BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sebelum kita masuk ke dalam
pembahasan materi, sebaiknya perlu dimengerti bahwa akhlak merupakan suatu
sifat yang tertanam dalam jiwa yang dapat timbul perbuatan-perbuatan dengan
mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan terlebih dahulu. sedangkan ilmu
akhlak adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, dan menerangkan apa
yang harus diperbuat oleh sebagian manusia terhadap sesamanya dan menjelaskan
tujuan yang hendak dicapai oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan
yang lurus yang harus diperbuat. Ilmu akhlak sering disamakan dengan etika dan
moral, namun diantara keduanya memiliki perbedaan yaitu etika menentukan baik
dan buruk perbuatan manusia dengan tolak ukur akal pikiran dan moral menentukan
baik dan buruk perbuatan manusia dengan tolak ukur adat istiadat, sedangkan
ilmu akhlak menentukannya dengan tolak ukur ajaran agama. Dengan demikian,
objek pembahasan ilmu akhlak berkaitan dengan penilaian terhadap suatu
perbuatan yang dilakukan oleh seseorang.
Kaitannya dengan akhlak seseorang,
itu tidak terlepas dari tingkah laku dengan sesama dan penciptanya. Maka dalam
hal ini ilmu akhlak tentunya mempunyai hubungan-hubungan yang terkait dengan
ilmu-ilmu lainnya, baik dari segi tujuan, konsep dan kontribusi ilmu akhlak
terhadap ilmu-ilmu tersebut dan sebaliknya bagaimana kontribusi ilmu lain
terhadap ilmu akhlak.
1.2.
Rumusan Masalah
1.2.1.
Apa pengertian
ilmu akhlak?
1.2.2.
Bagaimana
hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Sosiologi?
1.2.3.
Bagaimana hubungan
Ilmu Akhlak dengan Ilmu Psikologi?
1.2.4.
Bagaimana hubungan
Ilmu Akhlak dengan Ilmu Hukum?
1.3.
Tujuan
Penulisan
1.3.1.
Mengetahui
pengertian ilmu akhlak.
1.3.2.
Mengetahui
hubungan ilmu akhlak dengan Ilmu Sosiologi.
1.3.3.
Mengetahui
hubungan ilmu akhlak dengan Ilmu Psikologi.
1.3.4.
Mengetahui
hubungan ilmu akhlak dengan Ilmu Hukum.
1.4.
Manfaat
Penulisan
Dengan dibuatnya makalah ini, semoga
pembaca dapat memahami bagaimana ilmu akhlak saling berkaitan dengan ilmu
Sosiologi, Psikologi dan Hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Ilmu
Akhlak
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, pengertian ilmu diartikan sebagai pengetahuan tentang suatu bidang
yang disusun secara sistematis menurut metode ilmiah tertentu yang dapat
digunakan untuk menerangkan kondisi tertentu dalam bidang pengetahuan.
Sedangkan dalam Wikipedia Indonesia,
pengertian ilmu/ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menemukan,
menyelidiki dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai bentuk kenyataan
dalam alam manusia.
Ilmu berasal dari bahasa Arab yang
diartikan pengetahuan. Pada dasarnya, pengetahuan memiliki tiga kriteria
(Juhaya S. Pradja, 1997:6), yaitu:
a.
Adanya suatu
sistem gagasan dalam pikiran;
b.
Persesuaian
antara gagasan dan benda-benda yang sebenarnya;
c.
Adanya
keyakinan tentang persesuaian.
Gagasan dalam pikiran manusia adalah
ide yang terdapat dalam alat pikir yang disebut dengan akal dan otak.
Tidak semua orang dapat menggambarkan bentuk konkret dari akal. Yang ada
hanyalah menggambarkan bentuk fisikal otak yang terdapat di dalam kepala
manusia. Sistem gagasan dalam pikiran manusia adalah cara kerja otak dalam
menangkap segala sesuatu, mengembangkan nalar dalam sebuah ide tentang sesuatu
yang dimaksudkan, dan membentuk konsep demi pembatasan sesuatu yang digagas.
Ilmu adalah akumulasi pengetahuan
yang berasal dari pengamatan pancaindra, dari pengalaman yang sering disebut
dengan pengetahuan empiris. Ilmu juga dapat berawal dari cara berpikir
manusia dengan menggunakan rasio. Ilmu seperti ini disebut dengan pengetahuan
rasional. Berikutnya adalah ilmu yang berawal dari kekuatan merasakan
dengan mata hati atau kekuatan di luar akal dan pancaindra, sebagaimana ilmu
yang berasal dari indra keenam, yang dapat berbentuk ilham dan wahyu. Ilmu yang
berasal dari kekuatan unsur-unsur jiwa dan metafisika atau di luar jangkauan
akal manusia, tetapi keberadaannya sangat logis. Ilmu seperti ini sering
disebut dengan pengetahuan intuitif karena didasarkan pada kekuatan
intuisi.
Beberapa pendekatan untuk memahami
akhlak sebagai ilmu telah menjelaskan secara mendalam bahwa akhlak adalah
perilaku, tindakan, daya kreasi, perbuatan yang menggambarkan baik dan buruk
atau benar dan salah, pahala dan dosa, surga dan neraka, dan sebagainya.
Barang siapa menginginkan dunia, maka ia harus berilmu. Barang
siapa menginginkan akhirat, maka ia harus berilmu. Dan barang siapa
menginginkan dunia akhirat, maka ia juga harus berilmu (Al – Hadits).
Mau jadi apa saja, syaratnya punya ilmu. Sholat, puasa, haji bisa
dilakukan dengan baik kalau punya ilmu. Ilmu adalah pelita yang menerangi,
cahaya yang mencerahkan. Berkat ilmu, perilaku jadi terbimbing, ucapan jadi
berbobot. Seperti bintang ilmu, menunjukkan arah. Arah yang jelas membuat
tujuan menjadi jelas. Maka ilmu adalah kunci untuk meraih kebahagiaan dunia dan
akhirat sekaligus.
Kalau ilmu itu cahaya bagi jiwa, maka kebodohan justru menjadi
duri bagi jiwa. Kebodohan merupakan bukti kegersangan jiwa, kehidupan yang sia-sia,
umur yang percuma. Kebahagian bermula dari ilmu. Ilmu yang menuntun seseorang
menuju kepada kebahagiaan. Sebab, ilmu bisa membedakan baik buruk, mengungkap
yang tersembunyi, memperjelas hal-hal yang samar. Hidup tanpa ilmu akan
menjemukan. Tak ada perkembangan, tak ada kemajuan. Dulu, kini, dan esok sama
saja. Tak ada perubahan yang berarti dalam hidup.
Ilmu lebih utama ketimbang harta. Ilmu menjaga kita, tapi harta
malah harus kita jaga. Ilmu tak berat dipikul, tapi harta berat dibawa. Kemana
pun pergi, ilmu mengikuti dan menunjuki. Tidak demikian dengan harta. Selain
berat, membawa harta juga tidak aman. Kejahatan senantiasa mengintai.
Ketika Rasulullah SAW ditanya tentang amal yang paling utama,
beliau menjawab, “Ilmu”, si penanya merasa heran. Yang ditanyakan amal, tapi
jawaban beliau: “Ilmu”. Menanggapi keheranan orang itu, beliau memberi penjelasan. Bahwa amal tanpa ilmu adalah
sesat.
Ilmu menunjukkan yang hak dan yang batil. Ilmu juga membantu kita
menghilangkan rasa gundah, suntuk, dan sedih. Ilmu memberi solusi dan
kemudahan. Dan kemudahan adalah salah satu sarana untuk meraih kebahagiaan.
Ketika tak ada air, tayamum diperbolehkan. Tak perlu repot-repot mencari air,
sebab tahu ada rukhsah (keringanan).
Sangatlah beralasan kalau wahyu pertama yang diterima Nabi SAW itu
adalh perintah membaca (iqra’: bacalah). Mengapa membaca? Sebab, membaca adalah
gerbang ilmu. Orang berilmu hampir bisa dipastikan seorang kutu buku. Membaca,
memiliki banyak manfaat. Membaca dapat menghilangkan perasaan waswas, gundah
dan sedih. Membaca dapat membuat hati dan pikiran tercerahkan. Membaca dapat
memperluas cakrawala ilmu dan pemahaman. Membaca bisa membuat pikiran lebih
tenang, hati lebih terbimbing, dan waktu lebih bermanfaat.
Ilmu melandasi semua hal. Akidah, ibadah, dan muamalah mesti
berlandaskan ilmu. Maka sangatlah beralasan kalau islam mewajibkan pemeluknya
untuk menuntut ilmu, sebagaimana disebutkan dalam Hadits:
Yang artinya: “Rasulullah bersabda: Tuntutlah ilmu walaupun di negeri Cina, karena sesungguhnya menuntut ilmu iu wajib bagi setiap muslim. Sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayap mereka kepada para penuntut ilmu karena senang (rela) dengan yang ia tuntut.” (H. R. Ibnu Abdil Bar)
Yang artinya: “Rasulullah bersabda: Tuntutlah ilmu walaupun di negeri Cina, karena sesungguhnya menuntut ilmu iu wajib bagi setiap muslim. Sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayap mereka kepada para penuntut ilmu karena senang (rela) dengan yang ia tuntut.” (H. R. Ibnu Abdil Bar)
Melalui hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Bar tersebut
diatas, agama Islam
memerintahkan semua pemeluknya untuk menuntut ilmu pengetahuan walaupun harus
berkelana meninggalkan kampung-kampung halaman, karena dengan ilmu pengetahuan
itu manusia dapat berkarya, berprestasi dan beribadah dengan sempurna. Begitu
pentingnya ilmu pengetahuan bagi manusia, Rasulullah mewajibkan kepada umatnya
menuntut ilmu, baik laki-laki maupun perempuan.
Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim laki-laki atau
perempuan, karena ilmu sangat dibutuhkan setiap saat, misalnya ilmunya sholat,
puasa, zakat, haji dan lain sebagainya. Dengan ilmu itu manusia akan dapat
mengetahui batas-batas mana yang boleh dilakukan atau mana yang tidak boleh
dilakukan, baik itu yang berhubungan dengan Allah, maupun yang berhubungan
dengan sesama manusia, sebagai bekal untuk mengarungi kehidupan manusia demi
tercapainya kebahagiaan dan dan keselamatan dunia dan akhirat.
Di dalam menuntut ilmu tidaklah terbatas dengan ilmu yang bersifat
duniawi saja tetapi juga tentang ilmu yang bersifat ukhrawi, karena kunci
kebahagiaan dan keberhasilan seseorang adalah dengan ilmu, baik dunia maupun
akhirat.
Pengertian Ilmu menurut para Ahli:
a.
Karl Pearson
Ilmu merupakan
keterangan yang konsisten dan komprehensif tentang fakta pengalaman dengan
istilah yang sederhana.
b.
Ralp Ross dan
Ernest Van Den Haag
Ilmu merupakan
umum, rasional, empiris dan sistematik serta serentak.
c.
Afanasyef
Ilmu merupakan
pengetahuan manusia yang meliputi masyarakat, pikiran dan alam. Selain itu,
ilmu mencerminkan alam dan kategori, konsep-konsep dan hukum-hukum, dimana
kebenaran dan ketetapannya diuji dengan pengalaman yang praktis.
d.
Ashely Montagu
Ilmu merupakan
pengetahuan disusun dalam satu sistem yang berasal dari studi, pengamatan dan
percobaan untuk menentukan dasar prinsip tentang hal yang sedang dikaji.
e.
John G. Kemeny
Ilmu merupakan
semua pengetahuan yang dikumpulkan dengan menggunakan metode ilmiah. Dari
pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa ilmu merupakan produk atau hasil dari
sebuah proses yang dibuat dengan menggunakan metode ilmiah sebagai suatu
prosedur/cara.
f.
The Liang Gie
Ilmu merupakan
suatu rangkaian kegiatan manusia yang bersifat rasional dan kognitif dengan
metode berupa prosedur dan langkah sehingga menghasilkan kumpulan pengetahuan
yang sistematis mengenai gejala alam, masyarakat, atau keorangan guna mencapai
kebenaran. memperoleh pemahaman dan memberikan penjelasan.
g.
Shapere
Pengertian Ilmu
mencakup adanya rasionalitas, generalisasi dan sistematisasi.
h.
Schulz
Pengertian Ilmu
mencakup logika, adanya interpretasi subjektif dan konsistensi dengan realitas
sosial.
Dan pengertian akhlak itu sendiri yaitu, kata “akhlak”
berasal dari bahasa Arab “khuluq”, jamaknya “khuluqun”, menurut lughat
diartikan sebagai budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat.
Kata “akhlak” ini lebih luas artinya daripada moral atau etika yang
sering dipakai dalam bahasa Indonesia sebab “akhlak” meliputi segi-segi
kejiwaan dari tingkah laku lahiriah dan batiniah seseorang.
Adapun pengertian akhlak menurut ulama akhlak, antara lain sebagai
berikut:
Pertama, ilmu akhlak adalah ilmu yang menentukan
batas antara baik dan buruk, terpuji dan tercela, tentang perkataan atau
perbuatan manusia, lahir dan batin.
Kedua, ilmu akhlak adalah pengetahuan yang
memberikan pengertian baik dan buruk, ilmu yang mengatur pergaulan manusia dan
menentukan tujuan mereka yang terakhir dari seluruh usaha dan pekerjaan mereka.
Iman Al-Ghazali dalam Ihya Uumuddin menyatakan bahwa akhlak
ialah daya kekuatan (sifat) yang tertanam dalam jiwa dan mendorong perbuatan-perbuatan
spontan tanpa memerlukan pertimbangan pikiran. Jadi, akhlak merupakan sikap
yang melekat pada diri seseorang dan secara spontan diwujudkan dalam tingkah
laku dan perbuatan.
Jika tindakan spontan itu baik menurut pandangan akal dan agama,
tindakan tersebut dinamakan akhlak yang baik (akhlakul karimah/akhlakul
madzmudah).
Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang
memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluq dan
antara makhluq dengan makhluq.
Ilmu akhlak adalah ilmu yang mempelajari tentang suatu perbuatan
yang baik dan buruk suatu perbuatan tersebut dan dalam ilmu akhlak mempelajari
pula tentang motivasi suatu tindakan, cara-cara bertindak, norma-norma
tindakan, dampak dari tindakan terhadap kehidupan dan sebagainya.
Dilihat dari beberapa pengertian ilmu akhlak dan unsur-unsur yang
terdapat di dalamnya, ilmu akhlak sebagai ilmu yang tidak berdiri sendiri
karena berkaitan dengan tingkah laku manusia, dan ilmu akhlak sebagai ilmu yang
memiliki karakteristik yang sama dengan cabang ilmu lainnya dalam ilmu-ilmu
sosial dilihat dari berbagai pendekatan yang digunakan untuk mengetahui gejala
jiwa manusia dengan mengacu pada segala sesuatu yang konkret untuk mengetahui
segala yang abstrak, atau perbuatan sebagai gambaran isi hati manusia.
Dalam ilmu akhlak, perbuatan manusia berasal dari isi hatinya,
tetapi yang berhak menilai isi hati hanya diri manusia itu sendiri, sedangkan
yang paling mengetahui isi hati adalah Allah SWT. Oleh karena itu, ilmu akhlak
membahas objek penting pada diri manusia, yaitu pengkajian tentang hati sebagai
kekuatan jiwa manusia dalam bertindak yang menjadi latar belakang diterima atau
ditolaknya suatu perbuatan oleh Allah SWT.
2.1.1.
Pengertian Ilmu
Akhlak menurut Para Ahli
a.
Zimbardo (1971)
Ilmu akhlak
dapat diartikan sebagai suatu ilmu tentang tingkah laku organisme manusia,
apabila dipahami dalam perspektif psikologi. Tingkah laku organisme adalah
bentuk-bentuk tindakan visual manusia, yaitu sesuatu yang tampak dari perbuatannya
dalam bentuk berbagai gerakan visual, misalnya manusia yang menggunakan
pancaindranya untuk suatu perbuatan yang benar atau salah, menggunakan tangan,
kaki, tubuh, dan lainnya ke dalam berbagai bentuk aktivitas kehidupan.
Misalnya, dalam berhubungan dengan sesama manusia diperlukan budi pekerti yang
baik, tetapi ukuran baik dan buruk diatur menurut kebiasaan masyarakat
masing-masing atau diatur oleh norma agama.
b.
Hilgard dan
Atkinson (1975)
Ilmu akhlak
dalam perspektif psikologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari
tingkah laku dan proses mental. Tingkah laku manusia berhubungan erat dengan
proses perkembangan mentalitasnya, sebagaimana tingkah laku anak di bawah umur,
anak remaja, dan orang dewasa yang merupakan proses mental yang berbeda,
sehingga “seharusnya” cara bertingkah lakunya pun berbeda.
Secara singkat, definisi ilmu akhlak
dapat dikemukakan kategori pentingnya, yaitu:
a.
Ilmu akhlak
sebagai ilmu, artinya dalam ilmu akhlak terdapat ciri-ciri penting salah satu
bidang ilmu yang merupakan bagian dari disiplin ilmu-ilmu sosial. Ilmu akhlak
merupakan akumulasi pengetahuan yang sistematis dan observatif tentang tingkah
laku manusia.
b.
Manusia atau
binatang, sebagai objek yang sama dalam ilmu akhlak. Manusia bergerak dengan
perilaku yang dinamis dan berubah-ubah, sedangkan binatang bergerak mengikuti
insting yang sifatnya kebiasaan yang mengikat pada instingnya. Dalam hal ini,
manusia memiliki insting yang sama dengan binatang, yang sifatnya alamiah,
misalnya rasa lapar, haus, nafsu terhadap lawan jenisnya, dan berusaha
mempertahankan kehidupannya, berlindung dari berbagai bentuk ancaman yang
membahayakan, dan berusaha mengambil segala sesutau yang bermanfaat dan
menguntungkan bagi kehidupannya. Semua tingkah laku manusia menjadi objek
materil ilmu ahlak.
c.
Ilmu akhlak
mempelajari tingkah laku manusia sebagai gejala yang tampak dan dijadikan bahan
kajian dalam melihat keadaan kejiwaan manusia yang sesungguhnya berhubungan
erat dengan psikologi.
2.1.2.
Ciri-ciri Ilmu
Akhlak
a.
Akhlak manusia
adalah objek penelitian, yang dapat dikaji secara eksperimental dan merupakan
bagian dari disiplin ilmu-ilmu sosial.
b.
Semua perbuatan
manusia dapat diteliti dalam berbagai pendekatan, misalnya pendekatan psikologis,
sosiologis, antropologis, dan filosofis.
c.
Ilmu akhlak
dikaji secara sistematis dan logis, sebagaimana kajiannya dari unsur-unsur
internal dan eksternal yang menjadi latar belakang lahirnya suatu tindakan,
seperti kajian tentang niat atau motivasi suatu tindakan, cara-cara bertindak,
norma-norma tindakan, dampak dari tindakan terhadap kehidupan, dan sebagainya.
d.
Dapat diuji
secara ilmiah, misalnya perilaku sosial keagamaan diuji dampaknya terhadap
kehidupan individu sebagai pelakunya, yaitu dampak terhadap kehidupan keluarga,
kepemimpinan dalam rumah tangga, kesabaran menghadapi kehidupan, pola
pendidikan keluarga dan sebagainya.
Hamzah Ya’qub (1993: 12),
menjelaskan bahwa secara terminologis ilmu akhlak adalah:
1)
Ilmu yang
menentukan batas antara yang baik dan buruk, antara yang terpuji dan tercela,
tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin;
2)
Ilmu
pengetahuan yang memberikan pengetian tentang baik dan buruk, ilmu yang
mengajarkan pergaulan manusia, dan menyatakan tujuan mereka yang terakhir dari
seluruh usaha dan pekerjaan mereka.
2.2.
Hubungan Ilmu
Akhlak dengan Ilmu Sosiologi
Secara etimologis sosiologi berasal
dari kata socius yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi sosiologi adalah
ilmu pengetahuan tentang berkawan atau di dalam arti luas adalah “ilmu
pengetahuan yang berobjek pada masalah hidup bermasyarakat”.
Dalam buku Selo Sumardjan dan
Soelaeman Soemardi yang berjudul Setangkai Bunga Sosiologi; Sosiologi sebagai
ilmu masyarakat mempelajari tentang struktur sosial yakni keseluruhan jalinan
sosial antara unsur-unsur sosial yang pokok, seperti kaidah-kaidah sosial, kelompok-kelompok
dan lapisan-lapisan sosial. Sosiologi juga mempelajari proses sosial yaitu
pengaruh timbal balik antara pel-bagai segi kehidupan bersama. Contoh hubungan
timbal balik antara kehidupan agama dan kehidupan politik, hubungan timbal balik
antara kehidupan agama dan segi kehidupan ekonomi.
Definisi sosiologi adalah daftar
yang berisi tentang macam-macam definisi tentang sosiologi yang dikemukakan
beberapa ahli.
a.
Pitirim Sorokin
Sosiologi
adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka
macam gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala keluarga, dan gejala
moral), sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik
antara gejala sosial dengan gejala non-sosial, dan yang terakhir, sosiologi
adalah ilmu yang mempelajari ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial
lain.
b.
Roucek dan
Warren
Sosiologi
adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok.
c.
William F.
Ogburn dan Mayer F. Nimkopf
Sosiologi
adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya, yaitu
organisasi sosial.
d.
J.A.A Von Dorn
dan C.J. Lammers
Sosiologi
adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses
kemasyarakatan yang bersifat stabil.
e.
Max Weber
Sosiologi
adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial.
f.
Selo Sumardjan
dan Soelaeman Soemardi
Sosiologi
adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial
termasuk perubahan sosial.
g.
Paul B. Horton
Sosiologi
adalah ilmu yang memusatkan penelaahan pada kehidupan kelompok dan produk
kehidupan kelompok tersebut.
h.
Soejono
Soekanto
Sosiologi
adalah ilmu yang memusatkan perhatian pada segi-segi kemasyarakatan yang
bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan pola-pola umum kehidupan
masyarakat.
i.
William
Kornblum
Sosiologi
adalah suatu upaya ilmiah untuk mempelajari masyarakat dan perilaku sosial
anggotanya dan menjadikan masyarakat yang bersangkutan dalam berbagai kelompok
dan kondisi.
j.
Allan Jhonson
Sosiologi
adalah ilmu yang mempelajari kehidupan dan perilaku, terutama dalam kaitannya
dengan suatu sistem sosial dan bagaimana sistem tersebut memengaruhi orang dan
bagaimana pula orang yang terlibat didalamnya memengaruhi sistem tersebut.
Hidup memasyarakat dapat dipahami
dalam pengertian yang luas, bisa dipahami dalam dimensi sempit. Masyarakat
dalam arti luas ialah kebulatan dari semua perhubungan didalam hidup
masyarakat. Sedangkan dalam arti sempit ialah suatu kelompok manusia yang
menjadi tempat hidup bermasyarakat, tidak semua aspeknya tetapi dalam berbagai
aspek yang bentuknya tidak tertentu. Masyarakat dalam arti sempit ini tidak
mempunyai arti tertentu, misalnya masyarakat mahasiswa, masyarakat pedagang, masyarakat
tani, dan lain-lain.
Mempersoalkan hubungan antara akhlak
dengan ilmu sosiologi agaknya sangat signifikan karena ilmu akhlak membahas
tentang berbagai perilaku manusia yang ditimbulkan oleh kehendak, yang tidak
dapat terlepas dari kajian kehidupan kemasyarakatan yang menjadi kajian ilmu
sosiologi.
Ilmu akhlak sebagai ilmu yang
mengkaji secara ilmiah terhadap tingkah laku manusia, sedangkan sosiologi behaviorism
sebagai ilmu yang mengkaji kompleksitas manusia sebagai masyarakat dan budaya
yang terdapat di sekitarnya yang berbentuk tindakan.
Dikatakan Ahmad Amin, bahwa
pertalian antara ilmu sosiologi dengan ilmu akhlak erat sekali. Kalau ilmu akhlak
yang dikaji tentang perilaku (suluk), artinya perbuatan dan tindakan manusia
yang ditimbulkan oleh kehendak, dimana tidak bisa terlepas kepada kajian
kehidupan kemasyarakatan yang menjadi kajian ilmu sosiologi. Hal yang demikian
itu dikarenakan manusia tidak mungkin melepaskan diri sebagai makhluk
bermasyarakat.
Memang manusia adalah makhluk
bersyarikat dan bermasyarakat, saling membutuhkan diantaranya sesamanya. Hal
ini jelas sekali bila kita perhatikan firman Allah surat Al-Hujurat ayat 13,
yang artinya:
“Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
2.3.
Hubungan Ilmu
Akhlak dengan Ilmu Psikologi
Psikologi adalah ilmu pengetahuan
yang mempelajari perilaku manusia dan proses mental. Psikologi merupakan cabang
ilmu yang masih muda atau remaja. Sebab, pada awalnya psikologi merupakan
bagian dari ilmu filsafat tentang jiwa manusia. Menurut plato dalam buku
Psikologi Umum oleh Kartini Kartono pada tahun 1996, psikologi berarti ilmu
pengetahuan yang mempelajari sifat, hakikat, dan hidup jiwa manusia (psyche =
jiwa; logos = ilmu pengetahuan).
Secara umum ilmu psikologi bisa
diartikan dengan suatu ilmu yang berkaitan
dengan proses mental seseorang, baik dalam lingkungan hidup perilaku
normal ataupun perilaku abnormal.
Umumnya ilmu psikologi tidak hanya
mempelajari proses mental seseorang tapi juga pengaruh mental tersebut pada
perilakunya.
Sehingga bisa dikatakan juga bahwa
ilmu psikologi adalah ilmu yang berkaitan dengan gejala dan kegiatan jiwa
seseorang.
Pada pokoknya, psikologi itu
menyibukkan diri dengan masalah kegiatan psikis, seperti berpikir, belajar,
menanggapi, mencinta, membenci dan lain-lain. Macam-macam kegiatan psikis pada
umumnya dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:
1)
Pengenalan atau
kognisi,
2)
Perasaan atau
emosi,
3)
Kemauan atau
konasi,
4)
Gejala
campuran.
Namun hendaknya jangan dilupakan, bahwa
setiap aktivitas psikis/jiwani itu pada waktu yang sama juga merupakan
aktifitas fisik/jasmani. Pada semua kegiatan jasmaniah kita, otak dan perasaan
selalu ikut berperan dan juga alat indera dan otot-otot ikut mengambil bagian
didalamnya.
Psikologi secara
umum dapat didefinisikan sebagai disiplin ilmu yang berfokus pada perilaku dan
berbagai proses mental serta bagaimana perilaku dan berbagai proses mental ini
dipengaruhi oleh kondisi mental organisme dan lingkungan eksternal. Meskipun
demikian defenisi ini sedikit menyerupai cara mendefenisikan sebuah mobil
sebagai sebuah kendaraan yang digunakan manusia untuk bepergian ketempak satu
dan ketempat lain, tampa menjelasan apa perbedaan atara mobil dan kerata api
atau bus, bagaimana mobil pord berbeda dengan mobil ferrary,
bagaimana cara kerja catalystic converter. Untuk memperoleh gambaran
yang lebih jelas apa itu psikologi ada perlu memahami lebih jah mengenai
metodenya, hasil-hasil temuanya dan berbagai cara yang iasa ditempuh untuk
mengiterpretasikan informasinya. Kita akan mulai dengan melihat secara lebih
deat apa yang bukan merupakan psikologi.
Sebagaimana dengan sosiologi, ilmu akhlak
berhubungan pula dengan psikologi. Psikologi menyelidiki dan membiacarakan
kekuatan perasaan, paham, mengenal, ingatan, kehendak, kemerdekaan, khayal, dan
rasa kasih sayang kesemuanya dibutuhkan oleh ilmu ahlak.
Ada banyak ahli yang mengemukakan
pendapat tentang pengertian psikologi, diantaranya:
a.
Ensiklopedi
Nasional Indonesia Jilid 13 (1990)
Psikologi
adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dan binatang baik yang dapat
dilihat secara langsung maupun yang
tidak dapat dilihat secara langsung.
b.
Dakir (1993)
Psikologi
membahas tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan lingkungannya.
c.
Muhibbin Syah
(2001)
Psikologi
adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku terbuka dan tertutup pada
manusia baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan
lingkungan. Tingkah laku terbuka adalah tingkah laku yang bersifat psikomotor yang
meliputi perbuatan berbicara, duduk, berjalan dan lain sebgainya, sedangkan
tingkah laku tertutup meliputi berfikir, berkeyakinan, berperasaan dan lain
sebagainya.
Dari beberapa definisi tersebut
diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian psikologi adalah ilmu pengetahuan
yang mempelajari tingkah laku manusia, baik sebagai individu maupun dalam
hubungannya dengan lingkungannya. Tingkah laku tersebut berupa tingkah laku
yang tampak maupun tidak tampak, tingkah laku yang disadari maupun yang tidak
disadari.
Psikologi mempelajari tingkah laku
manusia selaku anggota masyarakat sebagai manifestasi dan aktivitas rohaniah,
terutama yang ada hubungannya dengan tingkah laku, baik didalam maupun luar
kelompoknya, juga interaksi (saling memengaruhi) antara satu dengan lainnya
dalam masyarakat. Adapun ilmu ahlak memberikan gambaran kepada manusia tentang
pekerjaan yang baik dan pekerjaan yang buruk pekerjaan yang halal dan pekerjaan
yang haram.
Berbicara dalam hal relevansi dan
hubungan ilmu akhlak dengan ilmu psikologi sebenarnya merupakan bahasan yang
sangat strategis. Karena antara akhlak dengan ilmu psikologi memiliki hubungan
yang sangat kuat dimana, objek sasaran penyidikan psikologi adalah terletak
pada domain perasaan, khayal, paham, kamauan, ingatan, cinta dan kenikmatan.
Sedangkan akhlak sangat menghajatkan apa yang dibicarakan oleh ilmu jiwa,
bahkan ilmu jiwa adalah pendahuluan tertentu bagi akhlak.
Dengan lain perkataan, ilmu jiwa
sasarannya meneliti paranan yang dimainkan dalam perilaku manusia, karenanya dia
meneliti suara hati (dhamir), kamauan (iradah), daya ingatan, hafalan dan
pengertian, sangkaan yang ringan (waham) dan kecenderungan-kecenderungan
(wathif) manusia. Itu semua menjadi lapangan kerja jiwa, yang menggerakan
manusia untuk berbuat dan berkata. Oleh karena itu ilmu jiwa merupakan
muqaddimah yang pokok sebelum mengadakan kajian ilmu akhlak.
Akhlak akan mempersoalkan apakah
jiwa mereka tersebut termasuk jiwa yang baik atau buruk. Dengan demikian,
menjadi jelas bahwa ahlak mempunyai hubungan dengan ilmu jiwa. Dimana ilmu akhlak
melihat dari segi apa yang sepatutnya dikerjakan manusia, sedangkan ilmu jiwa
meneropong dari segi apa yang menyebabkan terjadi perbuatan itu.
Dalam psikologi mempelajari tingkah
laku manusia dan dijadikan bahan kajian dalam melihat keadaan kejiwaan manusia
yang sesungguhnya berhubungan erat dengan ilmu akhlak. Karena ilmu akhlak
mempelajari tentang perbuatan manusia pula. Namun, dalam ilmu akhlak dipelajari
juga perbuatan yang salah, benar dan perbuatan yang memang sepatutnya dilakukan
sedangkan psikologi hanya mempelajari penyebab mengapa perbuatan itu dilakukan.
2.4.
Hubungan Ilmu
Akhlak dengan Ilmu Hukum
Menurut Satjipto Rahardjo Ilmu hukum adalah ilmu pengetahuan yang
berusaha menelaah hukum. Ilmu hukum mencakup dan membicarakan segala hal yang
berhubungan dengan hukum. Ilmu hukum objeknya hukum itu sendiri. Demikian
luasnya masalah yang dicakup oleh ilmu ini, sehingga sempat memancing pendapat
orang untuk mengatakan bahwa “batas-batasnya tidak bisa ditentukan” (Curzon,
1979 : v).
Ilmu hukum adalah suatu pengetahuan
yang objeknya adalah hukum dan khususnya mengajarkan perihal hukum dalam segala
bentuk dan manifestasinya, ilmu hukum sebagai kaidah, ilmu hukum sebagi ilmu
pengertian dan ilmu hukum sabagai ilmu kenyataan. Ilmu hukum itu sendiri adalah
peraturan-peraturan yang berlaku di masyarakat, bersifat mengatur dan memaksa.
Curzon berpendapat bahwa ilmu hukum
adalah suatu ilmu pengetahuan yang mencakup dan membicarakan segala hal yang
berhubungan dengan hukum (Satjpto Raharjo, 1982:3). Ruang lingkup ilu hukum itu
sangat kompleks, tidak hanya membicarakan tentang peraturan perundang-undangan
saja, melainkan juga sifat, perkembangannya dari masa lalu sampai sekarang,
serta fungsi-fungsi ilmu hukum pada tingkat peradaban umat manusia. Jadi ilmu
hukum tidak hanya mempersoalkan tatanan suatu hukum tertentu disuatu Negara.
Dengan demikian dapat dikatakan dengan singkat bahwa obyek ilmu hukum ialah
hukum dalam suatu fenomena dalam kehidupan manusia di mana saja dan kapan saja.
Hukum itu sebagai fenomena universal dan bukan lokal atau regional (Satjpto
Raharjo, 1982:3).
Selanjutnya menurut J.B. Daliyo Ilmu
hukum adalah ilmu pengetahuan yang objeknya hukum. Dengan demikian maka ilmu
hukum akan mempelajari semua seluk beluk mengenai hukum, misalnya mengenai asal
mula, wujud, asas-asas, sistem, macam pembagian, sumber-sumber, perkembangan,
fungsi dan kedudukan hukum di dalam masyarakat. Ilmu hukum sebagai ilmu yang
mempunyai objek hukum menelaah hukum sebagai suatu gejala atau fenomena
kehidupan manusia dimanapun didunia ini dari masa kapanpun. Seorang yang
berkeinginan mengetahui hukum secara mendalam sangat perlu mempelajari hukum
itu dari lahir, tumbuh dan berkembangnya dari masa ke masa sehingga sejarah
hukum besar perannya dalam hal tersebut.
Pokok pembicaraan dua ilmu ini
adalah perbuatan manusia. Tujuannya pun hampir sama, yaitu mengatur perbuatan
manusia demi terwujudnya keserasian, keselarasan, keselamatan, dan kebahagiaan.
Cara kita bertindak terdapat pada kaidah-kaidah hukum dan akhlak akan tetapi,
ruang lingkup akhlak lebih luas. Ilmu akhlak memerintahkan perbuatan yang
bermanfaat dan melarang perbuatan yang membahayakan, sedangkan ilmu hukum tidak
demikian karena banyak perbuatan yang jelas-jelas bermanfaat, tetapi tidak
miskin dan perlakuan baik antara suami dan istri. Demikian pula, dicegahnya,
seperti dusta dan dengki. Ilmu hukum tidak mencampuri hal-hal seperti ini
karena hukum tidak mempunyai kapasitas untuk memerintah dan melarang.
Sekalipun demikian, hukum islam
memiliki lingkup pembahasan lebih lengkap dengan ilmu ahlak. Sebab, semua
perbuatan yang dinilai baik atau buruk oleh ahalak ternyata mendapatkan pula
kepastian hukum tertentu. Contoh, menyingkirkan duri dari jalan raya. Untuk
perbuatan baik ini, ahlak menilainya sebagai perbuatan yang baik hukum positif
menilainya tidak berarti apa-apa, sedangkan hukum islam menilainya dianjurkan
(mandub).
Dengan demikian, pertalian atara
hukum islam dan ahlak lebih erat dibandingkan dengan hukum positif atau etika
filsafat. Setiap perbuatan yang dinilai oleh akhlak pasti mendapatkan kepastian
hukum islam berupa salah satu dari lima kategori, yaitu wajib, sunnah, mubah,
haram, dan makruh. Sebaliknya untuk segala perbuatan yang diputuskan hukumnya
oleh hukum islam, akhlak selalu memberikan penilaian tentang baik buruknya. Ini
adalah manifestasi dari luasnya ruang lingkup hukum yang menilai setiap
perbuatan.
Disamping itu, ilmu hukum hanya
mempelajari atau melihat tingah laku dari segi luar saja, sedangkan ilmu akhlak
disamping melihat dari sisi luar, juga melihat dari sisi batin.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Ilmu akhlak adalah ilmu yang
mempelajari tentang suatu perbuatan yang baik dan buruk suatu perbuatan
tersebut dan dalam ilmu akhlak mempelajari pula tentang motivasi suatu
tindakan, cara-cara bertindak, norma-norma tindakan, dampak dari tindakan
terhadap kehidupan dan sebagainya.
Ilmu Sosiologi dengan ilmu akhlak
erat sekali. Kalau ilmu akhlak yang dikaji tentang prilaku (suluk), artinya
perbuatan dan tindakan manusia yang ditimbulkan oleh kehendak, dimana tidak
bisa terlepas kepada kajian kehidupan kemasyarakatan yang menjadi kajian ilmu
sosiologi. Hal yang demikian itu dikarenakan manusia tidak mungkin melepaskan
diri sebagai makhluk bermasyarakat.
Dalam psikologi mempelajari tingkah
laku manusia dan dijadikan bahan kajian dalam melihat keadaan kejiwaan manusia
yang sesungguhnya berhubungan erat dengan ilmu akhlak. Karena ilmu akhlak
mempelajari tentang perbuatan manusia pula. Namun, dalam ilmu akhlak dipelajari
juga perbuatan yang salah, benar dan perbuatan yang memang sepatutnya dilakukan
sedangkan psikologi hanya mempelajari penyebab mengapa perbuatan itu dilakukan.
Dan pertalian antara hukum islam dan
akhlak lebih erat dibandingkan dengan hukum positif atau etika filsafat. Setiap
perbuatan yang dinilai oleh akhlak pasti mendapatkan kepastian hukum islam
berupa salah satu dari lima kategori, yaitu wajib, sunnah, mubah, haram, dan
makruh. Sebaliknya untuk segala perbuatan yang diputuskan hukumnya oleh hukum
islam, akhlak selalu memberikan penilaian tentang baik buruknya.
3.2.
Saran
Setelah kita mempelajari ilmu
akhlak, maka sudah sepatutnya kita bisa membedakan mana yang baik dan mana yang
benar. Dan setelah kita bisa memebedakannya, maka kita harus berakhlak baik
sebagai pengaplikasian materi yang sudah kita pelajari.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihon, 2008. Akidah Akhlak, Bandung: Pustaka Setia.
Anwar, Rosihon,
2010. Akhlak Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia.
Beni Ahmad
Saebani dan Abdul Hamid, (2010). Ilmu Akhlak, Bandung: Pustaka Setia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar