Kamis, 05 Januari 2017

Hubungan Ilmu Akhlak dengan Sosiologi




Masyarakat dewasa ini senantiasa berubah dan terus menerus akan berubah. Masyarakat kita sekarang jauh berlainan daripada masyarakat nenek moyang kita dan berlainan pula dengan masyarakat yang dihadapi oleh anak cucu kita besok. Segala perubahan itu sedikit banyak mempengaruhi cara hidup dan cara berpikir manusia. Pada prinsipnya masyarakat selalu dinamai dan senantiasa akan berubah. Sehingga Kurikulum harus disesuaikan dengan gerak-gerak dan perubahan masyarakat. Isi kurikulum harus senantiasa dapat berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat. Bentuk kurikulum harus fleksibel, yakni dapat terbuka terbuka kesempatan untuk memberikan bahan pelajaran yang penting yang perlu bagi murid-murid pada saat dan tempat tertentu. Hanya dengan jalan demikian sekolah dapat memberikan pendidikan yang fungsional , sehinnga anak-anak benar-benar dipersiapkan untuk menghadapi masalah-masalah di dalam masyarakat tempat dia hidup.
Secara etimologi Sosiologi berasal dari kata “Socius” yang berarti kawan dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang berkawan atau didalam arti luas, adalah ilmu pengetahuan yang berobyek hidup bermasyarakat”. Memang banyak pengertian ( ta’rif ) tentang sosiologi tentang, antara lain yang dikemukakan oleh P.J. bouman, Samuel Smith dan Ch. A. Ell wood, tekanannya kepada “masyarakatbukan kepada “hidup bermasyarakat”. Kita lebih tepat memakai pengertian yang memuat “hidup bermasyarakat”, karena masyarakat tidak mempunyai arti yang tepat. Ada masyarakat dalam arti luas, ialah kebulatan daripada semua perhubungan didalam hidup bermasyarakat. Sedangkan dalam arti sempit, ialah suatu kelompok manusia yang menjadi tempat hidup bermasyarakat, tidak dalam aspeknya, tetapi dalam berbagai-bagai aspek yang bentuknya tidak tertentu. Masyarakat dalam arti sempit ini tidak mempunyai arti yang tertentu, misalnya: masyarakat mahasiswa, masyarakat pedagang, masyarakat tani dan lain-lain.
Hubungan antara kedua ilmu ini sangat erat. Sosiologi mempelajari perbuatan manusia yang juga menjadi objek kajian ilmu akhlak. Ilmu akhlak mendorong mempelajari kehidupan masyarakat yang menjadi pokok permasalahan sosiologi. Sebab, manusia tidak dapat hidup, kecuali dengan cara bermasyarakat dan tetap menjadi anggota masyarakat. Karena selalu bermasyarakat, terlihatlah sisi tingkat rendah atau tingginya keadaan suatu masyarakat, baik pendidikan, ekonomi, seni, ataupun agamanya. Begitu pula, ilmu akhlak memberikan gambaran kepada kita tentang bentuk masyarakat yang ideal mengenai perilaku manusia dalam masyarakat.
Dikatakan Ahmad Amin, bahwa pertalian antara Ilmu Sosiologi dengan Ilmu Akhlak erat sekali. Kalau Ilmu Akhlak yang dikaji tentang prilaku (suluk) ,artinya perbuatan dan tindakan manusia yang ditimbulkan oleh kehendak ,dimana tidak bisa terlepas kepada kajian kehidupan kemasyarakatan yang menjadi kajian Ilmu sosiologi. Hal yang demikian itu dikarenakan manusia tidak mungkin melepaskan diri sebagai makhluk bermasyarakat. Dimanapun seseorang itu hidup , ia tidak bisa memisahkan dirinya lingkungan masyarakat dimana dia berada walaupun kadar pengaruh itu relative sifatnya.
Memang manusia adalah makhluk bersyarikat dan bermasyarakat,saling membutuhkan diantaranya sesamanya. Hal ini jelas sekali bila kita perhatikan firman Allah surat Al-Hujurat ayat : 13 :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya : “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Sosiologi mempelajari tingkah laku, bahasa, agama, dan keluarga, bahkan pemerintahan dalam masyarakat. Kesemuanya itu mengenai tingkah laku yang timbul dari kehendak jiwa (akhlak). Dengan demikian, sosiologi menolong ilmu akhlak mendapatkan pengertian tingkah laku manusia dalam kehidupannya.
2.      Hubungan Ilmu Akhlak dengan Psikologi
Ilmu jiwa (psikologi) adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku dan proses mental yang terjadi pada manusia. Dengan kata lain, ilmu ini meneliti tentang peranan yang dimainkan dalam perilaku manusia. Psikologi meneliti tentang suara hati (dhamir), kemauan (iradah), daya ingat, hafalan, prasangka (waham), dan kecenderungan-kecenderungan (awathif) manusia. Itu semua menjadi lapangan kerja jiwa yang menggerakkan perilaku manusia. Dengan demikian, psikologi merupakan mukadimah pokok sebelum mengkaji tentang akhlak. Prof. Ahmad Luthfi berpendapat, “ilmu akhlak tidak akan bisa dijabarkan dengan baik tanpa dibantu oleh ilmu jiwa (psikologi)”. Itulah yang menyebabkan Imam Al-Ghozali sebelum mengajar ilmu akhlak, beliau mengajarkan terlebih dahulu kepada muridnya mengenai ilmu jiwa, dan itulah mengapa Imam Al Ghazali menyusun kitab Ma’arijul Qudsi Fi Madaariji Ma’riftin Nafsi.
Di lihat dari segi bidang garapannya, Ilmu Jiwa membahas tentang gejala-gejala kejiwaan yang tampak dalam tingkah laku. Melalui ilmu jiwa dapat diketahui sifat-sifat psikologis yang di miliki seseorang. Jiwa yang bersih dari dosa dan maksiat serta dekat dengan Tuhan misalnya, akan melahirkan perbuatan sikap yang tenang oula, sebaliknya jiwa yang kotor, banyak berbuat kesalahan dan jauh dari Tuhan akan melahirkan perbuatan yang jahat, sesaat dan menyesatkan orang lain.
Dengan demikian Ilmu Jiwa mengarahkan pembahasannya pada aspek batin manusia dengan cara menginterprestasikan perilakunya yang tampak. Di dalam Al-Qur’an, aspek batin yang dimiliki manusia ini diungkap dalam istilah al-insan. Hasil studi Musa Asy’arie terhadap ayat-ayat Al-Qur’an menginformasikan, bahwa kata insan dipakai Al-Qur’an dalam kaitannya dengan berbagai kegiatan manusia, antara lain untuk kegiatan belajar (QS.96-15;55:1-3), tentang musuhnya (QS.12:5;17:53), penggunan waktunya (QS. 103:1-3), beban amanat yang dipikulnya (QS. 33:72), konsekuensi usaha perbuatannya (QS. 53:39;79:53), keterkaitannya dengan dengan molalitas dan akhlak (QS.29:8;31:14;46:15), kepemimpinannya (QS. 2:124), ibadahnya (QS.2:21), dan kehidupannya di akhirat. (QS.17:71)
Hasil studi tersebut menggambarkan adanya hubungan yang erat antara potensi psikologis manusia dengan Ilmu Akhlak. Dengan kata lain melalui bantuan informasi yang diberikan Ilmu jiwa, atau potensi kejiwaan yang diberikan al-Qur’an, maka secara teoritis Ilmu Akhlak dapat dibagun dengan kokoh. Hal ini lebih lanjut dapat kita jumpai dalam uraian mengenai akhlak yang diberikan Quraish Shihab, dalam buku terbarunya, wawasan al-Qur’an. Di situ ia antara lain mengatakan: “Kita dapat berkata bahwa secara nyata terlihat dan sekaligus kita akui bahwa terdapat manusia yang berkelakuan baik, dan juga sebaliknya. Ini berarti bahwa manusia memiliki kedua potensi tersebut” Ia lebih lanjut menguttip ayat yang berbunyi.

http://c00022506.cdn1.cloudfiles.rackspacecloud.com/90_10.png
Artinya: Maka kami telah memberi petunjuk(kepada)nya (manusia) dua jalan mendaki (baik dan buruk). (QS. Al-Balad, 90:10)

فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا

....dan (demi) jiwa serta perumpaan ciptaanya, maka Allah mengilhami (jiwa manusia) kedurhakaannya dan ketakwaan. (QS. Syams, 91:7-8)
Namun demikian dalam kesimpulannya. Quraish Shihab berpendapat walaupun kedua potensi ini (baik dan buruk) terdapat dalam diri manusia, namun ditemukan isyarat-isyarat  dalam al-Qur’an bahwa kebajikan lebih dahulu menghias diri manusia daripada kejahatan, dan bahwa manusia pada dasarnya cenderung kepada kebajikan.
Kecenderungan manusia kepada kebajikan ini terbukti adanya persamaan konsep-konsep pokok moral pada setiap peradaban dan zaman. Perbedaan jika terjadi terletak pada bentuk, penerapan, atau pengertian yang tidak sempurna terhadap konsep-konsep moral yang disebut ma’ruf dalam bahasa Al-Qur’an. Tidak ada peradaban  yang menganggap baik kebohongan, penipiuan atau keangkuhan. Pun tidak ada manusia yang menilai bahwa penghormatan kepada kedua orangtua adalah buruk. Tetapi bagaimana seharusnya bentuk penghormatan itu? Boleh jadi cara penghormatan kepada keduanya berbeda-beda antara satu masyarakat pada generasi tertentu dengan masyarakat pada generasi yang lain. Perbedaan-perbedaan itu selama dinilai naik oleh masyarakat dan masih dalam kerangka prinsip umum, maka ia tetap dinilai baik (ma’ruf)
Uraian tersebut memberi kesan bahwa manusia dengan sendirinya dapat menjadi baik dan buruk. Kesan ini ada benarnya dan ada pula tidak benarnya. Benarnya dalah memang ada sejumlah perbuatan moral yang dapat diketahui manusia bahwa itu baik, dan bahwa itu buruk. Namun, pengetahuan manusia terhadap perbuatan moral yang baik dan buruk itu terbatas. Manusia masih memerlukan informasi perbuatan moral yang baik dan buruk dari yang Maha Tak Terbatas, yaitu dari wahyu Tuhan. Ini menunjukan bahwa sumber moral dalam ajaran Akhlak Islami berasal dari akal fikiran dan potensi yang dimiliki manusia, yang selanjutnya di sempurnakan oleh petunjuk wahyu. Bukti bahwa akal dan potensi rohaniah yang dimiliki manusia dapat mengetahui sebagian perbuatan baik dan buruk dapat dijumpai dalam pemikiran teologi Muktazilah.
Menurut aliran toeologi ini, tanpa wahyu manusia sudah dapat mengatakan bahwa mencuri itu perbuatan buruk, karena merugikan orang lain, dan berbuat baik kepada ibu dan bapak adalah baik, karena kedua orang tua itulah yang paling besar jasanya dalam kelangsungan seorang anak. Namun muktazilah pun menunjukan sejumlah perbuatan baik dan buruk yang tidak diketahui dengan sendirinya oleh manusia. Manusia misalnya tidak tahu bahwa perbuatan zina itu buruk, dan tidak tahu pula bahwa mengimani adanya kehidupan akhirat sebagai perbuatan baik. Untuk masalah yang demikian itu datanglah wahyu. Bahkan muktazilah mengatakan bahwa Tuhan wajib menurunkan wahyu-Nya untuk melengkapi pengetahuan manusia yang serba terbatas. Dan jika Tuhan tetap membiarkannya berarti Tuhan tidak berbuat baik, dan Tuhan yang tidak berbuat baik, bukanlah Tuhan yang baik.
Berdasarkan uraian di atas, maka Quraish Shihab lebih lanjut mengatakan bahwa tolak ukur kelakuan baik dan buruk mestilah merujuk kepada ketentuan Allah. Apa yang di nilai baik oleh Allah, pasti baik dalam esensinya. Demikian pulasebaliknya, tidak mungkin Dia menilai kebohongan sebagai kelakuan baik, karena kebohongan esensinya buruk.
Uraian tersebut memberi informasi bahwa dalam diri manusia terdapat potensi rohaniah yang cenderung kepada kebaikan dan keburukan. Potensi rohaniah ini secara lebih mendalam di kaji dalam Ilmu Jiwa. Untuk mengembamkan Ilmu Akhlak , kita dapat memanfaatkan informasi yang diberikan oleh Ilmu Jiwa.
Dalam kaitan ini dapat dirumuskan sejumlah metode dalam menanamkan akhlak yang mulia.    Dengan demikian ilmu jiwa dapat memberikan masukan dalam rangka menentukan metode dan pendekatan dalam pembinaan akhlak. Banyak hasil pembinaan akhlak dilakukan para ahli dengan menggunakan jasa yng diberikan ilmu jiwa, seperti yang dilakukan para psikolog terhadap perbaikan anak nakal, berperilaku menyimpang dan sebagainya. Jadi dapat disimpulkan bahwa ilmu jiwa dan ilmu akhlak bertemu karena pada dasarnya sasaran keduanya adalah manusia. Ilmu akhlak melihat dari apa yang sepatutnya dikerjakan manusia, sedangkan ilmu jiwa (psikologi) melihat tentang apa yang menyebabkan terjadinya suatu perilaku.
3.      Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Hukum
Hukum adalah himpunan peraturan ( perintah – larangan), yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu sendiri.
Hukum menurut Soedjono Dirdjosisworo, dalam arti ketentuan penguasa , hukum dalam arti para petugas, hukum dalam arti sikap tindak, hukum dalam arti system kaedah/ norma ( yang meliputi kaedah agama  (sebagai sumber kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa), norma kesusilaan / budi sebagai sumber moral, norma kesopanan / fatsoen  sebagai sumber keyakinan masyarakat yang bersangkutan dan norma hukum, hukum dalam arti jalinan nilai, hukum dalam arti tata hukum dan hukum dalam arti ilmu hukum.
Pokok pembicaraan dua ilmu ini adalah perbuatan manusia. Tujuannya pun hampir sama, yaitu mengatur perbuatan manusia demi terwujudnya keserasian, keselarasan, keselamatan, dan kebahagiaan. Cara kita bertindak terdapat pada kaidah-kaidah hukum dan akhlak. Akan tetapi, ruang lingkup ilmu akhlak lebih luas. Ilmu akhlak memerintahkan perbuatan yang bermanfaat dan melarang perbuatan yang membahayakan , sedangkan ilmu hukum tidak demikian karena banyak perbuatan yang jelas-jelas bermanfaat, tetapi tidak diperintahkan oleh ilmu hukum, seperti berbuat baik kepada fakir miskin dan perlakuan baik antara suami dan istri. Demikian pula, terdapat beberapa perbuatan yang jelas-jelas tidak baik, tetapi tidak dicegahnya, seperti dusta dan dengki. Ilmu hukum tidak mencampuri hal-hal seperti ini karena ilmu hukum tidak mempunyai kapasitas untuk memerintah atau melarang.
Sekalipun demikian, hukum islam memiliki lingkup pembahasan lebih lengkap dengan ilmu akhlak. Sebab, semua perbuatan yang di nilai baik atau buruk oleh akhlak ternyata mendapatkan pula kepastian hukum tertentu.
Contoh, menyingkirkan duri dijalan raya. Untuk perbuatan ini, akhlak menilainya sebagai perbuatan yang baik;hukum positif menilainya tidak berarti apa-apa, sedangkan hukum islam menilainya dianjurkan (mandub).
Dengan demikian, pertalian antara hukum islam dan akhlak lebih erat dibandingkan dengan hukum positif atau etika filsafat. Setiap perbuatan yang di nilai oleh akhlak pasti mendapatkan kepastian hukum islam berupa salah satu dari lima kategori, yaitu wajib, sunnah, haram, mubah, dan makruh. Sebaliknya, untuk segala perbuatan yang di putuskan hukumnya oleh hukum islam, akhlak selalu memberikan penilaian terhadap baik burukya. Ini adalah manifestasi dari luasnya ruang lingkup hukum islam yang menilainya setiap perbuatan.
Di samping itu, ilmu hukum hanya mempelajari atau melihat tingkah laku dari segi luar saja, sedangkan ilmu akhlak di samping melihat dari sisi luar, juga melihat dari sisi batin.
4.      Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Filsafat
       Pengertiann Ilmu filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha menyelidiki segala sesuattu yang ada dan yang mungkin ada dengan menggunakan  pikian. Filsafat memiliki bidang-bidang kajiannya mencakup berbagai disiplin ilmu antara lain:
a.       Metafisika: penyelidikan di balik alam nyata
b.      Kosmologo: penyelidikan tentang alam(filsafat alam)
c.       Logika: pembahasan tentang cara berfikir cepat dan  tepat
d.      Etika: pembahasan tentang tingkah laku manusia
e.       Theodica: pembahasan tentang ke-Tuhanan
f.       Antopolog:pembahasan tentang manusia

a.       Pengertian Filsafat menurut beberapa tokoh adalah sebagai berikut :
·         Plato ( 428 -348 SM ) : Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada.
·         Aristoteles ( (384 – 322 SM) : Bahwa kewajiban filsafat adalah menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas penyelidikan tentang sebab telah dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu.
·         Cicero ( (106 – 43 SM ) : filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni “( the mother of all the arts“ ia juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan )
·         Johann Gotlich Fickte (1762-1814 ) : filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-ilmu , yakni ilmu umum, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu mencari kebenaran dari seluruh kenyataan.
·         Paul Nartorp (1854 – 1924 ) : filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yang sama, yang memikul sekaliannya .
·         Imanuel Kant ( 1724 – 1804 ) : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yange menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan.
Apakah yang dapat kita kerjakan ?(jawabannya metafisika )
Apakah yang seharusnya kita kerjakan (jawabannya Etika )
Sampai dimanakah harapan kita ?(jawabannya Agama )
Apakah yang dinamakan manusia ? (jawabannya Antropologi )
·         Notonegoro : Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut intinya yang mutlak, yang tetap tidak berubah , yang disebut hakekat. .
·         Harold H. Titus (1979 ) : (1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi; (2) Filsafat adalah suatu usaha untuk memperoleh suatu pandangan keseluruhan; (3) Filsafat adalah analisis logis dari bahasa dan penjelasan tentang arti kata dan pengertian ( konsep ); Filsafat adalah kumpulan masalah yang mendapat perhatian manusia dan yang dicirikan jawabannya oleh para ahli filsafat.
·         Hasbullah Bakry : Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai Ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia itu sebenarnya setelah mencapai pengetahuan itu.
b.       Ruang lingkup Filsafat
Bidang garapan Filsafat Ilmu terutama diarahkan pada komponen‑komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat tentang apa dan bagai­mana (yang) “Ada” itu (being Sein, het zijn). Paham monisme yang terpecah menjadi idealisme atau spiritualisme, Paham dua­lisme, pluralisme dengan berbagai nuansanya, merupakan paham ontologik yang pada akhimya menentukan pendapat bahkan ke­yakinan kita masing‑masing mengenai apa dan bagaimana (yang) ada sebagaimana manifestasi kebenaran yang kita cari.

Meliputi sumber, sarana, dan tatacara mengunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Perbedaan mengenal pilihan landasan ontologik akan dengan sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam menentukan sarana yang akan kita pilih. Akal (Verstand), akal budi (Vernunft) pengalaman, atau komunikasi antara akal dan pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dalam epistemologik, sehingga dikenal adanya model‑model epistemologik seperti: rasionalisme, empirisme, kritisisme atau rasionalisme kritis, positivisme, feno­menologi dengan berbagai variasinya. Ditunjukkan pula bagai­mana kelebihan dan kelemahan sesuatu model epistemologik be­serta tolok ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah) itu seped teori ko­herensi, korespondesi, pragmatis, dan teori intersubjektif.

Meliputi nilal‑nilal (values) yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau ke­nyataan sebagaimana kita jumpai dalam kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasansimbolik atau pun fisik‑material. Lebih dari itu nilai‑nilai juga ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu conditio sine qua non yang wajib dipatuhi dalam kegiatan kita, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.
Dalam perkembangannya Filsafat llmu juga mengarahkan pandangannya pada Strategi Pengembangan ilmu, yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampal pada dimensi ke­budayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau keman­faatan ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan
Dengan demikian, jelaslah bahwa etika/akhlak tiu termasuk salah atu komponen dalam filsafat. Banyak ilmu-ilmu yang pada pada mulanya merupakan bagian filsafat karena ilmu tersebut kian meluas dan berkembang yang akhirnya membentuk disiplin ilmu tersendiri dan terlepas dari filsafat. Demikian juga etika/akhlak, dalam proses perkembanganya , sekalipun masih diakui sebagian dalam ilmu pembahasan filsafat, kini telah menjadi ilmu yang mempunyai identitas sendiri.
Selain itu filsafat juga membahas Tuhan, alam dan makhluknya. Daripembhasan ini akan dapat diketahui dan dirumuskan tentang cara-cara berhubungan dengan Tuhan dan memperlakukan makhluk serta alam lainnya. Dengan demikian akan duwujudkan akhlak yang baik terhadap Tuhan , terhadap manusia, dan makhluk Tuhan lainnya. Jadi kesimplannya hubungan antara ilmu akhlak dengan ilmu Filsafat adalah di dalam ilmu filsafat dibahas hal-hal yang berhubungan denganetika/akhlak dan dibahas pula tentang Tuhan dan bahkan menjadi cabang ilmu tersendiri yaitu Etika dan Theodica. Dan setelah mempelajari ilmu-ilmu tersebut diharapkan dapat terwujud akhlak yang baik.
5.      Hubungan ilmu akhlak dengan ilmu tasawuf
Pada ahli ilmu tasawuf pada umumnya membagi tasawuf menjadi tiga bagian. Pertama tasawuf falsafi, kedua tasawuf akhlaki dan ketiga tasawuf amali. Ketiga tasawuf ini tujuannya sama yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan tercela dan menghias diri dengan perbuatan yang terpuji. Ketiga macam tasawuf ini memiliki perbedaan dalam hal pendekatan yang digunakan
Hubungan ilmu akhlak dengan ilmu tasawuf yaitu ketika mempelajari Tasawuf ternyata pula bahwa Al-Qur’an dan Al-Hadits mementingkan akhlak. Al-Qur’an dan Hadits menekankan kejujuran, persaudaraan, keadilan, tolong menolong, murah hati, pemaaaf, sabar, baik sangka, menepati janji, disiplin, mencintai ilmu, dan berfikiran lurus, nila-nilai ini yang harus dimiliki oleh seorang muslim dan  dimasukkan kedalam dirinya sejak kecil.
Sebagaimana  diketahui bahwa dalam tasawuf masalah ibadah amat menonjol, karena tasawuf itu pada hakikatnya melakukan serangkaian ibadah seperti shalat, puasa, haji, dzikir, dan lain sebagainya. Yang semuanya itu dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Ibadah yang dilakukan dalam rangka bertasawuf itu ternyata erat hubungannya dengan Akhlak.
A.    Tasawuf Akhlaqi
Tasawuf akhlaqi adalah tasawuf yang berkonstrasi pada teori-teori perilaku, akhlaq atau budi pekerti atau perbaikan akhlaq. Dengan metode-metode tertentu yang telah dirumuskan, tasawuf seperti ini berupaya untuk menghindari akhlaq mazmunah dan mewujudkan akhlaq mahmudah. Tasawuf seperi ini dikembangkan oleh ulama’ lama sufi.
Dalam pandangan para sufi berpendapat bahwa untuk merehabilitasi sikap mental yang tidak baik diperlukan terapi yang tidak hanya dari aspek lahiriyah. Oleh karena itu pada tahap-tahap awal memasuki kehidupan tasawuf, seseorang diharuskan melakukan amalan dan latihan kerohanian yang cukup berat tujuannya adalah mengusai hawa nafsu, menekan hawa nafsu, sampai ke titik terendah dan -bila mungkin- mematikan hawa nafsu sama sekali oleh karena itu dalam tasawuf akhlaqi mempunyai tahap sistem pembinaan akhlak disusun sebagai berikut:
·         Takhalli
Takhalli merupakan langkah pertama yang harus di lakukan oleh seorang sufi.Takhalli adalah usaha mengosongkan diri dari perilaku dan akhlak tercela. Salah satu dari akhlak tercela yang paling banyak menyebabkan akhlak jelek antara lain adalah kecintaan yang berlebihan kepada urusan duniawi.

·         Tahalli
Tahalli adalah upaya mengisi dan menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan sikap, perilaku, dan akhlak terpuji. Tahapan tahalli dilakukan kaum sufi setelah mengosongkan jiwa dari akhlak-akhlak tercela. Dengan menjalankan ketentuan agama baik yang bersifat eksternal (luar) maupun internal (dalam). Yang disebut aspek luar adalah kewajiban-kewajiban yang bersifat formal seperti sholat, puasa, haji dll. Dan adapun yang bersifat dalam adalah seperti keimanan, ketaatan dan kecintaan kepada Tuhan.
·         Tajalli
Untuk pemantapan dan pendalaman materi yang telah dilalui pada fase tahalli, maka rangkaian pendidikan akhlak selanjutnya adalah fase tajalli. Kata tajalli bermakna terungkapnya nur ghaib. Agar hasil yang telah diperoleh jiwa dan organ-organ tubuh –yang telah terisi dengan butir-butir mutiara akhlak dan sudah terbiasa melakukan perbuatan-perbuatan yang luhur- tidak berkurang, maka, maka rasa ketuhanan perlu dihayati lebih lanjut. Kebiasaan yang dilakukan dengan kesadaran optimum dan rasa kecintaan yang mendalam dengan sendirinya akan menumbuhkan rasa rindu kepada-Nya.
B. Tasawuf Falsafi
Tasawuf Falsafi adalah tasawuf yang didasarkan kepada gabungan teori-teori tasawuf dan filsafat atau yang bermakana mistik metafisis, karakter umum dari tasawuf ini sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Al-Taftazani bahwa tasawuf seperti ini: tidak dapat dikatagorikan sebagai tasawuf dalam arti sesungguhnya, karena teori-teorinya selalu dikemukakan dalam bahasa filsafat, juga tidak dapat dikatakan sebagai filsafat dalam artian yang sebenarnya karena teori-teorinya juga didasarkan pada rasa. Hamka menegaskan juga bahwa tasawuf jenis tidak sepenuhnya dapat dikatakan tasawuf dan begitu juga sebaliknya. Tasawuf seperti ini dikembangkan oleh ahli-ahli sufi sekaligus filosof. Oleh karena itu, mereka gemar terhadap ide-ide spekulatif. Dari kegemaran berfilsafat itu, mereka mampu menampilkan argumen-argumen yang kaya dan luas tentang ide-ide ketuhanan.
C. Tasawuf Syi’i
Kalau berbicara tasawuf syi’i, maka akan diikuti oleh tasawuf sunni. Dimana dua macam tasawuf yang dibedakan berdasarkan “kedekatan” atau “jarak” ini memiliki perbedaan. Paham tasawuf syi’i beranggapan, bahwa manusia dapat meninggal dengan tuhannya karena kesamaan esensi dengan Tuhannya karena ada kesamaan esensi antara keduanya. Menurut ibnu Khaldun yang dikutip oleh Taftazani melihat kedekatan antara tasawuf falsafi dan tasawuf syi’i. Syi’i memilki pandangan hulul atau ketuhanan iman-iman mereka. Menurutnya dua kelompok itu mempunyai dua kesamaan.
6.      Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu pendidikan
Hubungan antara Ilmu Akhlak dengan Ilmu Pendidikan merupakan hubungan yang bersifat berdekatan, sebelum membahas lebih jauh apa hubungan antara Ilmu Akhlak dengan Ilmu Pendidikan terlebih dahulu kita mengingat kembali apa pengertian Ilmu Akhlak dan Ilmu Pendidikan.
Menurut Ibn Maskawih Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbamgan.
Sedangkan ilmu pendidikann adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dl usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, pembuatan mendidik.
Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Menurut Langgulung pendidikan Islam tercakup dalam delapan pengertian, yaitu At-Tarbiyyah Ad-Din (Pendidikan keagamaan), At-Ta’lim fil Islamy (pengajaran keislaman), Tarbiyyah Al-Muslimin (Pendidikan orang-orang islam), At-tarbiyyah fil Islam (Pendidikan dalam islam), At-Tarbiyyah ‘inda Muslimin (pendidikan dikalangan Orang-orang Islam), dan At-Tarbiyyah Al-Islamiyyah (Pendidikan Islami).
Arti pendidikan Islam itu sendiri adalah pendidikan yang berdasarkan Islam. Isi ilmu adalah teori. Isi ilmu bumi adalah teori tentang bumi. Maka isi Ilmu pendidikan adalah teori-teori tentang pendidikan, Ilmu pendidikan Islam secara lengkap isi suatu ilmu bukanlah hanya teori.

Ilmu pendidikan sebagai dijumpai dalam berbagai literatur banyak berbicara mengenai berbagai aspek yang ada hubungannya dengan tercapainya tujuan pendidikan. Dalam ilmu ini antara lain dibahas tentang rumusan tujuan pendidikan, materi pelajaran (kurikulum), guru, metode, sarana dan prasarana, lingkungan, bimbingan, proses belajar-mengajar, dan lain sebagainya.
Semua aspek pendidikan ditujukan pada tercapainya tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan ini dalam pandangan Islam banyak berhubungan dengan kualitas mansuia yang berakhlak. Ahmad D. Marimba misalnya mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah identik dengan tujuan hidup seorang muslim, yaitu menjadi hamba Allah yang mengandung implikasi kepercayaan dan penyerahan diri kepada-Nya. Sementara itu Mohd. Athiyah al-Abrasyi, mengatakan bahwa pendidikan budi pekerti adalah adalah jiwa dari pendidikan islam, dan islam telah menyimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam. Mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan. Selanjutnya al-Attas mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah manusia yang baik. Kemudian Abdul fatah jalal mengatakan bahwa tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah.
Jika rumusan dari tujuan pendidikan Islam itu dihubungkan antara satu dengan yang lainnya. Maka dapat diketahui bahwa tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya seorang hamba Allah yang patut dan tunduk melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangannya serta memiliki sifat-sifat dan akhlak yang mulia. Rumusan ini menggambarkan bahwa antara Pendidikan Islam dan Ilmu Akhlak ternyata sangat berkaitan erat. Pendidikan Islam merupakan sarana yang mengantarkan anak didik agar menjadi orang yang berakhlak..
Setiap kegiatan yang dilakukan seseorang ataupun sekelompok orang sudah barang tentu mempunyai suatu tujuan yang hendak dicapai, termasuk juga dalam kegiatan pendidikan, yaitu pendidikan akhlak. Tujuan merupakan landasan berpijak, sebagai sumber arah suatu kegiatan, sehingga dapat mencapai suatu hasil yang optimal.
Akhlak manusia yang ideal dan mungkin dapat dicapai dengan usaha pendidikan dan pembinaan yang sungguh-sungguh, tidak ada manusia yang mencapai keseimbangan yang sempurna kecuali apabila ia mendapatkan pendidikan dan pembinaan akhlaknya secara baik.
Menurut M.Ali hasan yang dikutip oleh Akmal Hawi, tujuan pokok akhlak ialah "agar setiap manusia berbudi pekerti (berakhlak), bertingkah laku, berperangai atau beradat istiadat yang baik, yang sesuai dengan ajaran Islam". Masih mengenai tujuan akhlak menurut Akmal Hawi ialah "agar setiap manusia dapat bertingkah laku dan bersifat baik serta terpuji. Akhlak yang mulia terlihat dari penampilan sikap pengabdianya kepada Allah SWT, dan kepada lingkungannya baik kepada sesama manusia maupun terhadap alam sekitarnya. Dengan akhlak yang mulia manusia akan mendapatkan kebahagian dunia dan akhirat.

Daftar Pustaka
Nata, Abuddin. 2012. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
Anwar, Rosihon. 2010. Akhlak Tasawuf. Bandung: CV. Pustaka Setia
Ahmad, Athoullah. 1995. Antara Ilmu Akhlak dan Tasawuf. Serang: Yayasan Rihlah Al-Qudsiyah
AR, Zahruddin, Hasanuddin Sinaga. 2004.  Pengantar Studi Akhlak. Jakarta:PT Raja Grafindo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar