BAB 1
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nabi
Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam adalah utusan Allah yang terakhir.
Baginda adalah pembawa rahmat untuk seluruh alam dan merupakan Rasulullah bagi
seluruh umat di dunia. Sesungguhnya Nabi Muhammad S.A.W merupakan satu
anugerah dan kurniaan Allah SWT kepada umat manusia untuk menunjukkan jalan
yang lurus dan benar.
Baginda bukan hanya
diangkat sebagai seorang rasul tetapi juga sebagai khalifah, yang mengetuai
angkatan tentera Islam, membawa perubahan kepada umat manusia, mengajarkan
tentang arti persaudaraan, akhlak dan budi pekerti kehidupan yang segalanya
hanya karena Allah SWT.
Nabi Muhammad dilahirkan
di Mekah dan kembali ke rahmatullah di Madinah. Nabi Muhammad S.A.W merupakan
Rasul dan Nabi terakhir bagi umat manusia dan seluruh alam. Nabi Muhammad merupakan pelengkap ajaran Islam.
Beliau juga digelar Al Amin (الأمين)
yang bermaksud 'yang terpuji'.
B. Tujuan
Tujuan penulis menyusun makalah ini yaitu
:
· a.
Mengetahui sejarah Nabi Muhammad SAW
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kelahiran Nabi Muhammad Saw
Nabi Muhammad dilahirkan pada
tanggal 20 April 571 M, bertepatan dengan tanggal 12 Rabi’ul Awwal Hijriyah.
Tahun kelahirannya disebut Tahun Gajah,
karena bersamaan dengan peristiwa penyerangan Raja Abrahah, penguasa Yaman,
dengan pasukan gajahnya ke Makkah untuk menghancurkan Ka’bah. Ia lahir dalam keadaan yatim, karena ayahnya,
Abdullah bin Abdul Muththalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qushai bin Kilab,
telah lebih dahulu meninggal dunia. Sudah menjadi kebiasaan bangsawan Makkah
untuk menyusukan anak-anak mereka kepada perempuan Badwi. Demikian halnya
dengan Muhammad, ia disusukan dan diasuh oleh seorang perempuan Badwi bernama
Halimah al-Sa’diyah. Nabi Muhammad baru kembali ke pangkuan ibunya setelah
berusia lima tahun. Akan tetapi tidak lama berada dipangkuannya, karena pada
usia enam tahun ibunya meninggal dunia. Ibunya meninggal dalam perjalanan
pulang setelah ia mengunjungi makam ayahnya yang dikuburkan di Ysrib (Madinah).
Setelah itu Nabi Muhammad berada di bawah asuhan kakeknya, Abdul Muthalib.
Hanya dua tahun Abdul Muthalib mengasuh cucunya, karena pada usia delapan
tahun, sang kakek juga meninggal dunia (578 M).
Selanjutnya Muhammad diasuh oleh
pamannya, Abu Thalib. Secara ekonomi pamannya bukanlah termasuk golongan orang kaya, oleh karena itu ia harus
melakukan beberapa pekerjaan yang bisa meringankan beban sang paman. Sebagai
contoh, pada masa anak-anak Muhammad sudah bekerja menggembalakan kambing. Baru
pada usia 12 tahun, ia diajak serta oleh pamannya untuk berdagang ke Syria.
Dalam perjalanan ini, kafilah dagangnya bertemu dengan seorang pendeta Kristen
bernama Buhairah. Pendeta ini melihat tanda-tanda kenabian pada diri Muhammad
sesuai dengan petunjuk ceritera-ceritera
Kristen. Sang pendeta menyarankan kepada Abu Thalib untuk menjaga anak ini dengan
baik.
Setelah menginjak usia dewasa, pada
usianya yang kedua puluh lima, Muhammad dipercaya berangkat sendiri ke Syria
untuk membawa barang dagangan milik saudagar wanita kaya raya yang bernama
Khadijah. Dalam perjalanan ini Muhammad memperoleh untung yang besar. Ada
ceritera menarik yang mengiringi perjalanan dagang Muhammad yang sampai ke
telinga Khadijah, seperti kepribadian dan kejujurannya dalam berdagang.
Ceritera tentang kepribadian dan
kejujuran Muhammad ini ternyata telah mengundang simpati Khadijah. Rasa simpati yang tertanam
kuat dalam diri Khadijah, akhirnya mendorong dirinya untuk melamar Muhammad
menjadi suaminya. Pada usia 25 tahun, Muhammad menikahi Khadijah, seorang janda
saudagar yang berusia 40 tahun.
Pada usia 30
tahunan, Muhammad SAW sebagai tanda kecerdasan dan bijaksanya beliau, Nabi SAW
mampu mendamaikan perselisihan kecil yang muncul di tengah-tengah suku Quraisy
yang sedang melakukan renovasi Ka’bah. Mereka mempersoalkan siapa yang paling
berhak menempatkan posisi Hajar Aswad di Ka’bah. Beliau membagi tugas kepada
mereka dengan teknik dan strategi yang sangat adil dan melegakan hati mereka.
Pada masa
mudanya, beliau telah menjadi pengusaha sukses dan hidup berkecukupan dari
hasil usahanya. Kemudian pada usia 25 tahun, beliau menikah dengan pemodal
besar Arab dan janda kaya Mekah, Khadijah binti Khuwailid yang telah berusia 40
tahun.
Adapun isteri-isteri Nabi Muhammad SAW
berjumlah 11 orang, yaitu :
1.
Khadijah
binti Khuwailid
2.
Saudah binti
jam’ah
3.
Aisyah binti
Abu Bakar ra.
4.
Hafshah
binti Umar ra.
5.
Hindun ummu
salamah binti Abu Umayyah
6.
Ramlah Ummu
Habibah binti Abu Sofyan
7.
Zainab binti
Jahsyin
8.
Zainab binti
Khuzaimah
9.
Maimunah
binti Al-Harts Al-Hilaliyah
10.
Juwairiyah
binti Al-Haarits
11.
Sofiyah
binti Huyay
Dari 11
isteri Nabi SAW ini yang wafat saat Nabi SAW masih hidup adalah 2 orang yaitu
Khadijah dan Zainab binti Khuzaimah, sedangkan sedangkan isteri Nabi yang 9
orang masih hidup saat Nabi SAW wafat. Isteri Nabi SAW yang tersebut disebut
dengan Ummul Mu’minin artinya ibu orang-orang beriman. Mereka banyak menolong
penyebaran agama Islam di kalangan kaum ibu.
Nabi Muhammad SAW mempunyai 7 orang anak, 3
laki-laki dan 4 perempuan yaitu :
1.
Qasim
2. Abdullah
3.
Zainab
4.
Fatimah
5.
Ummu kalsum
6.
Rukayyah
7.
Ibrahim
Ibu
anak-anak Nabi SAW itu semuanya dari isteri nabi Khadijah, kecuali Ibrahim,
yang ibu Mariyatul Qibtiyyah (seorang hamba perempuan yang dihadiahkan oleh
seorang pembesar Mesir kepada Nabi SAW. Anak-naka Nabi SAW tersebut wafat pada
saat Nabi SAW masih hidup, kecuali Fatimah yang wafat beberapa bulan setelah
Nabi SAW wafat.
Diriwayatkan tatkala Nabi SAW akan wafat
beliau membisikkan kepada Fatimah ra, bahwa beliau akan berpulang ke hadirat
Allah, dan mendengar itu Fatimah menangis dengan sedih, dan beberapa saat
setelah itu Nabi SAW membisikan lagi sesuatu kepada Fatimah ra, mendengar
bisikan yang kedua ini Fatimah ra tersenyum, ternyata bisikan bahwa dikabarkan
bahwa setelah Nabi SAW wafat tidak ada orang yang pertama meninggal kecuali
Fatimah ra, sungguh mulia Fatimah tersenyum walau mendengar kabar yang tentang
wafat nya diri beliau, tapi semua tertutup karena cinta yang mendalam kepada
sang ayah tercinta.
B. Kerasulan Muhammad SAW
1.
Awal
Kerasulan
Menjelang
usianya yang keempat puluh, Muhammad SAW terbiasa memisahkan diri dari
pergaulan masyarakat umum, untuk berkontemplasi di Gua Hira, beberapa kilometer
di Utara Mekah. Di gua tersebut, nabi mula-mula hanya berjam-jam saja,
kemudian berhari-hari bertafakur. Pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 M,
Muhammad SAW mendapatkan wahyu pertama dari Allah melalui Malaikat Jibril.
Pada saat beliau tidur dan terbangun dengan
tiba-tiba pada malam itu di gua bernama Hira, dalam ketakutan yang luar biasa,
seluruh tubuhnya, seluruh diri bathinnya, dicengkeram oleh sebuah kekuatan yang
sangat besar, seolah-olah seorang malaikat telah mencengkeram beliau dalam
pelukan yang menakutkan yang seakan mencabut kehidupan dan napas darinya.
Ketika beliau berbaring di sana, remuk redam, beliau mendengar perintah,
“Bacalah!” beliau tidak dapat melakukan ini beliau bukan penyair terdidik,
bukan peramal, bukan penyair dengan seribu kalimat yang tersusun dengan baik
yang siap dibibir beliau. Ketika itu beliau protes bahwa beliau adalah buta
huruf, malaikat itu merangkulnya lagi dengan kekuatan yang begitu rupa, hingga
turunlah ayat yang pertama yaitu ayat 1 sampai 5 dalam surat Al-‘Alaq.
1. Bacalah dengan (menyebut) nama
Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia
Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha
pemurah,
4. Yang mengajar (manusia) dengan
perantaran kalam
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Dia merasa
ketakutan karena belum pernah mendengar dan mengalaminya. Dengan turunnya wahyu
yang pertama itu, berarti Muhammad SAW telah dipilih Allah sebagai nabi. Dalam
wahyu pertama ini, dia belum diperintahkan untuk menyeru manusia kepada suatu
agama.
Peristiwa
turunnya wahyu itu menandakan telah diangkatnya Muhammad SAW sebagai seorang
nabi penerima wahyu di tanah Arab. Malam terjadinya peristiwa itu kemudian
dikenal sebagai “Malam Penuh Keagungan” (Laylah al-qadar), dan menurut
sebagian riwayat terjadi menjelang akhir bulan Ramadhan. Setelah wahyu pertama
turun, yang menandai masa awal kenabian, berlangsung masa kekosongan, atau masa
jeda (fatrah). Ketika hati Muhammad SAW diliputi kegelisahan yang sangat
dan merasakan beban emosi yang menghimpit, dia pulang ke rumah dengan perasaan
waswas, dan meminta istrinya untuk menyelimutinya. Saat itulah turun wahyu yang
kedua yang berbunyi:
“Wahai kau yang berselimut! Bangkit dan berilah peringatan!.”
Dan seterusnya, yaitu surat al-Muddatstsir:
1-7. Wahyu yang telah, dan kemudian turun sepanjang hidup Muhammad SAW, muncul
dalam bentuk suara-suara yang berbeda-beda. Tapi pada periode akhir
kenabiannya, wahyu surah-surah Madaniyah turun dalam satu suara.
2.
Pertengahan
Kerasulan
Setelah
beberapa lama dakwah Nabi Muhammad SAW tersebut dilaksanakan secara individual,
turunlah perintah agar nabi menjalankan dakwah secara terbuka. Mula-mula beliau
mengundang dan menyeru kerabat karibnya dan Bani Abdul Muthalib. Beliau
mengatakan di tengah-tengah mereka, “Saya tidak melihat seorang pun di
kalangan Arab yang dapat membawa sesuatu ke tengah-tengah mereka lebih baik
dari apa yang saya bawa kepada kalian. Kubawakan kepada kalian dunia dan
akhirat yang terbaik. Tuhan memerintahkan saya mengajak kalian semua. Siapakah
diantara kalian yang mau mendukung saya dalam hal ini?”. Mereka semua
menolak kecuali Ali bin Abi Thalib.
Pada
permulaan dakwah ini orang yang pertama-tama merima dakwah nabi yaitu dengan
masuk Islam adalah, dari pihak laki-laki dewasa adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq,
dari pihak perempuan adalah isteri nabi SAW yaitu Khadijah, dan dari pihak
anak-anak adalah Ali bin Abi Thalib ra.
Dalam memulai dakwah nabi banyak mendapat
halangan dari pihak kafir quraisy mekah dan berbagai bujuk rayu yang dilakukan
kaum Quraisy untuk menghentikan dakwah Nabi gagal, tindakan-tindakan kekerasan
secara fisik yang sebelumnya sudah dilakukan semakin ditingkatkan. Kekejaman
yang dilakukan oleh penduduk Mekah terhadap kaum muslimin itu, mendorong Nabi
Muhammad SAW untuk mengungsikan sahabat-sahabatnya ke luar Mekah. Pada tahun
kelima kerasulannya, nabi menetapkan Habsyah (Ethiopia) sebagi negeri tempat
pengungsian.
v Dakwah tertutup
Seiring dengan penunjukannya sebagai
Rasulullah, Nabi Muhammad mulai mendakwahkan ajaran Islam secara diam-diam
kepada kaum kerabat dan sahabat-sahabat terdekatnya. Mereka ini biasanya
disebut as-Sabiqunal Awwalun (Pemeluk
Islam Pertama). Dakwah yang dilakukan Nabi secara diam-diam ini berlangsung
selama tiga tahun.
Pemeluk Islam pertama Khadijah
adalah orang pertama yang menerima kebenaran Islam dari Nabi Muhammad. Ia
adalah isteri Nabi dan sekaligus modal yang besar bagi perjuangan Nabi sebagai
suaminya. Dia selalu mendukung Nabi dalam keadaan bagaimanapun. Orang kedua
setelah Khadijah yang mengakui kebenaran Islam adalah Abu Bakar. Ialah orang
laki-laki pertama dewasa yang memeluk Islam. Sebelumnya, Abu Bakar sudah
berteman akrab dengan Nabi, lagi pula ia menduduki posisi terhormat di Makkah.
Ia langsung menerima berita kenabian Muhammad tanpa pikir panjang.
Di kalangan anak-anak, Ali bin Abi
Thalib adalah yang pertama mengikuti jejak Khadijah dan Abu Bakar. Dia adalah
sepupu Nabi sendiri. Dari kalangan hamba sahaya, yang memeluk Islam pertama
kali adalah Zaid bin Haritsah. Dia adalah budak yang dimerdekakan Nabi. Sedang
Ummu Aiman adalah budak pertama perempuan yang memeluk Islam. Begitulah, Nabi pertama-tama mendapat
dukungan dari keluarganya dan teman-teman dekatnya. Dengan ini, Nabi berhasil
melakukan uji coba untuk menyampaikan kebenaran Islam yang dibawanya. Setelah
lima orang tersebut, lalu menyusullah para pemeluk Islam lainnya, seperti
‘Ammar bin Yasir, Khabbab bin al-Arat, ‘Usman bin ‘Affan, ‘Abdurrahman bin
‘Auf, Sa’ad bin abi Waqas, Thalhah bin Ubaidah, Zubair bin ‘Awwam, Abu Ubaidah
bin Jarrah, Arqam, Sa’id bin Zaid, ‘Abdullah bin Mas’ud, ‘Usman bin Mazh’un,
dan Shuhaib al-Rumi. Banyak di antara mereka ini yang masuk Islam karena Abu
Bakar.
Pada tahap awal ini orang-orang Islam melakukan shalat secara
sembunyi-sembunyi, mengingat strateginya yang masih merupakan missi rahasia.
Missi rahasia ini berlangsung kira-kira tiga tahun. Dalam masa ini umat Islam
sudah berjumlah empat puluh orang. Mereka kebanyakan orang miskin dan berasal
dari hamba sahaya. Justeru dari orang miskin inilah Islam itu ditegakkan.
v Dakwah terbuka
Pada kira-kira tahun 613 M, Nabi
Muhammad mulai melakukan dakwahnya secara terbuka. Ia dan pengikutnya sering
menghabiskan waktunya di rumah al-Arqam untuk bersama-sama mempelajari agama
Islam dan melakukan ibadah bersama. Sewaktu-waktu mereka pun melakukan
peribadatan bersama dan berdakwah di Ka’bah. Ajaran pokok yang disampaikan Nabi Muhammad pada periode ini adalah masalah
aqidah. Islam menegaskan ajaran
tauhid (keesaan Allah), dan
ajaran tentang akan datangnya hari akhir (yaumul akhir). Ajaran ini menyatakan
bahwa Allahlah yang menciptakan manusia, Allah pula yang menetapkan aturan
dalam kehidupan manusia, oleh karena itu manusia akan dimintai tanggung jawab
atas apa yang telah dilakukannya di akhirat kelak. Sejak memulai misi kenabiannya,
dalam kurun tiga tahun ada 39 orang yang menjadi pengikutnya. Pada masa
berikutnya tercatat 70 orang masuk Islam, yang sebelumnya adalah para
penentangnya. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang muda yang usianya di
bawah 30 tahun. Di antara mereka adalah anak dan saudara dari pedagang-pedagang
kaya di Makkah.
Usaha
orang-orang Quraisy untuk menghalangi hijrah ke Habsyah ini, termasuk
membujuk Negus (Raja) agar menolak kehadiran umat Islam
di sana, gagal. Bahkan, di tengah meningkatnya kekejaman itu, dua orang Quraisy
masuk Islam, Hamzah dan Umar ibn Khathab. Dengan masuk Islamnya dua tokoh besar
ini posisi Islam semakin kuat.
Tatkala
banyaknya tekanan dari berbagai pihak Nabi SAW mengalami kesedihan yang
mendalam yaitu wafat nya seorang paman yaitu Abu Thalib sebagai pelindung dan
isteri tercinta yang setia menemani hari-hari beliau yaitu Khadijah binti
Khuwailid, sehingga Allah menghibur hati baginda Rasul SAW dengan terjadinya
Isra’ dan Mi’rajnya Nabi Muhammad SAW. diriwayatkan pada suatu malam ketika
Nabi SAW ada di Masjidil Haram di Mekkah, datanglah Jibril as. Dan beserta
malaikat yang lain, lalu dibawanya dengan mengendarai Buroq ke
Masjidil Aqsa di negeri Syam, kemudian Nabi SAW dinaikkan ke langit untuk
diperlihatkan kepada Nabi SAW tanda-tanda kebesaran dan kekayaan Allah SWT,
pada malam itu juga Nabi SAW kembali kenegeri Mekkah. Perjalanan dari Masjidil
Haram ke Masjidil Aqso dinamakan Isra, dan dinaikkannya Nabi SAW dari Masjidil
Aqso ke langit disebut Mi’raj. Pada malam inilah mulai di wajibkan Shalat
Fardlu 5 kali dalam sehari.
Setelah
peristiwa Isra’ dan Mi’raj, suatu perkembangan besar bagi kemajuan dakwah Islam
muncul. Perkembangan itu diantaranya datang dari sejumlah penduduk Yatsrib yang
berhaji ke Mekah. Mereka, yang terdiri dari suku ‘Aus dan Khazraj, masuk Islam
dalam tiga gelombang. Pertama, pada tahun kesepuluh kenabian, beberapa
orang Khazraj menemui Muhammad SAW untuk masuk Islam, dan mengharapkan agar
ajaran Islam dapat mendamaikan permusauhan suku ‘Aus dan Khazraj. Kedua, pada
tahun keduabelas kenabian, delegasi Yatsrib terdiri dari sepuluh orang Khazraj
dan dua orang ‘Aus serta seorang wanita menemui Muhammad SAW di tempat
bernama Aqabah. Mereka menyatakan ikrar kesetiaan. Ikrar ini dinamakan dengan
perjanjian “Aqabah Pertama”. Ketiga, pada musim haji berikutnya, jama’ah haji
yang datang dari Yatsrib berjumlah 73 orang. Atas nama penduduk Yatsrib, mereka
meminta Muhammad SAW dan Muslimin Makkah agar berkenan pindah ke Yatsrib.
Mereka berjanji akan membelanya dari segala ancaman. Perjanjian ini dinamakan
dengan perjanjian “Aqabah Kedua”.
Dalam
perjalanan ke Yatsrib nabi ditemani oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq. Ketika di Quba,
sebuah desa yang jaraknya sekitar lima kilometer dari Yatsrib, nabi istirahat
beberapa hari lamanya. Dia menginap di rumah Kalsum bin Hindun. Di halaman
rumah ini nabi membangun sebuah mesjid. Inilah mesjid pertama yang dibangun
nabi, sebagai pusat peribadatan. Tak lama kemudian, Ali bin Abi Thalib menyusul
nabi, setelah menyelesaikan segala urusan di Mekah.
Sementara
itu, penduduk Yatsrib menunggu-nunggu kedatanganya. Waktu yang mereka
tunggu-tunggu itu tiba, mereka menyambut nabi dan kedua sahabatnya dengan penuh
kegembiraan. Sejak itu, sebagai penghormatan terhadap nabi, nama kota Yatsrib
diubah menjadi Madinatun Nabi (Kota Nabi) atau sering
disebut Madinatul Munawwarah (Kota yang bercahaya), karena
dari sanalah sinar Islam memancar keseluruh dunia.
Kejadian itu disebut dengan “hijrah”
bukan sepenuhnya sebuah “pelarian”, tetapi merupakan rencana perpindahan yang
telah dipertimbangkan secara seksama selama sekitar dua tahun sebelumnya. Tujuh
belas tahun kemudian, Khalifah Umar bin Khattab menetapkan saat terjadinya
peristiwa hijrah sebagai awal tahun Islam, atau tahun qamariyah.
Lintasan
Sejarah Perjalanan Nabi Muhammad Saw.
571 Kelahiran
Nabi Muhammad Saw.
575/576 Ikut Ibunya ke Madinah untuk berjiarah ke
makam ayahnya, tahun itu juga Aminah (ibunya) meninggal dunia.
578 Abdul
Muthalib (kakek) meninggal dunia.
595 Menikah
dengan Khadijah
610 Awal
risalah Nabi Muhammad
613
Periode dakwah pertama
(diam-diam)
615 Hijrah
ke Abbesina
616-619 Boikot terhadap Bani Hasyim
619 Kematian Khadijah
dan Abu Thalib; Nabi Muhammad mencari dukungan ke Thaif
621 Persetujuan Aqabah I dengan orang
Madinah
622 Persetujuan Aqabah II, dan hijrah ke
Madinah
C.
Akhir Masa Kerasulan
1.
Nabi Muhammad Saw Hijrah ke Madinah
·
Mengenal masyarakat Madinah sebelum
Islam Datang
Kota Madinah sebelumnya bernama
Yatsrib. Kota Madinah dikenal setelah masuknya Islam ke kota ini. Madinah juga
dikenal dengan Madinatun Nabi (Masjid Nabi) atau al-Madinah al-Munawwarah (Kota yang Bercahaya). Keadaan sosial
masyarakat Yatsrib sebelum kedatangan Nabi Muhammad Saw. memiliki beberapa
kemiripan dengan keadaan di Makkah. Suku-suku dan kelompok masyarakat yang
tinggal di sana berperang satu sama lain. Tidak ada suatu model pemerintahan yang
mengatur kehidupan masyarakatnya, seperti halnya kerajaan. Kekuasaan berada di
tangan suku-suku atau kelompok tertentu secara bergantian. Bergantung kepada
siapa yang paling kuat di antara mereka. Keadaan yang sedikit membedakan antara
Makkah dengan Madinah adalah situasi alam dan watak penduduknya. Madinah
merupakan kota pertanian yang subur. Menurut Husen Haikal, penulis buku Sejarah
Hidup Muhammad, Madinah merupakan kota yang makmur dan subur dengan
pertaniannya. Air yang tersedia di kota ini mencukupi untuk membangun
pertanian. Kota ini dikelilingi oleh
gunung berbatu.
Wilayah terpenting dari kota ini
adalah daerah Harrah Waqim di sebelah timur, dan Harrah al-Wabarah di bagian
barat. Harrah Waqim tanahnya lebih subur dan lebih banyak jumlah penduduknya
dibanding Harrah al-Wabarah. Bukit Uhud terletak di sebelah utara Madinah, dan
bukit Atsir ada di bagian barat daya. Di
Madinah juga terdapat banyak lembah, yang paling terkenal di antaranya adalah
Wadi Bathan, Mudhainib, Mahzur, dan al-Aqiq. Lembah atau ngarai ini mengalir dari
selatan ke utara. Karena penduduknya yang kebanyakan bertani, maka watak mereka
lebih tenang di banding penduduk Makkah. Sebelum munculnya suku Aus dan Khazraj
sebagai suku yang menonjol, yang berkuasa di Madinah adalah orang-orang Yahudi.
Orang-orang Yahudi tiba dan menetap di Madinah sejak mereka terusir akibat
adanya invasi (penyerangan) bangsa Romawi ke wilayah Syria dan Mesir.
Orang-orang Yahudi dari Bani Quraizhah
dan Bani Nazhir datang ke Madinah dan menetap di sana. Mereka menetap di Harrah
Waqim, daerah bagian timur Madinah, yang merupakan daerah paling subur.
Kehidupan mereka lebih baik dan bersatu. Mereka disebutkan sebagai kelompok
yang paling makmur dan berbudaya. Oleh karena itu, jelaslah bahwa sebelum
kedatangan orang-orang Arab, Madinah sepenuhnya dikuasai oleh orang-orang
Yahudi, baik secara ekonomi, politik, maupun intelektual. Sejarah menyebutkan
bahwa orang-orang Masehi (Kristen) di Syam (Siria) sangat membenci orang-orang
Yahudi. Mereka meyakini bahwa orang Yahudilah yang telah menyiksa dan menyalib
Isa al-Masih. Karena alasan yang demikian, mereka menyerbu Madinah untuk
memerangi orang-orang Yahudi. Dalam penyerbuan tersebut, orang-orang Kristen
meminta bantuan suku Aus dan Khazraj.
Suku Aus dan Khazraj, seperti halnya
kaum Yahudi, juga merupakan pendatang. Mereka berasal dari salah satu kabilah
di Arab Selatan. Suku Aus dan Khazraj berasal dari salah satu suku besar di
Yaman, yaitu Azd. Salah satu alasan mereka bermigrasi (berpindah) ke Madinah
adalah hancurnya bendungan Ma’rib, dan banjir al-‘Aram. Alasan yang lain adalah
karena sebab-sebab politik dan ekonomi, yaitu kedatangan bangsa Rowawi yang
menguasai wilayah di sekitar Laut Merah. Suku Aus dan Khazraj adalah dua di
antara anggota Azd yang bermigrasi ke Madinah. Mereka tinggal berdampingan
dengan kaum Yahudi. Suku Aus tinggal di daerah al-‘Awali (dataran tinggi) yang
berdampingan dengan Bani Quraizhah dan Nazhir. Sedangkan suku Khazraj menetap
di dataran rendah, bertetangga dengan Bani Qainuqa. Daerah tempat menetap suku
Aus lebih subur dibandingkan daerah yang ditempati oleh suku Khazraj. Keadaan
ini ternyata telah menyebabkan terjadinya konflik di antara mereka.
Dalam beberapa kali peperangan, tidak sedikit jumlah orang-orang
Yahudi yang mati terbunuh. Dengan demikian kedudukan orang-orang Yahudi sebagai
kelompok yang berkuasa di Madinah dapat dijatuhkan. Sebaliknya kabilah Aus dan
Khazraj yang sebelumnya kebanyakan hanya sebagai buruh posisinya semakin naik.
Keadaan sosial pun semakin bergeser sehingga
menempatkan kedua suku tersebut pada tempat yang menonjol dan berkuasa
di Madinah. Kaum Yahudi sebagai pihak
yang tersisihkan tidak tinggal diam. Mereka selalu berusaha untuk membuat
intrik (intrik) dan memecah belah kedua suku tersebut. Provokasi (penghasutan)
mereka nampaknya berhasil. Kaum Yahudi
senantiasa menyebarkan permusuhan dan kebencian di antara mereka, sehingga terjadilah
peperangan-peperangan yang tidak berkesudahan di antara kedua suku tersebut.
Dalam situasi seperti itu, orang-orang Yahudi memiliki peluang untuk
memperbesar perdagangan dan kekayaan mereka. Kekuasaan mereka yang sudah hilang
dapat mereka rebut kembali. Kelompok-kelompok yang menonjol di Madinah
sebelum kedatangan Nabi Muhammad Saw.
dengan demikian adalah suku Aus, Khazraj, dan kaum Yahudi. Diantara ketiganya
telah terjadi permusuhan yang menahun. Selama lebih dari satu abad, mereka
dalam keadaan siap tempur dan hidup dalam suasana perang yang tiada
hentinya.
·
Kebijakan Nabi Muhammad di Madinah
Kehadiran Nabi Muhammad di Madinah, pada tahun 622 M, menandai dimulainya babak baru dalam
kehidupan umat Islam. Kedatangan Nabi Muhammad menandai dimulainya kehidupan
politik umat Islam dalam bentuk ‘negara’, yaitu negara Madinah. Di Madinah ini,
untuk pertama kali lahir komunitas Islam
yang bebas dan merdeka di bawah kepemimpinan seorang Nabi. Pada tahun-tahun
pertama di Madinah, ada dua hal penting yang dilakukan Nabi. Pertama, dalam
waktu yang singkat, Nabi Muhammad berhasil membina persaudaraan sejati yang
kokoh dan efektif antara kaum Muhajirin dan Anshar. Nabi Muhammad telah
mempersaudarakan (muakhkhah) kaum Muhajirin dan Anshar di atas landasan
kepercayaan yang sama, yaitu agama Islam. Agama telah dijadikan pilar untuk
mengatasi adanya perbedaan yang ada di antara mereka, seperti hubungan darah
dan kesukuan. Seperti diketahui pada
masa sebelum Islam, hubungan darah dan kesukuan memiliki nilai kesucian. Oleh
Nabi Muhammad nilai kesucian atas dasar hubungan darah dan kesukuan ini
diperkuat posisinya oleh agama. Atas dasar agama inilah kesatuan kaum Muslimin
dipersatukan dalam satu ikatan yang disebut
ummah (umat Islam). Keberhasilan ini telah menimbulkan kekaguman para
ahli sejarah, baik dahulu maupun sekarang. Hal kedua yang dilakukan Nabi adalah
melakukan perjanjian dan membangun kerjasama dengan umat yang beragama
lain. Dalam rangka mengintegrasikan
penduduknya, Nabi mendeklarasikan satu kesepakatan bersama di antara penduduk, yang kemudian
dikenal dengan Piagam Madinah. Piagam
ini lahir berdasarkan pertimbangan adanya pluralitas keagamaan dan etnis yang
dimiliki penduduk Madinah. Di antara mereka ada yang beragama Islam, Yahudi,
dan Nasrani, serta masih menganut agama suku. Selain penduduk asli Madinah,
yakni suku Khazraj dan Aus, Madinah pun kedatangan penduduk baru dari Makkah,
yaitu kaum Muhajirin.
Piagam Madinah terdiri dari 47 pasal. Inti dari piagam itu adalah:
1) Semua pemeluk agama Islam, meskipun berasal dari banyak suku,
tetapi merupakan satu komunitas; dan
2) Hubungan antar sesama komunitas Islam dan antara anggota
komunitas Islam dengan lainnya.
Dalam piagam itu ditetapkan dan diakui hak kemerdekaan tiap-tiap
golongan untuk memeluk dan menjalankan
agamanya. Di antara bunyi perjanjian itu adalah: “Bahwa kaum Yahudi Bani Auf hidup damai
bersama-sama dengan kaum Muslimin. Kedua belah pihak merdeka dan menjalankan
agama masing-masing. Kaum Yahudi Bani Najjar, Bani Harits, Bani Sa’idah, Bani
Jusyam, Bani Laus, Bani Tsa’labah, Bani Jufnah, dan Bani Syutaibah, semuanya
mempunyai hak seperti halnya Bani Auf. Bahwa siapa saja yang tinggal di dalam
dan keluar dari kota Madinah wajib dilindungi keamanan dirinya, kecuali orang
yang berbuat zalim dan salah. Allah akan menjadi tetangga bagi orang-orang yang
baik dan berbakti”.
Beberapa suku dari kaum Yahudi menerima dengan baik piagam
tersebut, tetapi beberapa yang lainnya menolak. Di antara suku Yahudi yang
menolak adalah berasal dari Bani Nazhir, Quraizhah, dan Qainuqa’. Bahkan ketiga suku ini bersekutu dengan kaum
Quraisy Makkah untuk menghancurkan kekuasaan
Nabi di Madinah. Pada tahun 625 M, Bani Qainuqa’ melakukan
pemberontakan, tetapi mengalami kegagalan, dan mereka diusir keluar dari Madinah. Ketika Bani Nazhir bersekutu dengan orang
Quraisy dan bersepakat untuk membunuh Nabi Muhammad, Bani Nazhir ini pun
kemudian diusir dari Madinah. Pengkhianatan yang dilakukan oleh Bani Quraizhah
juga berakhir sama dengan suku-suku Yahudi lainnya.
·
Dakwah Islam di Madinah
Selama dalam kepemimpinan Nabi Muhammad, konsentrasi utama lebih
pada usaha penyebaran Islam di Madinah dan mempertahankan Madinah dari
penyerbuan orang Quraisy Makkah. Tercatat beberapa peristiwa penting, seperti perang Badar, Uhud,
Mu’tah, Khandaq, Khaibar, Perjanjian Hudaibiyah, Fathu Makkah, Haji Wada’, dan
Perang Tabuk. Namun dalam penjelasan berikut hanya beberapa saja yang akan
diuraikan.
2.
Perang Badar
Perang Badar terjadi pada tahun 624
M di Lembah Badar. Penyebab terjadinya perang ini bermula dari permintaan Abu
Sufyan kepada penduduk Makkah yang meminta suatu pasukan untuk melindungi
kafilahnya yang sedang dalam perjalanan pulang dari Syria. Permintaan ini
ditanggapi oleh penduduk Makkah dengan penafsiran bahwa kafilah mereka akan
dicegat oleh umat Islam. Di Lembah Badar umat Islam yang berjumlah 313 orang
bertemu dengan pasukan Quraisy yang dipimpin Abu Jahal yang berjumlah 1000
orang. Di dalam pertempuran ini Nabi Muhammad memperoleh kemenangan. Abu Jahal
bersama 70 orang tentaranya mati di medan tempur, sedangkan korban di pihak
umat Islam tercatat ada 14 orang. Kemenangan di Badar telah memberikan kesan
tersendiri, baik bagi umat Islam maupun kaum Quraisy Makkah. Kemenangan di
Badar telah menghasilkan konsolidasi kekuatan Nabi di Madinah. Kemenangan ini
telah meletakkan dasar bagi kekuasaan pemerintahan Nabi di Madinah. Islam memperoleh kemenangan militernya yang
pertama. Semangat jihad yang diwujudkan dalam perang ini akan sangat
berpengaruh terhadap dakwah Islam pada hari-hari berikutnya.
Hal lain berkaitan dengan perang Badar adalah masalah tawanan
perang. Umar bin Khaththab mengusulkan agar tawanan itu di bunuh, sedangkan Abu Bakar menyarankan untuk
dilepaskan saja, karena sebagian tawanan itu adalah masih sanak saudara mereka.
Menghadapi perbedaan ini Nabi kemudian mengusulkan agar memanfaatkan kemampuan
yang dimiliki para tawanan ini. Mendengar hal itu, para sahabat akhirnya
bersepakat untuk melepaskan mereka dengan cara tebusan atau fida’.
Masing-masing tahanan dengan tebusan 120 dinar. Sementara yang tidak mampu
membayar diwajibkan untuk mengajar baca tulis kepada penduduk Madinah.
3.
Perang Uhud
Perang Uhud terjadi pada tahun 625 M di kaki Bukit Uhud. Perang ini merupakan usaha balas dendam
kaum kafir Makkah atas kekalahannya di Badar. Abu Sufyan dipilih sebagai pimpinan pasukan, dengan membawa prajurit
sebanyak 3.000, 3.000 ekor unta, dan 200 ekor kuda. Sementara pasukan umat
Islam berjumlah 700 orang. Sebelum terjadi perang terbuka, Nabi memerintahkan
agar pasukannya tetap di posnya masing-masing kecuali jika ada perintah untuk
bergerak ke tempat lain. Pada waktu pertempuran berlangsung, umat Islam lupa
dengan perintah Nabi. Mereka mulai bertempur dengan mengabaikan perintan Nabi.
Pertempuran di Uhud berakhir dengan kekalahan umat Islam. Sebab-sebab
kekalahannya adalah ketidakdisiplinan, kurangnya ketabahan, dan keyakinan akan
menang yang berlebihan yang timbul dari kemenangan dalam Perang Badar. Setelah Perang Uhud selesai, kaum Yahudi
Madinah mulai mengacuhkan perjanjian mereka, dan mengadakan persekongkolan
dengan kaum Quraisy Makkah. Karena alasan pembangkangan, persekongkolan dengan
pihak musuh, dan pengkhianatan, akhirnya Nabi Muhammad mengusir kaum Yahudi dari suku Qainuqa’ dan Bani
Nazhir dari Madinah. Mereka antara lain menetap di Khaibar.
4.
Perjanjian Hudaibiyah
Perjanjian Hudaibiyah terjadi pada tahun ke 7 H (628 M), antara
kaum Quraisy Makkah dengan umat Islam, sewaktu mereka hendak melaksanakan
ibadah haji. Semula kaum Quraisy akan menyerang umat Islam, padahal waktu itu
umat Islam tidak bersenjata lengkap. Tetapi melihat gelagat penyerangan, umat
Islam berikrar untuk berperang habis-habisan demi mempertahankan agama. Ikrar
itu diucapan dengan penuh semangat. Dalam sejarah Islam ikrar ini terkenal
dengan nama Bai’atur Ridwan. Melihat tekad umat Islam yang demikian kuat, kaum
Quraisy menjadi sadar akan pengalamannya dalam beberapa kali peperangan.
Akhirnya mereka mengirim Suhail bin Amr untuk melanjutkan perundingan damai.
Suatu gencatan senjata disetujui untuk memulihkan perdamaian di antara kedua
belah pihak untuk jangka waktu 10 tahun. Perjanjian itu terdiri dari beberapa
pasal. Adapun pasal-pasal utama perjanjian itu adalah:
1. Umat Islam harus menunda hajinya tahun depan.
2. Umat Islam diberi waktu tidak lebih dari tiga hari.
3. Umat Islam tidak boleh membawa saudara Islamnya yang ada di
Makkah; dan
tidak menghalangi apabila ada orang Madinah yang ingin tinggal di
Makkah.
4. Suku-suku Arab bebas utuk melakukan persekutuan dengan pihak
mana saja
yang disukai.
Perjanjian Hudaibiyah akhirnya ternyata merupakan kemenangan bagi
Islam. Nabi merasa kedudukannya semakin kokoh. Pada masa gencatan senjata ini,
Nabi dapat mengirimkan duta-dutanya ke berbagai kerajaan. Duta yang dikirim
antara lain kepada Hiraklius, kaisar Bizantium; raja Persia; gubernur Persia di
Yaman; pangeran Kristen dari Bani Ghassan di Syria. Di antara mereka yang
kemudian memeluk Islam adalah gubernur Persia di Yaman. pada kesempatan haji
tahun berikutnya ada 10.000 umat Islam yang ikut dalam rombongan Nabi. Padahal pada
saat perjanjian tahun sebelumnya hanya
1.400 orang saja. Melihat perkembangan yang pesat ini, banyak di antara
penduduk Makkah yang menjadi pengikut Nabi. Di antara tokoh yang masuk Islam
pada masa ini adalah Khalid bin Walid dan Amr bin Ash.
5.
Fathu Makkah
Fathu Makkah (penaklukan Makkah)
terjadi pada tahun ke 8 H (630 M). Sebab terjadinya Fathu Makkah adalah
pelanggaran terhadap Perjanjian Hudaibiyah oleh suku Banu Bakar yang bersekutu
dengan kaum Quraisy menyerang suku Khuza’a yang bersekutu dengan umat Islam.
Nabi kemudian melakukan persiapan untuk berangkat ke Makkah, dan mengerahkan
suatu kekuatan yang berjumlah 10.000 tentara. Pada saat itukeadaan sudah
berbalik, kaum Quraisy tidak cukup kuat untuk menghadapi pasukan Nabi.
Akhirnya, pemimpin mereka, Abu Sufyan memeluk Islam. Demikianlah Nabi memasuki
Makkah tanpa ada perlawanan dan tanpa ada tetesan darah. Sejak saat itulah Makkah berada dalam
kekuasaan politik umat Islam. Dengan direbutnya Makkah, maka pusat keagamaan
itu menjadi sangat strategis bagi perluasan Islam, agama, dan politik, pada
tahap berikutnya.
Selama dua tahun selanjutnya,
sebagian besar orang-orang Arabi dengan sukarela masuk Islam. Sedangkan kota
Thaif dan suku-suku Hawazin masuk Islam setelah melakukan perlawanan
sengit. Dengan demikian, sebelum wafat,
Nabi telah menciptakan kondisi terbinanya persaudaraan universal yang
berdasarkan iman. Sebuah prinsip yang merupakan pengganti yang jauh lebih kuat
daripada kesetiaan ikatan darah dan kesukuan. Dengan perjuangan yang takkenal
lelah Nabi berhasil menciptakan sebuah komunitas Muslim yang disebut Ummah
Muslimah yang didasarkan pada
prinsip-prinsip persamaan, solidaritas, dan toleransi.
6.
Haji wada’ dan wafat Nabi Muhammad
Saw.
Haji Wada’ terjadi pada tahun 10 H
(632 M). Ketika Nabi Muhammad merasa misinya sudah selesai, dan merasa bahwa
akhir hayatnya akan segera tiba, ia memutuskan untuk melakukan ibadah haji.
Karena haji ini merupakan haji yang terakhir baginya, ibadah haji ini kemudian
dikenal dengan sebutan Hajjatul Wada’ (haji untuk berpamitan). Pada saat Haji Wada, Nabi dengan resmi
menyatakan prinsip-prinsip yang merupakan sari-sari yang menjadi dasar ajaran
Islam. Prinsip-prinsip tersebut adalah kemanusiaan, persamaan, keadilan sosial,
keadilan ekonomi dan solidaritas. Di antara isi khotbahnya adalah: “Wahai
manusia, kalian harus tahu bahwa setiap Muslim adalah saudara bagi Muslim yang
lain. Kalian semua sama. Kalian semua adalah anggota persaudaraan bersama.
Dilarang bagi siapa pun di antara kalian
untuk mengambil sesuatu dari saudaranya kecuali bila ada kerelaan. Janganlah
berbuat zalim atas orang-orang yang ada dalam kekuasaan kalian”.
Dua bulan setelah melaksanakan haji
wada’, Nabi Muhammad Saw jatuh sakit, meskipun beliau tetap melaksanakan
tugasnya seperti biasa. Nabi tetap
melakukan shalat berjama’ah sampai kondisi beliau semakin lemah. Pada saat
itulah Nabi meminta Abu Bakar untuk memimpin shalat berjama’ah. Abu Bakar
melaksanakannya selama beberapa hari. Penyakit Nabi semakin hari semakin parah.
Pada hari senin tanggal 12 Rabi’ul Awwal tahun 11 H (8 Juni 632 M) Nabi merasa
agak baik, tetapi pada sore harinya kesehatannya semakin memburuk. Nabi pingsan
beberapa kali. Dalam menghadapi sakaratul maut, Nabi tetap mengingat Allah dan
selalu beristighfar.
Dan pada petang harinya Nabi akhirnya
menghadap Sang Khaliq untuk selama-lamanya. Jenazah Nabi kemudian dimakamkan
esok harinya, hari Selasa, di rumah ‘Aisyah, tempat beliau menghembuskan
nafasnya yang terakhir. Kamar inilah yang sekarang dikenal dengan Raudlatun Nabawi (tempat pemakaman suci seorang
Nabi).
D.
Misi Kehadiran Nabi Muhammad Saw.
sebagi Rahmatan Lil-‘Alamin
1.
Misi kehadiran Nabi Muhammad Saw.
untuk semua manusia dan bangsa
Dalam al-Quran ditegaskan bahwa Allah
berfirman: “Dan tidaklah Kami mengutus engkau melainkan sebagai rahmat bagi
semesta alam.” (QS. al-Anbiya’ (21):
107). Ayat ini secara tegas menyatakan bahwa
diutusnya Nabi Muhammad
Saw. di muka bumi ini sebagai rahmat bagi siapa pun, bahkan bagi
semua makhluk ciptaan Allah di bumi ini. Nabi Muhammad Saw. diutus oleh Allah
sebagai Nabi dan Rasul tidak hanya terbatas bagi bangsa Arab saja dan dalam
kurun waktu terbatas, tetapi untuk bangsa mana pun dan sampai kapan pun.
Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw
yang bersumberkan wahyu al-Quran berlaku untuk siapa pun dan sampai kapan pun.
Ajaran-ajaran Islam yang bersifat universal
dan fleksibel dapat berlaku di semua tempat dan zaman. Hal ini sangat berbeda
dengan agama-agama wahyu lain yang terbatas untuk umat-umat tertentu.
Dalam agama Yahudi yang bersumberkan
Taurat dan dibawa oleh Nabi Musa a.s. tidak terdapat ketentuan tentang
mengingat atau menyebut Allah sebagai Tuhan semesta alam dan Tuhan seluruh
makhluk. Karena itu agama Yahudi
bukanlah agama rahmat dan dilarang mendakwahkan agama itu di luar bangsa
Isra’il. Begitu juga halnya agama Kristen yang bersumberkan Injil dan dibawa
oleh Nabi Isa a.s. Dalam kitab Injil (Matius, bab 15 ayat 24 dan bab 10 ayat
6-7) disebutkan bahwa Nabi Isa (Yesus Kristus) tidak diutus kecuali untuk mengubah
atau membenahi Bani Isra’il yang sesat. Kehadiran Nabi Muhammad di muka bumi
merupakan hujan rahmat dan berkah, kesenangan dan kebahagiaan, kebaikan dan
keberuntungan, serta kesuburan bagi tanah yang kering. Anugerah dari risalah
Nabi Muhammad Saw. yang sangat mahal ini akan dapat dilihat menurut waktu,
kualitas, dan kuantitasnya.
Rahmat adalah suatu kata yang sering
dipakai dalam kehidupan sehari-hari yang berarti apa saja yang diperoleh
manusia yang memiliki manfaat dan menyenangkan. Rahmat bisa berupa pemberian
seseorang kepada orang lain sesuatu yang bermanfaat. Rahmat bisa juga berupa
pertolongan kepada orang lain yang sangat membutuhkan. Satu bentuk rahmat yang
sangat tinggi nilainya adalah seseorang menyelamatkan manusia seluruhnya dari
kehancuran. Inilah rahmat yang merupakan misi kehadiran Nabi Muhammad di dunia,
yakni menyelamatkan manusia di dunia ini dari berbagai kehancuran.
Dengan berbekal wahyu dari Allah,
Nabi Muhammad Saw. berusaha menyelamatkan manusia yang hampir tenggelam dalam
kehancuran dan kebinasaan. Nabi memberikan kepada manusia ilmu keselamatan dan mengajarkan
bagaimana seni berenang dan mengendalikan bahtera kehidupan. Sejarah menunjukkan kepada kita bahwa
pemikiran manusia dalam banyak kesempatan
akan tertimpa bencana yang mendorong kepada keruntuhan dan malapetaka. Banyak
manusia yang mempelajari ilmu justeru tidak mendapatkan ketenangan dan
ketenteraman, tetapi sebaliknya ia berada dalam kebingungan dan
kegelisahan.
Ditemukannya ilmu baru bukan
menyebabkan umat manusia semakin tenang, tetapi malah membuat manusia semakin
takut dan gelisah, di sisi lain juga membuat manusia semakin kejam. Sebaliknya,
ilmu yang diajarkan Nabi Muhammad Saw. dapat membawa kesejukan dan ketenangan
dalam kehidupan manusia yang tidak hanya di dunia saja, tetapi juga di akhirat
kelak. Nabi dilahirkan di tengah-tengah masyarakat Jahiliah yang diliputi
permusuhan di antara suku dan kelompok yang ada, kebodohan dalam beragama, perbudakan
di antara manusia, dan lain sebagainya. Berkat perjuangan Nabi semua itu bisa
diselamatkan dan berganti dengan lahirnya
dunia yang penuh dengan cahaya keislaman, ketauhidan, ketenteraman,
persamaan, persaudaraan, dan lain sebagainya.
Al-Quran menggambarkan manusia pada
waktu itu sudah dalam bahaya yang besar dan berada di tepi jurang yang hampir
jatuh dan terperosok. Namun Nabi Muhammad Saw. berhasil menyelamatkan manusia
dari bahaya besar tersebut. Terkait dengan hal ini Allah berfirman: “Dan
ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuh-musuhan,
maka Allah menjinakkan antara hatimu, lalu menjadikan kamu karena nikmat Allah
orang-orang yang bersaudara, dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu
Allah menyelamatkan kamu dari padanya.” (QS. Ali ‘Imran (3): 103).
Masa Jahiliah mengisahkan pindahnya
sendi-sendi kebenaran dari tempatnya, bahkan sendi-sendi itu telah hancur, dan
tidak ada harapan untuk memperbaikinya.
Orang-orang berhenti di depan pengadilan Tuhan menunggu keputusan terakhir.
Pada saat itulah Nabi Muhammad Saw. diutus dan wahyu Allah mengumandang: “Dan tidaklah Kami mengutus kamu,
melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. al-Anbiya’ (21): 107). Dalam ayat yang
lain Allah berfirman: “Dan Kami tidak
mengutusmu melainkan untuk seluruh umat
manusia, sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyak manusia tidak
mengetahui.” (QS. Saba’ (34): 28).
Nabi melakukan perubahan dalam berbagai hal. Beliau menghindarkan
kekerasan dalam mendidik manusia, mengajarkan tentang kehidupan dan
semangatnya, tentang keinginan dan hasrat yang kuat, tentang kemuliaan, tentang
tujuan yang baik, dan tentang menepati janji. Beliau juga mengajarkan
kebudayaan dan kemajuan, mengajarkan cara menjadi pemimpin yang bertanggung
jawab dan ikhlas yang dapat membangun manusia dalam membentuk akhlak dan
kehidupan sosialnya.
2.
Misi kehadiran Nabi Muhammad Saw.
khusus untuk umat Islam
Di atas sudah dijelaskan misi
risalah Nabi Muhammad Saw. bagi umat manusia pada umumnya, termasuk bagi umat
Islam. Namun yang paling pokok misi risalah ini tertuju khusus bagi umat Islam
yang menjadi ummat Nabi Muhammad Saw. Bagi umat Islam, misi risalah Nabi
Muhammad Saw. merupakan anugerah yang sangat besar artinya. Di antara anugerah
tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Mengajarkan prinsip aqidah tauhid
yang bersih dan murni.
Rasulullah Saw.
mengajarkan konsep tauhid yang jelas, bersih, dan murni sekaligus mudah
dipahami dan diamalkan oleh umatnya. Berkat ajaran tauhid ini kita akan
terbebas dari segala ketakutan dan kecemasan, sehingga tidak takut kecuali
kepada Allah semata. Nabi mengajarkan dengan keyakinan yang sebenarnya bahwa
Allah itu Maha Esa dan Maha Suci. Dialah yang memberi manfaat dan mudlarat,
yang memberi dan menolak, serta Dialah yang memenuhi semua kebutuhan manusia.
b.
Mengajarkan prinsip persatuan dan
persamaan derajat di antara manusia. Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw.
mengajarkan perubahan yang mengejutkan mengenai derajat manusia. Beliau
bersabda: “Wahai manusia sesungguhnya
Tuhan kamu adalah satu dan ayah kamu juga satu. Setiap kamu adalah dari Adam,
sedangkan Adam berasal dari tanah. Sesungguhnya yang paling mulia di antara
kamu adalah yang paling bertakwa. Tidak ada perbedaan antara orang Arab dan
bukan Arab kecuali takwanya.” Hadis Nabi
ini mengajarkan dua prinsip penting tentang persatuan, yakni persatuan dalam konsep ketuhanan dan
persatuan dalam konsep kemanusiaan.
c.
Mengajarkan kemuliaan dan keluhuran
kodrat manusia.
Sebelum Nabi
Muhammad Saw. diutus, manusia berada dalam jurang kehinaan dan kenistaan. Batu
dan pepohonan lebih mulia dari manusia,
sehingga manusia mensucikan dan menyembahnya. Nabi mengembalikan jatidiri
manusia yang penuh harga diri dan kemuliaan. Nabi mengajarkan bahwa manusian
adalah makhluk yang paling mulia dan paling berharga di muka bumi ini. Tidak
ada yang lebih mulia dan lebih terhormat dari manusia di bumi ini. Allah
mengangkat derajat manusia dengan menjadikannya khalifah (wakil) di bumi. Semua
yang diciptakan oleh Allah adalah untuk manusia, bukan sebaliknya. Allah
berfirman: “Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk
kamu.” (QS. al-Baqarah (2): 29).
d.
Mengajarkan optimisme dan semangat
untuk meraih yang terbaik.
e.
Mengajarkan perpaduan antara agama
dan dunia.
Nabi
mengajarkan bahwa antara agama dan dunia tidak ada pertentangan dan tidak perlu
dipertentangkan. Dunia dapat dijadikan
sarana dalam mencapai ketinggian agama seseorang. Urusan dunia tidak
dapat dipisahkan dari agama, karena agamalah yang dapat menjadi dasar dalam
menjalankan urusan dunia.
f.
Mengajarkan ilmu melalui dua pusaka
penting.
Nabi Muhammad
Saw. mengajarkan kepada kita (umat Islam) semua wahyu (al-Quran) yang
diterimanya ditambah penjelasan-penjelasan yang langsung dari Nabi sendiri.
Pengajaran inilah yang sekarang terkumpul ke dalam dua kitab pusaka bagi umat
Islam, yakni al-Quran dan Sunnah (al-Hadits). Melalui dua pusaka inilah umat
Islam dapat menimba semua ilmu dasar yang kemudian dapat dikembangkan melalui
pemikiran dan penelitian di alam nyata ini sehingga melahirkan berbagai disiplin
ilmu seperti yang dipelajari sekarang ini. Nabi menjamin keselamatan bagi siapa
pun (khususnya umat Islam) yang mempedomani dua pusaka tersebut.
BAB 3
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lahirnya Nabi Muhammad SAW merupakan sebuah karunia bagi umat di seluruh
dunia.Pada saat itu manusia benar-benar dalam akhlak yang begitu rusak, baik
mental maupun kehidupan sosialnya.
Ketika Nabi Muhammad SAW di utus oleh Allah swt,manusia di alam ini sedang
berada di zaman jahiliyah. Mereka banyak melakukan pembunuhan, perampokan,
pemerkosaan, dan menyembah berhala. Sungguh kedatangan Nabi Muhammad SAW
merupakan karunia yang sangat besar bagi umat manusia. Nabi Muhammad SAW
berhasil mengubah sedikit demi sedikit akhlak yang rusak tersebut dengan suri
tauladan, kesabaran,dan akhlak mulianya.
DAFTAR PUSTAKA
Azam,
Abdurrahman.1997. Keagungan Nabi Muhammad SAW. Jakarta: CV Pedoman Ilmu
Jaya Kramat Jaya
Hasyem, H Fuad.
http://atitastory.blogspot.co.id/2013/12/kisah-lengkap-rasullulah-nabi-muhammad.html
https://mujahidinalbanjari.wordpress.com/2012/12/04/makalah-tentang-sejarah-hidup-nabi-muhammad-saw/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar