya.
- Hendaknya cepat meminta kehalalan atas kezhaliman-kezhaliman yang dilakukan olehnya, dan segera mem-bayar/menunaikan hak-hak dan kewajiban kepada pemi-liknya, dan menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.

9. Etika Berbeda Pendapat
a) Ikhlas dan mencari yang hak serta melepaskan diri dari nafsu di   saat berbeda pendapat.
b) Juga menghindari sikap show (ingin tampil) dan membela diri dan nafsu.
c) Mengembalikan perkara yang diperselisihkan kepada Kitab Al-Qur'an dan Sunnah.
d) Sebisa mungkin berusaha untuk tidak memperuncing perselisihan, yaitu denga cara menafsirkan pendapat yang keluar dari lawan atau yang dinisbatkan kepadanya dengan tafsiran yang baik.
e) Berusaha sebisa mungkin untuk tidak mudah menyalahkan orang lain, kecuali sesudah penelitian yang dalam dan difikirkan secara matang.
f) Sedapat mungkin menghindari permasalahan-permasalahan khilafiyah dan fitnah.
g) Berpegang teguh dengan etika berdialog dan menghindari perdebatan, bantah membantah dan kasar menghadapi lawan.

10. Etika Berkomunikasi Lewat Telepon
a) Hendaknya penelpon memulai pembicaraannya dengan ucapan Assalamu’alaikum, karena dia adalah orang yang datang, maka dari itu ia   harus memulai pembicaraannya dengan salam dan juga menutupnya dengan salam.
b) Pilihlah waktu yang tepat untuk berhubungan via telepon, karena manusia mempunyai kesibukan dan keperluan, dan mereka juga mempunyai waktu tidur dan istirahat, waktu makan dan bekerja.
c) Jangan memperpanjang pembicaraan tanpa alasan, karena khawatir orang yang sedang dihubungi itu sedang mempunyai pekerjaan penting atau mempunyai janji dengan orang lain.
d) Maka hendaknya wanita berhati-hati, jangan berbicara diluar kebiasaan dan tidak melantur berbicara dengan lawan jenisnya via telepon, apa lagi memperpanjang pembicaraan, memperindah suara, memperlembut dan lain sebagainya.

2.7 Pengertian Moral

Akhlak selain dikenal dengan istilah etika, juga dikenal dengan istilah moral. Adapun arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata mos yang berarti adat kebiasaan. Dalam bahasa Indonesia, moral diterjemahkan sebagai susila.  Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dikatan bahwa moral adalah pennetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.
Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk.
                       
Berdasarkan kutipan tersebut diatas, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah.

Terdapat persamaan antara etika dan moral. Secara etimologis kata “etika” sama dengan kata “moral” karena kedua kata tersebut sama sama mempunyai arti, yaitu kebiasaan, adat. Rumusan arti kata “moral” adalah nilai nilai dan norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
              
Jika pengertian etika dan moral tersebut dihubungkan satu dengan lainnya, kita dapat mengetakan bahwa antara etika dan moral memiki objek yang sama, yaitu sama-sama membahas tentang perbuatan manusia selanjutnya ditentukan posisinya apakah baik atau buruk.
Namun demikian dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan moral tolak ukurnya yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat. Dengan demikian etika lebih bersifat pemikiran filosofis atau teori dan berada dalam konsep-konsep, sedangkan moral berada dalam dataran realitas dan muncul dalam tingkah laku yang berkembang di masyarakat.
Bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Norma-norma moral adalah tolok ukur untuk menentukan betul-salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baikburuknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas. Perkembangan moral adalah proses, dan melalui proses itu seseorang mengadopsi nilai-nilai dan perilaku yang diterima oleh masyarakat (Bandura, 1977). Pada dasarnya seseorang yang konsisten menginternalisasi norma dipandang sebagai seseorang yang bermoral. Para ahli menerapkan apa yang disebut pendekatan “kantong kebajikan” (Kohlberg, 1981), teori ini percaya bahwa seseorang mencontoh perilaku orang lain sebagai model atau tauladan yang ia nilai memiliki sifat-sifat tertentu atau yang menunjukkan perilaku berlandasan nilai yang diharapkan. Untuk memahami moral Kohlberg (1981) dan Rest (1986) menyatakan bahwa pemahaman moral berpengaruh langsung terhadap motivasi danperilaku namun memiliki hubungan yang tak begitu kuat. Hubungan erat pada empati, emosi, rasa bersalah, latar belakang sosial, pengalaman.
Dengan demikian tolak ukur yang digunakan dalam moral untuk mengukur tingkah laku manusia adalah adat istiadat, kebiasaan dan lainnya yang berlaku di masyarakat.


2.8 Persamaan dan Perbedaan Akhlak, Etika dan Moral

Persamaan
Ada beberapa persamaan antara etika, akhlak dan moral. Yaitu
Pertama, akhlak, etika dan moral mengacu pada ajaran atau gambaran tentang perbuatan, tingkah laku, sifat dan lperangai yang baik.

Kedua, akhlak, etika dan moral merulpakan prinsip atau aturan hidup manusia untuk mengukur martababt dan harkat kemanusiaannya. Semakin tinggi kalitas akhlak, etika dan moral sesorang atau sekelompok orang, maka semakin tinggi pula kualitas kemanusiaannya. Dan sebaliknya, semakin rendah kualitas akhlak, etika dan moral seseorang atau sekelompok orang, maka semakin rendah pula kualitas kemanusiaannya.

Ketiga, akhlak, etika dan moral seseorang atau sekelompok orang tidak semata mata merupakan faktor keturunan yang bersifat tetap, statis dan konstan, tetapi juga merupakan potensi positif yang dimiliki setiap orang. Untuk pengenmabngan dan aktualisasi potensi positif tersebut diperluksn pendidikan, pembiasaan, dan keteladanan serta dukungan lingkungan, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat secara terus menerus dengan tingkat konsentrasi yang tinggi.

Perbedaan

Selain terdapat persamaan antara akhlak, etika dan moral. Terdapat pula beberapa segi perbedaan yang menjadi ciri khas masing masing. Berikut adalah uraian mengenai segi segi perbedaan tersebut.
Pertama, akhlak merupakan istilah yang bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah. Nilai-nilai yang menentukam baik dan buruk, layak atau tidak layak suatu perbuatan, kelakuan, sifat, dan perangai dalam akhlak bersifat universal dan bersumber dari ajaran Allah SWT. Sementara itu, etika meruoakan filsafat nilai, pengetahuan tentang nilai-nilai, dan kesusilaan tentang baik dan buruk. Jadi etika bersumber dari pemikiran yang mendalam dan renungan filosofis, yang pada intinya bersumber dari akal sehat hati nurani. Etika bersifat temporer, sangat bergantung pada aliran filosofis yang menjadi pilihan orang-orang yang menganutnya.
   Dengan kata lain, perbedaan di antara ketiga istilah tersebut ialah:
a.    Akhlak tolak ukurnya adalah Al-Quran dan As-Sunnah;
b.    Etika tolak ukurnya adalah pikiran atau akal;
c.    Moral tolak ukurnya adalah norma yang hidup dalam masyarakat.




























BAB III

PENUTUP


3.1 Kesimpulan


Berdasarkan penjelasan di atas disimpulkan bahwa etika merupakan suatu pola perilaku yang dihasilkan oleh akal manusia dan suatu paham keilmuan yang berguna untuk menentukan pakah perbuatan manusia itu dikatakan baik atau buruk berdasarkan pendapat akal pikiran. Definisi moral merupakan nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Moral dalam islam memeiliki Lima Nilai Moral Islam dikenal pula sebagai Sepuluh Perintah Tuhan versi Islam. Perintah-perintah ini tercantum dalam Al-Qur'an surat Al-An'aam 6:150-153 yaitu Nilai Pembebasan, Nilai Keluarga ,Nilai Kemanusiaan,Nilai Keadilan, dan Nilai Kejujuran. Dan definisi Akhlak menurut Ibnu Miskawaih merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Keterkaitan Etika Moral dan Akhlak sangatlah penting bagi kehidupan sehari hari dan Kesemuanya itu juga dapat menjadi pedoman bagi kita untuk mengevaluasi keadaan di sekitar kita serta kita dapat dengan mudah memfilterisasi segala sesuatu yang kita dapatkan, agar kita menjadi pribadi yang ber-etika, moral, dan akhlak yang baik.








DAFTAR PUSTAKA

M.Solihin dan M.Rosyid. Akhlak Tasawuf. Penerbit Nuansa. Bandung: 2005.
Abdul mukmin, Iman. Meneladani Akhlak Nabi. PT Remaja Rosdakarya. Bandung: 2004

























1 komentar:

  1. Casino Slot Machines Near Me - MapyRO
    Find the closest casino slot machines to you in Michigan. The closest casino slot machines in the state 대전광역 출장마사지 come 이천 출장샵 at 855 Casino Drive. 777 나주 출장샵 Casino Dr. 창원 출장샵 Suite 300 West 대구광역 출장샵 Detroit.

    BalasHapus