BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah Agama menunjukkan
bahwa kebehagiaan yang ingin dicapai dengan menjalankan syariah agama itu hanya
dapat terlaksana dengan adanya akhlak yang baik. Kepercayaan yang hanya
berbentuk pengetahuan tentang keesaan Tuhan, ibadah yang dilakukan hanya
sebagai formalitas belaka, muamalah yang hanya merupakan peraturan yang
tertuang dalam kitab saja, semua itu bukanlah merupakan jaminan untuk tercapainya
kebahagiaan tersebut.
Timbulnya kesadaran akhlak
dan pendirian manusia terhadap-Nya adalah pangkalan yang menetukan corak hidup
manusia. Akhlak, atau moral, atau susila adalah pola tindakan yang didasarkan
atas nilai mutlak kebaikan. Hidup susila dan tiap-tiap perbuatan susila adalah
jawaban yang tepat terhadap kesadaran akhlak, sebaliknya hidup yang tidak
bersusila dan tiap-tiap pelanggaran kesusilaan adalah menentang kesadaran itu.
Kesadaran akhlak adalah
kesadaran manusia tentang dirinya sendiri, dimana manusia melihat atau
merasakan diri sendiri sebagai berhadapan dengan baik dan buruk. Disitulah
membedakan halal dan haram, hak dan bathil, boleh dan tidak boleh dilakukan,
meskipun dia bisa melakukan. Itulah hal yang khusus manusiawi. Dalam dunia hewan
tidak ada hal yang baik dan buruk atau patut tidak patut, karena hanya
manusialah yang mengerti dirinya sendiri, hanya manusialah yang sebagai subjek
menginsafi bahwa dia berhadapan pada perbuatannya itu, sebelum, selama dan
sesudah pekerjaan itu dilakukan. Sehingga sebagai subjek yang mengalami
perbuatannya dia bisa dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya itu.
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa pengertian Akhlak?
2) Apa pengertian Akhlak secara Terminologis?
3) Apa yang dimaksud Ilmu Akhlak?
4) Apa pengertian Etika?
5) Apa peranan dan fungsi etika?
6) Bagaimana penerapan etika dalam
kehidulpan sehari hari?
7) Apa pengertian moral?
8) Apa saja Persamaan dan Perbedaan antara
etika, Akhlak dan Moral?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Akhlak
Ada
dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu
pendekatan linguistik (etimologi, kebahasaan,lughat) dan
pendekatan Terminologik (peristilahan). Kata Akhlak berasal dari bahasa
Arab, yaitu isim masdar (bentuk infinitif) dari kata akhlaqa-yukhliqu-ikhlaqan,
yang berarti al-sajiyah (perangai), al-thabi’ah (tabiat,
watak dasar), al-‘adat (kebiasaan), al-maru’ah (peradaban yang
baik) dan al-diin (agama).
Kata Akhlak mempunyai jamak, yaitu khuluq.
Kata tersebut mengandung segi segi persesuaian dengan kata khalq yang
berarti “kejadian” juga erat hubungannya dengan kata khaliq yang
berarti “pencipta” dan kata makhluq yang berarti “yang diciptakan”. Baik
kata Akhlak dan Khuluq, keduanya dapat dijumpai dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah,
seperti dalam Al-Qur’an surah Al-Qalam ayat 4, mempunyai arti “budi pekerti”
dan dalam surat Al-Syu’ara ayat 137 mempunyai arti “adat istiadat”. Sedangkan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata Akhlak diartikan sebagai budi
pekerti, watak, tabiat.
Al-Fairuzzabadi berkata, “Ketahuilah,
agama pada dasarnya adalah akhlak. Barang siapa memiliki akhlak mulia, kualitas
agamanya pun mulia. Agama diletakkan diatas empat landasan akhlak utama, yaitu
kesabaran, memelihara diri, keberanian, dan keadilan.”
Secara sempit, pengertian akhlak dapat
diartikan dengan:
a. Kumpulan kaidah untuk menempuh jalan yang
baik.
b. Pandangan akal tentang kebaikan dan
keburukan.
Kata Akhlak memiliki arti lebih
luas daripada moral atau etika, sebab akhlak meliputi segi segi kejiawaan dan
tingkah laku lahiriyah dan batiniyah seseorang. Namun ada pula yang
menyamakannya, karena keduanya membahas masalah baik dan buruk tingkah laku
manusia.
Ada beberapa definisi “akhlak” dan
“khuluq” menurut beberapa ulama dan cendekiawan. Diantaranya yaitu:
1. Ibn Miskawaih (941-1030 M)
Dalam kitabnya Tahdzaab al-Akhlaaq wa
al-Tathhiir al-‘Araq, ia mengartikan khuluq sebagai “keadaan jiwa
seseorang yang mendorong untuk melakukan perbuatan perbuatan tanpa melalui
pertimbangan pemikiran terlebih dahulu”.
2. Imam Al-Ghazali (1055-1111 M)
Dalam Ihya Ulumuddin ia menyatakan
bahwa “Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dapat
memunculkan perbuatan perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pertimbangan
pemikiran”.
3. Muhyiddin Ibnu Arabi (1165-1240 M)
Ia mengatakan bahwa “Keadaan jiwa
seseorang yang mendorong manusia untuk berbuat tanpa melalui pertimbangan dan
pilihan terlebih dahulu. Keadaan tersebut boleh jadi merupakan tabiat atau
bawaan, dan boleh jadi juga merupakan kebiasaan melalui latihan dan
perjuangan”.
Dari beberapa pendapat tersebut memberi
gambaran bahwa akhlak merupakan kepribadian seseorang tanpa dibuat buat atau
spontan atau tanpa dorongan dari luar. Jika menurut pandangan akal dan agama
baik, maka tindakan spontan tersebuat dinamakan akhlak yang baik (akhlaqul
karimah/akhlaqul mahmudaah), namun sebaliknya jika tindakan spontan itu buruk,
dinamakan akhlaqul mazmudah.
Jadi dapat dikatakan bahwa Akhlak adalah
perbuatan yang disengaja. Jika tidak disengaja atau dilakukan dengan terpaksa
atau dibawah tekanan, maka perbuatan tersebut bukanlah gejala Akhlak.
Menurut Abudin Nata, setidaknya ada lima Ciri
Ciri akhlak, yaitu:
1. Akhlak adalah perbuatan yang telah
tertanam kuat dalam jiwa seseorang dan telah menjadi bagian dari kepribadian.
2. Akhlak adalah perbuatan yang dilakukan
dengan mudah dan tanpa pemikiran.
3. Akhlak adalah perbuatan yang timbul dari
dalam diri seseorangyang mengerjakannya tanpa ada paksan atau tekanan dari
luar.
4. Akhlak adalah perbuatan yang dilakukan
secara sungguh sungguh, bukan main main atau bersandiwara seperti dalam film.
5. Perbuatan akhklak adalah perbuatan yang
dilakukan karena ikhlas semata mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji
orang.
2.2 Definisi Terminologis
Seorang
khalifah di bidang akhlak pernah mengutip pendapat Ibnu Syadaruddin Asy Syarwan
(wafat, 1036 H.) yang berkata,” akhlak adalah ilmu tentang perbuatan-perbuatan mulia
serta cara memiliki perbuatan tersebut agar menghiasi diri, dan ilmu tentang
perbuatan-perbuatan buruk serta cara menjauhinya agar diri bersih darinya”.
Ibnu
Maskawaih dalam kitabnya, Tahzib Al Akhlak menyebutkan bahwa akhlak adalah
“suatu keadaan dalam diri yang mengajaknya kepada berbagai tindakan tanpa perlu
berpikir dan pertimbangan”. Setelah itu ia menjelaskan bahwa keadaan tersebut
terbagi dua. Yang menjadi suatu tabiat sejak lahir, seperti yang tergerak
bangkit karna hal sepele lalu marah. Yang diperoleh melalui pembiasaan,
latihan, pikiran dan pertimbangan. Tindakan ini dilakukan terus-menerus hingga
menjadi kebiasaan dan akhirnya menjadi akhlak. Yang demikian ini disebut pula
akhlak-akhlak yang diupayakan, yang berkembang secara menyenangkan sert
berkelanjutan.
Kemudian
Al Ghazali dalam Al Ihya berkata pula tentang arti akhlak yang baik, khuluq dan
khalqu merupakan dua kata yang pemakaiannya sama. Jika orang berkata, “ sifulan
itu orang yang baik khuluq dan khalqu nya” maksudnya baik secara lahir batin
jadi yang dimaksud dengan khalqu adalah gambaran lahiriyahnya, sedang yang
dimaksud dengan khuluq adalah gambaran batiniahnya hal ini disebabkan karna
manusia itu tersusun dari tubuh yang bisa dilihat dengan mata, dan dari ruh
yang hanya bisa ditembus oleh pengetahuan mendalam. Masing-msing dari yang dua
ini mempunyai keadaan dan gambaran baik yang buruk maupun yang bagus.
Akhlak
adalah kondisi dalam diri yang melahirkan tindakan-tindakan tanpa perlu
berpikir dan pertimbangan. Jika keadaan itu melahirkn tindakan-tindakan yang
baik menurut akal dan syariah, maka tindakan tersebut disebut akhlak yang baik,
dan jika melahirkan tindakan tindakan yang buruk maka tindakan tersebut disebut
akhlak yang buruk.
Berdasarkan definisi itu maka
akhlak menurut Al Ghazali mesti mencakup 4 hal:
1.
Kekuatan pengetahuan,
2.
Kekuatan emosi,
3.
Kekuatan keinginginan atau nafsu, dan
4.
Kekuatan keadilan
Berdasarkan
definisi itu akhlak menurut Al Ghazali bukan perbuatan yang baik atau buruk,
atau membedakan antara keduanya, tetapi merupakan sifat yang melahirkan
tindakan baik atau buruk.
Dari
penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa akhlak, yaitu ilmu yang
membahas tentang perbuatan mulia serta cara mengupayakan perbuatan tersebut dan
tentang perbuatan buruk serta cara menjauhinya. Atau ilmu yang menunjukan
batasan guna mengukur tindakan-tindakan sesuka hati dari sisi baik dan buruknya
disertai ketentuan tanggung jawab dan balasan pelaku tindkan tersebut. Sedngkan
tujuan ilmu ini adalah mencapai kebahagiaan dan keselamatan diri di dunia dan
akhirat.
Demikian
pula terdapat kaitan erat antara pengertian akhlak dan pengertian iman. Karna
itu jika salahsatu dari yang dua ini berkurang maka pasti menggelincirkan yang
lainnya. Sebab itu Rasullah saw bersabda:” orang mmukmin yang paling sempurna
imannya addalah yang paling baik akhlaknya”.
Karna
itu pula maka akhlak mulia dan terpuji itu kembali kepada iman dan kepada
pengamalan tuntutan iman tersebut. Sebagaimana ia kembali kepada
pikiran-pikiran yang mulia atau kepada perasaan-perasaan yang sangat dalam,
hubungannya dengan Allah SWT.
2.3 Ilmu Akhlak
Ada beberapa definisi yang dikemukakan
oleh beberapa pakar tentang pengrtian ilmu Akhlak, diantaranya yaitu
a) Menurut Imam Al Ghazali: Ilmu menuju
jalan ke akhirat yang dapat disebut ilmu sifat hati dan ilmu rahasia.
b) Menurut Ahmad Amin: Suatu ilmu yang
menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh
manusia kepada sesamanya, menjelaskan tujuan manusia melakukan sesuatu, dan
menjelaskan apa yang harus diperbuat.
c) Menurut R.Jolivet: Ilmu yang membahas hal
hal yang wajib dan patut bagi manusia hingga persoalan persoalan yang dilarang.
d) Menurut G.Gusdorof: Jalan untuk
menentukan suatu kebaikan sehingga menerangkan kehidupan manusia dalam
kehidupan sehari hari.
e) Menurut Barmawi Umarie: Ilmu Akhlak
adalah ilmu yang menetukan batas antara yang baik dan yang buruk, terpuji dan
tercela, tentang perbuatan dan perkataan manusia, lahir dan batin.
Dengan memperhatikan definisi definisi
Ilmu Akhlak tersebut, maka tampak bahwa ruang lingkup bahsaan Ilmu Akhlak
adalah tentang perbuatan perbutan manusia serta kategorisasinya apakah
perbuatan tersebut tergolong baik atau buruk. Dengan demikian, maka obyek
pembahasan ilmu Akhlak itu berkaitan dengan norma atau penilaian terhadap suatu
perbuatan yang dilakukan oleh seseoarang. Untuk menilai sesuatu baik atau buruk
maka kita menggunakan ukuran yang bersifat normatif. Sedangkan untuk menilai
sesuatu benar atau slah, maka kita menggunakan kalkulasi yang dilakukan akal
pikiran.
Kaitannya dengan hal ini, Ahmad Amin
mengatakan bahwa “obyek ilmu akhlak adalah membahas perbuatan manusia, lalu
menentukannya mana yang baik dan mana yang buruk”. Sedangkan Muhammad Al
Ghazali menjelaskan bahwa kawasan pembahasan ilmu akhlak adalah seluruh aspek
kehidupan manusia baik sebagai individu maupun sebagai kelompok.
Dari keterangan keterangan yang telah
diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud ilmu akhlak adalah
ilmu yang mengkaji suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia dalam keadaan
sadar, atas kemauan sendiri, bukan karena paksaan dan tekanan, secara sungguh
sungguh dan sebenar benarnya dan bukan perbuatan yang pura pura dan
bersandiwara. Perbuatan perbuatan tersebut kemudian diberi nilai baik atau
buruk. Untuk menilaii apakah suatu perbuatan itu baik atau buruk, diperlukan
tolak ukur, yaitu baik dan buruk menurut siapa dan apa ukurannya.
2.4 Pengertian Etika
Etika adalah suatu ajaran
yang berbicara tentang baik dan buruknya yang menjadi ukuran baik buruknya atau
dengan istilah lain ajaran tenatang kebaikan dan keburukan, yang menyangkut
peri kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia, dan
alam.
Dari
segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa yunani, ”ethos”
yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan. Etika membicarakan kebiasaan
(perbuatan), tetapi bukan menurut arti tata-adat, melainkan tata-adab. Yaitu
berdasarkan sifat dasar manusia, yakni baik-buruk.
Haidar Bagir menulis:
Etika pada umumnya
diidentikan dengan moral atau moralitas. Namun, meskipun sama terkait dengan
baik buruk tindakan manusia, etika dan moral memiliki perbedaan pengertian.
Secara singkat, jika moral lebih condong kepada pengertian “nilai baik dan
buruk setiap perbuatan manusia”, maka etika berarti “Ilmu yang mempelajari
tentang baik dan buruk”. Jadi, bisa dikatakan bahwa etika berfungsi sebagai
teori dari perbuatan baik dan buruk (ethics atau ‘ilm al akhlaaq), sedangkan
moral (akhlaq) adalah praktiknya. Dalam disiplin filsafat, terkadang etika disamakan
dengan filsafat moral”.
Dari definisi Haidar Bagir diatas, etika berada
dalam dataran teori, dan moral berada
dalam jajaran praktik, sedangkan filsafat juga berada dalam dataran teori atau
pemikiran. Jadi dapat dikatakan bahwa etika merupakan bagian dari filsafat. Dan
hal hal yang dibicarakan adalah tentang nilai, norma dan teori etika itu
sendiri.
Sedangkan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia,
etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).
Etika sebagai cabang ilmu
pengetahuan, tidak berdiri sendiri. Sebagai ilmu yang membahas manusia, ia berhubungan
dengan seluruh ilmu tentang manusia, seperti Antropologi, psikolologi,
sosiologi, ekonomi, hukum dan lainnya.
Etika menurut
filasafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana
yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat
diketahui oleh akal pikiran.
Etika dan akhklak
mempunyai persamaan dan perbedaan. Persamaanya adalah sama sama membahas
masalah baik dan buruknya tingkah laku manusia sehingga akhlak sering disebut
dengan etika islam. Sedangkan perbedaannya adalah etika bertolak ukur pada akal
pikiran, tidak dari agama, sedangkan akhlak berdasarkan ajaran Allah SWT dan
Rasul-Nya.
v Etika Dibagi Atas Dua Macam
1. Etika
deskriptif
Etika yang berbicara mengenai
suatu fakta yaitu tentang nilai dan pola perilaku manusia terkait dengan
situasi dan realitas yang membudaya dalam kehidupan masyarakat.
2. Etika Normatif
Etika yang memberikan
penilaian serta himbauan kepada manusia tentang bagaimana harus bertindak sesuai
norma yang berlaku. Mengenai norma norma yang menuntun tingkah laku manusia
dalam kehidupan sehari hari.
Etika dalam keseharian sering
dipandang sama denga etiket, padahal sebenarnya etika dan etiket merupakan dua
hal yang berbeda. Dimana etiket adalah suatu perbuatan yang harus dilakukan.
Sementa etika sendiri menegaskan bahwa suatu perbuatan boleh atau tidak. Etiket
juga terbatas pada pergaulan. Di sisi yang lain etika tidak bergantung pada
hadir tidaknya orang lain. Etiket itu sendiri bernilairelative atau tidak sama
antara satu orang dengan orang lain. Sementa itu etika bernilaiabsolute atau
tidak tergantung dengan apapun. Etiket memandang manusia dipandang dari segi
lahiriah. Sementara itu etika manusia secara utuh.
Dengan ciri-ciri yang
demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan
dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatakan baik
atau buruk. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang
dihasilkan oleh akal manusia.
2.5 Peranan dan fungsi Etika
1. Dengan etika seseorang atau kelompok dapat
menegemukakan penilaian tentang perilaku manusia
2. Menjadi alat kontrol atau menjadi rambu-rambu bagi
seseorang atau kelompok dalam melakukan suatu tindakan atau aktivitasnya
sebagai mahasiswa
3. Etika dapat memberikan prospek untuk mengatasi
kesulitan moral yang kita hadapi sekarang.
4. Etika dapat menjadi prinsip yang mendasar bagi
mahasiswa dalam menjalankan aktivitas kemahasiswaanya.
5. Etika menjadi penuntun agar dapat bersikap sopan,
santun, dan dengan etika kita bisa di cap sebagai orang baik di dalam
masyarakat.
2.6 Penenerapan Etika dalam kehidupan sehari hari
1. Etika bergaul dengan orang lain
a) Hormati perasaan orang lain, tidak mencoba menghina
atau menilai mereka cacat.
b) Jaga dan perhatikanlah kondisi orang, kenalilah
karakter dan akhlaq mereka, lalu pergaulilah mereka, masing-masing menurut apa
yang sepantasnya.
c) Bermuka manis dan senyumlah bila anda bertemu orang
lain. Berbicaralah kepada mereka sesuai dengan kemampuan akal mereka.
d) Berbaik sangkalah kepada orang lain dan jangan
memata-matai mereka.
e) Mema`afkan kekeliruan mereka dan jangan
mencari-cari kesalahankesalahannya, dan tahanlah rasa benci terhadap mereka.
2. Etika bertamu
a) Untuk orang yang mengundang:
- Jangan hanya mengundang orang-orang kaya untuk
jamuan dengan mengabaikan orang-orang fakir.
- Jangan anda membebani tamu untuk membantumu, karena
hal ini bertentangan dengan kewibawaan.
- Jangan kamu menampakkan kejemuan terhadap tamumu,
tetapi tampakkanlah kegembiraan dengan kahadirannya, bermuka manis dan
berbicara ramah.
- Hendaklah segera menghidangkan makanan untuk tamu,
karena yang demikian itu berarti menghormatinya.
- Disunnatkan mengantar tamu hingga di luar pintu
rumah. Ini menunjukkan penerimaan tamu yang baik dan penuh perhatian.
b) Bagi tamu:
- Hendaknya tidak membedakan antara undangan orang
fakir dengan undangan orang yang kaya, karena tidak memenuhi undangan orang
faqir itu merupakan pukulan (cambuk) terhadap perasaannya.
- Jangan tidak hadir sekalipun karena sedang berpuasa,
tetapi hadirlah pada waktunya.
- Bertamu tidak boleh lebih dari tiga hari, kecuali
kalau tuan rumah memaksa untuk tinggal lebih dari itu.
- Hendaknya pulang dengan hati lapang dan memaafkan
kekurang apa saja yang terjadi pada tuan rumah.
3. Etika di jalan
a) Berjalan dengan sikap wajar dan tawadlu, tidak
berlagak sombong di saat berjalan atau mengangkat kepala karena sombong atau
mengalihkan wajah dari orang lain karena takabbur.
b) Memelihara pandangan mata, baik bagi laki-laki
maupun perempuan.
c) Menyingkirkan gangguan dari jalan. Ini merupakan
sedekah yang karenanya seseorang bisa masuk surga.
d) Menjawab salam orang yang dikenal ataupun yang
tidak dikenal.
4. Etika makan dan minum
a) Berupaya untuk mencari makanan yang halal.
b) Hendaknya mencuci tangan sebelum makan jika tangan
kamu kotor, dan begitu juga setelah makan untuk menghilangkan bekas makanan
yang ada di tanganmu.
c) Hendaklah kamu puas dan rela dengan makanan dan
minuman yang ada, dan jangan sekali-kali mencelanya.
d) Hendaknya jangan makan sambil bersandar atau dalam
keadaan menyungkur.
e) Hendaklah makan dan minum yang kamu lakukan
diniatkan agar bisa dapat beribadah kepada Allah, agar kamu mendapat pahala
dari makan dan minummu itu.
f) Hendaknya memulai makanan dan minuman dengan
membaca Bismillah dan diakhiri dengan Alhamdulillah.
g) Tidak berlebih-lebihan di dalam makan dan minum.
5. Etika berbicara
a) Hendaknya pembicaraan selalu di dalam kebaikan..
b) Menghindari perdebatan dan saling membantah,
sekali-pun kamu berada di fihak yang benar dan menjauhi perkataan dusta
sekalipun bercanda. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Aku adalah penjamin sebuah istana di taman surga bagi siapa saja yang
menghindari bertikaian (perdebatan) sekalipun ia benar; dan (penjamin) istana
di tengah-tengah surga bagi siapa saja yang meninggalkan dusta sekalipun
bercanda". (HR. Abu Daud dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
c) Menghindari sikap memaksakan diri dan banyak bicara
di dalam berbicara. Di dalam hadits Jabir Radhiallaahu 'anhu disebutkan:
"Dan sesungguhnya manusia yang paling aku benci dan yang paling jauh
dariku di hari Kiamat kelak adalah orang yang banyak bicara, orang yang
berpura-pura fasih dan orang-orang yang mutafaihiqun". Para sahabat
bertanya: “Wahai Rasulllah, apa arti mutafaihiqun? Nabi menjawab:
"Orang-orang yang sombong". (HR. At-Turmudzi, dinilai hasan oleh
Al-Albani).
d) Tenang dalam berbicara dan tidak tergesa-gesa.
e) Menghindari perkataan jorok (keji).
f) Jangan membicarakan sesuatu yang tidak berguna
bagimu.
g) Jangan memonopoli dalam berbicara, tetapi
berikanlah kesempatan kepada orang lain untuk berbicara.
h) Menghindari perkataan kasar, keras dan ucapan yang
menyakitkan perasaan dan tidak mencari-cari kesalahan pembicaraan orang lain
dan kekeliruannya, karena hal tersebut dapat mengundang kebencian, permusuhan
dan pertentangan.
6. Etika bertetangga
a) Menghormati tetangga dan berprilaku baik terhadap
mereka.
b) Bangunan yang kita bangun jangan mengganggu tetangga
kita, tidak membuat mereka tertutup dari sinar mata hari atau udara, dan kita
tidak boleh melampaui batasnya, apakah merusak atau mengubah miliknya, karena
hal tersebut menyakiti perasaannya.
c) Jangan kikir untuk memberikan nasihat dan saran
kepada mereka, dan seharusnya kita ajak mereka berbuat yang ma`ruf dan mencegah
yang munkar dengan bijaksana (hikmah) dan nasihat baik tanpa
maksud menjatuhkan atau menjelek-jelekkan mereka.
d) Hendaknya kita selalu memberikan makanan kepada
tetangga kita.
e) Hendaknya kita tidak mencari-cari
kesalahan/kekeliruan mereka dan jangan pula bahagia bila mereka keliru, bahkan
seharusnya kita tidak memandang kekeliruan dan kealpaan mereka.
f) Hendaknya kita sabar atas prilaku kurang baik
mereka terhadap kita.
8. Etika menjenguk orang sakit
a) Untuk orang yang berkunjung (menjenguk):
-Hendaknya tidak lama di dalam berkunjung, dan mencari
waktu yang tepat untuk berkunjung, dan hendaknya tidak menyusahkan si sakit,
bahkan berupaya untuk menghibur dan membahagiakannya.
- Mendo`akan semoga cepat sembuh, dibelaskasihi Allah,
selamat dan disehatkan.
- Mengingatkan si sakit untuk bersabar atas taqdir
Allah SWT.
b) Untuk orang yang sakit:
- Hendaknya segera bertobat dan bersungguh-sungguh
beramal shalih.
- Berbaik sangka kepada Allah, dan selalu mengingat
bahwa ia sesungguhnya adalah makhluk yang lemah di antara makhluk Allah
lainnya, dan bahwa sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak membutuhkan
untuk menyiksanya dan tidak mem-butuhkan ketaatannya.
- Hendaknya cepat meminta kehalalan atas
kezhaliman-kezhaliman yang dilakukan olehnya, dan segera mem-bayar/menunaikan
hak-hak dan kewajiban kepada pemi-liknya, dan menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya.
9. Etika Berbeda Pendapat
a) Ikhlas dan mencari yang hak serta melepaskan diri
dari nafsu di saat berbeda pendapat.
b) Juga menghindari sikap show (ingin tampil) dan
membela diri dan nafsu.
c) Mengembalikan perkara yang diperselisihkan kepada
Kitab Al-Qur'an dan Sunnah.
d) Sebisa mungkin berusaha untuk tidak memperuncing
perselisihan, yaitu denga cara menafsirkan pendapat yang keluar dari lawan atau
yang dinisbatkan kepadanya dengan tafsiran yang baik.
e) Berusaha sebisa mungkin untuk tidak mudah
menyalahkan orang lain, kecuali sesudah penelitian yang dalam dan difikirkan
secara matang.
f) Sedapat mungkin menghindari
permasalahan-permasalahan khilafiyah dan fitnah.
g) Berpegang teguh dengan etika berdialog dan
menghindari perdebatan, bantah membantah dan kasar menghadapi lawan.
10. Etika Berkomunikasi Lewat Telepon
a) Hendaknya penelpon memulai pembicaraannya dengan
ucapan Assalamu’alaikum, karena dia adalah orang yang datang, maka dari itu
ia harus memulai pembicaraannya dengan salam dan juga
menutupnya dengan salam.
b) Pilihlah waktu yang tepat untuk berhubungan via
telepon, karena manusia mempunyai kesibukan dan keperluan, dan mereka juga
mempunyai waktu tidur dan istirahat, waktu makan dan bekerja.
c) Jangan memperpanjang pembicaraan tanpa alasan,
karena khawatir orang yang sedang dihubungi itu sedang mempunyai pekerjaan
penting atau mempunyai janji dengan orang lain.
d) Maka hendaknya wanita berhati-hati, jangan
berbicara diluar kebiasaan dan tidak melantur berbicara dengan lawan jenisnya
via telepon, apa lagi memperpanjang pembicaraan, memperindah suara,
memperlembut dan lain sebagainya.
2.7 Pengertian Moral
Akhlak selain dikenal dengan
istilah etika, juga dikenal dengan istilah moral. Adapun arti moral dari segi
bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata mos
yang berarti adat kebiasaan. Dalam bahasa Indonesia, moral diterjemahkan
sebagai susila. Di dalam Kamus Umum
Bahasa Indonesia dikatan bahwa moral adalah pennetuan baik buruk terhadap
perbuatan dan kelakuan.
Selanjutnya moral dalam arti
istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari
sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat
dikatakan benar, salah, baik atau buruk.
Berdasarkan kutipan tersebut
diatas, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang digunakan untuk
memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik
atau buruk, benar atau salah.
Terdapat persamaan antara
etika dan moral. Secara etimologis kata “etika” sama dengan kata “moral” karena
kedua kata tersebut sama sama mempunyai arti, yaitu kebiasaan, adat. Rumusan
arti kata “moral” adalah nilai nilai dan norma yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Jika pengertian etika dan
moral tersebut dihubungkan satu dengan lainnya, kita dapat mengetakan bahwa
antara etika dan moral memiki objek yang sama, yaitu sama-sama membahas tentang
perbuatan manusia selanjutnya ditentukan posisinya apakah baik atau buruk.
Namun demikian dalam beberapa
hal antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan
etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan
tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan moral tolak ukurnya yang
digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di
masyarakat. Dengan demikian etika lebih bersifat pemikiran filosofis atau teori
dan berada dalam konsep-konsep, sedangkan moral berada dalam dataran realitas
dan muncul dalam tingkah laku yang berkembang di masyarakat.
Bidang moral adalah bidang kehidupan
manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Norma-norma moral adalah
tolok ukur untuk menentukan betul-salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat
dari segi baikburuknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu
dan terbatas. Perkembangan moral adalah proses, dan melalui proses itu
seseorang mengadopsi nilai-nilai dan perilaku yang diterima oleh masyarakat
(Bandura, 1977). Pada dasarnya seseorang yang konsisten menginternalisasi norma
dipandang sebagai seseorang yang bermoral. Para ahli menerapkan apa yang
disebut pendekatan “kantong kebajikan” (Kohlberg, 1981), teori ini percaya
bahwa seseorang mencontoh perilaku orang lain sebagai model atau tauladan yang
ia nilai memiliki sifat-sifat tertentu atau yang menunjukkan perilaku
berlandasan nilai yang diharapkan. Untuk memahami moral Kohlberg (1981) dan
Rest (1986) menyatakan bahwa pemahaman moral berpengaruh langsung terhadap
motivasi danperilaku namun memiliki hubungan yang tak begitu kuat. Hubungan
erat pada empati, emosi, rasa bersalah, latar belakang sosial, pengalaman.
Dengan demikian tolak ukur
yang digunakan dalam moral untuk mengukur tingkah laku manusia adalah adat
istiadat, kebiasaan dan lainnya yang berlaku di masyarakat.
2.8 Persamaan dan Perbedaan Akhlak, Etika dan Moral
Persamaan
Ada beberapa persamaan antara
etika, akhlak dan moral. Yaitu
Pertama, akhlak, etika dan moral mengacu pada ajaran atau
gambaran tentang perbuatan, tingkah laku, sifat dan lperangai yang baik.
Kedua, akhlak, etika dan moral
merulpakan prinsip atau aturan hidup manusia untuk mengukur martababt dan
harkat kemanusiaannya. Semakin tinggi kalitas akhlak, etika dan moral sesorang
atau sekelompok orang, maka semakin tinggi pula kualitas kemanusiaannya. Dan
sebaliknya, semakin rendah kualitas akhlak, etika dan moral seseorang atau
sekelompok orang, maka semakin rendah pula kualitas kemanusiaannya.
Ketiga, akhlak, etika dan moral
seseorang atau sekelompok orang tidak semata mata merupakan faktor keturunan
yang bersifat tetap, statis dan konstan, tetapi juga merupakan potensi positif
yang dimiliki setiap orang. Untuk pengenmabngan dan aktualisasi potensi positif
tersebut diperluksn pendidikan, pembiasaan, dan keteladanan serta dukungan
lingkungan, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat secara terus
menerus dengan tingkat konsentrasi yang tinggi.
Perbedaan
Selain terdapat persamaan
antara akhlak, etika dan moral. Terdapat pula beberapa segi perbedaan yang
menjadi ciri khas masing masing. Berikut adalah uraian mengenai segi segi
perbedaan tersebut.
Pertama, akhlak merupakan istilah yang bersumber dari
Al-Quran dan As-Sunnah. Nilai-nilai yang menentukam baik dan buruk, layak atau
tidak layak suatu perbuatan, kelakuan, sifat, dan perangai dalam akhlak
bersifat universal dan bersumber dari ajaran Allah SWT. Sementara itu, etika
meruoakan filsafat nilai, pengetahuan tentang nilai-nilai, dan kesusilaan
tentang baik dan buruk. Jadi etika bersumber dari pemikiran yang mendalam dan
renungan filosofis, yang pada intinya bersumber dari akal sehat hati nurani.
Etika bersifat temporer, sangat bergantung pada aliran filosofis yang menjadi
pilihan orang-orang yang menganutnya.
Dengan kata
lain, perbedaan di antara ketiga istilah tersebut ialah:
a.
Akhlak
tolak ukurnya adalah Al-Quran dan As-Sunnah;
b.
Etika
tolak ukurnya adalah pikiran atau akal;
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan
penjelasan di atas disimpulkan bahwa etika merupakan suatu pola perilaku yang
dihasilkan oleh akal manusia dan suatu paham keilmuan yang berguna untuk
menentukan pakah perbuatan manusia itu dikatakan baik atau buruk berdasarkan
pendapat akal pikiran. Definisi moral merupakan nilai-nilai dan norma-norma
yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah
lakunya. Moral dalam islam memeiliki Lima Nilai Moral Islam dikenal pula
sebagai Sepuluh Perintah Tuhan versi Islam. Perintah-perintah ini tercantum
dalam Al-Qur'an surat Al-An'aam 6:150-153 yaitu Nilai Pembebasan, Nilai
Keluarga ,Nilai Kemanusiaan,Nilai Keadilan, dan Nilai Kejujuran. Dan definisi
Akhlak menurut Ibnu Miskawaih merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa yang
mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan. Keterkaitan Etika Moral dan Akhlak sangatlah penting bagi
kehidupan sehari hari dan Kesemuanya itu juga dapat menjadi pedoman bagi kita
untuk mengevaluasi keadaan di sekitar kita serta kita dapat dengan mudah
memfilterisasi segala sesuatu yang kita dapatkan, agar kita menjadi pribadi
yang ber-etika, moral, dan akhlak yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
M.Solihin
dan M.Rosyid. Akhlak Tasawuf. Penerbit Nuansa. Bandung: 2005.
Abdul
mukmin, Iman. Meneladani Akhlak Nabi. PT Remaja Rosdakarya. Bandung: 2004
Casino Slot Machines Near Me - MapyRO
BalasHapusFind the closest casino slot machines to you in Michigan. The closest casino slot machines in the state 대전광역 출장마사지 come 이천 출장샵 at 855 Casino Drive. 777 나주 출장샵 Casino Dr. 창원 출장샵 Suite 300 West 대구광역 출장샵 Detroit.