Rabu, 04 Januari 2017

PASAR MONOPOLI dan PASAR PERSAINGAN MONOPOLISTIK



BAB I
PENDAHULUAN

1.1              LATAR BELAKANG MASALAH
Pasar adalah salah satu dari berbagai sistem, institusi, prosedur, hubungan social dan infrastruktur dimana usaha menjual barang, jasa dan tenaga kerja untuk orang-orang dengan imbalan uang. Pasar terbagi menjadi dua yaitu pasar persaingan sempurna dan pasar persaingan tidak  sempurna. Pasar persaingan tidak sempurna terbagi lagi menjadi tiga yaitu pasar monopoli, pasar oligopoli dan pasar monopolistik.
Pasar sebagai kumpulan jumlah pembeli dan penjual individual mempunyai karakteristik- karakteristik tertentu. Karakteristik tersebut muncul karena masing-masing pembeli dan penjual individual mempunyai perilaku individual yang berbeda pula. Di dalam bab biaya produksi dijelaskan bahwa ada karakteristik pasar tertentu dimana dalam pasar tersebut hanya terdapat satu penjual dari satu produk (barang atau jasa) yang tidak mempunyai alternative produk pengganti (substitusi). Pasar dengan karakteristik tersebut disebut dengan pasar monopoli. Mengingat dalam pasar monopoli hanya terdapat satu penjual dari satu produk (barang atau jasa) yang tidak mempunyai alternatif produk pengganti (subtitusi) maka dalam pasar monopoli tidak ada persaingan dari penjual lain.
Pasar di Indonesia didukung oleh sumber daya alam yang melimpah  yang memungkinkan untuk seseorang memproduksi barang dengan jumlah yang banyak sehingga dengan mudah setiap produsen mendapat bahan untuk berproduksi. Ketika banyak produsen memproduksi barang yang sama, walaupun dengan kemasan, merk dan kualiatas yang berbeda. Maka disnilah terjadi pasar persaingan monopolistik.

1.2              RUMUSAN MASALAH
Pembahasan kami akan merujuk pada masalah masalah sebagai berikut:
1.      Apa faktor-faktor yang menimbulkan monopoli?
2.      Bagaimana mengetahui pemaksimuman keuntungan dalam
pasar monopoli?
3.      Bagaimana terbentuknya pasar monopolistik?
4.      Bagaimana ciri-ciri dan karakteristik dari pasar persaingan monopolistik?

1.3  TUJUAN PENULISAN
Makalah ini dibuat dengan maksud untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi dan sebagai bahan bacaan untuk memperluas ilmu pengetahuan dan memahami Pasar Monopoli dan Pasar Persaingan Monopolistik.
















BAB II
 PEMBAHASAN

2.1      PASAR MONOPOLI
Suatu industri dikatakan berstruktur monopoli (monopoly) bila hanya ada satu produsen atau penjual (single firm) tanpa pesaing langsung atau tidak langsung, baik nyata maupun potensial. Output yang dihasilkan tidak mempunyai substitusi (closed substitution).
2.1.1   Faktor-faktor Penyebab Terbentuknya Monopoli
Perusahaan tidak memiliki pesaing karena adanya hambatan (barriers to entry) bagi perusahaan lain untuk memasuki industri yang bersangkutan. Dilihat dari penyebabnya, hambatan masuk dikelompokkan menjadi hambatan teknis (technical barriers to entry) dan hambatan legalitas (legal barriers to entry).
a.      Hambatan Teknis (Technical Barries to Entry)
Ketidakmampuan bersaing secara teknis menyebabkan perusahaan lain sulit bersaing dengan perusahaan yang sudah ada (existing firm). Keunggulan secara teknis ini disebabkan oleh beberapa hal.
1)      Perusahaan memiliki kemampuan dan atau pengetahuan khusus (special knowledge) yang memungkinkan berproduksi sangat efisien.
2)      Tingginya tingkat efisien memungkinkan perusahaan monopolis mempunyai kurva biaya (MC dan AC) yang menurun. Makin besar skala produksi, biaya marjinal makin menurun, sehingga biaya produksi perunit (AC) makin rendah (decreasing MC and AC).
3)      Perusahaan memiliki kemampuan kontrol sumber faktor produksi, baik berupa sumber daya alam, sumber daya manusia maupun lokasi produksi. Kelompok konglomerat di Indonesia mempunyai kemampuan monopoli secara teknis, karena mampu mengontrol faktor produksi berupa bahan baku (misalnya batu kapur untuk pabrik semen). Selain bahan baku, di mana tamatan-tamatan universitas top di Indonesia kebanyakan bekerja di perusahaan konglomerat, dibanding perusahaan kecil. Lokasi produksi yang khusus juga menyebabkan perusahaan memiliki kemampuan teknis (biaya transpormasi sangat rendah) yang menyebabkan daya monopoli.
Perusahaan-perusahaan yang mempunyai daya monopoli karena kemampuan teknis disebut perusahaan monopolis alamiah (natural monopolist).
b.      Hambatan Legalitas (Legal Barriers to Entry)
1)    Undang-undang dan Hak Khusus
Tidak semua perusahaan mempunyai daya monopoli karena kemampuan teknis. Dalam kehidupan sehari-hari kita menemukan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien tetapi memiliki daya monopoli. Hal itu dimungkinkan karena secara hukum mereka diberi hak monopoli (legal monopoly). Di Indonesia, Badan-Badan Usaha Milik Negara (BUMN-BUMN) banyak yang memiliki daya monopoli karena undang-undang . berdasarkan undang-undang tersebut mereka memiliki hak khusus (special franchise) untuk mengelola industri tertentu.
Hak khusus tidak hanya diberikan oleh pemerintah, tetapi juga oleh satu perusahaan kepada perusahaan lainnya. Di Indonesia beberapa bentuk konkritnya adalah agenda tunggal, importir tunggal, lisensi dan bisnis warna laba (franchise).
2)        Hak Paten (Patent Right) atau Hak Cipta
Tidak semua monopoli berdasarkan hukum (undang-undang) mengakibatkan inefisiensi. Hak paten (patent right) atau hak cipta adalah monopoli berdasarkan hukum karena pengetahuan-kemampuan khusus (special knowledge) yang menciptakan daya monopoli secara teknik. Seorang yang mempunyai kemampuan menulis yang baik, memiliki hak monopoli atau bukunya bila mengurus hak cipta. Seseorang yang menemukan resep masakan atau ramuan obat, memiliki hak monopoli atas penemuannya bila mengurus hak paten.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, industri penyediaan tenaga listrik (industri listrik) di Indonesia dikatakan berstruktur pasar monopoli, karena :
1.    Hanya ada satu prosedurnya, yaitu Perusahaan Listrik Negara (PLN).
2.    Listrik yang dihasilkan PLN tidak mempunyai substitusi, walaupun sumber tenaga listriknya memiliki beberapa alternatif (disel, tenaga air, tenaga uap, dan nuklir).
3.    Perusahaan-perusahaan lain tidak dapat memasuki industri listrik karena ada hambatan (barrier to entry), yaitu hak monopoli PLN berdasarkan Undang-Undang.
Dengan cara yang sama kita memahamai mengapa tidak semua rumah makan boleh menjual ayam goreng Kentucky Fried Chicken. Mengapa tidak semua pabrik garmen boleh memproduksi baju bermerek dagang Choya. Juga, mengapa tidak semua perusahaan penerbit boleh mencetak ulang dan mengedarkan buku-buku terbitan perusahaan lain tanpa izin perusahaan yang bersangkutan.
2.1.2   Permintaan dan Penerimaan Perusahaan Monopoli
  a.    Permintaan
Dalam pasar monopoli, permintaan terhadap ouput perusahan (firm’s demand) merupakan permintaan industri. Karena itu perusahaan mempunyai kemampuan untuk memengaruhi harga pasar dengan mengatur jumlah ouput. Posisi perusahaan monopolis adalah penentu harga (price setter atau price maker). Dengan demikian, kurva permintaan yang dihadapi monopolis adalah juga kurva permintaan pasar/industri.
     b.   Penerimaan Total dan Penerimaan Marjinal
Pada pasar persaingan sempurna penerimaan marjinal perusahaan sama dengan harga jual (MR = AR = D = P). Tidak demikian halnya dengan perusahaan yang berada dalam pasr monopoli. Penerimaan marjinal perusahaan monopoli lebih kecil dari harga jual (MR < P). Diagram 9.1 menunjukkan bahwa untuk meningkatkan output yang dijual (Q1 ke Q2) perusahaan harus menurunkan harga jual (P1 ke P2). Penurunan harga jual menyebabkan penerimaan total (TR) berkurang sebanyak luas daerah segi empat A. Penambahan jumlah output menambah TR dari daerah segi empat B. Dengan demikian MR = -A + B yang nilainya lebih kecil dari harga. Penjelasan yang sama dapat diterapkan bila perusahaan bergerak ke P3, P4, dan seterusnya. Karena itu kurva MR berada di bawah kurva harga (permintaan) seperti pada diagram 9.1.b.
Dalam pasar persaingan sempurna kurva TR berbentuk garis lurus dimulai dari titik (0,0). Dalam pasar monopoli besarnya TR sangat tergantung pada besarnya elastisitas harga.
a.    Jika elastisitas harga lebih besar dari suatu (elastis), untuk menambah output 1%, harga diturunkan lebih kecil dari 1%. Akibatnya TR naik yang berarti MR positif.
20160302_113536.jpg
b.    Jika elastisitas harga sama dengan satu, untuk menambah output 1%, harga harus diturunkan 1% juga. TR tidak bertambah, yang artinya MR = 0. Pada saat itu nilai TR maksimum.
c.    Jika elastisitas harga lebih kecil dari satu (inelastis), untuk menaikkan output 1% , harga harus diturunkan lebih dari 1%. Akibatnya TR turun, yang artinya MR < 0 (negatif).
Hubungan antara besarnya TR dan MR digambarkan pada Diagram 9.2.
20160302_113548.jpg
2.1.3    Keseimbangan Perusahaan Dalam Jangka Pendek
Sebagaimana halnya perusahaan yang bergerak dalam pasar persaingan sempurna, perusahaan monopoli juga harus menyempurnakan MR dengan MC agar mencapai laba maksimum, seperti yang digambarkan pada diagram 9.3.
20160302_113658.jpg
Pada diagram 9.3 laba maksimum tercapai pada output Q*, dimana MR = MC. Besar laba seluas bidang AP*BC. Jika output lebih kecil dari Q*, misalnya Q1, laba perusahaan belum maksimum sebab MR>MC. Sebaliknya jika output lebih besar dari Q*, misalnya Q2, laba akan berkurang karena MR<MC.
Monopolis juga bisa menderita rugi. Namun, apabila rugi akan diusahakan agar kerugiaannya adalah minimum (juga pada tingkat output dimana MR = MC).
20160302_113707.jpg
Tingkat outputnya adalah Q*, harga P*, TR = OP*CQ*, sedangkan TC = OABQ*, sehingga daerah kerugian adalah bidang P*ABC (kerugian yang minimum).
2.1.4   Keseimbangan Perusahaan Dalam Jangka Panjang
Perusahaan monopoli tidak mempunyai masalah besar dengan keseimbangan jangka panjang, selama dalam jangka pendek memperoleh laba maksimum. Dalam pasar persaingan sempurna, laba super normal akan menarik perusahaan lain untuk masuk kedalam industri  sehingga dalam jangka panjang perusahaan hanya menikmati laba normal saja. Hal tersebut tidak berlaku dalam pasar monopoli. Hambatan untuk masuk menyebabkan perusahaan monopoli mampu untuk menikmati laba super normal, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Perusahaan monopoli hanya akan kehilangan laba super normal jangka panjang, bila tidak mampu mempertahankan daya monopolinya. Hal tersebut dapat saja terjadi, terutama perusahaan lalai melakukan riset dan pengembangan untuk memperoleh teknologi yang meningkatkan efisiensi produksi. Akibatnya posisi perusahaan tergantikan oleh perusahaan lain yang mampu menghasilkan atau memangfaatkan teknologi produksi yang lebih efisien. Hal tersebut terjadi pada perusahaan-perusahaan jam tangan di Negara Swiss. Karena menolak memangfaatkan teknologi digital, mereka kehilangan kemampuan monopolinya. Saat ini, daya monopoli pembuatan jam tangan dikuasai perusaan-perusaan jam di Jepang, yang mau memanfaatkan teknologi digital.
Keseimbangan dalam jangka panjang akan jadi masalah bila dalam jangka pendek perusahaan mengalami kerugian. Diagram 9.5.a menunjukan perusahaan monopolis yang mengalami kerugian dalam jangka pendek.namun karena biaya rata-rata variabel masih lebih besar dari harga (AVC>P) untuk sementara perusahaan masih dapat beroprasi. Bila ingin mempertahankan eksistensinya dalam jangka panjang, perusahaan harus berupaya mencapai laba.
Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah melakukan efisiensi agar biaya produksi menjadi lebih murah. Dalam diagram 9.5.b ditunjukan dengan menurunnya kurva AC (AC0 – AC1). Karena sekarang biaya rata-rata lebih kecil daripada harga (AC<P), perusahaan sudah dapat menikmati laba.
Cara lain yang dapat dilakukan adalah meningkatkan atau memperbesar permintaan. Misalnya dengan menggiatkan produksi dan memasang iklan. Peningkatan permintaan (D1 – D2) menyebabkan P > AC, yang artinya perusahaan memperoleh laba (diagram 9.5.c). tentu saja cara yang terbaik adalah melakukan peningkatan efisiensi sekaligus meningkatkan permintaan.
20160302_113726.jpg
2.1.5   Daya Monopoli (Monopoly Power)
Dalam keyataan jarang sekali truktur pasar tanpa persaingan.umumnya yang ada adalah satu atau beberapa perusahaan lebih dominan dibanding perusahaan lainnya (oligopoli). Karenanya pengertian monopoli dalam teori ekonomi berbeda dengan pengertian awam (masyarakat umum) dalam kehidupan sehari-hari. Kaum awam membayangkan monopoli sebagai kemampuan melakukan apa saja untuk memperoleh laba sebesar-besarnya; perusahaan monopoli yang mempunyai kekuatan tanpa batas, sehingga dapat mengeruk laba tanpa batas pula.
Pengertian diatas adalah keliru. Daya monopoli (monopoly power) yaitu kemampuan perusahaan untuk melakukan ekploitasi pasar dalam rangka mencapai laba maksimum hanyalah sebatas kemampuan mengatur jumlah output dan harga. Daya monopoli dikatakan makin besar bila keputusan harga dan output perusahaan makin sulit dilawan oleh pasar. Lerner mengukur kemampuan perusahaan berlandaskan permintaan  yang dihadapi perusahaan dengan menghitung angka indeks, yang dikenal sebagai indeks Lerner (Lerner Index).
Dari persamaan (9.1) daya monopoli makin besar bila nilai L makin besar. Indeks Lerner mempunyai nilai antara 0 dan 1. Dalam pasar persaingan sempurna daya monopoli adalah nol (L = 0), karena dalam keseimbangan harga sama dengan biaya marjinal (P = MC). Besar nilai indeks Lerner dipengaruhi oleh beberapa faktor:
a.        Elastisitas Harga Permintaan (Elastisitas Harga)
Dalam pasar persaingan sempurna, elastisitas harga permintaan tak terhingga. Laba maksimum tercapai bila P = MC. Karena itu dalam pasar persaingan sempurna nilai L sama dengan nol. Perusahaan tidak memiliki daya monopoli (price taker). Makin inelastis permintaan, makin besar nilai L atau daya monopoli.
b.        Jumlah Perusahaan dalam Pasar
Makin sedikit jumlah perusahaan, daya monopoli makin besar. Dalam pasar persaingan sempurna, jumlah perusahaan banyak sekali, sehingga konsumen leluasa memilih produsen; permintaan elastis sempurna, sehingga nilai L sama dengan nol.
c.         Interaksi Antarperusahaan
Makin solid interaksi antarperusahaan, makin besar daya monopoli. Dalam pasar persaingan sempurna, karena jumlah perusahaan sangat banyak, amat sulit melakukan konsolidasi untuk mencapai kekuatan monopoli. Makin sedikit jumlah perusahaan, makin mudah melakukan konsolidasi (interaksi). Karena itu struktur pasar  yang berpotensi besar untuk memiliki daya monopoli besar adalah oligopoli.
Indeks Lerner bukanlah indeks laba (profit index). Sebab laba berkaitan dengan biaya rata-rata. Walaupun memiliki daya monopoli yang besar ( nilai L besar), tanpa efisiensi perusahaan bahkan akan mengalami kerugian.
2.1.6   Monopoli Alamiah ( Natural Monopoly)
Perusahaan yang memiliki daya monopoli alamiah (natural monopoly) disebut monopolis alamiah. Perusahaan ini memiliki kurva biaya rata-rata (AC) jangka panjang yang menurun (negative slove). Makin besar output yang dihasilkan makin rendah biaya rata-rata. Ini dimungkinkan karena perusahaan memilikikurva biaya marjinal (MC) yang juga menurun dan juga berada dibawah kurva AC. Perusahaan memiliki tingkat efisiensi yang makin tinggi, bila skala produksi diperbesar. Perusahaan seperti ini mampu mengeksploitasi pasar, dilihat dari makin besarnya selisih harga jual dengan biaya marjinal. Diagram 9.6 menunjukan hal tersebut, dimana titik perpotongan kurva MC dengan MR (titik A) jauh dibawah harga jual (titik B).
20160302_113741.jpg
2.1.7   Biaya social monopoli (social cost of monopoly)
Kekhawatiran akan dampak negatif dari monopoli ada benarnya. Sebab ada beberapa kerugian yang dia;ami masyarakat (biaya social), antara lain:
·         Hilang atau berkurangnya kesejahteraan konsumen (dead weight loss).
·         Menimbulkan eksploitasi terhadap konsumen dan pekerja.
·         Memburuknya kondisi makroekonomi nasional.
·         Memburuknya kondisi ekonomi internasional.

a.         Hilang atau berkurangnya kesejahteraan konsumen (dead weight loss)
Diagram 9.7 menunjukan dalam pasar monopoli keseimbangan keseimbangan perusahaan tercapai pada titik A. perusahaan hanya memproduksi sejumlah Qm dengan harga Pm. Padahal jika perusahaan jika perusahaan bergerak dalam pasar persaingan sempurna, keseimbangan perusahaan tercapai di titik B (D=MR=AR=P=MC). Jumlah output adalah Qk yang lebih banyak dari Qm. Sedangkan harga jual adalah Pk yang lebih murah dari Pm.
Sikap yang di ambil perusahaan menyebabkan konsumen kehilangan kesejahteraan sebesar luas segitiga ACB. Sebab bila perusahaan bergerak dalam pasar persaingan sempurna, surplus konsumen besarnya seluas segitiga PkEB. Tetapi karena monopoli, surplus konsumen tinggal sebesar segitiga PmEA. Surplus konsumen sebesar luas segi empat PkPmAC di eksploitasi menjadi tambahan laba perusahaan.
Keputusan perusahaan juga menyebabkan perusahaan kehilangan surplus  produsen sebesar luas segitiga FCB, sehingga total kesejahteraan yang hilang adalah sebesar segitiga FAB yang sama dengan luas segitida CAB+FCB. Namun kehilangan surflus produsen lebih kecil daripada tambahan laba. Tambahan laba kecil yang dinikmati perusahaan monopolis adalah sebesar luas segi empat PkPmAC di kurang luas segitiga FCB.
20160302_113754.jpg
Sikap eksploitasi surplus konsumen yang menyebabkan daya monopoli disebut sikap eksploitasi keuntungan.
b.        Menimbulkan eksploitasi terhadap konsumen dan pekerja
Monopoli menimbulkan eksploitasi, baik di konsumen maupun pekerja. Eksploitasi ini muncul karena monopolis selalu berproduksi (baik dalam keadaan dapat laba ataupun kerugian) pada harga yang lebih tinggi dari biaya marjinalnya atau P > MC. Bagi konsumen, eksploitasi timbul karena mereka harus membayar (harga yang lebih tinggi dari biaya produksi unit terakhir outputnya. Sedangkan di anggap juga eksploitasi bagi tenaga kerja karena mereka (sebagai bagian dari faktor produksinya di bayar lebih murah dari jumlah yang diterima monopolis( yaitu harga jualnya). Dalam hal ini pemilik faktor produksi tenaga kerja (buruh) di bayar upah yang lebih rendah dari pada kontribusinya (dalam bentuk output) dari tenaga kerja tersebut, bila dinilai dengan harga pasar yang berlaku bagi output.
c.         Memburuknya makro kondisi makroekonomi nasional
Jika setiap industry muncul gejala monopoli, maka secara makro jumlah output (riel output) akan lebih sedikit dibandigkan kemampuan sebenarnya (potential output). Volume produksi dalam perusahaan monopoli memang lebih sedikit dengan volume output yang optimum, yaitu yaitu yang dihasilkan pada AC yang minimum ( sebagai mana yang terjadi pada perusahaan-perusahaan dalam pasar persaingan sempurna pada jangka yang panjang); monopolis selalu berproduksi pada tingkat output dimana AC nya tidak minimum (selama kurva permintaanya berbentuk menurun, maka perusahaan akan memilih tingkat output pada tingkat AC nya yang selalu menurun). Keseimbangan makro terjadi di baah keseimbangan ekonomi (under full employment equilibrium) karena tidak seluruh faktor produksi terpakai sesuai dengan kapasitas produksi, sehingga menimbulkan pengangguran tenaga kerja (unemployment) maupun faktor-faktor produksi yang lain. Selanjutnya keadaan ini akan melemahkan daya beli, menciutkan pasar, yang memaksa perusahaan memproduksi lebih sedikit lagi. Begitu seterusnya hingga perekonomian secara makro dapat mengalami keadaan stagflasi (stagnasi dan inflasi), dimana pertumbuhan ekonomi mandek, pengaguran tinggi, tingkat inflasi juga tinggi.
d.        Memburuknya kondisi perekonomian internasional
Tuntutan perdagangan bebas diakui dapat meningkatkan efisiensi. Tetapi optimisme terhadap perdagangan bebas harus ditinjau ulang, karena karena fakta menunjukan bahwa perusahaan-perusahaan yang besar (terutama MNC) telah menjadi perusahaan monopoli alamiah. Karena sahamnya dimiliki oleh pihak swasta, tujuan perusahaan ini adalah maksimalisasi laba. Karena jika dibiarkan bersaing bebas, MNC akan menggilas perusahaan-perusahaan yang ada di NSB.Diagram 9.8 berikut memebrikan penjelassan lebih lengkap
Diagram 9.8.b menunjukkan PT Telkom, yang karena mempunya daya monopoli berdasarkan undang-undang memproduksi sebesar Qn dengan harga Pn per unit. PT Telkom memperoleh laba supernormal karena biaya rata-rata (OA) lebih kecil dariharga jual per unit. Diagram 9.8.b menunjukkan struktur biaya perusahaan telekomunikasi yang berasal dariJepang di mana output-nya sejenis (homogen) dengan output PT Tellkom.dari kurva AC dan MC kita melihat perusahaan jepang begitu besa, keseimbangan perusahaan tersebut terjadi pada saat output Qj,harga jual Pj dan biaya produksi rata-rata Acj.walaupun haraga output perusahaan Jepang lebih murah dari PT Telkom, namun karena belum adanya perdagangan bebas, PT Telkom terlindungi dan menikmati laba super normal sebesar luas segi empat ApnBC.
20160302_113816.jpg
2.1.8   Pengaturan Perusahaan Monopoli (Monopoly Regulation) dan Masalahnya
Uraian tentang biaya sosial monopoli, menuntut upaya pengaturan atau pembatasan perusahaan monopolis (monopoly regulation). Tujuan pengaturan tersebut bukan saja menekan biaya sosial monopoli, melainkan juga mengubah biaya sosial tersebut menjadi manfaat sosial (social benefits). Lewat pengaturan, monopoli dapat diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Ada banyak cara yang dapat ditempuh pemerintah dalam pengaturan monopoli. Misalnya dengan membuat undang-undang anti monopoli (antitrust law), yang membatasi dan mengatur kemampuan perusahaan untuk memiliki daya monopoli yang besar.
Kadang-kadang karena alasan ideologis, monopolis tidak terhindarkan. Untuk itu perusahaan-perusahaan yang diberi hak monopoli harus berada di bawah kontrol pemerintah, dengan cara menempatkan saham pemerintah sebagai bagian terbesar dari saham perusahaan. Di indonesia hal tersebut dilakukan leawat penyertaan saham pemerintah untuk beberapa industri srategis dan menyangkut hajat hidup orang banyak (pasal 33 Undang-undang Dasar 1945) Pertamina, PT. Telkom, PLN, Perusahaan Air Minu  dan perusahaan trasportasi kereta api, adalah contoh dari beratus-ratus badan usaha milik pemerintah (pusat dan daerah) yang memiliki daya monoppli karena legalitas (legal monopolies).
Dua cara lain yang akan dibahas agak rinci adalah pengaturan harga (price regulation) dan pengenaan pajak (taxation).
a.        Pengaturan Harga (Price Regulation
       Yang dimaksud dengan kebijakan pengaturan harga adalah kebijakan menetapkan tingkat harga maksimum/teringgi (ceiling price) bagi perusahaan monpoli, yaitu pada P = MC nya. Jika perusahaan monopoli menjual harga dibawah maksimum, tidak dikenakan sanksi. Tetapi jika menjual melebihi harga tertinggi, perusahaan dikenakan sanksi. Tujan yang ingin dicapai dari pengaturan harga adalah membatasi perilaku eksploitasi keuntungan yang cenderung memproduksi dengan jumlah lebih sedikit dan menjual denga harga yang lebih tinggi dibandingkan jika perusahaan beroperasi dalam pasar persaingan sempurna. Dengan pengaturan harga ini, pemerintah memaksa perusahaan untuk berperilaku seolah-olah beroperasi dalam pasar persaingan sempurna (P=MC).

20160302_113827.jpg

Pada Diagram 9.9 keseimbangan perusahaan monopolis tercapai pada saat jumlah output Qm dan harga jual PM per unit. Agar perusahaan berperilaku sebagai penerima harga (price taker), pemerintah dapat menetapkan harga tertinggi Pp, sehingga perusahaan memproduksi sejumlah Qp, seperti jika dalam persaingan sempurna. Tampak juga bahwa kebijakan pengaturan harga ini sekaligus menghilangkan terjadinya eksploitasi kepada konsumen dan tenaga kerja, karena terjadinya eksploitasi tersebut adalah monopolis selalu berproduksi pada P> MC.
Tetapi bagi perusahaan pengaturan harga menimbulkan masalah. Untuk memproduksi sejumlah Qp perusahaan harus beroperasi tidak optimal, sebab pada saat MR = D = MC, perusahaan berproduksi bukan di titik AC terendah (bandingkan titik A dengan titk B).
Dilema pengaturan monopoli makin terasa jika perusahaan adalah monopolis alamiah seperti diagram 9.10.

20160302_113834.jpg

Agar berperilaku seperti dalam persaingan sempurna, pemerintah menetapkan harga teringgi Pp dan perusahaan memproduksi sejumlah Qp. Bagi masyarakat kebijakan ini sangat menguntungkan, karena jumlah ouput jauh lebih banyak (Qp > Qm) dan harga jauh lebih murah (Pp < Pm) dibanding tanpa pengaturan harga. Namun karakter biaya monopolis alamiah di mana MC < AC menyebabkan pada saat ouput sejumlah Qp, perusahaan mengalami kerugian (Pc – Pp) per unit. Total kerugian perusahaan adalah Qp x (Pp-Pc). Atau seluas segi empat PpPcAB. Dalam jangka panjang kerugian ini akan melemahkan perusahaan. Bila perusahaan memproduksi barang strategis (listrik atau telekomunikasi), kesejahtraan juga terancam.
Ada dua alternatif mengatasi hal di atas. Pertama penetapan harga tertinggi diubah menjadi Pc dimana biaya rata-rata sama dengan harga jual (AC = P). Perusahaan menikmati laba normal. Namun laba ini tidak cukup besar untuk membuat perusahaan mampu melakukan riset dan pengembangan untuk meningkatkan efisiensinya.
Cara kedua adalah meneapkan dua tingkat harga (two tier pricing). Pada diagram 9.10, sampai batas Qm, harga dietapkan sebesar Pm, perusahaan menimati laba super normal, sebesar (Pm-Pp) x (Qp-Qm) atau seluas daerah segi empat GFAB. Sebagian laba super normal digunakan untuk menyubsidi kerugian, sebagian lagi dapat digunakan sebagai dana riset dan pengembangan guna meningkatkan efisiensi perusahaan.
b.        Pajak (Taxation)
Dalam pembahasan ini, kita mengasumsikan pajak yang diberlakukan adalah pajak nominal per unit output yang dijual dikenakan pajak sebesar T. Diagram 9.11 menunjukan pajak menggeser kurva AC dan MC perusahaan monopolis ke atas (AC1ke AC2 dan MC1 ke MC2). Pergeseran ini menurunkan output dari Q1 ke Q2, sedangkan harga jual meningkat dari P1 ke P2.
20160302_113849.jpg

Walaupun kenaikan harga tidak sebesar pajak (P2-P1 < T), pajak telah mengurangi kemampuan masyarakat untuk membeli output. Apakah berarti kebijaksanaan pajak tidak perlu diterapkan? Kita harus ingat salah satu fungsi pajak adalah unuk mengarahkan alokasi sumber daya agar makin efisien. Jika barang yang dikenakan pajak adalah barang mewah (mobil pribadi), maka pengenaan pajak mendesak masyarakat mengurangi pembelian mobil pribadi dan menggunakan uangnya untuk membeli barang atau jasa yang lebih penting bagi dirinya.
Sama halnya dengan pengaturan harga, pengenaan pajak terhadap monopolis alamiah juga menimbulkan dilema, sebab kenaikan harga barang lebih besar dari pajak per unit. Artinya perusahaan masih mampu menarik laba dari pengenaan pajak. Diagram 9.12 menunjukan pengenaan pajak T per unit menggeser kurva MC ke atas (MC1 ke MC2), output berkurang dari Q1 ke Q2. Karena harga barang naik dari P1 ke P2 di mana kenaikannya lebih besar dari pajak per unit (P2 – P1 > T).

20160302_113855.jpg
Sama halnya dengan pengaturan harga, pengenaan pajak terhadap monopolis alamiah juga menimbulkan dilema, sebab kenaikan harga barang lebih besar dari pajaik per unit. Artinya perusahaan masih mampu menarik laba dri pengenaan pajak. Diagram 9.12 menunjukna pengenaan pajak T per unit menggeser kurva MC ke atas (MC1 ke MC2), output berkurang dari Q1 ke Q2, karenanya harga barang naik dari P1 ke P2, di mana kenaikanya lebih besar dari pajak per unit (P2-P1>T).
2.1.9   Aspek Positif Monopoli (Monopoli Benefits)
Monopoli memang daoat menimbulkan kerugian (biaya sosial) namun tidaklah selalu merugikan. Setidak-tidaknya ada beberapa manfaat monopoli yang perlu dipertimbangkan.
a.        Monopoli, Esisiensi, dan Pertumbuhan Ekonomi
Dibandingkan perusahaan yang bergerak dalam pasar persaingan sempurna, perusahaan monopolis mempunyai kelebihan, yaitu mampu mengakumulasi laba super normal dalam jangka panjang kemampuan ini sangat dibutuhkan agar mampu membiayai riset dan pengembangan dalam rangka mendapatkan teknologi baru atau penyempurnaan teknologi yang sudah ada, guna meningkatkan efisiensi. dengan peningkatan efisiensi, dari sejumlah faktor produksi yang sama dihasilkan output yang lebih besar, dengan kata lain, jika monopoli dikelola dengan baik akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Menurut Joseph “Justru industri-industeri yang bersifat monopolistiklah yang ternyata menunjukan suatu dinamika untuk berkembang lebih besar”.
b.        Monopoli dan Efisiensi Penagdaan Barang Publik
Tidak sumua barang dapat disediakan secara efisien lewat pasar. Barang itu umumnya dikenal sebagai barang publik (publik goods) yang sepintas telah dibahas dalam bab II harus diakui bahwa barang publik dapat menimbulkan ketidakefesienan pasar (market failure) Namun harus diakui juga bahwa barang publik dapat menimbulkan eksternalitas menguntungkan yang memacu kegiatan ekonomi terutama investasi. Adanya investasi memungkinkan pertumbuhan ekonomi. Sayangnya pengadaan barang publik hanya efisien dalam skala sangat besar. Contohnya pengadaan jalan raya, pelabuhan laut, transportasi, telekomunikasi dan air minum. Karena efisien jika dilakukuan dalam skala besar, perusahaan harus mendapatkan monopoli (legal monopoly). Dalam jangka panjang diharapkan mampu menjadi monopolis alamiah yang memperoduksi barang pabrik dengan harga mahla.
c.         Monopoli dan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat
Perusahaan monopolis jika dibiarkan memang dapat merugikan karena memproduksi barang lebih sedikit dan menjual lebih mahal. Namun, dalam pembahasan tentang diskriminasi harga maupun kebijakan pengaturan harga dua tingkat (two tier pricing), mnopoli dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kebijakna diskriminasi harga memungkinkan masyarakat kelas bawah menganggap rekreasi merupakan barang mewah, menikmati rekreasi pada saat-saat tertentu dengan harga lebih murah, kebijakan dua harga tingkat memungkinkan dilakukannya peningkatan output melalui subsidi silang.
Yang menarik adalah dengan menggunakan dua kebijakan tersebut di atas, peningkayan kesejahteraan masyarakat dapat dilakukan tanpa merugkan perusahaan. Sebab perusahaan masih dapat menikmati laba super normal.
UU No. 5/1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat Sejak 5 maret 1995 indonesia sudah memiliki Undang-undang No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat (sering disebut sebagai UU anti monopoli).
Guna mengawasi terjadinya praktik minopoli pemerintah juga telah membentuk komisi pengawas persaingan usaha melalui keputusan presiden Nomor 75 tahun 1999.
Perjanjian yang dilarang oleh UU No. 5 tahun 1999
A.      Oligopoli
1.         Perjanjian yang Oligolpolistik
       Suatu usaha dilarang membuat suatu perjanjian dengan pelaku usaha lain secara bersama-sama untuk menguasai produk atau pemasaran barang atau jasa tentu yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat (pasal 4 ayat 1)
2.         Dugaan Perjanjian yang Oligopolistik
       Untuk mengetahui apakah melalui suatu perjanjian yang dibuat oleh para pelaku usaha akan menguasai prodduk atau pemasaran barang atau jasa tertentu atau tidak, maka ditentukan apa yang disebut dugaan melakukan oligopolistik, yakni apabila dua atau tiga pelaku usaha mengetahui lebih dari 75% pangsa pasar suatu jenis barang atau jasa teertentu (pasal 4 ayat 2)
B.       Penetapan Harga
1.         Menetapkan harga yang telah dibuat bersama-sama oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya, alasan pelarangan dapat mengakibatkan konsumen atau pelanggan harus membayar harga yang ditetapkan untuk barang atau jasa tertentu (pasal 5 ayat 1).
2.         Diskriminasai harga
      Maksudnya penetapan harga yang berbeda-beda yang harus dibayar oleh para pembeli atas barang yang sama atau jasa yang sama (pasal 6)
3.         Penetapan harga dibawah harga pasar
      Penetapan harga dibawah harga pasar dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat (pasal 7)
4.         Penjualan kembli barang atau jasa dibawah harga yang telah ditetapkan
      Maksudnya penerima barang atau jasa tidak akan menjual atau memasak kembali barang atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah daripada harga yang diperjanjikan. Ini berarti penerima barang harus menjual atau memasak kembali barang atau jasa sesuai dengan harga yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha tersebut (pasal 8)

C.      Pembagian Wilayah Pemasaran
Misalnya perusahaan A hanya boleh memproduksi dan memasarkan barang di daerah X, dan perusahaan B hanya boleh memproduksi dan memasarkan di daerah Y (pasal 9).
D.      Pembaikotan
1.    Menghalangi pelaku usaha lain untuk masuk ke dalam pasar (pasal 10 ayat 1)
2.    Menolak menjual barang atau jasa pelaku usaha lain (pasal 10 ayat 2)
E.       Kartel
Perjanjian antara pelaku usah dengan pelaku usaha pesaingnya dengan maaksud untuk mengatur produksi dan pemasarannya atau untuk mengatur pelayanan jasa tertentu (pasal 11)
F.       Trust
Pembentukan suatu gabungan perusahaan baru, pelaku-pelaku usaha yang membentuk suatu gabungan perusahaan tersebut tetap mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau perseruannya dengan maksud agar dapat mengontrol produksi dan pemasaran suatu barang atau jasa tertentu yang dapat mengakibatkan munculnya peraktik monopoli.
G.      Oligopsoni
1.    Penguasaan pembelian atas barang atu jasa tertentu
2.    Dugaan menguasai pembelian atas barang atau jasa tertentu
H.      Integrasi Vertikal
Yang dimaksud disini adalah perjanjian integrasi vertikal yang dibuat oleh pelaku usaha dengan maksud untu menguasai proses pengusaha/proses produksi dari hulu sampai ke hilir.
I.         Perjanjian Tertentu
1.    Pembatasan-pembatasan barang atu jasa tertentu
2.    Pembatasan pembelian barang atau jasa
3.    Pembatasan pembelian barang atau jasa Karena adanya potongan harga atas barang atau jasa tertentu
J.        Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri apabila isi perjanjian tersebut akan mengakibatkan terjadinya prakti monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat misalnya dapat memunculkan praktik moopoli.

Namun Janagan Sampai Terjadi :
o    Pembatasan penguasaan pasar menghambat pelaku usaha dalam mencapai target optimum dari persaingan di pasar global.
o    Penguasaan pasar yang relatif terbatas tidak aktraktif lagi bagi para investor, utamanya investor asing.
o    Pemerintah kusulitan mengukur persentase pasar karena pasar yang sangat fluktuatif. Apalagi indonesia merupakan negara kepulauan.
o    Secara potensial konsumen dirugikan karena produk berkualitas dengan harga murah kesediaannya di pasar relatif terbatas.
Sanksi Buat Pelanggar :
1.        Sanksi Administratif :
·         Penetapan pembatsan perjanjian
·         Perintah penghentian integrasi vrtikal
·         Perintah penghentian praktik monopoli
·         Penetapan pembatsan penggabungan usaha
·         Penetapan pembayaran ganti rugi serendah-rendahnya Rp.1 miliar dan setinggi-tibgginya Rp.25 miliar.
2.        Pidana Pokok :
·         Pelanggaran terhadap pelanggaran pasal 4, pasal 9 sampai dengan pasal 14, pasal 16 sampai dengan pasal 19, pasal 25, 27 dan pasal 28 diancam pidana serendah-rendahnya Rp.25 miliar dan setingginya-tingginya Rp.1000 miliar, atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 bulan.
·         Pelanggran terhadap ketentuan pasal 5 sampai dengan pasal 8, pasal 15, pasal 20 sampai dengan pasal 24 dan pasal 26 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp.5 miliar dan setinggi-tingginya Rp.25 miliar atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 bulan.
·         Pelanggar terhadap ketentuan pasal 42 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp.1 miliar dan setinggi-tingginya Rp.5 miliar atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 bulan.
3.        Pidana Tambahan
·         Pencabutan izin usaha
·         Larangan pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap UU ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 3 tahun dan selama-lamanya 5 tahun, atau
·         Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.
Perusahaan yang Pangsa Pasarnya Lebih dari 50% (1999) :
No.
Nama Perusahaan
Jenis Poduksi
Pemilik
Pangsa pasar
1.

2.
3.

4.

5.

6.

PT. Indonesia Sukses Makmur
PT. Intiboga Sejahtera
PT. Aqua Golden M

PT. Bogasari Flour Mills
PT. Unilever Indonesia
PT. Asahimas Flat Glass
Mie Instan

Minyak Goreng
Air Mineral

Tepung Terigu

Sabunmandi/ditergen,
Sampo
Kaca Lembaran
Group Salim Nissin First Pasific
Group Salim
Group Tirta Investama
Group Salim

Group Unilever

Group Rodamas
80%

55%
80%

70%

58%

65%
Sumber KAPITAL, Voll II, No. 12, 8 Maret 2000


3.1      PASAR PERSAINGAN MONOPILISTIK
Teori pasar persaingan monopolistik (monopolistic competition) dikembangkan karena ketidakpuasan terhadap daya analisis model Ekonom yang pertama kali mengajukan ketidakpuasan terhadap dua model diatas adalah Peirro Sraffa (Universitas Cambridge), kemudian diikuti oleh Hotelling dan Zeothen. Pada akhir dasawarsa 1930-an, model persaingan monopolistik dikembangkan secara intensif terutama oleh Joan Robinson (ekonom Inggris) dan Edward Chamberlain (ekonom Amerika Serikat).
Struktur pasar persaingan monopolistik hampir sama dengan persaingan sempurna. Di dalam industri terdapat banyak perusahaan yang bebas keluar-masuk. Namun produk yang dihasilkan tidak homogen, melainkan terdiferesiensi  (differentiated product). Namun perbedaan barang antara satu produk (merek) dengan produk (merek) yang lain tidak terlalu besar. Diferensiasi ini mendorong perusahaan untuk melakukan persaingan nonharga. Walaupun demikian output yang dihasilkan sangat mungkin saling menjadi subsidi. Perusahaan memiliki kemampuan monopoli yang relatif terbatas atau kecil.
3.1.1        Karakteristik Pasar Persaingan Monopolistik
          Tiga asumsi dasar persaingan monopolistik adalah :
·         Produk yang terdiferensiasi (differentiated product)
·      Jumlah perusahaan banyak dalam industri (large number of firms)
·      Beban masuk dan keluar pasar (free entry and exit)

a.        Produk Yang Terdiferensiasi (Differential Product)
Yang dimaksud dengan produk terdiferensiasi adalah produk dapat dibedakan oleh konsumen dengan melihat siapa produsennya. Jika dalam pasar persaingan sempurna konsumen membeli barang tanpa perlu membedakan siapa produsen, dalam persaingan monopolistik, yang menjadi pertimbangan adalah siapa produsennya. Barang-barang tersebut dapat diperbedakan oleh kualitas barangnya, model, bentuk, warna, bahkan oleh kemasan, merek, dan pelayanannya.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita selalu memiliki pilihan yang tetap untuk produk-produk sabun mandi, pakaian jadi, sepatu, dan lain-lain. Seorang gadis yang biasa menggunakan sabun mandi beremerek “Sutera” sulit pindah ke merek lain. Dia dapat membedakan produk kesukaannya dari produk peruusahaan lain. Hal ini menyebkan memiliki daya monopoli, walau terbatas.
Namun demikiandi antara produk-produk tersebut sebenarnya dapat saling menjadi substitusi. Misalnya, dalam keadaan tertentu (sedang berada di desa), sabun mandi merek kesayangan tidak ada ,maka merek lain dapat menggantikan tanpa menimbulkan dampak negatif secara teknis (kesehatan terganggu). Karena itu, persaingan monopolistik berada di antara pasar persaingan sempurna dan monopoli, seperti digambarkan dalam Diagram 10.1 di bawah ini.
20160302_113918.jpg

b.        Jumlah Produsen Banyak Dalam Industri (Large Number of Firms)
Jumlah perusahaan (produsen) dalam pasar persaingan monopolistik banyak. Di Indonesia dapat dilihat dai begitu banyaknya merek pakaian, dan sepatu. Banyaknya perusahaan menyebabkan keputusan perusahaan tentang harga dan output tidak perlu harus memperhitungkan reaksi perusahaan lain dalam industri (independence decision of price and output), karena setiap perusahaan menghadapi kurva permintaannya masing-masing.
c.    Bebas Masuk dan Keluar (Free Entry and Exit)
Laba super normal yang dinikmati perusahaan (existing firm) mengundang perusahaan pendatang untuk memasuki industri. Jika mereka mampu bertahan, dalam jangka panjang dapat mengalahkan perusahaan yang lain. Tetapi halnya dalam pasar persaingan sempurna, dalam pasar persaingan monopolistik proses masuk-keluar akan terhenti bila semua perusahaan hanya memperoleh laba normal.
3.1.2        Keseimbangan Perusahaan Dalam Jangka Pendek
Perusahaan mencapai keseimbangan dalam jangka pendek dan panjang. Dalam jangka pendek dan panjang. Dalam jangka pendek perusahaan dapat menikmati laba super normal. Dalam jangka panjang perusahaan hanya menikmati laba normal.
Keseimbangan jangka pendek perusahaan tercapai bila MR=MC. Karena memiliki daya monopoli, walau terbatatas, kondisi keseimbangan perusahaan yang bergerak dalam persaingan monopolistik sama dengan perusahaan yang bergerak dalam pasar monopolistik

20160302_113930.jpg
Diagram 10.2 menunjukan perusahaan mencapai laba maksimum pada saat MR=MC di titik E. Sama halnya dengan perusahaan monopolis, harga jual lebih besar dari biaya marjinal (P>MC). Tetapi kemampuan eksploitasi laba relatif terbatas, karena kurva permintaan yang dihadapi sangat landai. Laba super normal yang dinikmati perusahaan sebesar luas segi empat APCB, dimana harga adalah P dan jumlah output yang diproduksi Q.

3.1.3        Pasar Persaingan Monopolistik dan Efisiensi Ekonomi
Laba super normal yang dinikmati perusahaan (Diagram 10.2) mengundang perusahaan pendatang memasuki industri. Masuknya pendatang memberikan dua kemungkinan terhadap permintaan perusahaan lama. Yang pertama, pelanggan makin setia, secara grafis terlihat dari kurva permintaan jangka panjang lebih curam daripada jangka pendek. (Diagram 10.3.a). Atau pelanggan makin bersifat memilih, dimana permintaan jangka panjang menjadi lebih landai dibanding jangka pendek (10.3.b). Bagaimana pun pengaruhnya, perusahaan hanya akan dapat bertahan dalam jangka panjang, jika mampu menikmati laba normal, pada saat harga jual sama dengan biaya rata-rata (P=AC). Dalam Diagram 10.3 keseimbangan tersebut terjadi di titiik A (Diagram 10.3.a) atau B (Diagram 10.3.b).
20160302_113940.jpg

3.1.4        Keseimbangan Perusahaan Dalam Jangka Panjang
Dibandingkan dengan pasar monopoli, persaingan monopolistik masih lebih baik dilihat dari lebih kecilnya total kesejahteraan yang hilang (dead weight loss). Namun tetap kurang efisiensi dibanding pasar persaingan sempurna. Ada dua penyebab mengapa pasar persaingan monopolistik tidak dapat lebih efisiensi dibanding pasar persaingan sempurna.

a.        Harga Jual Masih Lebih Besar Dari Biaya Marjinal (P>MC)
Karena memiliki daya monopoli, perusahaan dalam pasar persaingan monopolistik mampu membebankan harga jual yang lebih tinggi dari biaya marjinal (P>MC). Namun demikian karena kurva permintaan yang dihadapi sangat elastis, maka selisih harga dan biaya marjinal tidak sebesar dalam perusahaan monopolis.

b.        Kapasitas Berlebih (Excess Capity)
Telah dinyatakan, karena sanngat mudahnya perusahaan untuk keluar dan masuk, dalam jangka panjang perusahaan yang beroperasi dalam pasarpersaingan monopolistik hanya menikmati laba normal. Keadaan tersebut kita gambarkan kembali dalam bentuk Diagram 10.4 berikut ini.
20160302_113951.jpg

Pada saat berada dalam keseimbangan jangka panjang (titik A), perusahaan sebenarnya tidak berproduksi pada tingkat efisiens, sebab titik A buka titik terendah pada kurva biaya rata-rata (AC). Jika perusahaan ingin memproduksi pada AC yang paling rendah, output harus ditambah sampai sejumlah Qb. Tetapi jika output melebihi Qa (output keseimbangan), penambaan output hanya menurunkan laba (bahkan merugi) karena penerimaan marjinal lebih kecil dari biaya marjinal (MR<MC). Dapat disimpulkan, dalam jangka panjang perusahaan yang bergerak dalam pasar persaingan monopolistik akan mengalami kelebihan produksi (excess capity)

3.1.5        Pengaturan Pasar Persaingan Monopolistik
Ketidakefesienan yang dihasilkan perusahaan yang beroperasi dalam pasar persaingan monopolistik menimbulkan pertanyaan, apakah perlu pengaturan ? Jawabannya adalah tidak ! Hal ini berlandaskan tiga argumen :
a.         Daya monopoli yang relatif kecil menyebabkan kesejahteraan yang hilang (dead weight loss) relatif kecil.
b.        Permintaan yang sangat elastis menyebabkan kelebihan kapasitas produksi relatif kecil.
c.         Ketidakefisienan yang dihasilkan perusahaan yang beroperasi dalam pasar persaingan monopolistik diimbangi dengan kenimati konsumen karena beragamnya produk, peningkatan kualitas, dan meningkatnya kebebasasn konsumen dalam memilih output.







BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Pasar monopoli adalah suatu bentuk pasar dimana hanya terdapat satu perusahaan saja. Dan perusahaan ini menghasilkan barang yang tidak mempunyai barang pengganti yang sangat dekat. Atau bisa disebut suatu pelaku usaha atau penjual yang menjadi pusat kekuatan ekonomi yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Dan juga telah ada larangan monopoli pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan dan persaingan usaha yang tidak sehat serta merugikan orang banyak.
Selepas dari larangan dari monopoli ada juga monopoli yang tidak dilarang yaitu, Monopoli by Law & Monopoli by License, meskipun begitu nyatanya ini juga kurang efektif dan bertentangan dengan teori ekonomi klasik dan hukum syariat islam.
Pasar monopolistik adalah pasar yang memiliki banyak penjual (produsen) dengan barang yang diperjualbelikan bersifat homogen. Meskipun homogen, namun dengan merk dan keunggulan masing-masing yang berbeda.
Pasar monopolistik timbul karena ketidakpuasan akan pasar persaingan sempurna dan monopoli, sumber daya alam yang tersedia melimpah dan differensiasi produk yang tidak terlalu tinggi.


DAFTAR PUSTAKA

Rahardja, Prathama dan Manurung, Mandala. 2008 . Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi dan Makroekonomi). Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia



4 komentar: