Masyarakat dewasa ini
senantiasa berubah dan terus menerus akan berubah. Masyarakat kita sekarang
jauh berlainan daripada masyarakat nenek moyang kita dan berlainan pula dengan
masyarakat yang dihadapi oleh anak cucu kita besok. Segala perubahan itu
sedikit banyak mempengaruhi cara hidup dan cara berpikir manusia. Pada
prinsipnya masyarakat selalu dinamai dan senantiasa akan berubah. Sehingga Kurikulum harus
disesuaikan dengan gerak-gerak dan perubahan masyarakat. Isi kurikulum harus
senantiasa dapat berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat. Bentuk
kurikulum harus fleksibel, yakni dapat terbuka terbuka kesempatan untuk
memberikan bahan pelajaran yang penting yang perlu bagi murid-murid pada saat
dan tempat tertentu. Hanya dengan jalan demikian sekolah dapat memberikan
pendidikan yang fungsional , sehinnga anak-anak benar-benar dipersiapkan untuk
menghadapi masalah-masalah di dalam masyarakat tempat dia hidup.
Secara etimologi Sosiologi berasal
dari kata “Socius” yang berarti kawan dan “logos” yang berarti ilmu
pengetahuan. Jadi sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang berkawan atau
didalam arti luas, adalah ilmu pengetahuan yang berobyek hidup bermasyarakat”.
Memang banyak pengertian ( ta’rif ) tentang sosiologi tentang, antara lain yang
dikemukakan oleh P.J. bouman, Samuel Smith dan Ch. A. Ell wood, tekanannya
kepada “masyarakat” bukan kepada “hidup bermasyarakat”. Kita lebih tepat memakai
pengertian yang memuat “hidup bermasyarakat”, karena masyarakat tidak mempunyai
arti yang tepat. Ada masyarakat dalam arti luas, ialah kebulatan daripada semua
perhubungan didalam hidup bermasyarakat. Sedangkan dalam arti sempit, ialah
suatu kelompok manusia yang menjadi tempat hidup bermasyarakat, tidak dalam
aspeknya, tetapi dalam berbagai-bagai aspek yang bentuknya tidak tertentu.
Masyarakat dalam arti sempit ini tidak mempunyai arti yang tertentu, misalnya:
masyarakat mahasiswa, masyarakat pedagang, masyarakat tani dan lain-lain.
Hubungan
antara kedua ilmu ini sangat erat. Sosiologi mempelajari perbuatan manusia yang
juga menjadi objek kajian ilmu akhlak. Ilmu akhlak mendorong mempelajari
kehidupan masyarakat yang menjadi pokok permasalahan sosiologi. Sebab, manusia
tidak dapat hidup, kecuali dengan cara bermasyarakat dan tetap menjadi anggota
masyarakat. Karena selalu bermasyarakat, terlihatlah sisi tingkat rendah atau
tingginya keadaan suatu masyarakat, baik pendidikan, ekonomi, seni, ataupun
agamanya. Begitu pula, ilmu akhlak memberikan gambaran kepada kita tentang
bentuk masyarakat yang ideal mengenai perilaku manusia dalam masyarakat.
Dikatakan Ahmad Amin, bahwa
pertalian antara Ilmu Sosiologi dengan Ilmu Akhlak erat sekali. Kalau Ilmu
Akhlak yang dikaji tentang prilaku (suluk) ,artinya perbuatan dan tindakan
manusia yang ditimbulkan oleh kehendak ,dimana tidak bisa terlepas kepada
kajian kehidupan kemasyarakatan yang menjadi kajian Ilmu sosiologi. Hal yang
demikian itu dikarenakan manusia tidak mungkin melepaskan diri sebagai makhluk
bermasyarakat. Dimanapun seseorang itu hidup , ia tidak bisa memisahkan dirinya
lingkungan masyarakat dimana dia berada walaupun kadar pengaruh itu relative
sifatnya.
Memang manusia adalah makhluk
bersyarikat dan bermasyarakat,saling membutuhkan diantaranya sesamanya. Hal ini
jelas sekali bila kita perhatikan firman Allah surat Al-Hujurat ayat : 13 :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ
مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ
أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya : “Hai manusia, Sesungguhnya
Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi
Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Mengenal.
Sosiologi
mempelajari tingkah laku, bahasa, agama, dan keluarga, bahkan pemerintahan
dalam masyarakat. Kesemuanya itu mengenai tingkah laku yang timbul dari kehendak
jiwa (akhlak). Dengan demikian, sosiologi menolong ilmu akhlak mendapatkan
pengertian tingkah laku manusia dalam kehidupannya.
2.
Hubungan Ilmu Akhlak
dengan Psikologi
Ilmu
jiwa (psikologi) adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku dan proses
mental yang terjadi pada manusia. Dengan kata lain, ilmu ini meneliti tentang
peranan yang dimainkan dalam perilaku manusia. Psikologi meneliti tentang suara
hati (dhamir), kemauan (iradah), daya ingat, hafalan, prasangka (waham), dan
kecenderungan-kecenderungan (awathif) manusia. Itu semua menjadi lapangan kerja
jiwa yang menggerakkan perilaku manusia. Dengan demikian, psikologi merupakan
mukadimah pokok sebelum mengkaji tentang akhlak. Prof. Ahmad Luthfi
berpendapat, “ilmu akhlak tidak akan bisa dijabarkan dengan baik tanpa dibantu
oleh ilmu jiwa (psikologi)”. Itulah yang menyebabkan Imam Al-Ghozali sebelum
mengajar ilmu akhlak, beliau mengajarkan terlebih dahulu kepada muridnya
mengenai ilmu jiwa, dan itulah mengapa Imam Al Ghazali menyusun kitab Ma’arijul
Qudsi Fi Madaariji Ma’riftin Nafsi.
Di
lihat dari segi bidang garapannya, Ilmu Jiwa membahas tentang gejala-gejala
kejiwaan yang tampak dalam tingkah laku. Melalui ilmu jiwa dapat diketahui
sifat-sifat psikologis yang di miliki seseorang. Jiwa yang bersih dari dosa dan
maksiat serta dekat dengan Tuhan misalnya, akan melahirkan perbuatan sikap yang
tenang oula, sebaliknya jiwa yang kotor, banyak berbuat kesalahan dan jauh dari
Tuhan akan melahirkan perbuatan yang jahat, sesaat dan menyesatkan orang lain.
Dengan
demikian Ilmu Jiwa mengarahkan pembahasannya pada aspek batin manusia dengan
cara menginterprestasikan perilakunya yang tampak. Di dalam Al-Qur’an, aspek
batin yang dimiliki manusia ini diungkap dalam istilah al-insan. Hasil studi
Musa Asy’arie terhadap ayat-ayat Al-Qur’an menginformasikan, bahwa kata insan
dipakai Al-Qur’an dalam kaitannya dengan berbagai kegiatan manusia, antara lain
untuk kegiatan belajar (QS.96-15;55:1-3), tentang musuhnya (QS.12:5;17:53),
penggunan waktunya (QS. 103:1-3), beban amanat yang dipikulnya (QS. 33:72),
konsekuensi usaha perbuatannya (QS. 53:39;79:53), keterkaitannya dengan dengan
molalitas dan akhlak (QS.29:8;31:14;46:15), kepemimpinannya (QS. 2:124),
ibadahnya (QS.2:21), dan kehidupannya di akhirat. (QS.17:71)
Hasil
studi tersebut menggambarkan adanya hubungan yang erat antara potensi
psikologis manusia dengan Ilmu Akhlak. Dengan kata lain melalui bantuan
informasi yang diberikan Ilmu jiwa, atau potensi kejiwaan yang diberikan
al-Qur’an, maka secara teoritis Ilmu Akhlak dapat dibagun dengan kokoh. Hal ini
lebih lanjut dapat kita jumpai dalam uraian mengenai akhlak yang diberikan
Quraish Shihab, dalam buku terbarunya, wawasan al-Qur’an. Di situ
ia antara lain mengatakan: “Kita dapat berkata bahwa secara nyata terlihat dan
sekaligus kita akui bahwa terdapat manusia yang berkelakuan baik, dan juga
sebaliknya. Ini berarti bahwa manusia memiliki kedua potensi tersebut” Ia lebih
lanjut menguttip ayat yang berbunyi.

Artinya:
Maka kami telah memberi petunjuk(kepada)nya (manusia) dua jalan mendaki (baik
dan buruk). (QS. Al-Balad, 90:10)
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا
....dan (demi) jiwa
serta perumpaan ciptaanya, maka Allah mengilhami (jiwa manusia) kedurhakaannya
dan ketakwaan. (QS. Syams, 91:7-8)
Namun
demikian dalam kesimpulannya. Quraish Shihab berpendapat walaupun kedua potensi
ini (baik dan buruk) terdapat dalam diri manusia, namun ditemukan
isyarat-isyarat dalam al-Qur’an bahwa
kebajikan lebih dahulu menghias diri manusia daripada kejahatan, dan bahwa
manusia pada dasarnya cenderung kepada kebajikan.
Kecenderungan
manusia kepada kebajikan ini terbukti adanya persamaan konsep-konsep pokok
moral pada setiap peradaban dan zaman. Perbedaan jika terjadi terletak pada
bentuk, penerapan, atau pengertian yang tidak sempurna terhadap konsep-konsep
moral yang disebut ma’ruf dalam bahasa Al-Qur’an. Tidak ada peradaban yang menganggap baik kebohongan, penipiuan
atau keangkuhan. Pun tidak ada manusia yang menilai bahwa penghormatan kepada
kedua orangtua adalah buruk. Tetapi bagaimana seharusnya bentuk penghormatan
itu? Boleh jadi cara penghormatan kepada keduanya berbeda-beda antara satu
masyarakat pada generasi tertentu dengan masyarakat pada generasi yang lain.
Perbedaan-perbedaan itu selama dinilai naik oleh masyarakat dan masih dalam
kerangka prinsip umum, maka ia tetap dinilai baik (ma’ruf)
Uraian
tersebut memberi kesan bahwa manusia dengan sendirinya dapat menjadi baik dan
buruk. Kesan ini ada benarnya dan ada pula tidak benarnya. Benarnya dalah
memang ada sejumlah perbuatan moral yang dapat diketahui manusia bahwa itu
baik, dan bahwa itu buruk. Namun, pengetahuan manusia terhadap perbuatan moral
yang baik dan buruk itu terbatas. Manusia masih memerlukan informasi perbuatan
moral yang baik dan buruk dari yang Maha Tak Terbatas, yaitu dari wahyu Tuhan.
Ini menunjukan bahwa sumber moral dalam ajaran Akhlak Islami berasal dari akal
fikiran dan potensi yang dimiliki manusia, yang selanjutnya di sempurnakan oleh
petunjuk wahyu. Bukti bahwa akal dan potensi rohaniah yang dimiliki manusia
dapat mengetahui sebagian perbuatan baik dan buruk dapat dijumpai dalam
pemikiran teologi Muktazilah.
Menurut
aliran toeologi ini, tanpa wahyu manusia sudah dapat mengatakan bahwa mencuri
itu perbuatan buruk, karena merugikan orang lain, dan berbuat baik kepada ibu
dan bapak adalah baik, karena kedua orang tua itulah yang paling besar jasanya
dalam kelangsungan seorang anak. Namun muktazilah pun menunjukan sejumlah
perbuatan baik dan buruk yang tidak diketahui dengan sendirinya oleh manusia.
Manusia misalnya tidak tahu bahwa perbuatan zina itu buruk, dan tidak tahu pula
bahwa mengimani adanya kehidupan akhirat sebagai perbuatan baik. Untuk masalah
yang demikian itu datanglah wahyu. Bahkan muktazilah mengatakan bahwa Tuhan
wajib menurunkan wahyu-Nya untuk melengkapi pengetahuan manusia yang serba
terbatas. Dan jika Tuhan tetap membiarkannya berarti Tuhan tidak berbuat baik,
dan Tuhan yang tidak berbuat baik, bukanlah Tuhan yang baik.
Berdasarkan
uraian di atas, maka Quraish Shihab lebih lanjut mengatakan bahwa tolak ukur
kelakuan baik dan buruk mestilah merujuk kepada ketentuan Allah. Apa yang di
nilai baik oleh Allah, pasti baik dalam esensinya. Demikian pulasebaliknya,
tidak mungkin Dia menilai kebohongan sebagai kelakuan baik, karena kebohongan
esensinya buruk.
Uraian
tersebut memberi informasi bahwa dalam diri manusia terdapat potensi rohaniah
yang cenderung kepada kebaikan dan keburukan. Potensi rohaniah ini secara lebih
mendalam di kaji dalam Ilmu Jiwa. Untuk mengembamkan Ilmu Akhlak , kita dapat
memanfaatkan informasi yang diberikan oleh Ilmu Jiwa.
Dalam
kaitan ini dapat dirumuskan sejumlah metode dalam menanamkan akhlak yang
mulia. Dengan demikian ilmu jiwa dapat memberikan masukan
dalam rangka menentukan metode dan pendekatan dalam pembinaan akhlak. Banyak
hasil pembinaan akhlak dilakukan para ahli dengan menggunakan jasa yng
diberikan ilmu jiwa, seperti yang dilakukan para psikolog terhadap perbaikan
anak nakal, berperilaku menyimpang dan sebagainya. Jadi dapat disimpulkan bahwa
ilmu jiwa dan ilmu akhlak bertemu karena pada dasarnya sasaran keduanya adalah
manusia. Ilmu akhlak melihat dari apa yang sepatutnya dikerjakan manusia, sedangkan
ilmu jiwa (psikologi) melihat tentang apa yang menyebabkan terjadinya suatu
perilaku.
3.
Hubungan Ilmu Akhlak
dengan Ilmu Hukum
Hukum adalah himpunan peraturan ( perintah – larangan), yang mengurus
tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu
sendiri.
Hukum menurut Soedjono Dirdjosisworo, dalam arti ketentuan penguasa ,
hukum dalam arti para petugas, hukum dalam arti sikap tindak, hukum dalam arti
system kaedah/ norma ( yang meliputi kaedah agama (sebagai sumber
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa), norma kesusilaan / budi sebagai
sumber moral, norma kesopanan / fatsoen sebagai sumber keyakinan
masyarakat yang bersangkutan dan norma hukum, hukum dalam arti jalinan nilai,
hukum dalam arti tata hukum dan hukum dalam arti ilmu hukum.
Pokok
pembicaraan dua ilmu ini adalah perbuatan manusia. Tujuannya pun hampir
sama, yaitu mengatur perbuatan manusia demi terwujudnya keserasian,
keselarasan, keselamatan, dan kebahagiaan. Cara kita bertindak terdapat pada
kaidah-kaidah hukum dan akhlak. Akan tetapi, ruang lingkup ilmu akhlak lebih
luas. Ilmu akhlak memerintahkan perbuatan yang bermanfaat dan melarang
perbuatan yang membahayakan , sedangkan ilmu hukum tidak demikian karena banyak
perbuatan yang jelas-jelas bermanfaat, tetapi tidak diperintahkan oleh ilmu
hukum, seperti berbuat baik kepada fakir miskin dan perlakuan baik antara suami
dan istri. Demikian pula, terdapat beberapa perbuatan yang jelas-jelas tidak
baik, tetapi tidak dicegahnya, seperti dusta dan dengki. Ilmu hukum tidak
mencampuri hal-hal seperti ini karena ilmu hukum tidak mempunyai kapasitas
untuk memerintah atau melarang.
Sekalipun
demikian, hukum islam memiliki lingkup pembahasan lebih lengkap dengan ilmu
akhlak. Sebab, semua perbuatan yang di nilai baik atau buruk oleh akhlak ternyata
mendapatkan pula kepastian hukum tertentu.
Contoh,
menyingkirkan duri dijalan raya. Untuk perbuatan ini, akhlak menilainya sebagai
perbuatan yang baik;hukum positif menilainya tidak berarti apa-apa, sedangkan
hukum islam menilainya dianjurkan (mandub).
Dengan
demikian, pertalian antara hukum islam dan akhlak lebih erat dibandingkan
dengan hukum positif atau etika filsafat. Setiap perbuatan yang di nilai oleh
akhlak pasti mendapatkan kepastian hukum islam berupa salah satu dari lima
kategori, yaitu wajib, sunnah, haram, mubah, dan makruh. Sebaliknya, untuk
segala perbuatan yang di putuskan hukumnya oleh hukum islam, akhlak selalu
memberikan penilaian terhadap baik burukya. Ini adalah manifestasi dari luasnya
ruang lingkup hukum islam yang menilainya setiap perbuatan.
Di
samping itu, ilmu hukum hanya mempelajari atau melihat tingkah laku dari segi
luar saja, sedangkan ilmu akhlak di samping melihat dari sisi luar, juga
melihat dari sisi batin.
4.
Hubungan Ilmu Akhlak
dengan Ilmu Filsafat
Pengertiann Ilmu filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha menyelidiki
segala sesuattu yang ada dan yang mungkin ada dengan menggunakan pikian.
Filsafat memiliki bidang-bidang kajiannya mencakup berbagai disiplin ilmu
antara lain:
a.
Metafisika: penyelidikan di balik alam nyata
b.
Kosmologo: penyelidikan tentang alam(filsafat alam)
c.
Logika: pembahasan tentang cara berfikir cepat dan tepat
d. Etika:
pembahasan tentang tingkah laku manusia
e.
Theodica: pembahasan tentang ke-Tuhanan
f.
Antopolog:pembahasan tentang manusia
a. Pengertian
Filsafat menurut
beberapa tokoh adalah sebagai berikut :
·
Aristoteles ( (384 – 322 SM) : Bahwa kewajiban filsafat adalah
menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu
umum sekali. Tugas penyelidikan tentang sebab telah dibagi sekarang oleh
filsafat dengan ilmu.
·
Cicero ( (106 – 43 SM ) : filsafat adalah sebagai “ibu dari
semua seni “( the mother of all the arts“ ia juga mendefinisikan filsafat
sebagai ars vitae (seni kehidupan )
·
Johann Gotlich Fickte (1762-1814 ) : filsafat
sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-ilmu , yakni ilmu umum, yang jadi
dasar segala ilmu. Ilmu
membicarakan sesuatu bidang atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan
seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu mencari kebenaran dari seluruh kenyataan.
·
Paul Nartorp (1854 – 1924 ) : filsafat sebagai Grunwissenschat
(ilmu dasar hendak menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan
dasar akhir yang sama, yang memikul sekaliannya .
·
Imanuel Kant ( 1724 – 1804 ) : Filsafat adalah ilmu pengetahuan
yange menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya
tercakup empat persoalan.
Apakah yang
dapat kita kerjakan ?(jawabannya metafisika )
Apakah
yang seharusnya kita kerjakan (jawabannya Etika )
Sampai
dimanakah harapan kita ?(jawabannya Agama )
Apakah
yang dinamakan manusia ? (jawabannya Antropologi )
·
Notonegoro : Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari
sudut intinya yang mutlak, yang tetap tidak berubah , yang disebut hakekat. .
·
Harold H. Titus (1979 ) : (1) Filsafat adalah sekumpulan
sikap dan kepecayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara
tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap
kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi; (2) Filsafat adalah suatu usaha
untuk memperoleh suatu pandangan keseluruhan; (3) Filsafat adalah analisis
logis dari bahasa dan penjelasan tentang arti kata dan pengertian ( konsep );
Filsafat adalah kumpulan masalah yang mendapat perhatian manusia dan yang
dicirikan jawabannya oleh para ahli filsafat.
·
Hasbullah Bakry : Ilmu Filsafat adalah ilmu yang
menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai Ke-Tuhanan, alam semesta
dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana sikap
manusia itu sebenarnya setelah mencapai pengetahuan itu.
b.
Ruang lingkup Filsafat
Bidang garapan
Filsafat Ilmu terutama diarahkan pada komponen‑komponen yang menjadi tiang
penyangga bagi eksistensi ilmu, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Meliputi apa
hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan
pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat tentang apa dan
bagaimana (yang) “Ada” itu (being Sein, het zijn). Paham monisme yang terpecah menjadi idealisme
atau spiritualisme, Paham dualisme, pluralisme dengan berbagai nuansanya,
merupakan paham ontologik yang pada akhimya menentukan pendapat bahkan keyakinan
kita masing‑masing mengenai apa dan bagaimana (yang) ada sebagaimana
manifestasi kebenaran yang kita cari.
Meliputi sumber, sarana, dan tatacara
mengunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Perbedaan
mengenal pilihan landasan ontologik akan dengan sendirinya mengakibatkan
perbedaan dalam menentukan sarana yang akan kita pilih. Akal (Verstand),
akal budi (Vernunft) pengalaman, atau komunikasi antara akal dan
pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dalam epistemologik,
sehingga dikenal adanya model‑model epistemologik seperti: rasionalisme,
empirisme, kritisisme atau rasionalisme kritis, positivisme, fenomenologi
dengan berbagai variasinya. Ditunjukkan pula bagaimana kelebihan dan kelemahan
sesuatu model epistemologik beserta tolok ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah)
itu seped teori koherensi, korespondesi, pragmatis, dan teori intersubjektif.
Meliputi nilal‑nilal
(values) yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran
atau kenyataan sebagaimana kita jumpai dalam kehidupan kita yang menjelajahi
berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasansimbolik atau pun fisik‑material.
Lebih dari itu nilai‑nilai juga ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu conditio
sine qua non yang wajib dipatuhi dalam kegiatan kita, baik dalam melakukan
penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.
Dalam perkembangannya Filsafat llmu juga
mengarahkan pandangannya pada Strategi Pengembangan ilmu, yang menyangkut etik
dan heuristik. Bahkan sampal pada dimensi kebudayaan untuk menangkap
tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi
kehidupan
Dengan
demikian, jelaslah bahwa etika/akhlak tiu termasuk salah atu komponen dalam
filsafat. Banyak ilmu-ilmu yang pada pada mulanya merupakan bagian filsafat
karena ilmu tersebut kian meluas dan berkembang yang akhirnya membentuk
disiplin ilmu tersendiri dan terlepas dari filsafat. Demikian juga
etika/akhlak, dalam proses perkembanganya , sekalipun masih diakui sebagian
dalam ilmu pembahasan filsafat, kini telah menjadi ilmu yang mempunyai
identitas sendiri.
Selain itu filsafat juga membahas
Tuhan, alam dan makhluknya. Daripembhasan ini akan dapat diketahui dan
dirumuskan tentang cara-cara berhubungan dengan Tuhan dan memperlakukan makhluk
serta alam lainnya. Dengan demikian akan duwujudkan akhlak yang baik terhadap
Tuhan , terhadap manusia, dan makhluk Tuhan lainnya. Jadi kesimplannya hubungan
antara ilmu akhlak dengan ilmu Filsafat adalah di dalam ilmu filsafat dibahas
hal-hal yang berhubungan denganetika/akhlak dan dibahas pula tentang Tuhan dan
bahkan menjadi cabang ilmu tersendiri yaitu Etika dan Theodica. Dan setelah mempelajari
ilmu-ilmu tersebut diharapkan dapat terwujud akhlak yang baik.
5. Hubungan ilmu akhlak dengan ilmu
tasawuf
Pada ahli ilmu tasawuf pada umumnya
membagi tasawuf menjadi tiga bagian. Pertama tasawuf falsafi, kedua tasawuf
akhlaki dan ketiga tasawuf amali. Ketiga tasawuf ini tujuannya sama
yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari
perbuatan tercela dan menghias diri dengan perbuatan yang terpuji. Ketiga macam
tasawuf ini memiliki perbedaan dalam hal pendekatan yang digunakan
Hubungan ilmu akhlak dengan ilmu
tasawuf yaitu ketika mempelajari Tasawuf ternyata pula bahwa Al-Qur’an dan
Al-Hadits mementingkan akhlak. Al-Qur’an dan Hadits menekankan kejujuran,
persaudaraan, keadilan, tolong menolong, murah hati, pemaaaf, sabar, baik
sangka, menepati janji, disiplin, mencintai ilmu, dan berfikiran lurus,
nila-nilai ini yang harus dimiliki oleh seorang muslim dan dimasukkan
kedalam dirinya sejak kecil.
Sebagaimana
diketahui bahwa dalam tasawuf masalah ibadah amat menonjol, karena tasawuf itu
pada hakikatnya melakukan serangkaian ibadah seperti shalat, puasa, haji,
dzikir, dan lain sebagainya. Yang semuanya itu dilakukan dalam rangka mendekatkan diri
kepada Allah. Ibadah yang dilakukan dalam rangka bertasawuf itu ternyata erat
hubungannya dengan Akhlak.
A.
Tasawuf Akhlaqi
Tasawuf akhlaqi
adalah tasawuf yang berkonstrasi pada teori-teori perilaku, akhlaq atau budi
pekerti atau perbaikan akhlaq. Dengan metode-metode tertentu yang telah
dirumuskan, tasawuf seperti ini berupaya untuk menghindari akhlaq mazmunah dan
mewujudkan akhlaq mahmudah. Tasawuf seperi ini dikembangkan oleh ulama’
lama sufi.
Dalam pandangan
para sufi berpendapat bahwa untuk merehabilitasi sikap mental yang tidak baik
diperlukan terapi yang tidak hanya dari aspek lahiriyah. Oleh karena itu pada
tahap-tahap awal memasuki kehidupan tasawuf, seseorang diharuskan melakukan
amalan dan latihan kerohanian yang cukup berat tujuannya adalah mengusai hawa
nafsu, menekan hawa nafsu, sampai ke titik terendah dan -bila mungkin-
mematikan hawa nafsu sama sekali oleh karena itu dalam tasawuf akhlaqi
mempunyai tahap sistem pembinaan akhlak disusun sebagai berikut:
·
Takhalli
Takhalli merupakan
langkah pertama yang harus di lakukan oleh seorang sufi.Takhalli adalah usaha
mengosongkan diri dari perilaku dan akhlak tercela. Salah satu dari akhlak tercela yang
paling banyak menyebabkan akhlak jelek antara lain adalah kecintaan yang
berlebihan kepada urusan duniawi.
·
Tahalli
Tahalli adalah upaya mengisi dan menghiasi
diri dengan jalan membiasakan diri dengan sikap, perilaku, dan akhlak terpuji.
Tahapan tahalli dilakukan kaum sufi setelah mengosongkan jiwa dari
akhlak-akhlak tercela. Dengan menjalankan ketentuan agama baik yang bersifat
eksternal (luar) maupun internal (dalam). Yang disebut aspek luar adalah
kewajiban-kewajiban yang bersifat formal seperti sholat, puasa, haji dll. Dan
adapun yang bersifat dalam adalah seperti keimanan, ketaatan dan kecintaan
kepada Tuhan.
·
Tajalli
Untuk
pemantapan dan pendalaman materi yang telah dilalui pada fase tahalli, maka
rangkaian pendidikan akhlak selanjutnya adalah fase tajalli. Kata tajalli
bermakna terungkapnya nur ghaib. Agar hasil yang telah diperoleh jiwa dan
organ-organ tubuh –yang telah terisi dengan butir-butir mutiara akhlak dan
sudah terbiasa melakukan perbuatan-perbuatan yang luhur- tidak berkurang, maka,
maka rasa ketuhanan perlu dihayati lebih lanjut. Kebiasaan yang dilakukan
dengan kesadaran optimum dan rasa kecintaan yang mendalam dengan sendirinya
akan menumbuhkan rasa rindu kepada-Nya.
B.
Tasawuf Falsafi
Tasawuf Falsafi
adalah tasawuf yang didasarkan kepada gabungan teori-teori tasawuf dan filsafat
atau yang bermakana mistik metafisis, karakter umum dari tasawuf ini
sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Al-Taftazani bahwa tasawuf seperti ini:
tidak dapat dikatagorikan sebagai tasawuf dalam arti sesungguhnya, karena
teori-teorinya selalu dikemukakan dalam bahasa filsafat, juga tidak dapat
dikatakan sebagai filsafat dalam artian yang sebenarnya karena teori-teorinya
juga didasarkan pada rasa. Hamka menegaskan juga bahwa tasawuf jenis tidak
sepenuhnya dapat dikatakan tasawuf dan begitu juga sebaliknya. Tasawuf seperti ini dikembangkan
oleh ahli-ahli sufi sekaligus filosof. Oleh karena itu, mereka gemar terhadap
ide-ide spekulatif. Dari kegemaran berfilsafat itu, mereka mampu menampilkan
argumen-argumen yang kaya dan luas tentang ide-ide ketuhanan.
C.
Tasawuf Syi’i
Kalau
berbicara tasawuf syi’i, maka akan diikuti oleh tasawuf sunni. Dimana
dua macam tasawuf yang dibedakan berdasarkan “kedekatan” atau “jarak” ini
memiliki perbedaan. Paham tasawuf syi’i beranggapan, bahwa manusia dapat
meninggal dengan tuhannya karena kesamaan esensi dengan Tuhannya karena ada
kesamaan esensi antara keduanya. Menurut ibnu Khaldun yang dikutip oleh
Taftazani melihat kedekatan antara tasawuf falsafi dan tasawuf syi’i. Syi’i
memilki pandangan hulul atau ketuhanan iman-iman mereka. Menurutnya dua
kelompok itu mempunyai dua kesamaan.
6. Hubungan Ilmu
Akhlak dengan Ilmu pendidikan
Hubungan antara
Ilmu Akhlak dengan Ilmu Pendidikan merupakan hubungan yang bersifat berdekatan,
sebelum membahas lebih jauh apa hubungan antara Ilmu Akhlak dengan Ilmu
Pendidikan terlebih dahulu kita mengingat kembali apa pengertian Ilmu Akhlak
dan Ilmu Pendidikan.
Menurut Ibn Maskawih Akhlak adalah
sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan
mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbamgan.
Sedangkan ilmu pendidikann adalah
proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dl usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara,
pembuatan mendidik.
Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif
Islam, Menurut Langgulung pendidikan Islam tercakup dalam delapan pengertian,
yaitu At-Tarbiyyah Ad-Din (Pendidikan keagamaan), At-Ta’lim fil Islamy
(pengajaran keislaman), Tarbiyyah Al-Muslimin (Pendidikan orang-orang islam),
At-tarbiyyah fil Islam (Pendidikan dalam islam), At-Tarbiyyah ‘inda Muslimin
(pendidikan dikalangan Orang-orang Islam), dan At-Tarbiyyah Al-Islamiyyah
(Pendidikan Islami).
Arti pendidikan Islam itu sendiri
adalah pendidikan yang berdasarkan Islam. Isi ilmu adalah teori. Isi ilmu bumi
adalah teori tentang bumi. Maka isi Ilmu pendidikan adalah teori-teori tentang pendidikan, Ilmu pendidikan Islam
secara lengkap isi suatu ilmu bukanlah hanya teori.
Ilmu pendidikan sebagai dijumpai
dalam berbagai literatur banyak berbicara mengenai berbagai aspek yang ada
hubungannya dengan tercapainya tujuan pendidikan. Dalam ilmu ini antara lain
dibahas tentang rumusan tujuan pendidikan, materi pelajaran (kurikulum), guru,
metode, sarana dan prasarana, lingkungan, bimbingan, proses belajar-mengajar,
dan lain sebagainya.
Semua aspek pendidikan ditujukan
pada tercapainya tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan ini dalam pandangan Islam
banyak berhubungan dengan kualitas mansuia yang berakhlak. Ahmad D. Marimba
misalnya mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah identik dengan tujuan hidup
seorang muslim, yaitu menjadi hamba Allah yang mengandung implikasi kepercayaan
dan penyerahan diri kepada-Nya. Sementara itu Mohd. Athiyah al-Abrasyi,
mengatakan bahwa pendidikan budi pekerti adalah adalah jiwa dari pendidikan
islam, dan islam telah menyimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak
adalah jiwa pendidikan Islam. Mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan
sebenarnya dari pendidikan. Selanjutnya al-Attas mengatakan bahwa tujuan
pendidikan Islam adalah manusia yang baik. Kemudian Abdul fatah jalal
mengatakan bahwa tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sebagai
hamba Allah.
Jika rumusan dari tujuan pendidikan
Islam itu dihubungkan antara satu dengan yang lainnya. Maka dapat diketahui bahwa
tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya seorang hamba Allah yang patut dan
tunduk melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangannya serta
memiliki sifat-sifat dan akhlak yang mulia. Rumusan ini menggambarkan bahwa
antara Pendidikan Islam dan Ilmu Akhlak ternyata sangat berkaitan erat.
Pendidikan Islam merupakan sarana yang mengantarkan anak didik agar menjadi
orang yang berakhlak..
Setiap kegiatan
yang dilakukan seseorang ataupun sekelompok orang sudah barang tentu mempunyai
suatu tujuan yang hendak dicapai, termasuk juga dalam kegiatan pendidikan,
yaitu pendidikan akhlak. Tujuan merupakan landasan berpijak, sebagai sumber arah
suatu kegiatan, sehingga dapat mencapai suatu hasil yang optimal.
Akhlak manusia
yang ideal dan mungkin dapat dicapai dengan usaha pendidikan dan pembinaan yang
sungguh-sungguh, tidak ada manusia yang mencapai keseimbangan yang sempurna
kecuali apabila ia mendapatkan pendidikan dan pembinaan akhlaknya secara baik.
Menurut M.Ali
hasan yang dikutip oleh Akmal Hawi, tujuan pokok akhlak ialah "agar setiap
manusia berbudi pekerti (berakhlak), bertingkah laku, berperangai atau beradat
istiadat yang baik, yang sesuai dengan ajaran Islam". Masih mengenai tujuan akhlak menurut
Akmal Hawi ialah "agar setiap manusia dapat bertingkah laku dan bersifat
baik serta terpuji. Akhlak yang mulia terlihat dari penampilan sikap
pengabdianya kepada Allah SWT, dan kepada lingkungannya baik kepada sesama
manusia maupun terhadap alam sekitarnya. Dengan akhlak yang mulia manusia akan
mendapatkan kebahagian dunia dan akhirat.
Daftar Pustaka
Nata, Abuddin.
2012. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
Anwar,
Rosihon. 2010. Akhlak Tasawuf. Bandung: CV. Pustaka Setia
Ahmad, Athoullah. 1995. Antara
Ilmu Akhlak dan Tasawuf. Serang: Yayasan Rihlah Al-Qudsiyah
AR, Zahruddin, Hasanuddin Sinaga. 2004. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta:PT Raja
Grafindo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar