BAB XII
12.1 Abu Bakar Ash-Shiddiq
12.1.1 Biografi Abu Bakar
Ash-Shiddiq
Nama Abu Bakar adalah julukan yang
diberikan kepada seorang bernama Abdul Ka’bah bin Abi Quhafah dari Bani Taim.
Setelah masuk islam, Nabi mengganti namanya menjadi Abdullah bin Abi Quhafah.
Namun orang-orang memanggilnya Abu Bakar. Nama ini diberikan karena ia adalah
orang yang paling dini memeluk Islam. Dalam bahasa Arab, “bakar” berarti dini atau pagi. Selain itu, Abu Bakar sering kali
dipanggil Atiq atau ‘yang tampan’ karena ketampanan wajahnya. Sementara, Nabi
memberi Abu Bakar gelar ash Shiddiq yang artinya ‘yang berkata benar’. Gelar
ini diberikan kepada Abu Bakar karena dia membenarkan kisah Isra Mi’raj Nabi
ketika banyak penduduk Makkah mengingkarinya.
Abu Bakar lahir pada 572 M di Makkah,
tidak berapa lama ketika Nabi lahir. Karena kedekatan umur inilah Abu Bakar
sejak kecil bersahabat dengan Nabi. Persahabatan keduanya tak terpisahkan, baik
sebelum maupun sesudah Islam datang. Bahkan persahabatannya bertambah erat
ketika sama-sama berjuang menegakkan agama Allah.
Biarpun hidup padaa zaman Jahiliyah,
berbagai kebaikan melekat pada Abu Bakar sejak kecil. Lembut dalam bertutur,
dan sopan dalam bertindak merupakan beberapa sifat bawaannya. Ia juga perasa
dan sangat mudah tersentuh hatiya. Selain itu, Abu Bakar dikenal cerdas dan
berwawasan luas.
Abu Bakar seorang sahabat nabi yang
terkenan akan kedermawanannya. Demi membela kaum muslimin yang tertindas di
Makkah, Abu Bakar tak segan-segan mengeluarkan hartanya. Salah satu kisah
terkenal yang menggambarkan kedermawanannya tentu saja ketika ia menbus Bilal
bin Rabah dari tangan majikannya, Umayyah bin Khalaf. Lewat perantara Abu
Bakar, Allah memberikan pertolongan kepada hamba-Nya yang teguh iman.
Melalui perantara Abu Bakar pula banyak
penduduk Makkah yang menyatakan diri masuk Islam. Kepandaiannya bergaul membuat
banyak kalangan tertarik masuk Islam. Usman bin Affan, Abdurrahman bin Auf,
Talhah bin Ubaidillah, Saad bin Abi Waqqash, Zubair bin Awwam, dan Abu
Ubaidillah bin Jarrah adalah beberapa sahabat yang masuk islam atas ajakan Abu
Bakar. Merekalah yang kemudian dikenal dengan nama Assabiqunal Awwalun.
Setelah masuk Islam, Abu Bakar menjadi
salah satu pembela Nabi yang paling kukuh, baik ketika di Makkah maupun ketika
di Madinah. Abu Bakarlah yang menemani Nabi hijrah ke Yastrib (Madinah).
Setelah tiba di Madinah, Abu Bakar tinggal di Sunh, daerah dipinggiran kota
Madinah. Disini Abu Bakar dipersaudarakan dengan seorang dari suku Khazraj
bernama “kharijah” inilah Abu Bakar
tinggal. Hubungan kedua orang ini bertambah erat ketika Abu Bakar menikahi anak
Kharijah bernama Habibah. Di Madinah, Abu Bakar beralih propesi berdagang kain
menjadi petani. Memang, tanah Madinah terkenal dengan kesuburannya.
12.1.2 Akhlak Abu Bakar
As-Shiddiq
Sebagai sahabat Nabi tentu Abu Bakar
memiliki ahlak yang luhur dan dapat diteladani oleh kita semua. Sifat yang
patut kita teladaani dari Abu Bakar antara lain :
1. Berjiwa pemimpin yang bijaksana
Sayyidina Abu Bakar mempunyai sifat yang berjiwa pemimpin yang
bijaksana, kebijaksanan beliau antara lain adalah :
Ø Musyawarah
Apabila terjadi suatu perkara Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq mencari
hukumnya dalam kitab Allah, bila tidak memperolehnya, ia mempelajari bagaimana
Rosulullah SAW bertindak dalam perkara seperti ini. Dan bila ia tidak
menemukannya, ia mengajak tokoh-tokoh yang terbaik untuk bermusyawarah.
Ø SikapTegas
Bersikap tegas dalam menghadapi orang-orang yang murtad, orang-orang
yang mengaku sebagai nabi dan orang-orang yang tidak membayar zakat.
Ø Terbuka untuk kritik
Hal ini dapat terlihat sebagaimana dalam khutbah pertama setelah
beliau dibaiat menjadi khalifah “Apabila
aku berbuat baik, bantulah aku; tapi apabila aku berbuat buruk, maka
luruskanlah jalanku”.
2. Kasih sayang, suka menolong dan dermawan
Abu Bakar adalah salah satu sahabat kaya
raya yang dermawan. Bahkan sejak masuk Islam, dia telah mempersilahkan
Rasulullah menggunakan harta bendanya untuk berdakwah demi kejayaan agama
Islam. Abu Bakar adalah sosok yang pengasih. Hal ini dibuktikan dengan
penebusan kepada seorang budak yang disiksa oleh majikannya karena masuk Islam,
dialah Bilal bin Rabbah. Tidak hanya Bilal, masih banyak lagi budak-budak
beragama Islam yang dibebaskan oleh Abu Bakar.
Kasih sayang, suka menolong dan dermawan
merupakan ahlak yang sangat dianjurkan dalam Islam. Salah satu asmaul husna
adalah ar rahman dan ar rahim, artinya pengasih dan
penyayang. Dalam al quran dan hadis kita juga dianjurkan untuk saling menolong.
Allah menyuruh kita tolong menolong dalam hal kebaikan dan taqwa, namun
dilarang tolong menolong dalam dosa dan permusuhan. Mendermakan sebagian harta
kita untuk orang lain yang membutuhkan akan dapat mengurangi dosa kita,
menjadikan harta kita bersih dan rizki akan bertambah banyak.
3. Rendah hati
Sikap rendah hati Abu Bakar terlihat ketika berpidato di awal
pemerintahannya. Abu Bakar berkata kepada umat Islam, ”Bantulah aku jika aku berada di jalan yang benar, dan bimbinglah aku
jika aku di jalan yang salah. Taatilah aku selama aku taat kepada Allah dan
Rasul-Nya, dan jika aku mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka janganlah engkau
mengikutiku.”
Penyebab iblis menjadi musuh kekal manusia
dan diturunkan dari surga adalah karena sifat sombong iblis. Allah sangat
menyukai orang yang rendah hati, sebaliknya Allah sangat mengutuk orang yang
sombong. Dalam hadis dijelaskan bahwa orang yang sombong tidak akan dapat
mencium wanginya surga.
4. Berjiwa tenang
Ketika Rasulullah meninggal dunia, semua orang begitu sedih karena
merasa kehilangan orang yang sangat dicintai. Bahkan Umar bin Khattab sangat
marah dan menghunuskan pedang ketika ada orang yang memberi kabar bahwa
Rasululllah meninggal. Namun tidak demikian dengan Abu Bakar, dia menampakkan
kepasrahannya, dia menerima dengan ikhlas atas meninggalnya rasulullah.
5. Suka bermusyawarah
Sebagai seorang pemimpin Abu Bakar jauh dari sifat otoriter. Dia
selalu memutuskan persoalan yang dihadapi umat Islam dengan jalan musyawarah.
Hal ini bisa dilihat ketika Abu Bakar jatuh sakit dan merasa ajalnya sudah
dekat. Dia memanggil para tokoh Islam dari berbagai suku untuk diajak
musyawarah menentukan siapa pengganti khalifah setelah dia meninggal. Meskipun
pada akhirnya Abu Bakar menunjuk sendiri Umar bin Khattab sebagai penggantinya
namun dia tetap menawarkannya kepada para sahabat yang lain.
6. Setia
Saat Rasulullah berturut-turut ditinggal wafat oleh orang-orang yang
disayanginya, Abu Bakar adalah orang yang pandai menghibur Rasulullah. Abu
Bakar juga selalu mendampingi dakwah Rasulullah, baik dalam keadaan bahagia
maupun bahaya. Ketika Nabi mendapatkan perlawanan dari kaum kafir Quraisy, Abu
Bakar selalu membela Rasulullah, bahkan beberapa kali Abu Bakar berhasil
menghentikan perbuatan orang kafir Quraisy yang akan membunuh Rasulullah.
Kesetiaan Abu Bakar terhadap Rasulullah juga dibuktikan ketika Abu Bakar
mendampingi Rasulullah saat hijrah ke Madinah. Padahal kejaran kaum kafir
Quraisy adalah bahaya yang mengancam ketika itu, namun Abu Bakar telah
membuktikan kesetiaannya untuk menemani Rasulullah sampai di Madinah.
12.2 Umar bin Khattab
12.2.1 Biografi Umar bin
Khattab
Umar bin Khattab berasal dari Bani Adi,
salah satu kabilah suku Quraisy. Tak ada yang tahu pasti kapan Umar dilahirkan.
Ia besar layaknya anak-anak lainnya. Memasuki masa remaja, umar menggembalakan
unta ayahnya, Khattab bin Nufail, dipinggiran Makkah. Selain bergulan, berkuda
merupakan keahlian Umar lainnya. Secara fisik tubuh Umar kekar, kulitnya putih
kemerah-merahan, dan kumisnya lebat.
Seperti pemuda pada masa Jahiliah lainnya,
Umar akrab dengan minuman keras dan perempuan. Selain itu, Umar sangat gigih
membela agama nenek moyangnya. Maka, ketika Rasulullah mulai mendakwahkan agama
Islam, Umar merupakan seorang yang sangat getol memusuhi Rasulullah. Pada awal
dakwah islam di Makkah, bersama Adul Hakim bin Hisyam (Abu Jahal), Umar
merupakan tokoh Quraisy yang ditakuti oleh kaum muslimin karena kekejaman dan
permusuhannya terhadap Islam. Pernah umar menghajar budak perempuan karena sang
budak memeluk Islam. Ia menghajar sampai capek dan bosan sendiri karena terlalu
banyak memukul. Sang budak akhirnya dibeli Abu Bakar dan dibebaskan.
Begitu bahayanya
kedua orang (Umar bin Khattab dan Abul Hakim bin Hisyam) itu, sampai-sampai
rasulullah berdoa kepada Allah agar salah satu keduanya masuk Islam. “Allahumma ya Allah, perkuatlah Islam dengan
Adul Hakim bin Hisyam atau Umar bin Khattab” demikian doa Nabi.
Doa nabi terkabul
dengan masuknya Umar ke dalam agama Islam. Keislaman Umar terbukti membawa
kemajuan pesat bagi Islam. Kaum muslimin menjadi berani terang-terangan
melakukan shalat dan tawaf. Umar juga tidak takut menentang pamannya sendiri,
Abu Jahal, orang yang paling membenci Islam. Ia menemui Abu Jahal dan
terang-terangan mengaku telah memeluk Islam. Karena ketegasannya itu Umar
mendapat julukan “al Faruq” ‘pemisah
antara baik dan buruk.
12.2.2 Keutamaan Umar bin
Khattab
1.
Beliau termasuk sahabat
Rasulullah SAW yang dijamin masuk surga.
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah
SAW. mengatakan, “Tatkala aku tertidur,
aku melihat diriku berada di surga, tiba-tiba aku melihat ada seorang wanita
sedang berwudhu di samping sebuah istana. Aku menanyakan milik siapakah istana
itu, lalu dikatakan, ‘Milik Umar.’ Maka aku melihat kecemburuan pada diri Umar
hingga aku pun pergi meninggalkannya.” Kemudian Umar menangis seraya
mengatakan, “Pantaskah aku cemburu kepadamu wahai Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wa sallam.” (HR. Bukhari)
2.
Beliau sering dipuji dan
dido’akan kebaikan Rasululalh SAW.
Rasulullah SAW mengatakan, “Seandainya ada Nabi setelahku maka ia
adalah Umar bin Khattab.” (HR. Tirmidzi).
Beliau juga bersabda, “Sungguh
ada dari umat-umat sebelum kalian muhaddatsun (orang-orang yang diberi ilham),
dan apabila ada pada umatku ini maka ia adalah Umar.” (HR. Bukhari)
3.
Beliau adalah orang yang
ditakuti oleh setan.
Sa’ad bin Abi Waqqash pernah bercerita, Suatu hari Umar pernah
meminta izin untuk masuk dan bertemu dengan Rasulullah SAW. sedangkan di sisi
belaiu ada para wanita Quraisy yang sedang berbicara dan mengangkat suara lebih
tinggi dari suara Rasulullah SAW.
Tatkala Umar meminta izin untuk masuk,
maka segera para wanita itu buru-buru memasang hijab, setelah Rasulullah SAW
memberi izin maka masuklah Umar dan terlihat Rasulullah SAW tertawa, maka Umar
berkata, “Allah SWT. membuatmu tertawa,
wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab,
“Saya heran melihat tingkah para wanita itu, tatkala mereka mendengar suaramu
lantas buru-buru mereka memasang hijab.” Maka Umar berkata, “Bahkan engkau lebih berhak untuk disegani
oleh mereka, wahai Rasulullah.” Lalu Umar mengatakan kepada para wanita
tersebut, “Wahai para musuh jiwa-jiwa
kalian, apakah kalian segan kepadaku sedangkan kalian tidak segan kepada
Rasulullah SAW??!” Mereka menjawab, “Iya,
karena engkau lebih keras dibandingkan dengan Rasulullah SAW.” Maka
Rasulullah SAW mengatakan, “Wahai
Ibnul Khattab, demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah setan
bertemu dengannmu di suatu jalan
melainkan ia akan mengambil jalan yang lain dari jalanmu.” (HR. Bukhari)
4.
Beliau sering mencocoki
kehendak Allah SWT dalam beberapa kejadian.
Umar adalah orang yang apabila melihat sesuatu di dalam mimpinya,
maka Allah SWT. menurunkan ayat-Nya membenarkan apa yang ia lihat. Sahabat Umar
pernah bercerita, “Aku mencocoki perkara
Rabbku dalam tiga perkara : (yang pertama) yaitu tatkala aku mengatakan wahai
Rasulullah SAW. hendaklah maqom Ibrahim itu dijadikan tempat shalat,” maka
turunlah ayat Allah SWT :
وإذ جعلنا البيت مثابة للناس وأمنا وتخذوا من مقام إبراهيم
مصلى
“Dan jadikanlah sebahagian
maqom Ibrahim sebagai tempat shalat.” (QS.
Al-Baqarah : 125)
“Dan (yang kedua) tentang
ayat hijab tatkala aku mengatakan: ‘Wahai Rasulullah SAW. Seandainya engkau perintah istri-istrimu
memakai hijab, karena yang berbicara kepada mereka adalah orang yang baik
maupun yang fajir’, maka turunlah ayat hijab. Dan (yang ketiga) para istri Nabi
SAW mereka berkumpul karena saling cemburu kepada beliau, maka aku katakan
kepada mereka (para istri Nabi SAW) semoga Allah SWT. menceraikan kalian dan
menggantikan untuk Nabi SAW istri-istri yang lebih baik dari kalian, maka
turunlah ayat semisal dengna itu.” (HR. Bukhari)
12.2.3 Akhlak Umar bin
Khattab
1. Pemberani
Sifat pemberani adalah sifat dasar yang dimiliki Umar bin Khattab
sebelum masuk Islam. Maka ketika beliau
masuk Islam sifat pemberani ini beliau arahkan dalam membela da`wah Rasulullah
SAW. Orang yang berani terang-terangan melakukan hijrah ke kota Madinah adalah
Umar bin Khattab.
Beliau malah menantang orang-orang kafir
Quraisy dengan perkataan “Siapa yang
ingin istrinya menjadi janda, anaknya menjadi yatim maka halangilah saya untuk
hijrah” dan tidak ada orang kafir Quraisy yang berani menghalangi Umar bin
Khattab melaksanakan hijrah.
2. Sederhana
Umar adalah pribadi yang sederhana ketika telah masuk Islam. Hal ini
bisa dibuktikan ketika beliau menjabat sebagai khalifah. Umar tidak pernah
tinggal di sebuah istana, rumah mentereng ataupun gedung yang tinggi, tapi
beliau tinggal di sebuah bangunan sederhana dekat masjid, dan lebih sering
berada di masjid, bahkan beliau lebih sering tidur di atas pelepah kurma
daripada kasur yang empuk. Atau ketika beliau tidak melebihkan harta rampasan
(ghanimah) yang dibagikan diantara kaum muslimin.
Ketika kaum muslimin dapat bagian satu
kain perorang untuk dibuat baju, maka Umar pun mengambil satu; dan itu tidak
cukup untuk bahan baju beliau yang memiliki badan yang besar, maka sebagai
jalannya ia meminta kepada anaknya Abdullah, agar bagian anaknya diberikan
kepada Umar untuk dibuat sebuah baju. Atau ketika ia berkunjung ke daerah
taklukan, ia berjalan dengan memakai pakaian yang sederhana dan terkesan kusam,
diiringi oleh Patrik Yerusalem, Sophronius menggambarkan kesederhanaan Umar,
sungguh inilah kesehajaan dan kegetiran yang dikabarkan oleh Daniel sang nabi
ketika ia berdiri di tempat suci ini.
3. Adil
Umar juga dikenal sebagai pemimpin yang adil. Hal ini dirasakan oleh
seorang kakek Yahudi, yang rumahnya berda di dekat masjid. Pada saat itu
Gubernur Mesir `Amr bin `Ash akan melakukan pelebaran Masjid, dan rumah orang
Yahudi tersebut harus dibongkar. Dengan kebijakan ganti rugi `Amr bin `Ash
merayu orang yahudi tersebut untuk pindah, namun dia enggan. Namun `Amr bin
`Ash bersikeras untuk membongkar rumah tersebut. Maka orang Yahudi tersebut
mendatangi Khalifah Umar dan menceritakan apa yang terjadi kepada dirinya.
Maka Umar mengambil sebuah tulang dan
membuat garis dengan pedang di atas tulang tersebut dan menyuruh orang Yahudi
tersebut untuk membawa dan menyerahkannya kepada `Amr bin `Ash. Dengan penuh
keheranan orang Yahudi tersebut pulang ke Mesir dan menghadap kepada `Amr bin
`Ash sambil menyerahkan tulang yang diberikan oleh Umar bin Khattab. Ketika
`Amr bin `Ash menerima tulang tersebut pucatlah wajah beliau dan menyuruh para
pengawalnya untuk menghentikan pembongkaran.
Dengan penuh keheranan orang Yahudi
tersebut bertanya kepada `Amr bin `Ash tentang apa yang terjadi. Maka `Amr
menjawab bahwa Umar telah mengingatkan aku sebagai seorang pemimpin yang harus
berlaku adil terhadap rakyatnya. Maka kagumlah orang Yahudi tersebut maka ia
masuk Islam dan merelakan rumahnya untuk dibongkar.
4. Tegas
Salah satu bentuk ketegasan Umar bin Khattab adalah ketika beliau
memecat Khalid bin Walid sebagai panglima perang dengan pemikiran bahwa Umar
merasa takut kalaulah umat Islam terlalu mendewakan Khalid bin Walid yang telah
berhasil memimpin pasukannya meraih kemenangan dalam beberapa pertempuran; dan
hal itu diterima dengan lapang dada oleh Khalid bin Walid.
5. Loyalitas Tinggi
Umar adalah orang yang memiliki rasa cinta yang tinggi terhadap
Allah, Rasulullah saw, dan agama Islam. Kecintaan terhadap Allah SWT dan agama
Islam beliau buktikan dengan menginfakkan setengah harta beliau untuk dakwah
Rasulullah SAW. Dan yang paling mengharukan rasa cinta beliau adalah bagaimana
ia tidak menerima kematian Rasulullah SAW; sampai ia menghalangi persiapan
penguburan dan mengancam orang yang berkata Rasulullah telah meninggal maka ia
akan menemui ajalnya.
Para sahabat pun merasa kebingungan dengan
keadaan seperti ini. Hal ini sampai ke telinga Abu Bakar, maka beliau berkata “Barang siapa yang menyembah Muhammad,
sungguh dia telah meninggal; tapi barang siapa yang menyembah Allah SWT, maka
Dia itu hidup selamanya takkan pernah mati”; kemudian beliau membaca surat
Ali Imran ayat 144. Mendengar itu Umar
tersadar dan menitikkan air mata pertanda kesedihannya.
6. Tanggung Jawab
Umar bin Khattab adalah seorang pemimpin yang bertanggung jawab. Hal
ini dibuktikan ketika beliau selalu berpatroli mengontrol rakyatnya sambil
memikul keperluan rakyatnya. Pernah suatu waktu beliau melihat seorang ibu yang
sedang membohongi anaknya yang kelaparan dengan pura-pura menanak beras,
padahal batu yang ada dalam wadah tersebut. Melihat hal tersebut Umar mengambil
gandum dan beliau pikul sendiri.
Ketika pengawalnya menawarkan untuk
memikulnya, maka Umar berkata “Apakah
kamu akan menjerumuskan aku ke dalam neraka karena telah menelantarkan rakyatku
dan membiarkannya kelaparan?” Itu adalah salah satu bukti sifat tanggung
jawab Umar sebagai seorang pemimpin.
12.3 Utsman bin Affan
12.3.1 Biografi Utsman bin
Affan
Usman bin Affan enam tahun lebih muda
daripada Nabi. Kabilahnya, Bani Umayya, merupakan kabilah Quraisy yang
dihormati karena kekayaannya. Kekayaan tersebut mereka peroleh dari usaha
perdagangan. Keluarga Usman juga kaya-raya. Pada usia remaja, Usman sudah mulai
menjalankan usaha dagangnya ke berbagai negeri. Abu Bakar, salah satu sahabat
Nabi merupakan salah satu temannya dalam berdagang. Lewat Abu Bakar inilah
Usman masuk Islam.
Akhirnya, Utsman menerima ajakan Rasulullah
memeluk Islam tanpa ragu. Tidak beberapa lama, Usman menikah dengan Ruqayyah,
putri Rasulullah SAW. Keimanannya tak pernah goyah bahkan ketika ia disiksa
oleh salah seorang pamannya dari Bani Umayyah untuk meninggalkan Islam dan
kembali kepangkuan agama nenek moyang.
Selain sifatnya lemah-lembut dan tutur
katanya yang halus, Usman seorang lelaki pemalu. Suatu ketika Rasulullah bersabda,
“Umatku yang paling pemalu adalah Usman
bin Affan.” Karena kelemah lembutannya banyak orang mencintai Usman. Karena
pemalu, Usman disegani dan dihormati banyak orang.
Gambaran terkenal mengenai Usman adalah
kedermawanannya, sampai-sampai orang mungkin akan mengatakannya boros. Yang
jelas, dia selalu siap mendermakan hartanya yang melimpah untuk perjuangan
dijalan Allah. Kekayaan yang melimpah tidak menjadikan sama sekali tidak
menjadikan Usman kikir. Pernah ia menyumbangkan 300 unta dan uang 1000 dinar ketika
Nabi menyeru kaum muslim untuk melakukan ekspedisi ke Tabuk untuk menghadapi
tentara Byzantium.
Sejak masuk Islam, Usman tidak bisa
dipisahkan dari perjuangan menegakkan agama Islam. Karena mendapat permusuhan
yang sengit dari penduduk Makkah, Rasulullah menyeru kaum muslimin hijrah ke
Habsyi. Bersama Istrinya, Ruqayyah, Usman hijrah ke Habsyi. Usman juga turut
hijrah ke Madinah bersama para sahabat lainnya.
Di mata Nabi, kedudukan Usman sangat mulia.
Nabi sangat mengagumi ketampanan wajah Usman dan kemuliaan budi pekertinya.
Karena itulah setelah Ruqayyah wafat. Nabi menikahkan Usman dengan Ummu Kulsum,
salah seorang putri Rasulullah. Pernikahannya dengan dua putri Nabi inilah yang
menjadikan Usman dijuluki Dzun Nurain, ‘pemilik dua cahaya’. Sayangnya,
pernikahannya dengan Ummu Kulsum juga tidak berlangsung lama karena Ummu Kulsum
meninggal terlebih dahulu. Begitu sayangnya Nabi kepada Usman sehingga pernah
Nabi berkata, “Seandainya aku punya putri
yang lain lagi, pasti aku akan nikahkan juga kepada Usman.”
Kedudukan Usman yang begitu mulia disisi
Nabi membuatnya sangat dihormati kaum muslimin. Pada masa Abu Bakar dan Umar,
pendapat Usman senantiasa didengarkan dan diperhatikan. Tidaklah mengherankan
jika Umar bin Khattab menunjuknya menjadi salah satu Dewan Syura. Lewat Dewan
Syura itu pula Usman diangkat sebagai khalifah ketiga.
12.3.2 Kemuliaan Akhlak
Utsman bin Affan
Sifat yang paling menonjol pada diri Usman
adalah sifat malu. Sifat ini sangat mengakar pada kepribadiannya sehingga
Rasulullah SAW. Pernah menyatakan, “Umatku
yang paling penyayang pada sesamanya adalah Abu Bakar, yang paling keras dalam
persoalan agama Allah adalah Umar, dan yang paling pemalu adalah Usman.”
Dalam pengertian seperti inilah Usman
tumbuh dan menjalani hari-harinya. Rasa malu yang ada pada dirinya menguasai
kepribadiannya secara menyeluruh dan membimbingnya untuk melakukan berbagai
keutamaan.
Pada saat dia diangkat sebagai khalifah,
sifat malunya semakin tumbuh dan melekat seperti rumput hijau yang terkena
hujan sehingga semakin tumbuh dan menghijau. Maka ketika dia hendak mengangkat
panglima perang atau gubernur wilayah, dia memilih sosok terbaik. Dia malu
kepada Allah SWT. jika dia mengangkat sesorang atas kaum muslimin padahal ada
orang lain yang lebih baik darinya.
Inilah sosok malu yang ada pada sosok
Utsman, tidak seperti yang dibayangkan oleh orang-orang bahwa Utsman adalah
sosok yang lemah. Sungguh tepat penjelasan yang diberikan oleh Rasulullah
Shallallahu Alahi wa Sallam ketika menggambarkan sosok Utsman, beliau berkata, “Umatku yang paling benar sifat malunya
adalah Utsman.”
Kemuliaan akhlak Usman yang lain yaitu :
1. Dermawan
Terkait dengan kedermawanan dan kemurahan hati Utsman, sungguh tidak
ada tandingannya. Dia telah menyumbangkan hartanya di jalan Allah di banyak
kesempatan. Sehingga kedermawanannya tentu saja beserta sifat malunya menutupi
berbagai keutamaan dan sifat malunya yang lain. Dia telah menyerahkan hartanya
yang melimpah untuk kepentingan agamanya dan saudara-saudaranya seiman. Dia
menginfakkanya tanpa perhitungan. Jika kita mencoba untuk mencari seseorang
yang dapat menandingi kedermawanan Utsman, kita tidak akan menemukannya.
Ketika masjid Nabawi terasa sempit karena
banyaknya jamaah yang ikut shalat berjamaah, Rasulullah SAW. bermaksud membeli
tanah milik salah seorang shahabat untuk keperluan perluasan Masjid. Maka
Rasulullah menyampaikan himbauannya untuk itu dengan imbalan pahala, “Siapa yang membeli tanah keluarga fulan
lalu menambahkannya ke Masjid, akan memperoleh kebaikan dari tanah itu di
surga.” Utsman pun segera membelinya
dari harta pribadinya seharga 25 ribu dinar.
Setelah Fathu Makkah, Utsman membeli
sebuah rumah yang cukup luas yang menempel dengan Masjidil Haram seharga 10
ribu dinar. Lalu rumah itu ditambahkan ke area Masjid. Dia juga membeli sebuah
sumur yang disebut sumur Rumah seharga seribu dirham, lalu diserahkan kepad
kaum muslimin, baik untuk orang kaya, miskin, maupun yang kehabisan bekal
perjalanan.
Pada saat perang Tabuk, Utsman
mempersiapkan untuk pasukan yang tidak memiliki bekal dan kendaraan sebanyak
950 unta ditambah 50 kuda untuk melengkapi jumlah 1000. Di samping itu dia juga
menginfakkan uang sejumlah 1000 dinar dan 83,3 kilogram emas.
Kemudian pada masa kekhalifahan Abu Bakar,
orang-orang mengalami masa paceklik. Abu Bakar lalu berkata, “Jika Allah menghendaki, sebelum sore besok
Allah akan memberi kalian jalan keluar.” Pada keesokan paginya, datanglah
kafilah dagang Utsman. Para pedagang pun bergegas mendatanginya. Ketika Utsman
keluar menemui mereka, langsung diminta untuk menjual muatan kafilah dengannya
kepada mereka. Namun Utsman menolak seraya berkata, “Ya Allah, saya menghibahkannya kepada orang-orang fakir Madinah tanpa
harga dan tanpa perhitungan.”
2. Kasih Sayang dan Pergaulannya Yang Baik
Suatu kali Utsman memarahi seorang budak, sampai dia menjewer
telinga budak tersebut hingga merasa kesakitan. Waktu itu Utsman segera
teringat akan akhirat dan pembalasan, maka dia berkata kepada budak itu, “Saya baru saja menjewer telingamu, silahkan
membalasnya padaku.”
Pada kesempatan lain Utsman membeli
sebidang tanah dari seseorang, namun orang itu tak kunjung datang untuk
mengambil uangnya. Utsman pun mendatanginya dan bertanya, “Kenapa engkau tidak datang untuk mengambil uangmu?” Orang itu
menjawab, “Engkau menipuku dalam jual
beli ini.” Utsman bertanya lagi, “Itukah
yang membuatmu tidak datang?” Orang itu mengiyakan. Maka Utsman berkata, “Kalau begitu silahkan pilih apakah engkau
ingin mengambil tanah atau uangnya, sesungguhnya Rasulullah SAW. pernah
bersabda, “Allah akan memasukkan ke dalam surga orang yang memudahkan dalam
urusan jual-beli dan peradilan.”
Thalhah bin Ubaidillah pernah meminjam
sejumlah uang kepada Utsman. Ketika Thalhah memiliki kelapangan rizki dari
Allah, dia segera hendak membayar hutangnya kepada Utsman. Thalhah pun bertemu
dengan Utsman saat keluar dari masjid. Thalha berkata, “Sesungguhnya uang yang saya pinjam darimu sejumlah 50 ribu telah ada
pada saya, silahkan mengutus orang untuk mengambilnya.” Utsman berkata
padanya, “Sesungguhnya kami telah
menghibahkannya untukmu karena kebaikanmu itu.”
3. Ketaatan Usman bin Affan, Ibadahnya, dan Ketakwaannya
Usman termasuk salah satu ahli ibadah. Dia gemar berpuasa di siang
hari, bertahajjud di malam hari, dan banyak membaca mushaf al quran. Kondisi itu
terus bertahan sepanjang hidupnya yang lebih dari delapan puluh tahun.
Ketekunannya dalam melaksanakan puasa
sunnah membuat orang-oarang yang hidup semasa dengannya menggambarkan
seolah-olah Usman berpuasa sepanjang tahun. Di samping itu, hati Usman selalu
terpaut dengan al quran. Kitab suci itu selalu menemani dan menyertainya. Usman
berkata, “Tidak ada yang aku sukai setiap
kali datang hari baru kecuali menatap kitabullah.”
Sedangkan ibadah haji, selalu menjadi
dambaan hatinya. Dia ikut melaksanakan haji wada’ bersama Rasulullah SAW. Pada
masa kekhalifahan Umar dia melaksanakan haji bersama Abdurrahman bin Auf
memimpin rombongan para Ummul mukminin. Sementara pada masa kekhalifahannya,
dia melaksanakan haji sepuluh kali berturut-turut, kecuali pada tahun saat dia
dikepung para pemberontak. Waktu itu dia mengutus Ibnu Abbas untuk memimpin
orang-orang dalam pelaksanaan haji.
12.3.3 Keilmuan Utsman bin
Affan
Usman bin Affan R.A. termasuk salah satu
ulama di kalangan shahabat dan termasuk ke dalam kelompok kecil yang kerap
memberi fatwa pada masa Rasulullah SAW. Al qasim bin Muhammad menceritakan, “Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali memberi fatwa
pada masa Rasulullah SAW.”
Usman juga memberi fatwa pada masa
kekhalifahan Abu Bakar. Ketika Umar menjabat sebagai khalifah, yang berhak
memberi fatwa adalah Usman, Ali, Ubay bin Ka’ab, dan Zaid bin Tsabit. Usman
merupakan shahabat yang paling mengerti manasik haji, diikuti setelahnya oleh
Abdullah bin Umar.
Di antara bukti yang jelas atas kedalaman
ilmunya adalah diangkatnya Utsman sebagai khalifah ketiga. Seorang khalifah
haruslah diangkat dari kalangan yang paling mengerti tentang kitabullah, yang
paling baik bacaannya, dan yang paling banyak pengetahuannya tentang sunnah
Nabi SAW.
Namun demikian, Usman sangat berhati-hati
dalam meriwayatkan hadits dari Rasulullah SAW. khawatir hafalannya keliru lalu
dia menambah atau mengurangi sesuatu dari hadits Nabi. Usman berkata, “Yang menghalangi saya untuk menyampaikan
hadits dari Rasulullah SAW. bukanlah karena saya tidak termasuk shahabat yang
paling memahami dari beliau, akan tetapi saya sungguh telah mendengar beliau
bersabda, “Siapa yang mengatakan atas nama saya apa yang tidak pernah saya
katakan, hendaklah bersiap-siap untuk menempati tempat duduk di neraka.”
Karena hal tersebut dan karena kesibukannya
dengan urusan kekhalifahan pada masanya, serta keikutsertaannya dalam mengurus
pemerintahan pada masa Abu Bakar dan Umar, periwayatan hadits dari Usman sangat
sedikit. Usman hanya meriwayatkan 146 hadits dari Rasulullah SAW. Dia meriwayatkan
hadits secara lisan dari Rasulullah, Abu Bakar, dan Umar.
Di antara shahabat yang meriwayatkan hadits
dari Usman adalah Abdullah bin Mas’ud, Zaid bin Tsabit, Umran bin Hushain, Abu
Qatadah, Abu Hurairah, Anas bin Malik, Salamah bin Al-Akwa’, Ibnu Umar, Ibnu
Abbas, Ibnu Zubair, dan lain-lain. Termasuk beberapa anaknya, pembantunya, dan
sekelompok orang dari kalangan tabiin.
12.3.4 Kedudukannya
Usman bin Affan di sisi Nabi SAW dan Para Saahabat
Kelebihan dan keutamaan yang dimiliki Usman
membuatnya menempati posisi terhormat dan memperoleh simpati yang lebih dari
Rasulullah SAW. Maka Rasulullah menikahkannya dengan putri beliau, yaitu
Ruqayyah Radiyallahu ‘Anha. Ketika Ruqayyah meninggal, Utsman dinikahkan dengan
putri beliau yang lain, yaitu Ummu Kultsum yang meninggal dunia pada tahun
kesembilan hijriah.
Usman juga salah satu penulis wahyu pada
masa Rasulullah SAW. Dapat dikatakan bahwa Utsman bertindak sebagai sekertaris
beliau. Jika Nabi SAW. sedang duduk, maka Abu Bakar duduk di sebelah kanan
beliau, Umar di sebelah kiri beliau, dan Utsman di hadapan beliau.
Para shahabat yang mulia sangat memahami
kedudukan Usman R.A, maka mereka menempatkannya pada posisi terhormat
sebagaimana Rasulullah menghormatinya. Mereka juga memujinya, menyiarkan
berbagai keutamaannya, mencela orang-orang yang membencinya, dan memerangi
orang-orang yang memusuhinya.
Usman sangat dekat dengan Abu Bakar dan
Umar pada masa kekhalifahan keduanya. Dia kerap berkunjung ke tempat keduanya
bersama beberapa orang shahabat untuk memberi saran terkait persoalan kaum
muslimin dan urusan kenegaraan. Begitu juga sebaliknya, Abu Bakar dan Umar juga
sering meminta pendapatnya.
12.4 Ali bin Abi Thalib
12.4.1 Biografi Ali bin
Abi Thalib
Ali lahir pada Jum’at 13 Rajab di Makkah
sekitar tahun 600 M. Ia lahir dari pasangan Abu Thalib bin Abdul Muthalib dan
Fatimah binti Asad. Ketika lahir, ibunya memberi nama Haidar yang artinya
singa. Namun sang ayah lebih suka menemainya Ali yang artinya tinggi dan luhur.
Abu Thalib adalah kakak Abdullah, ayah Nabi Muhammad. Jadi, Ali dan Muhammad
adalah saudara sepupu.
Sejak kecil Ali hidup serumah dengan
Muhammad, berada dibawah asuhannya. Nabi tentu sajah ingat bahwa dia pernah
diasuh oleh pamannya, Abu Thalib. Ketika dalam asuhan sepupunya (Nabi Muhammad)
inilah Ali mendapatkan cahaya kebenaran, yakni Islam. Tanpa ragu sedikitpun, ia
memutuskan untuk menyatakan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. keputusan ini
dilakukan ketika Ali masih kecil, ketika umurnya baru 10 tahun. Secara
keseluruhan, dia adalah orang ketiga yang memeluk islam dan yang pertama dari
golongan anak-anak.
Dibawah asuhan Rasulullah Ali tumbuh
berkembang. Segala kebaikan perilaku diajarkan oleh Nabi kepada sepupunya. Ali
tumbuh menjadi pemuda cerdas, pemberani, tegas, juga lembut hati dan sangat
pemurah. Kecerdasan Ali sangat menonjol. Ia merupakan sahabat Nabi yang paling
paham tentang al qur’an dan sunnah, kerena merupakan salah satu sahabat
terdekat Nabi. Ia menerima lengsung pengajaran al qur’an dan sunnah dari
Rasulullah.
12.4.2 Akhlak Ali bin Abi
Thalib
Akhlak Ali Radiyallahu ‘Anhu merupakan
pantulan dari cahaya akhlak Nabi SAW, karena Ali tumbuh besar di rumah Nabi,
hidup di taman akhlak yang mulia, ditambah lagi dia pun menjadi menantu
Rasulullah, di mana Rasulullah senantiasa membimbingnya dan Fathimah dengan
berbagai nasihat yang luhur dan adab yang mulia. Diantara akhlak Ali yang mulia
antara lain :
1. Pemalu
Ali merupakan sosok pemalu, sifat malunya para ksatria pemberani.
Pada perang Uhud, ketika bertarung melawan Abu Sa’ad bin Abi Thalhah dan
berhasil menjatuhkannya ke tanah, pada saat Ali akan menghabisinya tiba-tiba
Ali berbalik dan pergi meninggalkannya. Ketika para shahabat bertanya kenapa
dia tidak jadi menghabisinya, Ali menjawab, “Dia
menghadapiku dengan menampakkan auratnya, maka saya merasa iba padanya, saya
tahu bahwa Allah SWT telah
membinasakannya.” Perbuatan itu terulang kembali pada perang Khandaq ketika
bertarung melawan Amr bin Abdi Wud. Ali menceritakan, “Saya memukulnya dengan pedang, lalu dia melindungi dirinya dengan
menampakkan auratnya, maka saya merasa malu untuk menghabisinya.”
2. Pejuang sejati
Kemuliaan seorang pejuang merupakan akhlak yang tidak pernah
dilupakan oleh Ali pada saat memperoleh berbagai kemenangan. Sesungguhnya para
pejuang sejati seperti Ali menggapai kemenangan dengan cara yang mulia dan
adil. Sikap ini hanya akan muncul dari akhlak yang tumbuh di rumah para Nabi
dan tidak memilikinya kecuali orang-orang pilihan.
3. Jujur dan apa adanya
Ali juga dikenal jujur dan apa adanya. Dia menolak sikap
berpura-pura untuk menyelamatkan diri meski dalam situasi sulit sekalipun. Dia
pernah berkata, “Tanda keimanan adalah
engkau lebih mengutamakan kejujuran meskipun merugikanmu atas kebohongan meski
memberi manfaat bagimu, hendaklah dalam pembicaraanmu tidak melebihi ilmumu dan
bertaqwalah kepada Allah dalam berbicara dengan orang lain.”
4. Sangat menjaga hubungan kekerabatan
Dalam menjaga hubungan kekerabatan Ali dikenal sangat gigih. Dia
bersaing dengan beberapa shahabat dalam memperoleh hak asuh Amarah putri
pamannya Hamzah bin Abdul Muththalib Radiyallahu ‘Anhu, dan tidak bisa memberi
ketetapan antara dia, Ja’far, dan Zaid bin Haritsah selain keputusan Rasulullah
SAW.
Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Barra’
bin Azib Radiyallahu ‘Anhu, dia berkata “Rasulullah SAW. melakukan umrah pada
bulan Zulqa’dah, maka penduduk Mekah tidak mengizinkan beliau memasuki Mekah
hingga Rasulullah membuat kesepakatan dengan mereka bahwa beliau hanya akan
tinggal di Mekah selama tiga hari. Ketika telah lewat tiga hari, penduduk Mekah
mendatangi Ali dan berkata, “Sampaikan
pada sahabatmu untuk segera keluar dari wilayah kami karena waktunya telah
habis.” Maka Nabi dan para shahabatnya pun keluar dari Mekah. Tiba-tiba
mereka diikuti oleh Hamzah seraya memanggil, “Wahai putra pamanku!” Ali pun membawanya dan berkata kepada
Fathimah, “Bawa serta putri pamanmu.”
Lalu Ali berselisih dengan Zaid dan Ja’far mengenai hak asuhnya. Ali berkata, “Saya lebih berhak mengasuhnya karena dia
putri pamanku dan bibinya adalah istriku.” Sementara Zaid berkata, “Dia adalah putri saudaraku.” Maka Nabi
SAW. memutuskan untuk menyerahkannya pada bibinya seraya berkata, “Bibi sama seperti Ibu.” Beliau
berkata pada Ali, “Engkau bagian dariku
dan aku bagian darimu.” Lalu berkata pada Ja’far, “Engkau menyerupai aku dan akhlakku.” Kemudian berkata pada Zaid, “Engkau adalah saudara kami dan pelayan
kami.”
5. Zuhud
Ali terkenal sangat zuhud. Dia makan dari hasil jerih payahnya
sendiri, mengambil sendiri air dari sumur, padahal dia menantu Nabi SAW. Bahkan
istrinya, Fathimah menggiling gandum dengan batu gilingan hingga kedua
tangannya lecet.
6. Senang menjamu tamu
Ali senang menjamu tamu, mudah memberi orang-orang yang membutuhkan,
dan memuliakan utusan mereka. Ali R.A. berkata, “Mengumpulkan beberapa sahabatku untuk menyantap bersama satu atau dua
sha’ makanan lebih saya sukai daripada pergi ke pasar untuk memerdekakan
budak.”
Suatu hari datang padanya seorang
laki-laki berkata, “Wahai Amirul
mukminin, saya membutuhkanmu. Saya telah memintanya kepadamu. Jika engkau
memenuhi permintaanku ini saya akan memuji Allah dan berterima kasih kepadamu.
Jika tidak, saya memuji Allah dan memaafkanmu.” Ali berkata, “Tulislah di tanah, saya tidak suka melihat
kehinaan peminta-minta pada wajahmu.” Maka orang itu menulis, “Saya orang
yang butuh bantuan.” Ali lantas berkata, “Bawakan padaku sehelai pakaian.” Lalu didatangkanlah sehelai kain
dan diberikannya pada orang itu. Orang itu segera mengambil dan memakainya,
lalu memuji Ali dengan gubahan syair.
Kemudian Ali berkata, “Bawakan padaku uang dinar.” Maka didatangkanlah uang seratus dinar
dan diberikannya pada orang itu. Seseorang berkata kepada Ali, “Wahai Amirul mukminin, engkau memberinya
pakaian dan uang seratus dinar?” Ali menjawab, “Ya, saya mendengar Rasulullah SAW. bersabda, “Posisikan orang sesuai
dengan kedudukannya.” Ini adalah kedudukan orang itu di sisiku.”
12.4.3 Keimanan, Ketaatan,
dan Sifat Wara’ Ali bin Abi Thalib
Ali Radiyallahu ‘Anhu senantiasa
memelihara pelaksanaan shalat sunnah baik pada malam hari maupun siang hari.
Dia kerap kerap shalat sunnah sebelum zhuhur empat rakaat yang panjang, ketika
ditanya tentang hal itu dia menjawab,
“Saya melihat Rasulullah melaksanakan shalat seperti itu.” Di samping itu
Ali juga selalu shalat sunnah empat rakaat sebelum Ashar. Dia berkata, “Semoga Allah merahmati orang yang shalat
empat rakaat sebelum Ashar.”
Ali tidak pernah meninggalkan shalat Dhuha
dan membiasakan diri untuk membaca wirid yang telah diajarkan oleh Rasulullah
SAW. kepadanya, yaitu membaca tasbih, tahmid, dan takbir seratus kali pada
waktu pagi dan petang. Ali tidak pernah meninggalkan itu baik diperjalanan
maupun di rumah, baik kala sehat maupun sedang sakit, sehingga saya berkata
mengenai hal itu, “Saya tidak pernah
melewatkannya sejak saya mendengarnya dari Rasulullah SAW kecuali pada malam
terjadinya perang Shiffin, saya lupa, dan baru ingat di penghujung malam, maka
saya langsung membacanya.”
Ali Radiyallahu ‘Anhu senantiasa
berhubungan dengan kitabullah. Dia berkata, “Menurut
saya tidak pantas jika seorang berakal tidur tanpa membaca beberapa ayat
terakhir dari surat Al-Baqarah. Ayat-ayat itu merupakan harta karun yang
tersimpan di bawah Arys.”
Di samping itu Ali juga gemar bersedekah,
mudah memberi, dermawan, dan murah hati. Bahkan Ali memiliki banyak harta wakaf
yang dijadikan sebagai sedekah jariyah. Hasil dari semua itu mencapai 40 ribu
dinar.
Ibnu Abbas Radiyallahu ‘Anhu berpendapat
mengenai firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
“Orang-orang yang menginfakkan hartanya malam dan siang hari (secara)
sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan.”(QS. Al-Baqarah 2 : 274) bahwa
ayat tersebut terkait dengan Ali bin Abi Thalib. Dia pernah memiliki empat ribu
dirham, lalu dia menginfakkan semuanya. Pada malam hari seribu, siang hari
seribu, secara sembunyi seribu, dan secara terang-terangan seribu.
Ali juga terkenal dengan sifat wara’, qana’ah, suka menangis, cerdas,
dan berpikiran tajam. Suatu hari dibawakan padanya kurma kering, Ali pun
memakannya diikuti dengan minum air, kemudian dia memukul perutnya seraya
berkata, “Siapa yang dimasukkan oleh
perutnya ke dalam neraka, maka Allah akan menjauhkannya.”
Pada kesempatan lain Ali melakukan ziarah
kubur bersama Kumail bin ziyad. Ketika sampai diperkebunan dia berkata, “Wahai ahli kubur, Wahai penghuni tempat
yang sepi, Apa kabar kalian? Adapun kabar dari kami, harta telah dibagikan,
anak-anak telah menjadi yatim, pasangan telah terganti. Inilah kabar kami.
Bagaimana kabar kalian?” Lalu Ali menoleh ke Kumail dan berkata, “Wahai Kumail, seandainya mereka diizinkan
menjawab, mereka akan berkata, “Sesungguhnya bekal terbaik adalah ketakwaan.” Kemudian
Ali menangis dan berkata, “Wahai Kumail,
kuburan adalah kotak amal dan saat kematian datang engkau akan memperoleh kabar
yang sesungguhnya.”
Di antara doa yang kerap diucapkannya
adalah, “Aku berlindung kepada-Mu dari
sulitnya cobaan, kemalangan yang susul menyusul, dan kegembiraan para musuh.
Aku berlindung kepada-Mu dari penjara, belenggu, dan cemeti.” “Ya Allah,
sesungguhnya dosa-dosaku tidak akan mencederai-Mu dan rahmat-Mu kepadaku tidak
akan mengurangi kemuliaan-Mu.”
12.4.4 Keilmuan Ali bin
Abi Thalib
Sejak muda, Ali memperoleh pengajaran dari
Kitabullah yang mulia dan hikmah nabawiyah. Dia mengambil ilmu yang benar dan
luhur dari Rasulullah SAW. Hal itu didukung oleh keadaan Ali yang memiliki otak
yang cerdas, lisan yang gemar bertanya, telinga yang mendengar dan pandangan
yang tajam. Ali termasuk orang yang hafal al qur’an pada masa Rasulullah SAW.
dan mengetahui tafsir dan takwil.
Ali bercerita tentang dirinya dalam rangka
mengungkapkan nikmat Allah SWT. dia berkata, “Demi Allah, tidak turun satu ayat pun kecuali aku mengetahui pada
peristiwa apa , di mana, dan mengenai siapa ayat itu turun. Sesungguhnya
Tuhanku telah memberiku otak yang cerdas dan lisan yang pandai berkata-kata.” Ali
juga pernah berkata, “Tanyakanlah padaku
tentang kitabullah. Tidak ada satu ayat pun melainkan saya mengetahui apakah
ayat itu turun pada malam hari atau siang hari, di dataran rendah atau
pegunungan.”
Di tambah lagi dengan keberkahan doa Nabi
SAW. untuknya ketika beliau mengutusnya ke Yaman sebagai hakim. Mengenai hal
ini Ali Radiyallahu ‘Anhu menceritakan, “Rasulullah
SAW mengutusku ke Yaman. Saya pun berkata pada beliau, “Wahai Rasulullah,
engkau mengutusku padahal aku masih mudah, engkau mengangkatku sebagai hakim
padahal aku tidak mengerti hukum!” Maka beliau menepuk dadaku dengan tangannya,
kemudian berdoa, “Ya Allah, tunjukilah hatinya dan tetapkan lisannya.” Demi
Allah, sejak saat itu aku tidak pernah ragu dalam memutuskan perkara antara dua
orang.”
Sahabat memuji keilmuan Ali. Pemuka sahabat
banyak yang bertanya padanya dan mengutip ucapannya dalam berbagai persoalan
dan masalah. Bahkan Umar pernah berkata, “Ali
adalah yang paling baik memutuskan perkara di antara kami.” Lebih jauh Umar
berkata, “Aku berlindung kepada Allah
dari masalah yang Abu Hasan (Ali) tidak menanganinya.”
Sementara Abdullah bin Mas’ud berkata, “Waktu itu kami berbincang-bincang bahwa
orang yang paling baik dalam memutuskan perkara di Madinah adalah Ali bin Abi
Thalib.” Ibnu Abbas berkata, “Jika seorang tsiqah (terpercaya) menyampaikan
fatwa dari Ali, maka kami tidak akan melampauinya. Sedangkan Aisyah Ummul
mukminin berkata, “Adapun Ali, adalah orang yang paling mengerti tentang
sunnah,”
Meski demikian, Ali tidak pernah menyerang
suatu fatwa. Jika dia ditanya tentang sesuatu yang tidak difahaminya, dengan
tenang dia akan menjawab, “Saya tidak
tahu.” Pernah suatu kali dia ditanya tentang suatu masalah, dia menjawab, “Saya tidak memahami hal itu. Alangkah
menenangkan hati, saya ditanya tentang sesuatu yang saya tidak pahami lalu saya
menjawab, “Saya tidak tahu!”
Ali meriwayatkan hadits dari Nabi SAW. dan
dari istrinya Fathimah serta dari Abu Bakar, Umar, dan Miqdad bin Amr. Ilmunya tersebar luas di kalangan para
shahabat dan tabi’in. Di antara yang meriwayatkan hadits darinya adalah
anak-anaknya : Hasan, Husein, Muhammad Al Akbar (yang dikenal dengan nama Ibnu
Al-Hanafiyah), Umar, dan Fathimah. Begitu juga cucunya, Muhammad bin Umar bin
Ali, keponakannya Abdullah bin Ja’far, putra saudarinya Ja’dah bin Hubairah
Al-Makhzumi, dan sekertarisnya Ubaidillah bin Abi Rafi’.
Dari kalangan shahabat terdapat sejumlah
besar yang meriwayatkan hadits dari Ali, di antaranya: Abdullah bin Mas’ud,
Al-Barra’ bin Azib, Abu Hurairah, Abu Sa’id Al-Khudri, Shuhaib, Abdullah bin
Abbas, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Zubair, Jabir bin Abdullah, Abu Musa Al Asy’ari,
dan lain-lain.
Sementara dari kalangan Tabi’in ada Zirr
bin Hubaisy, Abul Aswad Ad Du’ali, Al Harits bin Abdullah Al A’war, Syuraih bin
Hani’, Syaqiq bin Salamah, Amir Asy Sya’bi, Alqalamah bin Qais, Marwan bin Al
Hakam, Abu Abdurrahman As Sulami, dan masih banyak lagi. Dalam kitab-kitab
sunnah dari Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam terdapat 586 hadits yang
diriwayatkan dari Ali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar