Kamis, 05 Januari 2017

AKHLAK PARA SAHABAT DALAM SEJARAH



BAB XII

12.1 Abu Bakar Ash-Shiddiq
12.1.1 Biografi Abu Bakar Ash-Shiddiq
Nama Abu Bakar adalah julukan yang diberikan kepada seorang bernama Abdul Ka’bah bin Abi Quhafah dari Bani Taim. Setelah masuk islam, Nabi mengganti namanya menjadi Abdullah bin Abi Quhafah. Namun orang-orang memanggilnya Abu Bakar. Nama ini diberikan karena ia adalah orang yang paling dini memeluk Islam. Dalam bahasa Arab, “bakar” berarti dini atau pagi. Selain itu, Abu Bakar sering kali dipanggil Atiq atau ‘yang tampan’ karena ketampanan wajahnya. Sementara, Nabi memberi Abu Bakar gelar ash Shiddiq yang artinya ‘yang berkata benar’. Gelar ini diberikan kepada Abu Bakar karena dia membenarkan kisah Isra Mi’raj Nabi ketika banyak penduduk Makkah mengingkarinya.
Abu Bakar lahir pada 572 M di Makkah, tidak berapa lama ketika Nabi lahir. Karena kedekatan umur inilah Abu Bakar sejak kecil bersahabat dengan Nabi. Persahabatan keduanya tak terpisahkan, baik sebelum maupun sesudah Islam datang. Bahkan persahabatannya bertambah erat ketika sama-sama berjuang menegakkan agama Allah.
Biarpun hidup padaa zaman Jahiliyah, berbagai kebaikan melekat pada Abu Bakar sejak kecil. Lembut dalam bertutur, dan sopan dalam bertindak merupakan beberapa sifat bawaannya. Ia juga perasa dan sangat mudah tersentuh hatiya. Selain itu, Abu Bakar dikenal cerdas dan berwawasan luas.
Abu Bakar seorang sahabat nabi yang terkenan akan kedermawanannya. Demi membela kaum muslimin yang tertindas di Makkah, Abu Bakar tak segan-segan mengeluarkan hartanya. Salah satu kisah terkenal yang menggambarkan kedermawanannya tentu saja ketika ia menbus Bilal bin Rabah dari tangan majikannya, Umayyah bin Khalaf. Lewat perantara Abu Bakar, Allah memberikan pertolongan kepada hamba-Nya yang teguh iman.
Melalui perantara Abu Bakar pula banyak penduduk Makkah yang menyatakan diri masuk Islam. Kepandaiannya bergaul membuat banyak kalangan tertarik masuk Islam. Usman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Talhah bin Ubaidillah, Saad bin Abi Waqqash, Zubair bin Awwam, dan Abu Ubaidillah bin Jarrah adalah beberapa sahabat yang masuk islam atas ajakan Abu Bakar. Merekalah yang kemudian dikenal dengan nama Assabiqunal Awwalun.
Setelah masuk Islam, Abu Bakar menjadi salah satu pembela Nabi yang paling kukuh, baik ketika di Makkah maupun ketika di Madinah. Abu Bakarlah yang menemani Nabi hijrah ke Yastrib (Madinah). Setelah tiba di Madinah, Abu Bakar tinggal di Sunh, daerah dipinggiran kota Madinah. Disini Abu Bakar dipersaudarakan dengan seorang dari suku Khazraj bernama “kharijah” inilah Abu Bakar tinggal. Hubungan kedua orang ini bertambah erat ketika Abu Bakar menikahi anak Kharijah bernama Habibah. Di Madinah, Abu Bakar beralih propesi berdagang kain menjadi petani. Memang, tanah Madinah terkenal dengan kesuburannya.
12.1.2 Akhlak Abu Bakar As-Shiddiq
Sebagai sahabat Nabi tentu Abu Bakar memiliki ahlak yang luhur dan dapat diteladani oleh kita semua. Sifat yang patut kita teladaani dari Abu Bakar antara lain :
1. Berjiwa pemimpin yang bijaksana
Sayyidina Abu Bakar mempunyai sifat yang berjiwa pemimpin yang bijaksana, kebijaksanan beliau antara lain adalah :
Ø  Musyawarah
Apabila terjadi suatu perkara Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq mencari hukumnya dalam kitab Allah, bila tidak memperolehnya, ia mempelajari bagaimana Rosulullah SAW bertindak dalam perkara seperti ini. Dan bila ia tidak menemukannya, ia mengajak tokoh-tokoh yang terbaik untuk bermusyawarah.
Ø  SikapTegas
Bersikap tegas dalam menghadapi orang-orang yang murtad, orang-orang yang mengaku sebagai nabi dan orang-orang yang tidak membayar zakat.
Ø  Terbuka untuk kritik
Hal ini dapat terlihat sebagaimana dalam khutbah pertama setelah beliau dibaiat menjadi khalifah “Apabila aku berbuat baik, bantulah aku; tapi apabila aku berbuat buruk, maka luruskanlah jalanku”.
2. Kasih sayang, suka menolong dan dermawan
Abu Bakar adalah salah satu sahabat kaya raya yang dermawan. Bahkan sejak masuk Islam, dia telah mempersilahkan Rasulullah menggunakan harta bendanya untuk berdakwah demi kejayaan agama Islam. Abu Bakar adalah sosok yang pengasih. Hal ini dibuktikan dengan penebusan kepada seorang budak yang disiksa oleh majikannya karena masuk Islam, dialah Bilal bin Rabbah. Tidak hanya Bilal, masih banyak lagi budak-budak beragama Islam yang dibebaskan oleh Abu Bakar.
Kasih sayang, suka menolong dan dermawan merupakan ahlak yang sangat dianjurkan dalam Islam. Salah satu asmaul husna adalah ar rahman dan ar rahim, artinya pengasih dan penyayang. Dalam al quran dan hadis kita juga dianjurkan untuk saling menolong. Allah menyuruh kita tolong menolong dalam hal kebaikan dan taqwa, namun dilarang tolong menolong dalam dosa dan permusuhan. Mendermakan sebagian harta kita untuk orang lain yang membutuhkan akan dapat mengurangi dosa kita, menjadikan harta kita bersih dan rizki akan bertambah banyak.
3. Rendah hati
Sikap rendah hati Abu Bakar terlihat ketika berpidato di awal pemerintahannya. Abu Bakar berkata kepada umat Islam, ”Bantulah aku jika aku berada di jalan yang benar, dan bimbinglah aku jika aku di jalan yang salah. Taatilah aku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan jika aku mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka janganlah engkau mengikutiku.”
Penyebab iblis menjadi musuh kekal manusia dan diturunkan dari surga adalah karena sifat sombong iblis. Allah sangat menyukai orang yang rendah hati, sebaliknya Allah sangat mengutuk orang yang sombong. Dalam hadis dijelaskan bahwa orang yang sombong tidak akan dapat mencium wanginya surga.
4. Berjiwa tenang
Ketika Rasulullah meninggal dunia, semua orang begitu sedih karena merasa kehilangan orang yang sangat dicintai. Bahkan Umar bin Khattab sangat marah dan menghunuskan pedang ketika ada orang yang memberi kabar bahwa Rasululllah meninggal. Namun tidak demikian dengan Abu Bakar, dia menampakkan kepasrahannya, dia menerima dengan ikhlas atas meninggalnya rasulullah.
5. Suka bermusyawarah
Sebagai seorang pemimpin Abu Bakar jauh dari sifat otoriter. Dia selalu memutuskan persoalan yang dihadapi umat Islam dengan jalan musyawarah. Hal ini bisa dilihat ketika Abu Bakar jatuh sakit dan merasa ajalnya sudah dekat. Dia memanggil para tokoh Islam dari berbagai suku untuk diajak musyawarah menentukan siapa pengganti khalifah setelah dia meninggal. Meskipun pada akhirnya Abu Bakar menunjuk sendiri Umar bin Khattab sebagai penggantinya namun dia tetap menawarkannya kepada para sahabat yang lain.
6. Setia
Saat Rasulullah berturut-turut ditinggal wafat oleh orang-orang yang disayanginya, Abu Bakar adalah orang yang pandai menghibur Rasulullah. Abu Bakar juga selalu mendampingi dakwah Rasulullah, baik dalam keadaan bahagia maupun bahaya. Ketika Nabi mendapatkan perlawanan dari kaum kafir Quraisy, Abu Bakar selalu membela Rasulullah, bahkan beberapa kali Abu Bakar berhasil menghentikan perbuatan orang kafir Quraisy yang akan membunuh Rasulullah. Kesetiaan Abu Bakar terhadap Rasulullah juga dibuktikan ketika Abu Bakar mendampingi Rasulullah saat hijrah ke Madinah. Padahal kejaran kaum kafir Quraisy adalah bahaya yang mengancam ketika itu, namun Abu Bakar telah membuktikan kesetiaannya untuk menemani Rasulullah sampai di Madinah.
12.2 Umar bin Khattab
12.2.1 Biografi Umar bin Khattab
Umar bin Khattab berasal dari Bani Adi, salah satu kabilah suku Quraisy. Tak ada yang tahu pasti kapan Umar dilahirkan. Ia besar layaknya anak-anak lainnya. Memasuki masa remaja, umar menggembalakan unta ayahnya, Khattab bin Nufail, dipinggiran Makkah. Selain bergulan, berkuda merupakan keahlian Umar lainnya. Secara fisik tubuh Umar kekar, kulitnya putih kemerah-merahan, dan kumisnya lebat.
Seperti pemuda pada masa Jahiliah lainnya, Umar akrab dengan minuman keras dan perempuan. Selain itu, Umar sangat gigih membela agama nenek moyangnya. Maka, ketika Rasulullah mulai mendakwahkan agama Islam, Umar merupakan seorang yang sangat getol memusuhi Rasulullah. Pada awal dakwah islam di Makkah, bersama Adul Hakim bin Hisyam (Abu Jahal), Umar merupakan tokoh Quraisy yang ditakuti oleh kaum muslimin karena kekejaman dan permusuhannya terhadap Islam. Pernah umar menghajar budak perempuan karena sang budak memeluk Islam. Ia menghajar sampai capek dan bosan sendiri karena terlalu banyak memukul. Sang budak akhirnya dibeli Abu Bakar dan dibebaskan.
            Begitu bahayanya kedua orang (Umar bin Khattab dan Abul Hakim bin Hisyam) itu, sampai-sampai rasulullah berdoa kepada Allah agar salah satu keduanya masuk Islam. “Allahumma ya Allah, perkuatlah Islam dengan Adul Hakim bin Hisyam atau Umar bin Khattab” demikian doa Nabi.
            Doa nabi terkabul dengan masuknya Umar ke dalam agama Islam. Keislaman Umar terbukti membawa kemajuan pesat bagi Islam. Kaum muslimin menjadi berani terang-terangan melakukan shalat dan tawaf. Umar juga tidak takut menentang pamannya sendiri, Abu Jahal, orang yang paling membenci Islam. Ia menemui Abu Jahal dan terang-terangan mengaku telah memeluk Islam. Karena ketegasannya itu Umar mendapat julukan “al Faruq” ‘pemisah antara baik dan buruk.
12.2.2 Keutamaan Umar bin Khattab
1.      Beliau termasuk sahabat Rasulullah SAW yang dijamin masuk surga.
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. mengatakan, “Tatkala aku tertidur, aku melihat diriku berada di surga, tiba-tiba aku melihat ada seorang wanita sedang berwudhu di samping sebuah istana. Aku menanyakan milik siapakah istana itu, lalu dikatakan, ‘Milik Umar.’ Maka aku melihat kecemburuan pada diri Umar hingga aku pun pergi meninggalkannya.” Kemudian Umar menangis seraya mengatakan, “Pantaskah aku cemburu kepadamu wahai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari)
2.      Beliau sering dipuji dan dido’akan kebaikan Rasululalh SAW.
Rasulullah SAW  mengatakan, “Seandainya ada Nabi setelahku maka ia adalah Umar bin Khattab.” (HR. Tirmidzi).
Beliau juga bersabda, “Sungguh ada dari umat-umat sebelum kalian muhaddatsun (orang-orang yang diberi ilham), dan apabila ada pada umatku ini maka ia adalah Umar.” (HR. Bukhari)
3.      Beliau adalah orang yang ditakuti oleh setan.
Sa’ad bin Abi Waqqash pernah bercerita, Suatu hari Umar pernah meminta izin untuk masuk dan bertemu dengan Rasulullah SAW. sedangkan di sisi belaiu ada para wanita Quraisy yang sedang berbicara dan mengangkat suara lebih tinggi dari suara Rasulullah SAW.
Tatkala Umar meminta izin untuk masuk, maka segera para wanita itu buru-buru memasang hijab, setelah Rasulullah SAW memberi izin maka masuklah Umar dan terlihat Rasulullah SAW tertawa, maka Umar berkata, “Allah SWT. membuatmu tertawa, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Saya heran melihat tingkah para wanita itu, tatkala mereka mendengar suaramu lantas buru-buru mereka memasang hijab.” Maka Umar berkata, “Bahkan engkau lebih berhak untuk disegani oleh mereka, wahai Rasulullah.” Lalu Umar mengatakan kepada para wanita tersebut, “Wahai para musuh jiwa-jiwa kalian, apakah kalian segan kepadaku sedangkan kalian tidak segan kepada Rasulullah SAW??!” Mereka menjawab, “Iya, karena engkau lebih keras dibandingkan dengan Rasulullah SAW.” Maka Rasulullah SAW  mengatakan,  Wahai Ibnul Khattab, demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah setan bertemu dengannmu  di suatu jalan melainkan ia akan mengambil jalan yang lain dari jalanmu.” (HR. Bukhari)
4.      Beliau sering mencocoki kehendak Allah SWT dalam beberapa kejadian.
Umar adalah orang yang apabila melihat sesuatu di dalam mimpinya, maka Allah SWT. menurunkan ayat-Nya membenarkan apa yang ia lihat. Sahabat Umar pernah bercerita, “Aku mencocoki perkara Rabbku dalam tiga perkara : (yang pertama) yaitu tatkala aku mengatakan wahai Rasulullah SAW. hendaklah maqom Ibrahim itu dijadikan tempat shalat,” maka turunlah ayat Allah SWT :
وإذ جعلنا البيت مثابة للناس وأمنا وتخذوا من مقام إبراهيم مصلى
“Dan jadikanlah sebahagian maqom Ibrahim sebagai tempat shalat.” (QS. Al-Baqarah : 125)
“Dan (yang kedua) tentang ayat hijab tatkala aku mengatakan: ‘Wahai Rasulullah SAW.  Seandainya engkau perintah istri-istrimu memakai hijab, karena yang berbicara kepada mereka adalah orang yang baik maupun yang fajir’, maka turunlah ayat hijab. Dan (yang ketiga) para istri Nabi SAW mereka berkumpul karena saling cemburu kepada beliau, maka aku katakan kepada mereka (para istri Nabi SAW) semoga Allah SWT. menceraikan kalian dan menggantikan untuk Nabi SAW istri-istri yang lebih baik dari kalian, maka turunlah ayat semisal dengna itu.” (HR. Bukhari)
12.2.3 Akhlak Umar bin Khattab
1. Pemberani
Sifat pemberani adalah sifat dasar yang dimiliki Umar bin Khattab sebelum  masuk Islam. Maka ketika beliau masuk Islam sifat pemberani ini beliau arahkan dalam membela da`wah Rasulullah SAW. Orang yang berani terang-terangan melakukan hijrah ke kota Madinah adalah Umar bin Khattab.
Beliau malah menantang orang-orang kafir Quraisy dengan perkataan “Siapa yang ingin istrinya menjadi janda, anaknya menjadi yatim maka halangilah saya untuk hijrah” dan tidak ada orang kafir Quraisy yang berani menghalangi Umar bin Khattab melaksanakan hijrah.
2. Sederhana
Umar adalah pribadi yang sederhana ketika telah masuk Islam. Hal ini bisa dibuktikan ketika beliau menjabat sebagai khalifah. Umar tidak pernah tinggal di sebuah istana, rumah mentereng ataupun gedung yang tinggi, tapi beliau tinggal di sebuah bangunan sederhana dekat masjid, dan lebih sering berada di masjid, bahkan beliau lebih sering tidur di atas pelepah kurma daripada kasur yang empuk. Atau ketika beliau tidak melebihkan harta rampasan (ghanimah) yang dibagikan diantara kaum muslimin.
Ketika kaum muslimin dapat bagian satu kain perorang untuk dibuat baju, maka Umar pun mengambil satu; dan itu tidak cukup untuk bahan baju beliau yang memiliki badan yang besar, maka sebagai jalannya ia meminta kepada anaknya Abdullah, agar bagian anaknya diberikan kepada Umar untuk dibuat sebuah baju. Atau ketika ia berkunjung ke daerah taklukan, ia berjalan dengan memakai pakaian yang sederhana dan terkesan kusam, diiringi oleh Patrik Yerusalem, Sophronius menggambarkan kesederhanaan Umar, sungguh inilah kesehajaan dan kegetiran yang dikabarkan oleh Daniel sang nabi ketika ia berdiri di tempat suci ini.
3. Adil
Umar juga dikenal sebagai pemimpin yang adil. Hal ini dirasakan oleh seorang kakek Yahudi, yang rumahnya berda di dekat masjid. Pada saat itu Gubernur Mesir `Amr bin `Ash akan melakukan pelebaran Masjid, dan rumah orang Yahudi tersebut harus dibongkar. Dengan kebijakan ganti rugi `Amr bin `Ash merayu orang yahudi tersebut untuk pindah, namun dia enggan. Namun `Amr bin `Ash bersikeras untuk membongkar rumah tersebut. Maka orang Yahudi tersebut mendatangi Khalifah Umar dan menceritakan apa yang terjadi kepada dirinya.
Maka Umar mengambil sebuah tulang dan membuat garis dengan pedang di atas tulang tersebut dan menyuruh orang Yahudi tersebut untuk membawa dan menyerahkannya kepada `Amr bin `Ash. Dengan penuh keheranan orang Yahudi tersebut pulang ke Mesir dan menghadap kepada `Amr bin `Ash sambil menyerahkan tulang yang diberikan oleh Umar bin Khattab. Ketika `Amr bin `Ash menerima tulang tersebut pucatlah wajah beliau dan menyuruh para pengawalnya untuk menghentikan pembongkaran.
Dengan penuh keheranan orang Yahudi tersebut bertanya kepada `Amr bin `Ash tentang apa yang terjadi. Maka `Amr menjawab bahwa Umar telah mengingatkan aku sebagai seorang pemimpin yang harus berlaku adil terhadap rakyatnya. Maka kagumlah orang Yahudi tersebut maka ia masuk Islam dan merelakan rumahnya untuk dibongkar.
4. Tegas
Salah satu bentuk ketegasan Umar bin Khattab adalah ketika beliau memecat Khalid bin Walid sebagai panglima perang dengan pemikiran bahwa Umar merasa takut kalaulah umat Islam terlalu mendewakan Khalid bin Walid yang telah berhasil memimpin pasukannya meraih kemenangan dalam beberapa pertempuran; dan hal itu diterima dengan lapang dada oleh Khalid bin Walid.
5. Loyalitas Tinggi
Umar adalah orang yang memiliki rasa cinta yang tinggi terhadap Allah, Rasulullah saw, dan agama Islam. Kecintaan terhadap Allah SWT dan agama Islam beliau buktikan dengan menginfakkan setengah harta beliau untuk dakwah Rasulullah SAW. Dan yang paling mengharukan rasa cinta beliau adalah bagaimana ia tidak menerima kematian Rasulullah SAW; sampai ia menghalangi persiapan penguburan dan mengancam orang yang berkata Rasulullah telah meninggal maka ia akan menemui ajalnya.
Para sahabat pun merasa kebingungan dengan keadaan seperti ini. Hal ini sampai ke telinga Abu Bakar, maka beliau berkata “Barang siapa yang menyembah Muhammad, sungguh dia telah meninggal; tapi barang siapa yang menyembah Allah SWT, maka Dia itu hidup selamanya takkan pernah mati”; kemudian beliau membaca surat Ali Imran ayat 144.  Mendengar itu Umar tersadar dan menitikkan air mata pertanda kesedihannya.
6. Tanggung Jawab
Umar bin Khattab adalah seorang pemimpin yang bertanggung jawab. Hal ini dibuktikan ketika beliau selalu berpatroli mengontrol rakyatnya sambil memikul keperluan rakyatnya. Pernah suatu waktu beliau melihat seorang ibu yang sedang membohongi anaknya yang kelaparan dengan pura-pura menanak beras, padahal batu yang ada dalam wadah tersebut. Melihat hal tersebut Umar mengambil gandum dan beliau pikul sendiri.
Ketika pengawalnya menawarkan untuk memikulnya, maka Umar berkata “Apakah kamu akan menjerumuskan aku ke dalam neraka karena telah menelantarkan rakyatku dan membiarkannya kelaparan?” Itu adalah salah satu bukti sifat tanggung jawab Umar sebagai seorang pemimpin.
12.3 Utsman bin Affan        
12.3.1 Biografi Utsman bin Affan
Usman bin Affan enam tahun lebih muda daripada Nabi. Kabilahnya, Bani Umayya, merupakan kabilah Quraisy yang dihormati karena kekayaannya. Kekayaan tersebut mereka peroleh dari usaha perdagangan. Keluarga Usman juga kaya-raya. Pada usia remaja, Usman sudah mulai menjalankan usaha dagangnya ke berbagai negeri. Abu Bakar, salah satu sahabat Nabi merupakan salah satu temannya dalam berdagang. Lewat Abu Bakar inilah Usman masuk Islam.
Akhirnya, Utsman menerima ajakan Rasulullah memeluk Islam tanpa ragu. Tidak beberapa lama, Usman menikah dengan Ruqayyah, putri Rasulullah SAW. Keimanannya tak pernah goyah bahkan ketika ia disiksa oleh salah seorang pamannya dari Bani Umayyah untuk meninggalkan Islam dan kembali kepangkuan agama nenek moyang.
Selain sifatnya lemah-lembut dan tutur katanya yang halus, Usman seorang lelaki pemalu. Suatu ketika Rasulullah bersabda, “Umatku yang paling pemalu adalah Usman bin Affan.” Karena kelemah lembutannya banyak orang mencintai Usman. Karena pemalu, Usman disegani dan dihormati banyak orang.
Gambaran terkenal mengenai Usman adalah kedermawanannya, sampai-sampai orang mungkin akan mengatakannya boros. Yang jelas, dia selalu siap mendermakan hartanya yang melimpah untuk perjuangan dijalan Allah. Kekayaan yang melimpah tidak menjadikan sama sekali tidak menjadikan Usman kikir. Pernah ia menyumbangkan 300 unta dan uang 1000 dinar ketika Nabi menyeru kaum muslim untuk melakukan ekspedisi ke Tabuk untuk menghadapi tentara Byzantium.
Sejak masuk Islam, Usman tidak bisa dipisahkan dari perjuangan menegakkan agama Islam. Karena mendapat permusuhan yang sengit dari penduduk Makkah, Rasulullah menyeru kaum muslimin hijrah ke Habsyi. Bersama Istrinya, Ruqayyah, Usman hijrah ke Habsyi. Usman juga turut hijrah ke Madinah bersama para sahabat lainnya.
Di mata Nabi, kedudukan Usman sangat mulia. Nabi sangat mengagumi ketampanan wajah Usman dan kemuliaan budi pekertinya. Karena itulah setelah Ruqayyah wafat. Nabi menikahkan Usman dengan Ummu Kulsum, salah seorang putri Rasulullah. Pernikahannya dengan dua putri Nabi inilah yang menjadikan Usman dijuluki Dzun Nurain, ‘pemilik dua cahaya’. Sayangnya, pernikahannya dengan Ummu Kulsum juga tidak berlangsung lama karena Ummu Kulsum meninggal terlebih dahulu. Begitu sayangnya Nabi kepada Usman sehingga pernah Nabi berkata, “Seandainya aku punya putri yang lain lagi, pasti aku akan nikahkan juga kepada Usman.”
Kedudukan Usman yang begitu mulia disisi Nabi membuatnya sangat dihormati kaum muslimin. Pada masa Abu Bakar dan Umar, pendapat Usman senantiasa didengarkan dan diperhatikan. Tidaklah mengherankan jika Umar bin Khattab menunjuknya menjadi salah satu Dewan Syura. Lewat Dewan Syura itu pula Usman diangkat sebagai khalifah ketiga.
12.3.2 Kemuliaan Akhlak Utsman bin Affan
Sifat yang paling menonjol pada diri Usman adalah sifat malu. Sifat ini sangat mengakar pada kepribadiannya sehingga Rasulullah SAW. Pernah menyatakan, “Umatku yang paling penyayang pada sesamanya adalah Abu Bakar, yang paling keras dalam persoalan agama Allah adalah Umar, dan yang paling pemalu adalah Usman.”
Dalam pengertian seperti inilah Usman tumbuh dan menjalani hari-harinya. Rasa malu yang ada pada dirinya menguasai kepribadiannya secara menyeluruh dan membimbingnya untuk melakukan berbagai keutamaan.
Pada saat dia diangkat sebagai khalifah, sifat malunya semakin tumbuh dan melekat seperti rumput hijau yang terkena hujan sehingga semakin tumbuh dan menghijau. Maka ketika dia hendak mengangkat panglima perang atau gubernur wilayah, dia memilih sosok terbaik. Dia malu kepada Allah SWT. jika dia mengangkat sesorang atas kaum muslimin padahal ada orang lain yang lebih baik darinya.
Inilah sosok malu yang ada pada sosok Utsman, tidak seperti yang dibayangkan oleh orang-orang bahwa Utsman adalah sosok yang lemah. Sungguh tepat penjelasan yang diberikan oleh Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam ketika menggambarkan sosok Utsman, beliau berkata, “Umatku yang paling benar sifat malunya adalah Utsman.”
Kemuliaan akhlak Usman yang lain yaitu :
1. Dermawan
Terkait dengan kedermawanan dan kemurahan hati Utsman, sungguh tidak ada tandingannya. Dia telah menyumbangkan hartanya di jalan Allah di banyak kesempatan. Sehingga kedermawanannya tentu saja beserta sifat malunya menutupi berbagai keutamaan dan sifat malunya yang lain. Dia telah menyerahkan hartanya yang melimpah untuk kepentingan agamanya dan saudara-saudaranya seiman. Dia menginfakkanya tanpa perhitungan. Jika kita mencoba untuk mencari seseorang yang dapat menandingi kedermawanan Utsman, kita tidak akan menemukannya.
Ketika masjid Nabawi terasa sempit karena banyaknya jamaah yang ikut shalat berjamaah, Rasulullah SAW. bermaksud membeli tanah milik salah seorang shahabat untuk keperluan perluasan Masjid. Maka Rasulullah menyampaikan himbauannya untuk itu dengan imbalan pahala, “Siapa yang membeli tanah keluarga fulan lalu menambahkannya ke Masjid, akan memperoleh kebaikan dari tanah itu di surga.”  Utsman pun segera membelinya dari harta pribadinya seharga 25 ribu dinar.
Setelah Fathu Makkah, Utsman membeli sebuah rumah yang cukup luas yang menempel dengan Masjidil Haram seharga 10 ribu dinar. Lalu rumah itu ditambahkan ke area Masjid. Dia juga membeli sebuah sumur yang disebut sumur Rumah seharga seribu dirham, lalu diserahkan kepad kaum muslimin, baik untuk orang kaya, miskin, maupun yang kehabisan bekal perjalanan.
Pada saat perang Tabuk, Utsman mempersiapkan untuk pasukan yang tidak memiliki bekal dan kendaraan sebanyak 950 unta ditambah 50 kuda untuk melengkapi jumlah 1000. Di samping itu dia juga menginfakkan uang sejumlah 1000 dinar dan 83,3 kilogram emas.
Kemudian pada masa kekhalifahan Abu Bakar, orang-orang mengalami masa paceklik. Abu Bakar lalu berkata, “Jika Allah menghendaki, sebelum sore besok Allah akan memberi kalian jalan keluar.” Pada keesokan paginya, datanglah kafilah dagang Utsman. Para pedagang pun bergegas mendatanginya. Ketika Utsman keluar menemui mereka, langsung diminta untuk menjual muatan kafilah dengannya kepada mereka. Namun Utsman menolak seraya berkata, “Ya Allah, saya menghibahkannya kepada orang-orang fakir Madinah tanpa harga dan tanpa perhitungan.”
2. Kasih Sayang dan Pergaulannya Yang Baik
Suatu kali Utsman memarahi seorang budak, sampai dia menjewer telinga budak tersebut hingga merasa kesakitan. Waktu itu Utsman segera teringat akan akhirat dan pembalasan, maka dia berkata kepada budak itu, “Saya baru saja menjewer telingamu, silahkan membalasnya padaku.”
Pada kesempatan lain Utsman membeli sebidang tanah dari seseorang, namun orang itu tak kunjung datang untuk mengambil uangnya. Utsman pun mendatanginya dan bertanya, “Kenapa engkau tidak datang untuk mengambil uangmu?” Orang itu menjawab, “Engkau menipuku dalam jual beli ini.” Utsman bertanya lagi, “Itukah yang membuatmu tidak datang?” Orang itu mengiyakan. Maka Utsman berkata, “Kalau begitu silahkan pilih apakah engkau ingin mengambil tanah atau uangnya, sesungguhnya Rasulullah SAW. pernah bersabda, “Allah akan memasukkan ke dalam surga orang yang memudahkan dalam urusan jual-beli dan peradilan.”
Thalhah bin Ubaidillah pernah meminjam sejumlah uang kepada Utsman. Ketika Thalhah memiliki kelapangan rizki dari Allah, dia segera hendak membayar hutangnya kepada Utsman. Thalhah pun bertemu dengan Utsman saat keluar dari masjid. Thalha berkata, “Sesungguhnya uang yang saya pinjam darimu sejumlah 50 ribu telah ada pada saya, silahkan mengutus orang untuk mengambilnya.” Utsman berkata padanya, “Sesungguhnya kami telah menghibahkannya untukmu karena kebaikanmu itu.”
3. Ketaatan Usman bin Affan, Ibadahnya, dan Ketakwaannya
Usman termasuk salah satu ahli ibadah. Dia gemar berpuasa di siang hari, bertahajjud di malam hari, dan banyak membaca mushaf al quran. Kondisi itu terus bertahan sepanjang hidupnya yang lebih dari delapan puluh tahun.
Ketekunannya dalam melaksanakan puasa sunnah membuat orang-oarang yang hidup semasa dengannya menggambarkan seolah-olah Usman berpuasa sepanjang tahun. Di samping itu, hati Usman selalu terpaut dengan al quran. Kitab suci itu selalu menemani dan menyertainya. Usman berkata, “Tidak ada yang aku sukai setiap kali datang hari baru kecuali menatap kitabullah.”
Sedangkan ibadah haji, selalu menjadi dambaan hatinya. Dia ikut melaksanakan haji wada’ bersama Rasulullah SAW. Pada masa kekhalifahan Umar dia melaksanakan haji bersama Abdurrahman bin Auf memimpin rombongan para Ummul mukminin. Sementara pada masa kekhalifahannya, dia melaksanakan haji sepuluh kali berturut-turut, kecuali pada tahun saat dia dikepung para pemberontak. Waktu itu dia mengutus Ibnu Abbas untuk memimpin orang-orang dalam pelaksanaan haji.
12.3.3 Keilmuan Utsman bin Affan
Usman bin Affan R.A. termasuk salah satu ulama di kalangan shahabat dan termasuk ke dalam kelompok kecil yang kerap memberi fatwa pada masa Rasulullah SAW. Al qasim bin Muhammad menceritakan, “Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali memberi fatwa pada masa Rasulullah SAW.”
Usman juga memberi fatwa pada masa kekhalifahan Abu Bakar. Ketika Umar menjabat sebagai khalifah, yang berhak memberi fatwa adalah Usman, Ali, Ubay bin Ka’ab, dan Zaid bin Tsabit. Usman merupakan shahabat yang paling mengerti manasik haji, diikuti setelahnya oleh Abdullah bin Umar.
Di antara bukti yang jelas atas kedalaman ilmunya adalah diangkatnya Utsman sebagai khalifah ketiga. Seorang khalifah haruslah diangkat dari kalangan yang paling mengerti tentang kitabullah, yang paling baik bacaannya, dan yang paling banyak pengetahuannya tentang sunnah Nabi SAW.
Namun demikian, Usman sangat berhati-hati dalam meriwayatkan hadits dari Rasulullah SAW. khawatir hafalannya keliru lalu dia menambah atau mengurangi sesuatu dari hadits Nabi. Usman berkata, “Yang menghalangi saya untuk menyampaikan hadits dari Rasulullah SAW. bukanlah karena saya tidak termasuk shahabat yang paling memahami dari beliau, akan tetapi saya sungguh telah mendengar beliau bersabda, “Siapa yang mengatakan atas nama saya apa yang tidak pernah saya katakan, hendaklah bersiap-siap untuk menempati tempat duduk di neraka.”
Karena hal tersebut dan karena kesibukannya dengan urusan kekhalifahan pada masanya, serta keikutsertaannya dalam mengurus pemerintahan pada masa Abu Bakar dan Umar, periwayatan hadits dari Usman sangat sedikit. Usman hanya meriwayatkan 146 hadits dari Rasulullah SAW. Dia meriwayatkan hadits secara lisan dari Rasulullah, Abu Bakar, dan Umar.
Di antara shahabat yang meriwayatkan hadits dari Usman adalah Abdullah bin Mas’ud, Zaid bin Tsabit, Umran bin Hushain, Abu Qatadah, Abu Hurairah, Anas bin Malik, Salamah bin Al-Akwa’, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Ibnu Zubair, dan lain-lain. Termasuk beberapa anaknya, pembantunya, dan sekelompok orang dari kalangan tabiin.


12.3.4 Kedudukannya Usman bin Affan di sisi Nabi SAW dan Para Saahabat
Kelebihan dan keutamaan yang dimiliki Usman membuatnya menempati posisi terhormat dan memperoleh simpati yang lebih dari Rasulullah SAW. Maka Rasulullah menikahkannya dengan putri beliau, yaitu Ruqayyah Radiyallahu ‘Anha. Ketika Ruqayyah meninggal, Utsman dinikahkan dengan putri beliau yang lain, yaitu Ummu Kultsum yang meninggal dunia pada tahun kesembilan hijriah.
Usman juga salah satu penulis wahyu pada masa Rasulullah SAW. Dapat dikatakan bahwa Utsman bertindak sebagai sekertaris beliau. Jika Nabi SAW. sedang duduk, maka Abu Bakar duduk di sebelah kanan beliau, Umar di sebelah kiri beliau, dan Utsman di hadapan beliau.
Para shahabat yang mulia sangat memahami kedudukan Usman R.A, maka mereka menempatkannya pada posisi terhormat sebagaimana Rasulullah menghormatinya. Mereka juga memujinya, menyiarkan berbagai keutamaannya, mencela orang-orang yang membencinya, dan memerangi orang-orang yang memusuhinya.
Usman sangat dekat dengan Abu Bakar dan Umar pada masa kekhalifahan keduanya. Dia kerap berkunjung ke tempat keduanya bersama beberapa orang shahabat untuk memberi saran terkait persoalan kaum muslimin dan urusan kenegaraan. Begitu juga sebaliknya, Abu Bakar dan Umar juga sering meminta pendapatnya.
12.4 Ali bin Abi Thalib
12.4.1 Biografi Ali bin Abi Thalib
Ali lahir pada Jum’at 13 Rajab di Makkah sekitar tahun 600 M. Ia lahir dari pasangan Abu Thalib bin Abdul Muthalib dan Fatimah binti Asad. Ketika lahir, ibunya memberi nama Haidar yang artinya singa. Namun sang ayah lebih suka menemainya Ali yang artinya tinggi dan luhur. Abu Thalib adalah kakak Abdullah, ayah Nabi Muhammad. Jadi, Ali dan Muhammad adalah saudara sepupu.
Sejak kecil Ali hidup serumah dengan Muhammad, berada dibawah asuhannya. Nabi tentu sajah ingat bahwa dia pernah diasuh oleh pamannya, Abu Thalib. Ketika dalam asuhan sepupunya (Nabi Muhammad) inilah Ali mendapatkan cahaya kebenaran, yakni Islam. Tanpa ragu sedikitpun, ia memutuskan untuk menyatakan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. keputusan ini dilakukan ketika Ali masih kecil, ketika umurnya baru 10 tahun. Secara keseluruhan, dia adalah orang ketiga yang memeluk islam dan yang pertama dari golongan anak-anak.
Dibawah asuhan Rasulullah Ali tumbuh berkembang. Segala kebaikan perilaku diajarkan oleh Nabi kepada sepupunya. Ali tumbuh menjadi pemuda cerdas, pemberani, tegas, juga lembut hati dan sangat pemurah. Kecerdasan Ali sangat menonjol. Ia merupakan sahabat Nabi yang paling paham tentang al qur’an dan sunnah, kerena merupakan salah satu sahabat terdekat Nabi. Ia menerima lengsung pengajaran al qur’an dan sunnah dari Rasulullah.
12.4.2 Akhlak Ali bin Abi Thalib
Akhlak Ali Radiyallahu ‘Anhu merupakan pantulan dari cahaya akhlak Nabi SAW, karena Ali tumbuh besar di rumah Nabi, hidup di taman akhlak yang mulia, ditambah lagi dia pun menjadi menantu Rasulullah, di mana Rasulullah senantiasa membimbingnya dan Fathimah dengan berbagai nasihat yang luhur dan adab yang mulia. Diantara akhlak Ali yang mulia antara lain :
1. Pemalu
Ali merupakan sosok pemalu, sifat malunya para ksatria pemberani. Pada perang Uhud, ketika bertarung melawan Abu Sa’ad bin Abi Thalhah dan berhasil menjatuhkannya ke tanah, pada saat Ali akan menghabisinya tiba-tiba Ali berbalik dan pergi meninggalkannya. Ketika para shahabat bertanya kenapa dia tidak jadi menghabisinya, Ali menjawab, “Dia menghadapiku dengan menampakkan auratnya, maka saya merasa iba padanya, saya tahu bahwa Allah SWT  telah membinasakannya.” Perbuatan itu terulang kembali pada perang Khandaq ketika bertarung melawan Amr bin Abdi Wud. Ali menceritakan, “Saya memukulnya dengan pedang, lalu dia melindungi dirinya dengan menampakkan auratnya, maka saya merasa malu untuk menghabisinya.”
2. Pejuang sejati
Kemuliaan seorang pejuang merupakan akhlak yang tidak pernah dilupakan oleh Ali pada saat memperoleh berbagai kemenangan. Sesungguhnya para pejuang sejati seperti Ali menggapai kemenangan dengan cara yang mulia dan adil. Sikap ini hanya akan muncul dari akhlak yang tumbuh di rumah para Nabi dan tidak memilikinya kecuali orang-orang pilihan.
3. Jujur dan apa adanya
Ali juga dikenal jujur dan apa adanya. Dia menolak sikap berpura-pura untuk menyelamatkan diri meski dalam situasi sulit sekalipun. Dia pernah berkata, “Tanda keimanan adalah engkau lebih mengutamakan kejujuran meskipun merugikanmu atas kebohongan meski memberi manfaat bagimu, hendaklah dalam pembicaraanmu tidak melebihi ilmumu dan bertaqwalah kepada Allah dalam berbicara dengan orang lain.”
4. Sangat menjaga hubungan kekerabatan
Dalam menjaga hubungan kekerabatan Ali dikenal sangat gigih. Dia bersaing dengan beberapa shahabat dalam memperoleh hak asuh Amarah putri pamannya Hamzah bin Abdul Muththalib Radiyallahu ‘Anhu, dan tidak bisa memberi ketetapan antara dia, Ja’far, dan Zaid bin Haritsah selain keputusan Rasulullah SAW.
Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Barra’ bin Azib Radiyallahu ‘Anhu, dia berkata “Rasulullah SAW. melakukan umrah pada bulan Zulqa’dah, maka penduduk Mekah tidak mengizinkan beliau memasuki Mekah hingga Rasulullah membuat kesepakatan dengan mereka bahwa beliau hanya akan tinggal di Mekah selama tiga hari. Ketika telah lewat tiga hari, penduduk Mekah mendatangi Ali dan berkata, “Sampaikan pada sahabatmu untuk segera keluar dari wilayah kami karena waktunya telah habis.” Maka Nabi dan para shahabatnya pun keluar dari Mekah. Tiba-tiba mereka diikuti oleh Hamzah seraya memanggil, “Wahai putra pamanku!” Ali pun membawanya dan berkata kepada Fathimah, “Bawa serta putri pamanmu.” Lalu Ali berselisih dengan Zaid dan Ja’far mengenai hak asuhnya. Ali berkata, “Saya lebih berhak mengasuhnya karena dia putri pamanku dan bibinya adalah istriku.” Sementara Zaid berkata, “Dia adalah putri saudaraku.” Maka Nabi SAW. memutuskan untuk menyerahkannya pada bibinya seraya berkata, “Bibi sama seperti Ibu.” Beliau berkata pada Ali, “Engkau bagian dariku dan aku bagian darimu.” Lalu berkata pada Ja’far, “Engkau menyerupai aku dan akhlakku.” Kemudian berkata pada Zaid, “Engkau adalah saudara kami dan pelayan kami.”
5. Zuhud
Ali terkenal sangat zuhud. Dia makan dari hasil jerih payahnya sendiri, mengambil sendiri air dari sumur, padahal dia menantu Nabi SAW. Bahkan istrinya, Fathimah menggiling gandum dengan batu gilingan hingga kedua tangannya lecet.
6. Senang menjamu tamu
Ali senang menjamu tamu, mudah memberi orang-orang yang membutuhkan, dan memuliakan utusan mereka. Ali R.A. berkata, “Mengumpulkan beberapa sahabatku untuk menyantap bersama satu atau dua sha’ makanan lebih saya sukai daripada pergi ke pasar untuk memerdekakan budak.”
Suatu hari datang padanya seorang laki-laki berkata, “Wahai Amirul mukminin, saya membutuhkanmu. Saya telah memintanya kepadamu. Jika engkau memenuhi permintaanku ini saya akan memuji Allah dan berterima kasih kepadamu. Jika tidak, saya memuji Allah dan memaafkanmu.” Ali berkata, “Tulislah di tanah, saya tidak suka melihat kehinaan peminta-minta pada wajahmu.” Maka orang itu menulis, “Saya orang  yang butuh bantuan.” Ali lantas berkata, “Bawakan padaku sehelai pakaian.” Lalu didatangkanlah sehelai kain dan diberikannya pada orang itu. Orang itu segera mengambil dan memakainya, lalu memuji Ali dengan gubahan syair.
Kemudian Ali berkata, “Bawakan padaku uang dinar.” Maka didatangkanlah uang seratus dinar dan diberikannya pada orang itu. Seseorang berkata kepada Ali, “Wahai Amirul mukminin, engkau memberinya pakaian dan uang seratus dinar?” Ali menjawab, “Ya, saya mendengar Rasulullah SAW. bersabda, “Posisikan orang sesuai dengan kedudukannya.” Ini adalah kedudukan orang itu di sisiku.”
12.4.3 Keimanan, Ketaatan, dan Sifat Wara’ Ali bin Abi Thalib
Ali Radiyallahu ‘Anhu senantiasa memelihara pelaksanaan shalat sunnah baik pada malam hari maupun siang hari. Dia kerap kerap shalat sunnah sebelum zhuhur empat rakaat yang panjang, ketika ditanya tentang hal itu dia menjawab, “Saya melihat Rasulullah melaksanakan shalat seperti itu.” Di samping itu Ali juga selalu shalat sunnah empat rakaat sebelum Ashar. Dia berkata, “Semoga Allah merahmati orang yang shalat empat rakaat sebelum Ashar.”
Ali tidak pernah meninggalkan shalat Dhuha dan membiasakan diri untuk membaca wirid yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW. kepadanya, yaitu membaca tasbih, tahmid, dan takbir seratus kali pada waktu pagi dan petang. Ali tidak pernah meninggalkan itu baik diperjalanan maupun di rumah, baik kala sehat maupun sedang sakit, sehingga saya berkata mengenai hal itu, “Saya tidak pernah melewatkannya sejak saya mendengarnya dari Rasulullah SAW kecuali pada malam terjadinya perang Shiffin, saya lupa, dan baru ingat di penghujung malam, maka saya langsung membacanya.”
Ali Radiyallahu ‘Anhu senantiasa berhubungan dengan kitabullah. Dia berkata, “Menurut saya tidak pantas jika seorang berakal tidur tanpa membaca beberapa ayat terakhir dari surat Al-Baqarah. Ayat-ayat itu merupakan harta karun yang tersimpan di bawah Arys.”
Di samping itu Ali juga gemar bersedekah, mudah memberi, dermawan, dan murah hati. Bahkan Ali memiliki banyak harta wakaf yang dijadikan sebagai sedekah jariyah. Hasil dari semua itu mencapai 40 ribu dinar.
Ibnu Abbas Radiyallahu ‘Anhu berpendapat mengenai firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Orang-orang yang menginfakkan hartanya malam dan siang hari (secara) sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan.”(QS. Al-Baqarah 2 : 274) bahwa ayat tersebut terkait dengan Ali bin Abi Thalib. Dia pernah memiliki empat ribu dirham, lalu dia menginfakkan semuanya. Pada malam hari seribu, siang hari seribu, secara sembunyi seribu, dan secara terang-terangan seribu.
Ali juga terkenal dengan sifat wara’, qana’ah, suka menangis, cerdas, dan berpikiran tajam. Suatu hari dibawakan padanya kurma kering, Ali pun memakannya diikuti dengan minum air, kemudian dia memukul perutnya seraya berkata, “Siapa yang dimasukkan oleh perutnya ke dalam neraka, maka Allah akan menjauhkannya.”
Pada kesempatan lain Ali melakukan ziarah kubur bersama Kumail bin ziyad. Ketika sampai diperkebunan dia berkata, “Wahai ahli kubur, Wahai penghuni tempat yang sepi, Apa kabar kalian? Adapun kabar dari kami, harta telah dibagikan, anak-anak telah menjadi yatim, pasangan telah terganti. Inilah kabar kami. Bagaimana kabar kalian?” Lalu Ali menoleh ke Kumail dan berkata, “Wahai Kumail, seandainya mereka diizinkan menjawab, mereka akan berkata, “Sesungguhnya bekal terbaik adalah ketakwaan.” Kemudian Ali menangis dan berkata, “Wahai Kumail, kuburan adalah kotak amal dan saat kematian datang engkau akan memperoleh kabar yang sesungguhnya.”
Di antara doa yang kerap diucapkannya adalah, “Aku berlindung kepada-Mu dari sulitnya cobaan, kemalangan yang susul menyusul, dan kegembiraan para musuh. Aku berlindung kepada-Mu dari penjara, belenggu, dan cemeti.” “Ya Allah, sesungguhnya dosa-dosaku tidak akan mencederai-Mu dan rahmat-Mu kepadaku tidak akan mengurangi kemuliaan-Mu.”



12.4.4 Keilmuan Ali bin Abi Thalib
Sejak muda, Ali memperoleh pengajaran dari Kitabullah yang mulia dan hikmah nabawiyah. Dia mengambil ilmu yang benar dan luhur dari Rasulullah SAW. Hal itu didukung oleh keadaan Ali yang memiliki otak yang cerdas, lisan yang gemar bertanya, telinga yang mendengar dan pandangan yang tajam. Ali termasuk orang yang hafal al qur’an pada masa Rasulullah SAW. dan mengetahui tafsir dan takwil.
Ali bercerita tentang dirinya dalam rangka mengungkapkan nikmat Allah SWT. dia berkata, “Demi Allah, tidak turun satu ayat pun kecuali aku mengetahui pada peristiwa apa , di mana, dan mengenai siapa ayat itu turun. Sesungguhnya Tuhanku telah memberiku otak yang cerdas dan lisan yang pandai berkata-kata.” Ali juga pernah berkata, “Tanyakanlah padaku tentang kitabullah. Tidak ada satu ayat pun melainkan saya mengetahui apakah ayat itu turun pada malam hari atau siang hari, di dataran rendah atau pegunungan.”
Di tambah lagi dengan keberkahan doa Nabi SAW. untuknya ketika beliau mengutusnya ke Yaman sebagai hakim. Mengenai hal ini Ali Radiyallahu ‘Anhu menceritakan, “Rasulullah SAW mengutusku ke Yaman. Saya pun berkata pada beliau, “Wahai Rasulullah, engkau mengutusku padahal aku masih mudah, engkau mengangkatku sebagai hakim padahal aku tidak mengerti hukum!” Maka beliau menepuk dadaku dengan tangannya, kemudian berdoa, “Ya Allah, tunjukilah hatinya dan tetapkan lisannya.” Demi Allah, sejak saat itu aku tidak pernah ragu dalam memutuskan perkara antara dua orang.”
Sahabat memuji keilmuan Ali. Pemuka sahabat banyak yang bertanya padanya dan mengutip ucapannya dalam berbagai persoalan dan masalah. Bahkan Umar pernah berkata, “Ali adalah yang paling baik memutuskan perkara di antara kami.” Lebih jauh Umar berkata, “Aku berlindung kepada Allah dari masalah yang Abu Hasan (Ali) tidak menanganinya.”
Sementara Abdullah bin Mas’ud berkata, “Waktu itu kami berbincang-bincang bahwa orang yang paling baik dalam memutuskan perkara di Madinah adalah Ali bin Abi Thalib.” Ibnu Abbas berkata, “Jika seorang tsiqah (terpercaya) menyampaikan fatwa dari Ali, maka kami tidak akan melampauinya. Sedangkan Aisyah Ummul mukminin berkata, “Adapun Ali, adalah orang yang paling mengerti tentang sunnah,”
Meski demikian, Ali tidak pernah menyerang suatu fatwa. Jika dia ditanya tentang sesuatu yang tidak difahaminya, dengan tenang dia akan menjawab, “Saya tidak tahu.” Pernah suatu kali dia ditanya tentang suatu masalah, dia menjawab, “Saya tidak memahami hal itu. Alangkah menenangkan hati, saya ditanya tentang sesuatu yang saya tidak pahami lalu saya menjawab, “Saya tidak tahu!”
Ali meriwayatkan hadits dari Nabi SAW. dan dari istrinya Fathimah serta dari Abu Bakar, Umar, dan Miqdad bin Amr. Ilmunya tersebar luas di kalangan para shahabat dan tabi’in. Di antara yang meriwayatkan hadits darinya adalah anak-anaknya : Hasan, Husein, Muhammad Al Akbar (yang dikenal dengan nama Ibnu Al-Hanafiyah), Umar, dan Fathimah. Begitu juga cucunya, Muhammad bin Umar bin Ali, keponakannya Abdullah bin Ja’far, putra saudarinya Ja’dah bin Hubairah Al-Makhzumi, dan sekertarisnya Ubaidillah bin Abi Rafi’.
Dari kalangan shahabat terdapat sejumlah besar yang meriwayatkan hadits dari Ali, di antaranya: Abdullah bin Mas’ud, Al-Barra’ bin Azib, Abu Hurairah, Abu Sa’id Al-Khudri, Shuhaib, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Zubair, Jabir bin Abdullah, Abu Musa Al Asy’ari, dan lain-lain.
Sementara dari kalangan Tabi’in ada Zirr bin Hubaisy, Abul Aswad Ad Du’ali, Al Harits bin Abdullah Al A’war, Syuraih bin Hani’, Syaqiq bin Salamah, Amir Asy Sya’bi, Alqalamah bin Qais, Marwan bin Al Hakam, Abu Abdurrahman As Sulami, dan masih banyak lagi. Dalam kitab-kitab sunnah dari Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam terdapat 586 hadits yang diriwayatkan dari Ali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar